• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori

1. Tinjauan tentang Kredit a. Pengertian Perjanjian Kredit

Ketentuan Pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyatakan bahwa :

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.

Oleh karena penyediaan uang atau tagihan tersebut memberikan risiko bagi pemberi kredit dalam pengertian ini adalah Bank, maka undang-undang memberikan pengaturan pada Pasal 8 serta penjelasannya yang menyatakan bahwa kredit dalam pelaksanaanya harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat.

Untuk mengurangi segala risiko yang ada, pihak bank harus mempunyai keyakinan terhadap kemauan dan kemampuan debitur untuk memenuhi kewajibannya. Pihak bank perlu menganalisa dengan seksama terhadap beberapa kriteria tertentu yang biasa disebut 5 (five) C’s atau formula 5C, antara lain: (Hermansyah, 2011:64).

1) Watak (Character)

Watak atau Character adalah suatu obyek yang dianalisa dengan tujuan untuk mengetahui dan meyakini bahwa karakter calon debitur tersebut baik dan tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari. Hal ini penting dan bahkan menjadi prioritas utama

(2)

Beberapa hal yang penting dianalisa dalam karakter debitur meliputi tanggung jawab (responsibility), kejujuran (honestly), keseriusan dalam berbisnis dan kehendak untuk membayar (willingness to pay). 2) Kemampuan (Capacity)

Bank perlu memiliki keyakinan dalam mengetahui dan mempercayai bahwa calon debitur mempunyai keahlian dan kemampuan yang cukup untuk menjalankan usahanya yang akan dibiayai bank dengan fasilitas kredit sehingga usaha tersebut akan dapat tetap berjalan lancer agar debitur dapat memenuhi kewajibannya melunasi hutangnya. Analisanya meliputi aspek pemasaran, produksi, kualitas dan reputasi manajemen.

3) Modal (Capital)

Analisa yang penting juga harus dilakukan atas modal calon debitur untuk mengetahui dan meyakini bahwa calon debitur memiliki modal yang cukup untuk menjalankan usahanya yang dibiayai oleh kredit. Untuk itu biasanya bank meminta debitur untuk membuat laporan mengenai asset aktiva dan pasiva calon debitur serta meminta salinan berkas lalu lintas rekening calon debitur selama tiga bulan terakhir (Irma Devita Purnamasari, 2011: 19). 4) Kondisi keuangan/Prospek usaha (Condition)

Prospek usaha calon debitur menjadi perhatian yang seksama oleh bank untuk mendapatkan keyakinan apakah usaha debitur telah didukung oleh sumber bahan baku yang cukup serta apakah telah tersedia pasar yang dapat menyerap hasil produksi debitur agar usahanya dapat berjalan lancar sampai pelunasan hutangnya.

5) Agunan (Collateral)

Keyakinan bank dalam memberikan kredit juga harus dapat dinilai dengan ukuran dan kuantitas yang nyata, maksudnya jumlah

(3)

uang yang dikeluarkan bank memilki jaminan sebagai pengganti pembayaran jika debitur tidak dapat melunasi hutangnya.

Untuk masalah agunan (collateral) pihak bank harus melakukan pengikatan agar memilki kekuatan hukum tetap. Tujuan bank melakukan pengikatan agunan adalah demi menjaga kepentingan bank dan meminimalisir resiko kerugian jika debitur wanprestasi. Terdapat dua tujuan penting dilakukannya suatu pengikatan agunan, yaitu:

a) Memberikan hak preferen kepada pemegang jaminan. Hak preferen sangat penting karena akan memberikan kedudukan yang diutamakan terhadap kreditur lain.

b) Memudahkan proses eksekusi dalam hal debitur wanprestasi. Dengan adanya perjanjian pengikatan jaminan, maka bank memilki dasar untuk melakukan prosedur eksekusi sebagaimana yang telah diperjanjikan dalam pengikatan jaminan tersebut. b. Jenis Kredit

Praktik perbankan yang berlaku saat ini, terdapat bermacam istilah perjanjian kredit yang disalurkan dan/atau diberikan kepada debitur atau nasabah bank. Namun, pada intinya, di antara berbagai macam istilah perjanjian kredit, dapat digolongkan ke dalam beberapa kategori besar, yaitu (Irma Devita Purnamasari, 2011: 9) :

1) Pinjaman Rekening Koran

Fasilitas kredit pinjaman rekening koran dalam suatu bank kadang disebut PRK, KRK, RK, atau dengan sebutan lain yang sejenis. Pinjaman rekening koran biasanya diberikan untuk modal kerja dengan jangka waktu terbatas. Rekening giro kredit debitur tersebut diberi batas pinjaman sesuai besarnya fasilitas kredit.

(4)

Fasilitas kredit dalam bentuk revolving ini praktiknya diberikan dalam bentuk plafon (batas pinjaman) dan dicairkan secara bertahap sesuai dengan permintaan debitur. Permintaan cairan fasilitas kredit oleh debitur tersebut dikaukan dengan menggunakan media penarikan berupa surat promes atau surat aksep.

3) Fixed Loan (Pinjaman Tetap)

Fasilitas kredit ini dijabarkan dalam berbagai jenis fasilitas kredit lainnya, antara lain kredit investasi, kredit installment, pinjaman jangka panjang, kredit kepemilikan rumah (KPR), kredit angsuran berjangka, kredit konsumsi, bank garansi, dan letter of credit.

4) Jenis kredit dilihat dari segi tujuan kredit

Jenis kredit dilihat dari segi kredit terdiri dari : a) Kredit produktif

Kredit produktif adalah kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi atau investasi.

b) Kredit komsumtif

Kredit komsumtif adalah kredit yang digunakan untuk komsumsi secara pribadi.

c) Kredit perdagangan

Kredit perdagangan adalah kredit yang digunakan untuk perdagangan, biasanya untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut, contoh : kredit ekspor dan impor (kasmir,2008:110)

5) Jenis kredit dilihat dari segi jangka waktu

Jenis kredit dilihat dari segi jangka waktu terdiri dari : a) Kredit Jangka Pendek (Short Term Credit)

(5)

Kredit jangka pendek adalah kredit yang berjangka waktu maksimum satu tahun, dilihat dari sisi perusahaan, kredit jangka pendek dapat berbentuk sebagai berikut :.

b) Kredit Jangka Menengah (Intermediate Term Credit)

Kredit jangka menengah (intermediate term credit) adalah kredit yang berjangka waktu dari 1-3 tahun.. Kredit Jangka Panjang ( long term credit)

c) Kredit jangka panjang (Long Term Credit) kredit yang berjangka waktu lebih dari 3 tahun..

6) Jenis kredit dilihat dari segi jaminan

Jenis kredit dilihat dari segi jaminan terdiri atas : a) Kredit dengan jaminan

Kredit yang diberikan dengan suatu jaminan, jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud dan tidak berwujud atau jaminan orang, artinya setiap kredit yang dikeluarkan akan dilindungi senilai jaminan yang diberikan calon nasabah.

b) Kredit tanpa jaminan

Kredit yang diberikan tanpa barang jaminan atau orang tertentu, kredit ini diberikan dengan melihat prospek usaha dan karakter serta loyalitas atau nama baik calon nasabah selama ini (Kasmir,2008:11).

7) Jenis kredit dilihat dari segi sektor ekonomi

Jenis kredit dilihat dari segi sektor ekonomi terdiri dari : sektor pertanian, perburuhan, dan sarana pertanian, sektor pertambangan, sektor perindustrian, sektor listrik, gas dan air, sektor konstruksi, sektor perdagangan, restoran dan hotel, sektor jasa sosial dan sektor lain.

(6)

a. Pengertian Hukum Jaminan

Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling atau security of law. Dalam Seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional tentang Lembaga Hipotek dan Jaminan Lainnya, yang diselenggarakan di Yogyakarta pada tanggal 20 Juli 1997 sampai dengan 30 Juli 1977, disebutkan bahwa hukum jaminan, meliputi pengertian, baik jaminan kebendaan ataupun jaminan perorangan. Pengertian hukum jaminan ini mengacu pada jenis jaminan, bukan pengertian hukum jaminan.

Mengenai hukum jaminan ini, diatur dalam buku II KUH Perdata karena jaminan ini sangat berhubungan erat dengan masalah benda dan hak kebendaan. Pada dasarnya, buku II KUH Perdata mengatur mengenai masalah benda dan hak kebendaan. Buku II KUH Perdata bersifat tertutup, dalam arti orang tidak bisa atas kehendaknya sendiri meniadakan, mengurangi, menambah atau mengubah ketentuan mengenai benda ini karena pengaturan benda dan hak kebendaan sudah pasti tidak dapat di simpangi (Kartini Muljadi &Gunawan Widjaja, 2003:22).

Dalam Buku II KUH Perdata tidak diberikan suatu definisi tertentu mengenai apa yang dimaksud lembaga jaminan. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1131 menyebutkan bahwa “Segala kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun baru aka nada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”

Rumusan pasal tersebut menunjukan bahwa setiap tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam bidang harta kekayaan pasti akan membawa akibat terhadap harta kekayaannya. Akibat yang dimaksud dapat berupa penambahan atau dapat berupa pengurangan harta kekayaan. Selanjutanya dalam pasal 1132 KUH Perdata menyatakan bahwa:

“Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang menghutangkan padanya; pendapatan penjualan

(7)

benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya pihutang masing-masing kecuali apabila diantara para berpihutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”.

Berdasarkan rumusan pasal 1132 KUH Perdata diatas, setiap kreditur yang berhak atas pemenuhan kewajiban dari perikatan yang terjadi harus mendapatkan pemenuhan kewajiban tersebut dan harta milik debitur secara bersama-sama tanpa ada yang didahulukan atau secara proporsional yang dihitung berdasarkan besar pihutang masing-masing kreditur.

Selain menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, adapun pengertian hukum jaminan menurut para ahli hukum. Menurut Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, hukum jaminan itu adalah mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit, dengan menjaminkan benda-benda yang dibelinya sebagai jaminan. Peraturan demikian harus cukup meyakinkan dan memberikan kepastian hukum bagi lembaga-lembaga kredit, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Adanya lembaga jaminan dan lembaga demikian, kiranya harus di barengi dengan adanya lembaga kredit dengan jumlah besar dengan jangka waktu yang lama dan bunga yang relative rendah (Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, 1980:5).

M.Bashan mengatakan, hukum jaminan itu dapat di artikan yaitu merupakan himpunan ketentuan yang mengatur atau berkaitan dengan penjaminan dalam rangka hutang-pihutang yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini (M.Bashan, 2008: 3). Adapun menurut J.Satrio, hukum jaminan dapat diartikan peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan pihutang seorang kreditur terhadap seorang debitur. Lebih ringkasnya hukum jaminan

(8)

adalah hukum yang mengatur tentang jaminan pihutang seseorang (J.Satrio, 2007: 3).

Pengertian lain, hukum jaminan itu adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit (Salim HS, 2012: 6). Unsur-unsur jaminan yang tercantum dalam definisi ini antara lain (Salim HS, 2012:7):

1) Adanya kaidah hukum

Kaidah hukum dalam bidang jaminan dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu kaidah hukum jaminan tertulis dan kaidah hukum jaminan tidak tertulis. Kaidah hukum jaminan tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum jaminan tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum jaminan yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat. Hal ini terlihat pada gadai tanah dalam masyarakat yang dilakukan secara lisan. 2) Adanya pemberi dan penerima jaminan

Pemberi jaminan dalah orang-orang atau badan hukum yang menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan. Yang bertindak sebagai pemberi jaminan ini adalah orang atau badan hukum yang membutuhkan fasilitas kredit. Orang ini lazim disebut dengan debitur. Penerima jaminan adalah orang atau badan hukum yang menerima barang jaminan dari pemberi jaminan. Yang bertindak sebagai penerima jaminan ini adalah orang atau badan hukum. Badan hukum disini maksudnya lembaga yang menerima

(9)

fasilitas kredit, dapat berupa lembaga perbankan dan atau lembaga keuangan nonbank.

3) Adanya jaminan

Pada dasarnya, jaminan yang diserahkan kepada kreditur adalah jaminan materiil dan imateriil. Jaminan materiil merupakan jaminan yang berupa hak-hak kebendaan, seperti jaminan atas benda bergerak dan tidak bergerak. Jaminan imateriil merupakan jaminan nonkebendaan.

4) Adanya fasilitas kredit

Pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga keuangan nonbank. Pemberian kredit merupakan pemberian uang berdasarkan kepercayaan, dalam arti bank atau lembaga keuangan nonbank percaya bahwa debitur sanggup untuk mengembalikan pokok pinjaman dan bunganya. Begitu juga debitur percaya bank dan lembaga keuangan nonbank dapat memberikan kredit kepadanya.

Pendapat para ahli yang mengemukakan pengertian dari hukum jaminan dapat disimpukan bahwa hukum jaminan itu adalah seluruh ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam rangka hutang piutang dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan seorang kreditur terhadap kreditur nuntuk mendapatkan fasilitas kredit.

b. Teori-Teori Hukum Tentang Jaminan

Dari beberapa literatur hukum, terdapat beberapa teori-teori hukum tentang jaminan hutang yang bersifat kebendaan, antara lain (Munir Fuady, 2013: 5) :

(10)

Teori ini menyatakan bahwa title kepemilikan bahwa titel kepemilikan dalam suatu penjaminan hutang sudah di alihkan oleh debitur kepada kreditur pemegang hutang. Pengalihan hak ini sudah dilakukan sejak awal terbitnya hak jaminan, yaitu saat ditandatanganinya kontrak pengikatan jaminan hutang. Kewenangan kreditur dalam teori ini sangat luas, mencakup juga menguasai dan memungut keuntungan dari hasil obyek jaminan tersebut

2) Teori Jaminan (Lien Theory)

Teori ini menyatakan bahwa kepemilikan dalam suatu sistem jaminan hutang tetap berada pada pihak debitur, mencakup juga menguasai dan memungut keuntungan dari obyek jaminan hutang. Titel kepemilikan dari debitur atas obyek jaminan tersebut berakhir setelah adanya wanprestasi terhadap hutang yang dijamin dan dilakukan eksekusi yang sah sesuai hukum yang berlaku. Jadi teori ini intinya bukan untuk memungut keuntungan tetapi hanya mengantisipasi jika hutang tidak terbayar nantinya.

3) Teori Antara (Intermediate Theory)

Teori Antara ini memberikan hak untuk memiliki, menguasai, dan menikmati hasil kepada pihak debitur tetapi hak tersebut segera bealih ke pihak kreditur pemegang jaminan ketika terjadi wanprestasi terhadap hutang debitur.

4) Teori Kepercayaan (Trust Theory)

Teori Kepercayaan banyak dipraktikkan di berbagai negara terutama yang menganut sistem hukum Anglo Saxon. Teori Kepercayaan muncul dalam konsep “deed of trust”. Teori ini memformulasikan hubungan antara debitur dan kreditur sebagai hubungan “kepemilikan ganda”, yang disebut trust dalam konsep sistem hukum Anglo Saxon.

(11)

5) Teori Manfaat (Benefit Theory)

Teori ini menyatakan pihak kreditur pemegang jaminan hutang sekedar mengharapkan manfaat dari obyek jaminan hutang, sehingga tidak begitu berkepentingan untuk memiliki benda tersebut.

6) Teori Penebusan (Redemtion Theory)

Teori ini menyatakan bahwa pembayaran hutang dianggap sebagai penebusan. Artinya, uang pembayaran hutang ditukar dengan benda yang menjadi obyek jaminan hutang, baik dalam waktu tertentu ataupun waktu tertentu untuk penebusannya. Model jaminan gadai benda bergerak menurut KUH Perdata termasuk sebagai penjaminan hutang dalam teori ini.

7) Teori Eksekusi Langsung (Strict Foreclosure Theory)

Teori ini seperti yang terjadi dalam sistem hukum Anglo Saxon. Dalam hal ini, setelah jatuh tempo pihak debitur tidak membayarnya, kemudian diberikan waktu tambahan untuk membayar hutangnya, tetapi ternyata debitur tidak membayar maka kreditur mengambil tindakan dengan mengajukan permohonan kepada debitur untuk membayarnya dalam jangka waktu tertentu dan barang akan di eksekusi menjadi milik kreditur. Dikatakan eksekusi karena memang secara hukum sejak awal obyek jaminan merupakan milik kreditur.

8) Teori Penyerahan Kepercayaan (Fiduciary Transfer Theory)

Jaminan hutang yang jaminannya tidak diserahkan contohnya terhadap benda bergerak, karena debitur memerlukan benda tersebut sedangkan kreditur tidak memerlukannya, maka ditempuh prosedur fiduciary transfer.

(12)

Perjanjian kredit perbankan tedapat 2 macam, yaitu perjanjian pokok dan perjanjian accesoir. Perjanjian pokok merupakan perjanjian untuk mendapatkan fasilitas kredit dari lembaga perbankan atau lembaga keuangan nonbank, sedangkan perjanjian accesoir adalah perjanjian yang bersifat tambahan dan dikaitkan dengan perjanjian pokok (Salim HS, 2012:29).

Perjanjian pengikatan jaminan mempunyai sifat accesoir yaitu perjanjian tambahan yang tergantung pada perjanjian pokoknya (Hasbullah&Frieda Husni, 2002: 6). Perjanjian pokok yang dimaksud adalah perjanjian hutang-pihutang atau pinjam-meminjam yang diikuti dengan perjanjian tambahan sebagai jaminan,

Perjanjian pengikatan jaminan yang bersifat accesior tersebut memiliki akibat hukum antara lain :

1) Kebendaan tergantung kepada perjanjian pokok;

2) Hapusnya perjanjian tergantung kepada perjanjian pokok;

3) Jika perjanjian pokok beralih, maka perjanjian accesoirikut beralih; 4) Jika perjanjian pokok batal, maka perjanjian accesoir ikut batal;

dan/atau

5) Jika perjanjian pokok beralih karena cassie atau subrogatie, maka perjanjian accesoirjuga beralih tanpa ada penyerahan khusus

Perjanjian pengikatan jaminan berakhir/batal jika perjanjian hutang-piutang berakhir antara lain karena kreditnya telah dilunasi atau berakhir karena sebab lain, karena suatu sebab hukum seperti barang jaminan musnah, dan perjanjian pokok cacat hukum dan batal makan perjanjian pengikatan jaminan ikut batal pula.

d. Ragam Jaminan

(13)

Jaminan perorangan menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada waktu tertentu dan hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu dan terhadap harta kekayaan debitur secara umum (Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, 2003:47).

Menurut Dr. Munir Fuady, jaminan perorangan adalah jaminan yang hanya mempunyai hubungan langsung dengan pihak pemberi jaminan, bukan terhadap benda tertentu. Jaminan perorangan ini hanya dapat dipertahankan kepada orang-orang tertentu (Munir Fuady, 2013:11)

2) Jaminan Materiil/Kebendaan (Zakelijke-Zekerheidsrechten)

Jaminan kebendaan adalah jaminan yang mempunyai hubungan langsung dengan benda tertentu. Jaminan ini selalu mengikuti bendanya kemanapun benda itu beralih atau dialihkan, serta dapat dialihkan dan dapat dipertahankan terhadap siapapun (Munir Fuady, 2013:10).

Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan pada Seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional di Yogyakarta pada tahun 1977, jaminan kebendaan adalah jaminat yang berupa hak mutlak atas suatu benda yang mempunyai ciri-ciri mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya dan dapat dialihkan. Jenis jaminan kebendaan yang diatur dalam KUH Perdata adalah hipotik dan gadai , sedangkan di luar KUH Perdata adalah jaminan fidusia dan hak tanggungan. e. Macam-macam Jaminan Kebendaan

1) Hipotik

(14)

kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan. Saat ini, yang berlaku hanya untuk hipotik kapal laut, karena untuk tanah sudah ada undang-undang tersendiri yang mengaturnya yaitu undang-undang hak tanggungan. Sementara hipotik untuk pesawat terbang semula berlaku berdasarkan Pasal 12 Undang-undang Nomor 15 tahun 1992 tentang Penerbangan, kemudian di cabut dan diganti Undang-undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan tidak menyebutkan lagi tentang hipotik atas pesawat terbang, hanya menyebutkan hak jaminan kebendaan pesawat terbang dapat dibuat menurut hukum yang dipilih oleh para pihak (Munir Fuady, 2013:10). Obyek hipotik diatur dalam Pasal 1162 KUH Perdata, yaitu:

a) Benda-benda tidak bergerak yang dapat dipindahtangankan beserta segala perlengkapannya;

b) Hak pakai hasil atas benda-benda tersebut beserta segala perlengkapannya;

c) Hak numpang karang dan hak usaha;

d) Bunga tanah, baik yang dibayar dengan uang maupun yang harus dibayar dengan hasil tanah;

e) Bunga seperti semula ;dan

f) Pasar-pasar yang diakui oleh pemerintah, beserta hak-hak asli merupakan yang melekat padanya.

Yang termasuk benda-benda tak bergerak adalah hak atas tanah, kapal laut, dan pesawat terbang. Sejak berlakunya Undang-undang Nmor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, maka hipotik atas tanah menjadi tidak berlaku lagi, tetapi yang digunakan dalam pembebanan tanah yaitu hak tanggungan. Sedangkan benda tidak bergerak seperti kapal laut tetap berlaku ketentuan tentang hipotik

(15)

sebagaimana diatur dalam Buku II KUH Perdata. Ukuran kapal lautnya 20m³, sedangkan di bawah itu berlaku ketentuan tentang jaminan fidusia (Salim HS, 2012:201).

2) Gadai

Pengaturan mengenai gadai di atur mulai dari Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUH Perdata. Perumusan gadai menurut KUH Perdata adalah :

“Suatu hak yang diperoleh seorang berpihutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berhhutang atau orang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpihutang untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang berpihutang lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan”.

Gadai memiliki ciri-ciri dari jaminan kebendaan pada umumnya. Gadai juga memiliki sifat khusus yang diantaranya yaitu :

a) Tidak dapat dibagi-bagi (ondeelbaar), maksudnya dengan telah dilunasinya sebagian hhutang bukan berarti hapusnya sebagian hak gadai

b) Obyek gadai yang berupa benda bergerak berada di bawah kekuasaan kreditur. Hal ini merupakan syarat terpenting dari perjanjian gadai yaitu inbezitstelling, yaitu melepaskan obyek gadai dari kekuasaan debitur untuk diserakhan kepada kreditur sebagaimana diatur dalam Pasal 1152 ayat (2) KUH Perdata

c) Benda yang digadaikan merupakan jaminan pelunasan hutang, sehingga kreditur hanya boleh menyimpan obyek gadai, tidak boleh menggunakannya, menikmatinya atau memiliki obyek gadai tersebut.

(16)

Hak tanggungan di atur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang berkaitan Dengan Tanah, yang merupakan pelaksanaan amanat dari Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Hak tanggungan adalah suatu hak kebendaan yang harus dibuat dengan akta otentik dan didaftarkan serta bersifat accesoir dan eksekutorial, yang diberikan oleh debitur kepada kreditur sebagai jaminan pembayaran hutang-hutangnya yang berobyekkan tanah dengan atau tanpa segala sesuatu yang ada di atas tanah tersebut (Munir Fuady, 2013:69).

Hak Tanggungan ini memberikan hak preference kepada kreditur yang artinya kreditur punya keutamaan untuk mengeksekusi jaminan yang dimaksud terlebih dahulu kepada kreditur lainnya jika suatu saat debitur wanprestasi (Irma Devita Purnamasari, 2011:37). Eksekusi dapat dilakukan dengan cara pelelangan umum atau bawah tangan atas tagihan-tagihan dari kreditur pemegang hak tanggungan, dan yang mengikuti obyek jaminan kemanapun obyek hak tanggungan tersebut dialihkan.

4) Fidusia

Fidusia disebut juga dengan istilah “Penyerahan Hak Milik Secara Kepercayaan” dalam terminologi Belanda disebut dengan istilah lengkapnya Fiduciare Eigendom Overdracht atau FEO. Berkaitan dengan ketentuan mengenai gadai dalam pasal 1152 ayat (2) KUH Perdata yang mensyaratkan bahwa kekuasaan atas benda yang digadaikan tidak boleh berada pada pemberi gadai.

Jaminan fidusia adalah suatu jaminan hutang yang bersifat kebendaan yang pada prinsipnya memberikan barang bergerak

(17)

sebagai jaminannya tetapi juga dapat diperluas terhadap barang tidak bergerak dengan memberikan penguasaan dan penikmatan atas benda obyek jaminan hutang tersebut kepada debitur, dan kemudian pihak kreditur menyerahkan kembali penguasaan dan penikmatan atas benda tersebut kepada debitur secara kepercayaan (fiduciary) (Munir Fuady, 2013:102).

Menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan fidusia, jaminan fidusia adalah:

“Hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya”.

Unsur-unsur yang terdapat pada jaminan fidusia antara lain : a) Adanya hak jaminan;

b) Adanya obyek, yaitu benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak yang tidak dibebani hak tanggungan. Ini berkaitan dengan pembebanan jaminan rumah susun;

c) Benda menjadi obyek jaminan tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia; dan

d) Memberikan kedudukan yang diutamkan kepada kreditur. Ciri yang tampak dari definisi fidusia tersebut dapat dirumuskan antara lain pengalihan hak suatu benda, atas dasar kepercayaan, benda tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda, dapat disimpulkan adanya penyerahan suatu benda secara yuridis,

(18)

masih berada ditangan pemilik benda tersebut. Ciri inilah yang membedakan lembaga fidusia dengan lembaga jaminan gadai

3. Tinjauan tentang Penerbangan a. Pengertian Pesawat Terbang

Pengertian pesawat udara menurut Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan adalah setiap mesin atau alat yang dapat terbang diatmosfer karena gaya angkat dari reaksi udara, tetapi bukan karena reaksi udara terhadap permukaan bumi yang digunakan untuk penerbangan. Selain pesawat udara, istilah lain yang digunakan dalam Undang-undang penerbangan adalah pesawat terbang dan helikopter. Menurut Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, pesawat terbang adalah pesawat udara yang lebih berat dari udara, bersayap tetap dan dapat terbang dengan tenaga sendiri. Selanjutnya dijelaskan pada ayat (5) nya pengertian helikopter yaitu pesawat udara yang lebih berat dari udara, bersayap putar yang rotornya digerakkan oleh mesin. Pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pesawat terbang dan helikopter termasuk bagian dari pesawat udara karena pesawat terbang dan helikopter merupakan mesin atau alat yang dapat terbang diatmosfer.

b. Hak Kebendaan Pesawat Terbang

Sampai saat ini hukum benda Indonesia masih mengacu pada ketentuan dalam KUH Perdata. Dalam KUH Perdata dikenal berbagai macam pengolongan benda antara lain benda berwujud dan tidak berwujud, benda bergerak dan tidak bergerak, benda habis dipakai dan benda tidak habis dipakai, benda yang dapat diperdagangkan dan benda yang tidak dapat di perdagangkan, benda yang sudah ada dan benda yang

(19)

akan ada, benda yang dapat diganti dan tidak dapat diganti (Mochamad Isnaeni, 1996:114). Dari penggolangan benda-benda tersebut, penggolongan benda yang terpenting adalah penggolongan benda bergerak dan benda tidak bergerak. Karena penggolongan benda sebagai benda bergerak dan tidak bergerak dapat memiliki akibat hukum yang berbeda pada lima hal yaitu, kedudukan berkuasa atas barang (bezit), cara penyerahan barang (levering), jangka waktu daluarsa (verjaring), lembaga jaminan (bezwaring), dan cara penyitaan (beslag).

Penggolongan benda sebagai benda tidak bergerak dapat karena ditentukan oleh Undang-undang, seperti yang tercantum pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 506 yang pada intinya mengatkan benda tidak bergerak meliputi pekarangan-pekarangan dan segala yang tertancap diatasnya, penggilingan-penggilingan, pohon-pohon yang akarnya menancap dalam tanah, buah-buahan yang belum dipetik dari pohonnya, barang-barang tambang yang belum tergali dari tanah, kayu-kayu yang belum dipotong, pipa-pipa dan got penyalur air. Selain itu pada Pasal 507 KUH Perdata menjelaskan juga bisa karena peruntukkannya yang melekat pada tanah, seperti pada perusahaan pabrik dan barang-barang hasil produksi, rumah beserta perabotannya yang terpasang pada bagian rumah seperti dinding dan pagar, bahan bangunan yang akan digunakan untuk mendirikan bangunan. Selanjutnya di jelaskan pada Pasal 508 KUH Perdata yang mengatakan benda tidak bergerak karena pemanfaatannya seperti hak pakai atas tanah, hak pengabdian tanah, hak menumpang karang dan hak usaha.

Penggolongan benda sebagai benda bergerak tercantum pada Pasal 510 KUH Perdata yang pada intinya menyebutkan benda bergerak dapat ditentukan oleh sifatnya yang dapat berpindah atau dipindahkan,

(20)

di perahu serta benda-benda lain yang sejenis. Kemudian pada Pasal 511 KUH Perdata, benda bergerak yang ditentukan oleh undang-undang seperti hak pakai atas benda bergerak, hak atas bunga yang diperjanjikan, tagihan-tagihan, saham-saham dalam perseroan dan obligasi.

Pesawat terbang sebagai alat yang digunakan untuk penerbangan dan transportasi menurut sifatnya yang dapat berpindah dan di pindahkan adalah termasuk benda bergerak. Akan tetapi sifat hukum pesawat terbang berbeda dari benda bergerak lainnya dalam 2 hal, antara lain: 1) Pesawat Terbang harus Didaftarkan

Ketentuan yang mewajibkan pesawat terbang harus didaftarkan terdapat pada Pasal 24 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, dimana setiap pesawat terbang yang di operasikan di Indonesia wajib mempunyai tanda pendaftaran. Tanda pendaftaran tersebut dapat berupa tanda pendaftaran Indonesia atau tanda pendaftaran asing. Tanda pendaftaran ini dikeluarkan oleh otoritas penerbangan yang berwenang ditiap negara, di Indonesia kewenangan itu dimiliki oleh Direktur Jendral Perhubungan Udara, Kementrian Perhubungan Republik Indonesia sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 47 tentang Pendaftaran Pesawat Udara (Aircraft Registration) Nomor KM 49 tahun 2009 Pasal 47

2) Pesawat Terbang Mempunyai Tanda Kebangsaan

Melihat sifat dan hakekatnya, suatu pesawat terbang merupakan suatu benda bergerak (moveable property). Oleh sebab itu yang pertama-tama menguasai suatu pesawat terbang adalah pengaturan hukum keperdataan mengenai benda bergerak. Namun

(21)

demikian untuk berbagai kepentingan khusus, perundang-undangan ternyata menyimpang dari aturan umum dan memberlakukan pada pesawat terbang sebagai benda tidak bergerak.

Sifat karakteristik dari pesawat terbang adalah karena pesawat terbang diberi tanda nasionalitas suatu negara tertentu. Dengan memenuhi syarat –syarat hukum nasional tentang pendaftaran publik, suatu negara akan memberikan suatu tanda bukti nasionalitas, yang dikenal dengan Tanda Kebangsaan (nationality marks) dan tanda registrasi (registration marks) kepada pesawat terbang tersebut. Nasionalitas pesawat terbang tesebut menunjuk kepada adanya hubungan khusus antara pesawat terbang tersebut dengan negara tertentu. Konsekuensi hukumnya ialah bahwa negara tersebut berhak menerapkan hak-hak khusus yang dapat dinikmati pesawat terbang tersebut hukum internasional (Mieke Komar Kantaadmadja, 1989:47) Berdasarkan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, perjanjian pemberian hak jaminan kebendaan atas pesawat terbang dapat dibuat menurut hukum yang dipilih oleh para pihak dalam perjanjian tersebut. Konsekuensi hukumnya adalah adanya hak jaminan kebendaan atas pesawat terbang yang dilakukan baik berdasarkan hukum Indonesia ataupun hukum asing.

c. Pesawat Terbang sebagai Jaminan Hutang dalam Kredit

Pesawat terbang baik di dalam hukum internasional maupun hukum nasional dapat di bagi menjadi 2 jenis antara lain:

1) Pesawat terbang negara (state aircraft), menurut Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yaitu pesawat udara yang digunakan oleh tentara nasional, kepolisian, dan instansi pemerintah lainnya untuk menjalankan fungsi kan

(22)

perundang-undangan. Pesawat terbang negara tidak mempunyai tanda pendaftaran dan tanda kebangsaan

2) Pesawat terbang sipil (civil aircraft), menurut Pasal 1 ayat (8) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yaitu pesawat udara yang digunakan untuk kepentingan angkutan udara niaga dan bukan niaga. Pesawat terbang sipil mempunyai tanda pendaftaran dan tanda kebangsaan

Dari penjelasan kedua jenis pesawat tersebut, pesawat terbang negara (state aircraft) tidak dapat digunakan sebagai obyek perdagangan. Selain itu karena pesawat terbang tidak memiliki tanda pendaftaran dan tanda kebangsaan maka tidak dapat dibebani dengan hak jaminan apapun. Sehingga yang dapat dibebani hak jaminan hanya pesawat terbang sipil (civil aircraft) yang telah memperoleh tanda pendaftaran dan tanda kebangsaan.

Pesawat terbang mempunyai sifat khusus (sui generis) yaitu apabila pesawat terbang tersebut didaftarkan, maka pesawat terbang tersebut dapat dibebani hak jaminan. Pesawat terbang negara (state aircraft) tidak memperoleh tanda pendaftaran dan kebangsaan sehingga tidak mempunyai sifatsui generis(H.K.Martono, 2007:277)

Dalam melakukan suatu usaha, baik perorangan maupun badan hukum membutuhkan uang (fresh money) untuk menjalankan usahanya, namun seringkali uang yang mereka miliki tidak cukup, sehingga meraka harus meminjam uang kepada orang lain atau badan hukum untuk mencari sumber dana. Dalam prakteknya sumber dana dapat didapat dari berbagai macam seperti pinjaman kredit dari bank atau perusahaan lain selain bank atau pinjaman perorangan berdasarkan perjanjian hhutang pihutangnya (H.K.Martono, 2007:230).

(23)

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menjelaskan bahwa pemberian kredit mengandung suatu resiko. Salah satu cara mengurangi resiko adalah menetapkan jaminan (collateral) dalam analisis pemberian kredit. Jaminan yang diminta bank dapat berupa jaminan pokok dan jaminan tambahan. Jaminan pokok berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai kredit tersebut, sedangkan jaminan tambahan adalah harta kekayaan nasabah debitur. Harta kekayaan dapat berupa bangunan, mobil, stok barang dagangan, inventaris perusahaan, mesin-mesin di pabrik dan lain-lain (H.Tan Kamelo, 2004:14).

Pesawat terbang ketika menjadi obyek jaminan kredit memiliki resiko yang harus diketahui oleh kreditur, resikonya antara lain (Mieke Komar Kantaadmadja, 1989:87):.

1) Pesawat terbang sangat peka terhadap berbagai bahaya dan kemungkinan terjadinya kecelakaan yang disebabkan suatu hal yang tidak ada kaitannya langsung dengan pesawat terbang. Misalnya akibat cuaca buruk, terorisme, dan lain-lain. Obyek jaminan dapat musnah seketika atau mengalami kerusakan berat

2) Suatu pesawat terbang selalu berpindah tempat terutama pesawat yang digunakan untuk pengangkutan internasional, sehingga bisa menyulitkan pihak kreditur, maupun pemegang hak lainnya yang akan mengadakan eksekusi atas pesawat terbang tersebut.

3) Berkurangnya nilai susut teknis suatu pesawat terbang karena penggunaannya yang terus menerus, yang menyebabkan harga pesawat terbang bergantung sekali pada perawatan dan perbaikan pesawat secara teratur

(24)

5) Belum diaturnya kewajiban pendaftaran perdata (recordation) dari hak-hak kebendaan yang dibebankan kepada pesawat terbang di berbagai negara. Hal ini menyebabkan pemegang suatu hak jaminan dapat dihadapkan suatu keadaan di mana menurut hukum setempat haknya tidak diakui atau kedudukan hukum dari haknya dianggap lebih rendah daripada pemegang hak dalam suatu negara tersebut 6) Khususnya penjaminan suku cadang, terutama engines (motor

propulsi) pesawat terbang, dapat menimbulkan permasalahan tersendiri. Antara lain kesulitan menjaminjakan suku cadang dengan hak jaminan yang sama yang telah dilekatkan pada pesawat terbang yang bersangkutan, pengaturan penyimpanan suku cadang terpisah dari pesawat terbang serta pendaftran perdata suku cadang.

Alasan-alasan tersebut menjadikan pesawat terbang sebagai obyek jaminan kredit (colletral) kurang diminati oleh pihak bank dan lembaga keuangan pada umumnya. Hal ini didukung oleh suatu kenyataan bahwa mayoritas negara, pemberian kredit dengan jaminan pesawat terbang dianggap sebagai spesialisasi dari beberapa dan lembaga keuangan tertentu karena besarnya resiko. Karena pihak bank terikat pada ketentuan-ketentuan umum penjaminan yang mewajibkan debitur untuk dapat dipercaya, mempunyai pengalaman yang cukup dalam bidang usaha untuk diperluas pinjaman tersebut, tujuan pinjaman harus jelas dan dapat disetujui, dan adanya keyakinan bahwa pinjaman tersebut akan digunakan sedemikian rupa sehinga pembayaran kembali hutangnya dapat ditaati pada waktu yang ditetapkan (Mieke Komar Kantaadmadja, 1989:89).

Untuk mendukung industri penerbangan (aircraft industry) nasional dan internasional dibutuhkan pengaturan tentang penjaminan pesawat terbang dengan fasilitas proses penanganan yang mudah dan

(25)

cepat, baik dalam prosedur pelaksanaan, pencairan, dan realisasi jaminan tersebut. Memang resiko-resiko yang melekat pada pesawat terbang sudah cukup besar tetapi hal ini tidak mengurangi adanya kebutuhan pengguna pesawat terbang sebagai collateral, terutama karena pihak kreditur tidak selalu dapat mengandalkan diri pada garansi yang disediakan (Mieke Komar Kantaadmadja, 1989:90).

Pasal 71 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan disebutkan bahwa pesawat terbang dapat dibebani dengan kepentingan internasional. Maksud dari kepentingan internasional adalah suatu kepentingan yang diperoleh kreditur yang timbul akibat perjanjian Pemberian Hak Jaminan Kebendaan, Perjanjian Pengikatan Hak Bersyarat dan/atau Perjanjian Hak Sewa Guna Usaha yang tunduk pada Konvensi Cape Town. Maka dari itu kepentingan internasional bukan hak jaminan kebendaan yang dapat dibebankan atas pesawat terbang.

Pasal 72 menegaskan bahwa, “perjanjian sebagaimana dimaksud pada pasal 71 dapat dibuat berdasarkan hukum yang dipilih oleh para pihak pada perjanjian tersebut”. Ketentuan ini memberikan kemungkinan bagi para pihak untuk memilih hukum Indonesia dalam penetapan hak jaminannya. Para pihak dapat memilih lembaga jaminan di Indonesia yang sekarang ada empat jenis lembaga yaitu hipotik, gadai, hak tanggungan dan fidusia. Sebagaimana di jelaskan sebelumnya bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tidak disebutkan secara tegas hak jaminan kebendaan apa yang dapat dibebankan atas pesawat terbang di Indonesia.

(26)

A. Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

PERJANJIAN KREDIT BANK JAMINAN PESAWAT TERBANG BENTUK PERIKATAN DI PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Sentra Kredit Menengah Bekasi PENGATURAN HAK KEBENDAAN DEBITUR (perseorangan atau badan hukum) KREDITUR (PT.Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Sentra Kredit Menengah Bekasi PERORANGAN KEBENDAAN HIPOTEK

(27)

Keterangan:

Kerangka pemikiran ini mencoba menggambarkan alur piker penulis dalam menemukan jawaban dari permasalahan yang menjadi perhatian dalam penelitian mengenai pengaturan hak kebendaan dan bentuk perikatan jaminan atas pesawat terbang dalam kredit perbankan.

Bank memiliki fungsi sebagai pemberi dan penyalur dana masyarakat. Untuk menjalankan fungsinya tersebut bank mempunyai program yang disebut dengan kredit. Perusahaan-perusahaan besar seringkali membutuhkan dana segar untuk menjalankan dan memajukan usahanya. Jalan keluar yang diambil perusahaan tersebut biasanya dengan cara peminjaman uang ke bank atau disebut kredit. Debitur (perseorangan atau badan hukum) memerlukan suatu dana segar dengan meminjam uang dengan program kredit dengan kreditur (bank). Kedua belah pihak tersebut melakukan perjanjian-perjanjian yang harus ditaati kedua belah pihak yang disebut dengan perjanjian kredit

Dalam pengajuan kredit tentu pihak bank akan meminta sebuah jaminan untuk berjaga-jaga jika pihak debitur wanprestasi. Jaminan yang diberikan pihak debitur harus hampir setara atau setara dengan uang yang akan dipinjam. Fenomena yang jarang terjadi adalah pemberian jaminan berupa pesawat terbang.

Pemberian jaminan berupa pesawat terbang masih sangat jarang ditemukan dalam kredit perbankan sehari-hari karena resikonya yang sangat tinggi. Ditambah lagi dengan peraturan yang belum jelas mengenai hak kebendaan atas pesawat terbang itu sendiri. Sentra Kredit Menengah (SKM) Bekasi PT.BNI (PERSERO)Tbk telah melakukan praktek kredit dengan penjaminan berupa pesawat terbang. Penerapan hukum atas jaminan pesawat terbang yang dilakukan SKM BNI ini yang akan diteliti oleh penulis.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Diperoleh hasil bahwa terjadi rekondisi konsep awal alun-alun pada waktu tertentu yang disebabkan oleh kultur bahwa masjid dan alun- alun merupakan satu kesatuan, orientasi

Masalah dalam penelitian ini adalah rendahnya hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran IPS sebagai alternative tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan hasil

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model Circuit Learning yang dilaksanakan sesuai langkah yang tepat dapat meningkatkan karakter dan hasil belajar PKn

Empat ratus dan lima ratus tahun yang lalu, Machiavelli pernah berkata, “Tidak ada yang lebih sukar untuk dilakukan, lebih membahayakan untuk dilakukan atau lebih tidak pasti

Jika kita hendak memeriksa mata ka nan, maka mata kiri pasien harus ditutup, misalnya dengan tangan atau kertas, sedangkan pemeriksa harus menutup mata kanannya.. Kemudian

Pepagan ketiga jenis pohon tersebut mengeluarkan getah berwarna putih pada waktu ditetak; bagian dalam pepagan semuanya berwarna putih; permukaan luar pepagan Alstonia scholaris dan

Berdasarkan data akademik siswa yang diperoleh, proses Data Mining membantu dalam penerapan metode Naive Bayes dalam mendapatkan informasi dari hasil

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, memberikan kekuatan kepada penulis selama menyusun Laporan Tesis ini sebagai