• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

Trauma kapitis atau cedera kepala adalah kerusakan otak akibat trauma mekanik yang terjadi langsung saat trauma (primer) maupun tidak langsung, sesaat sesudah trauma (sekunder). Cedera kepala paling sering disebabkan oleh kecelakaan bermotor bermotor.

Cedera kepala merupakan salah satu kasus yang paling sering dijumpai di ruang gawat darurat rumah sakit. Suatu rumah sakit yang melayani daerah yang berpenduduk sekitar 250.000 orang bisa menerima sampai 5.000 kasus cedera kepala tiap tahun, ini merupakan 10% dari semua kasus yang datang.

Kriteria cedera kepala yang digunakan untuk diagnosis, bergantung berat-ringannya cedera kepala yang terjadi, oleh sebab itu terbagi menjadi : minimal = simple head injury, cedera kepala ringan, cedera kepala sedang, cedera kepala berat. Tatalaksana cedera kepala, harus berdasarkan kriteria diagnosis, yang terdiri dari terapi medikamentosa dan non-medikamentosa.

(2)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA TRAUMA KAPITIS

Trauma kapitis atau cedera kepala adalah kerusakan otak akibat trauma mekanik yang terjadi langsung saat trauma (primer) maupun tidak langsung, sesaat sesudah trauma (sekunder). Tulang tengkorak yang tebal dan keras membantu melindungi otak. Tetapi meskipun memiliki helm alami, otak sangat peka terhadap berbagai jenis cedera. Otak bisa terluka meskipun tidak terdapat luka yang menembus tengkorak. Cedera kepala paling sering disebabkan oleh kecelakaan bermotor bermotor sering dihubungkan dengan konsumsi alkohol yang berlebihan.

(3)

Patofisiologi

Trauma secara langsung akan menyebabkan cedera yang disebut lesi primer. Lesi primer ini dapat dijumpai pada kulit dan jaringan subkutan, tulang tengkorak, jaringan otak, saraf otak maupun pembuluh-pembuluh darah di dalam dan di sekitar otak. Pada tulang tengkorak dapat terjadi fraktur linier (±70% dari fraktur tengkorak), fraktur impresi maupun perforasi. Fraktur linier pada daerah temporal dapat merobek atau menimbulkan aneurisma pada arteria meningea media dan cabang-cabangnya; pada dasar tengkorak dapat merobek atau menimbulkan aneurisma a. karotis interna dan terjadi perdarahan lewat hidung, mulut dan telinga. Fraktur yang mengenai lamina kribriform dan daerah telinga tengah dapat menimbulkan rinoroe dan otoroe (keluarnya cairan serebro spinal lewat hidung atau telinga).

Trauma kepala dapat menyebabkan cedera pada otak karena adanya aselerasi, deselerasi dan rotasi dari kepala dan isinya. Karena perbedaan densitas antara tengkorak dan isinya, bila ada aselerasi, gerakan cepat yang mendadak dari tulang tengkorak diikuti dengan lebih lambat oleh otak. Ini mengakibatkan benturan dan goresan antara otak dengan bagian-bagian dalam tengkorak yang menonjol atau dengan sekat-sekat duramater. Bila terjadi deselerasi (pelambatan gerak), terjadi benturan karena otak masih bergerak cepat pada saat tengkorak sudah bergerak lambat atau berhenti. Mekanisme yang sama terjadi bila ada rotasi kepala yang mendadak. Tenaga gerakan ini menyebabkan cedera pada otak karena kompresi (penekanan) jaringan, peregangan maupun penggelinciran suatu bagian jaringan di atas jaringan yang lain. Ketiga hal ini biasanya terjadi bersama-sama atau berturutan.

Kerusakan jaringan otak dapat terjadi di tempat benturan (coup), maupun di tempat yang berlawanan (countre coup). Diduga countre coup terjadi karena gelombang tekanan dari sisi benturan (sisi coup) dijalarkan di dalam jaringan otak ke arah yang berlawanan; teoritis pada sisi countre coup ini terjadi tekanan yang paling rendah, bahkan sering kali negatif hingga timbul kavitasi dengan robekan jaringan. Selain itu, kemungkinan gerakan rotasi isi tengkorak pada setiap trauma merupakan penyebab utama terjadinya countre coup, akibat benturan-benturan otak dengan bagian dalam tengkorak maupun tarikan dan pergeseran antar jaringan dalam tengkorak. Yang seringkali menderita kerusakan-kerusakan ini adalah daerah lobus temporalis, frontalis dan oksipitalis.

(4)

Fraktur impresi dapat menyebabkan peningkatan volume dalam tengkorak, hingga menimbulkan herniasi batang otak lewat foramen magnum. Juga secara langsung menyebabkan kerusakan pada meningen dan jaringan otak di bawahnya akibat penekanan. Pada jaringan otak akan terdapat kerusakan-kerusakan yang hemoragik pada daerah coup dan countre coup. Kontusio yang berat di daerah frontal dan temporal sering kali disertai adanya perdarahan subdural dan intra serebral yang akut. Tekanan dan trauma pada kepala akan menjalar lewat batang otak kearah kanalis spinalis; karena adanya foramen magnum, gelombang tekanan ini akan disebarkan ke dalam kanalis spinalis. Akibatnya terjadi gerakan ke bawah dari batang otak secara mendadak, hingga mengakibatkan kerusakan kerusakan di batang otak. Saraf otak dapat terganggu akibat trauma langsung pada saraf, kerusakan pada batang otak, ataupun sekunder akibat meningitis atau kenaikan tekanan intrakranial.

Kerusakan pada saraf otak I kebanyakan disebabkan oleh fraktur lamina kribriform di dasar fosa anterior maupun countre coup dari trauma di daerah oksipital. Pada gangguan yang ringan dapat sembuh dalam waktu 3 bulan. Dinyatakan bahwa ± 5% penderita tauma kapitis menderita gangguan ini. Gangguan pada saraf otak II biasanya akibat trauma di daerah frontal. Mungkin traumanya hanya ringan saja (terutama pada anak-anak), dan tidak banyak yang mengalami fraktur di orbita maupun foramen optikum. Dari saraf-saraf penggerak otot mata, yang sering terkena adalah saraf VI karena letaknya di dasar tengkorak. Ini menyebabkan diplopia yang dapat segera timbul akibat trauma, atau sesudah beberapa hari akibat dari edema otak.

Gangguan saraf III yang biasanya menyebabkan ptosis, midriasis dan refleks cahaya negatif sering kali diakibatkan hernia tentorii. Gangguan pada saraf V biasanya hanya pada cabang supraorbitalnya, tapi sering kali gejalanya hanya berupa anestesi daerah dahi hingga terlewatkan pada pemeriksaan. Saraf VII dapat segera

(5)

memperlihatkan gejala, atau sesudah beberapa hari kemudian. Yang timbulnya lambat biasanya cepat dapat pulih kembali, karena penyebabnya adalah edema. Kerusakannya terjadi di kanalis fasialis, dan seringkali disertai perdarahan lewat lubang telinga. Banyak didapatkan gangguan saraf VIII pada. trauma kepala, misalnya gangguan pendengaran maupun keseimbangan. Edema juga merupakan salah satu penyebab gangguan. Gangguan pada saraf IX, X dan XI jarang didapatkan, mungkin karena kebanyakan penderitanya meninggal bila trauma sampai dapat menimbulkan gangguan pada saraf-saraf tersebut. Akibat dari trauma pada pembuluh darah, selain robekan terbuka yang dapat langsung terjadi karena benturan atau tarikan, dapat juga timbul kelemahan dinding arteri. Bagian ini kemudian berkembang menjadi aneurisma.

Tipe trauma kepala: 1. Trauma kepala terbuka

Trauma kepala ini menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi duramater. Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak menusuk otak. Fraktur longitudinal sering menyebabkan kerusakan pada meatus akustikus interna, foramen jugularis dan tuba eustachius. Setelah 2-3 hari akan tampak battle sign (warna biru dibelakang telinga diatas os mastoid) dan otorrhoe (liquor keluar dari telinga). Perdarahan dari telinga dengan trauma kepala hampir selalu disebabkan oleh retak tulang dasar tengkorak. Fraktur basis tengkorak tidak selalu dapat dideteksi oleh foto rontgen, karena terjadi sangat dasar. Tanda-tanda klinik yang dapat membantu mendiagnosa adalah :

a. Battle sign ( warna biru/ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid ) b. Hemotipanum ( perdarahan di daerah gendang telinga )

c. Periorbital ecchymosis ( mata warna hitam tanpa trauma langsung ) d. Rhinorrhoe ( liquor keluar dari hidung )

e. Otorrhoe ( liquor keluar dari telinga)

Komplikasi pada trauma kepala terbuka adalah infeksi, meningitis dan perdarahan.

2. Trauma kepala tertutup

(6)

Merupakan bentuk trauma kapitis ringan, dimana terjadi pingsan (kurang dari 10 menit ). Gejala lain mungkin termasuk pusing, noda-noda didepan mata dan linglung. Konkusio adalah hilangnya kesadaran (dan kadang ingatan) sekejap, setelah terjadinya cedera pada otak yang tidak menyebabkan kerusakan fisik yang nyata. Konkusio menyebabkan kelainan fungsi otak tetapi tidak menyebabkan kerusakan struktural yang nyata. Hal ini bahkan bisa terjadi setelah cedera kepala yang ringan, tergantung kepada goncangan yang menimpa otak di dalam tulang tengkorak. Konkusio bisa menyebabkan kebingungan, sakit kepala dan rasa mengantuk yang abnormal; sebagian besar penderita mengalami penyembuhan total dalam beberapa jam atau hari. Beberapa penderita merasakan pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi pelupa, depresi, emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan. Gejala-gejala ini bisa berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu, jarang lebih dari beberapa minggu.

Penderita bisa mengalami kesulitan dalam bekerja, belajar dan bersosialisasi. Keadaan ini disebut sindroma pasca konkusio. Sindroma pasca konkusio masih merupakan suatu teka-teki; tidak diketahui mengapa sindroma ini biasanya terjadi setelah suatu cedera kepala yang ringan. Para ahli belum sepakat, apakah penyebabkan adalah cedera mikroskopi atau faktor psikis. Pemberian obat-obatan dan terapi psikis bisa membantu beberapa penderita sindroma ini. Yang lebih perlu dikhawatirkan selain sindroma pasca konkusio adalah gejala-gejala yang lebih serius yang bisa timbul dalam beberapa jam atau kadang beberapa hari setelah terjadinya cedera. Jika sakit kepala, kebingungan dan rasa mengantuk bertambah parah, sebaiknya segera mencari pertolongan medis. Biasanya, jika terbukti tidak terdapat kerusakan yang lebih berat, maka tidak diperlukan pengobatan. Setiap orang yang mengalami cedera kepala diberitahu mengenai pertanda memburuknya fungsi otak. Selama gejalanya tidak semakin parah, biasanya untuk meredakan nyeri diberikan asetaminofen. Jika cederanya tidak parah, aspirin bisa digunakan setelah 3-4 hari pertama.

(7)

b. Kontusio serebri (Memar otak )

Merupakan perdarahan kecil / petechie pada jaringan otak akibat pecahnya pembuluh darah kapiler. Kontusio yang berat di daerah frontal dan temporal sering kali disertai adanya perdarahan subdural dan intra serebral yang akut. Sebagai kelanjutan dari kontusio akan terjadi edema otak. Penyebab utamanya adalah vasogenik, yaitu akibat kerusakan B.B.B. (blood brain barrier). Disini dinding kapiler mengalami kerusakan ataupun peregangan pada sel-sel endotelnya. Cairan

akan keluar dari pembuluh darah ke dalam jaringan otak karena beda tekanan intra vaskuler dan interstisial yang disebut ekanan perfusi. Bila tekanan arterial meningkat akan

mempercepat terjadinya edema dan sebaliknya bila turun akan memperlambat. Edema jaringan menyebabkan penekanan pada pembuluh-pembuluh darah yang mengakibatkan aliran darah berkurang. Akibatnya terjadi iskemia dan hipoksia. Asidosis yang terjadi akibat hipoksia ini selanjutnya menimbulkan vasodilatasi dan hilangnya auto regulasi aliran darah, sehingga edema semakin hebat. Hipoksia karena sebab-sebab lain juga memberikan akibat yang sama. Jika otak membengkak, maka bisa terjadi kerusakan lebih lanjut pada jaringan otak; pembengkakan yang sangat hebat bisa menyebabkan herniasi otak.

Gejala dari kontusio adalah pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi pelupa, depresi, emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan. Biasanya gejala berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu. Sindroma pasca konkusio yaitu kesulitan dalam bekerja, belajar dan bersosialisasi. Kontusio serebri dan robekan otak lebih serius daripada konkusio. MRI menunjukkan kerusakan fisik pada otak yang bisa ringan atau

(8)

bisa menyebabkan kelemahan pada satu sisi tubuh yang diserati dengan kebingungan atau bahkan koma.

c. Perdarahan intrakranial

Merupakan penimbunan darah di dalam otak atau diantara otak dengan tulang tengkorak. Hematoma intrakranial bisa terjadi karena cedera atau stroke. Perdarahan karena cedera biasanya terbentuk di dalam pembungkus otak sebelah luar (hematoma subdural) atau diantara pembungkus otak sebelah luar dengan tulang tengkorak (hematoma epidural). Kedua jenis perdarahan diatas biasanya bisa terlihat pada CT scan atau MRI. Sebagian besar perdarahan terjadi dengan cepat dan menimbulkan gejala dalam beberapa menit. Perdarahan menahun (hematoma kronis) lebih sering terjadi pada usia lanjut dan membesar secara perlahan serta menimbulkan gejala setelah beberapa jam atau hari. Hematoma yang luas akan menekan otak, menyebabkan pembengkakan dan pada akhirnya menghancurkan jaringan otak. Hematoma yang luas juga akan menyebabkan otak bagian atas atau batang otak mengalami herniasi. Pada perdarahan intrakranial bisa terjadi penurunan kesadaran sampai koma, kelumpuhan pada salah satu atau kedua sisi tubuh, gangguan pernafasan atau gangguan jantung, atau bahkan kematian. Bisa juga terjadi kebingungan dan hilang ingatan, terutama pada usia lanjut.

o Hematoma epidural

Hematoma epidural berasal dari perdarahan di arteri yang terletak diantara meningens dan tulang tengkorak, yaitu arteri meningea media. Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak telah merobek arteri. Darah di dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat memancar. Gejala berupa sakit kepala hebat bisa segera timbul tetapi bisa juga baru muncul beberapa jam kemudian. Sakit kepala kadang menghilang, tetapi beberapa jam kemudian muncul lagi dan lebih parah dari sebelumnya.

Selanjutnya bisa terjadi peningkatan kebingungan, rasa ngantuk, kelumpuhan, pingsan dan koma. Diagnosis dini sangat penting dan biasanya tergantung kepada CT scan darurat. Hematoma epidural diatasi sesegera mungkin dengan membuat lubang di dalam tulang tengkorak

(9)

untuk mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan pencarian dan penyumbatan sumber perdarahan.

o Hematoma subdural

Hematoma subdural berasal dari perdarahan pada vena di sekeliling otak. Perdarahan bisa terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala berat atau beberapa saat kemudian setelah terjadinya cedera kepala yang lebih ringan. Hematoma subdural yang bertambah luas secara perlahan paling sering terjadi pada usia lanjut (karena venanya rapuh) dan pada alkoholik. Pada kedua keadaan ini, cedera tampaknya ringan; selama beberapa minggu gejalanya tidak dihiraukan. Hasil pemeriksaan CT scan dan MRI bisa menunjukkan adanya genangan darah. Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena tulang tengkoraknya masih lembut dan lunak. Hematoma subdural yang kecil pada dewasa seringkali diserap secara spontan. Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan. Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah:

1). Sakit kepala yang menetap

2). Rasa mengantuk yang hilang-timbul 3). Linglung

4). Perubahan ingatan

5). Kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.

EPIDURAL HEMATOM SUBDURAL HEMATOM

Robek Robeknya A. Meningia media Robeknya “Bridging vein” Gejala

klinik

Interval lucid, hemiparese/plegia yang terjadi kemudian, pupil anisokor, serangan kejang fokal, TIK meningkat, refleks babinski yang terjadi kemudian.

Sefalgia kronik progresif, penurunan kesadaran yang semakin memburuk hemiparesis, hemihipestesia, epilepsi fokal, papil edema, Hiperrefleks, Babinski +, TIK meningkat

Letak lesi Letaknya diantara os. Kranii-duramater

Letaknya antara arachnoid-duramater. Gambaran

Ct-Scan

(10)

Kriteria cedera kepala yang digunakan untuk diagnosis, bergantung berat-ringannya cedera otak yang terjadi, oleh sebab itu terbagai menjadi :

1. minimal = simple head injury - GCS = 15 (normal) - Kesadaran baik - Tidak ada amnesia

- Dapat disertai gejala : mual,muntah, sakit kepala, vertigo. - Defisit neurologis (-)

- CT-Scan normal 2. cedera kepala ringan

- GCS = 13 - 15

- Penurunan kesadaran ≤ 10 menit

- Amnesia pasca cedera kepala kurang dari 1 jam

- Dapat disertai gejala : mual,muntah, sakit kepala, vertigo. - Defisit neurologis (-)

- CT-Scan normal 3. cedera kepala sedang

- GCS = 9 – 12

- Penurunan kesadaran >10 menit tetapi ≤ 6 jam - Dapat/tidak disertai oleh defisit neurologis - Amnesia pasca cedera selama 1 – 24 jam - CT-Scan abnormal

4. cedera kepala berat - GCS = 5 – 8

- Penurunan kesadaran > 6 jam - Terdapat defisit neurologi - Amnesia pasca cedera > 24 hari - CT-Scan abnormal

Tatalaksana cedera kepala, berdasarkan kriteria untuk diagnosis, sebagai berikut: 1. minimal

(11)

- istirahat dirumah

- kontrol ke rumah sakit bila ada tanda-tanda perdarahan epidural

2. cedera otak ringan

- tirah baring, kepala ditinggikan 300

- observasi di rumah sakit selama 2 hari - beri obat simptomatis

- antibiotik (dengan indikasi) 3. cedera otak sedang dan berat

- terapi umum : ABC, terapi cairan, jaga keseimbangan gas darah

- terapi khusus: medikamentosa, atasi peningkatan TIK, simptomatis,antibiotik, antiepilepsi, operasi (dengan indikasi) - rehabilitasi

Prognosis

Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa mengalami penyembuhan total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya kerusakan otak yang terjadi. Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh beberapa area, sehingga area yang tidak mengalami kerusakan bisa menggantikan fungsi dari area lainnya yang mengalami kerusakan. Tetapi semakin tua umur penderita, maka kemampuan otak untuk menggantikan fungsi satu sama lainnya, semakin berkurang. Kemampuan berbahasa pada anak kecil dijalankan oleh beberapa area di otak, sedangkan pada dewasa sudah dipusatkan pada satu area. Jika hemisfer kiri mengalami kerusakan hebat sebelum usia 8 tahun, maka hemisfer kanan bisa mengambil alih fungsi bahasa.

Kerusakan area bahasa pada masa dewasa lebih cenderung menyebabkan kelainan yang menetap. Beberapa fungsi (misalnya penglihatan serta pergerakan lengan dan tungkai) dikendalikan oleh area khusus pada salah satu sisi otak. Kerusakan pada area ini biasanya menyebabkan kelainan yang menetap. Dampak dari kerusakan ini bisa diminimalkan dengan menjalani terapi rehabilitasi. Penderita cedera kepala berat kadang mengalami amnesia dan tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesadaran. Jika kesadaran telah

(12)

BAB III

STATUS NEUROLOGIS I. IDENTITAS

a. Nama : Tn. GS

b. Jenis kelamin : Laki-laki

c. Umur : 48 Tahun

d. Pekerjaan : Karyawan percetakan

e. Pendidikan : SLTA

f. Agama : Islam

g. Status perkawinan : Duda h. Suku bangsa : Jawa

i. Alamat : Jl. Radio dalam No. 46A Rt: 5 Rw: 9 Gondaria Utara Kebayoran Baru Jakarta Selatan

i. Tanggal masuk RS : 3 Februari 2009 II. ANAMNESIS

Dilakukan auto dan allo-anamnesis pada tanggal 4 Februari 2009 a. Keluhan Utama :

Pingsan.

b. Keluhan Tambahan :

Bahu kanan nyeri dan tidak dapat digerakkan c. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien dibawa ke RSUP Fatmawati karena pingsan akibat kecelakaan bermotor di Pamulang, pada tanggal 3 Februari 2009. Pada awalnya pasien sedang mengendarai motornya dengan kecepatan sedang pada sekitar jam 22.00, saat itu sedang hujan deras, tiba-tiba didepannya ada gerobak yang menyeberang. Pasienpun mendadak menghentikan motornya. Tetapi tabrakan tidak dapat dihindari, motor pasien menabrak gerobak dan mengenai tubuh pasien sebelah kiri. Kemudian pasien terbanting dengan kepala sebelah kanan terbentur terlebih dahulu. Pasien mengatakan saat itu pasien menggunakan helm yang tidak menutupi wajah. Saat terbanting, aspal mengenai tubuh kanan dan pasien menahannya dengan bahu. Menurut keluarga pasien, pasien

(13)

pingsan selama kurang lebih 5 - 10 menit. Saat sadar, pasien tidak bisa langsung mengingat kronologis peristiwa kecelakaan yang menimpanya. Pasien juga bingung sedang berada dimana. Tetapi ingatannya kembali sekitar 30 menit kemudian.

Pasien mengeluh bahu kanan tidak dapat digerakkan dan nyeri sekali. Pasien menyangkal keluarnya darah atau cairan dari kedua telinga dan hidung. Pasien mengatakan tidak kejang setelah kecelakaan. Pasien menyangkal adanya keluhan sakit kepala, mual, muntah, penglihatan dobel, kelemahan tubuh sesisi, cadel, gangguan menelan, mulut mencong dan baal. Pasien menyangkal sebelum pergi minum obat-obatan atau alkohol.

d. Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien mengaku sebelumnya sering mengalami kecelakaan kecil dan hanya mengalami lecet tanpa keluhan lain. Pasien menyangkal meimiliki riwayat darah tinggi, kencing manis, stroke dan kejang.

e. Riwayat Penyakit Keluarga :

Darah tinggi (-), kencing manis (-), stroke (-) III. PEMERIKSAAN FISIK

a. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Compos Mentis, GCS: E4M6V5 Sikap : Duduk dan berbaring

Koperasi : Kooperatif Keadaan Gizi : Cukup

Tekanan Darah : 120 / 80 mmHg

Nadi : 72 x/mnt

Suhu : 36,7 0C

Pernafasan : 18 x/mnt b. Keadaan Lokal

Trauma Stigmata : luka lecet pada alis kanan, diatas bibir, siku kanan, tangan kanan, lutut kiri; bengkak pada bibir; benjolan di kepala sebelah kanan; bahu kanan nyeri dan tidak dapat digerakkan

Pulsasi A.Carotis : Teraba, kanan = kiri, reguler Perdarahan Perifer : capilary refil < 2 detik

(14)

Kulit : Warna sawo matang, sianosis (-), ikterik (-), ekskoriasi pada aliskanan, diatas bibir, tangan kanan, lutut kiri

Kepala : Normosefali, rambut hitam beruban, distribusi merata, tidak mudah dicabut, tidak ada alopesia, benjolan (+), nyeri tekan (+) Mata : Hematoma kacamata (Brill hematom) -/-, konjungtiva anemis

-/-, ptosis -/-, lagoftalmus -/-, pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+.

Telinga : Normotia +/+, hematoma retroaurikuler (Battle’s sign) -/-, perdarahan

-/-Hidung : Deviasi septum , perdarahan

-/-Mulut : Bibir edema (+), lidah kotor (-), perdarahan - Tenggorok : Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1.

Leher : Bentuk simetris, trakea lurus di tengah, tidak teraba pembesaran KGB dan tiroid.

Pemeriksaan Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis teraba di ICS 5, 1 jari medial linea midklavikula sinistra.

Perkusi : batas kanan jantung di linea sternalis dextra, batas kiri jantung di 1 jari medial linea midklavikula sinistra, pinggang jantung di ICS 3 linea para sternalis sinistra. Auskultasi : S1S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Pemeriksaan Paru

Inspeksi : pergerakkan naik-turun dada simetris kanan=kiri Palpasi : vocal fremitus kanan=kiri, tidak ada benjolan. Perkusi : perkusi di seluruh lapang paru sonor

Auskultasi : suara nafas vesikuler, Rhonki -/-, wheezing -/-. Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : buncit

Palpasi : nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba membesar Perkusi : timpani

(15)

Pemeriksaan Ekstremitas

Atas : akral hangat + / +, edema - / -, bahu kanan sakit dan tidak dapat digerakkan

Bawah : akral hangat + / +, edema / -IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

a. Rangsang Selaput Otak Kaku kuduk :

-Laseque : >700 / >700

Kerniq : > 1350 / > 1350

Brudzinsky I : -Brudzinsky II : /

-b. Peningkatan Tekanan Intrakranial : -c. Saraf-saraf Kranialis

N.I (olfaktorius) : normosmia + / +

N.II (optikus)

Acies visus : dengan menghitung jari 3/60 kanan dan kiri (terbatas ruangan)

Visus campus : baik / baik Lihat warna : baik / baik Funduskopi : baik / baik

N.III, IV, VI (Occulomotorius, Trochlearis, Abducen)

Kedudukkan bola mata : ortoposisi + / +

Pergerakkan bola mata : baik ke segala arah +/+ (nasal, temporal, superior, inferior, nasal atas dan bawah, temporal atas dan bawah)

Exopthalmus : / -Nystagmus : / -Pupil

Bentuk : bulat, isokor, 3mm/3mm Reflek cahaya langsung : +/+

Reflek cahaya tidak langsung : +/+ Reflek akomodasi : +/+

(16)

N.V (Trigeminus)

Cabang Motorik : baik / baik Cabang sensorik

Ophtalmikus : baik / baik Maksilaris : baik / baik Mandibularis : baik / baik

N.VII (Fasialis)

Motorik orbitofrontalis : baik / baik Motorik orbikularis : baik / baik Pengecapan lidah : baik / baik

N.VIII (Vestibulocochlearis)

Vestibular : Vertigo : Nistagmus : / Koklearis : Tuli Konduktif : / Tuli Perseptif : /

-N.IX, X (Glossopharyngeus, Vagus)

Motorik : baik / baik Sensorik : baik / baik

N.XI (Accesorius)

Mengangkat bahu : tidak dapat dinilai / baik Menoleh : baik / baik

N.XII (Hypoglossus)

Pergerakkan lidah : baik

Atrofi :

-Fasikulasi :

-Tremor :

-d. Sistem Motorik

Ekstremitas atas proksimal – distal : tidak dapat dinilai555/5555 Ekstremitas bawah proksimal – distal : 5555/5555

e. Gerakkan Involunter Tremor : / -Chorea : /

(17)

-Atetose : / -Miokloni : / -Tics : /

-f. Trofik : eutrofik + / + g. Tonus : normotonus + / +

h. Sistem Sensorik : Propioseptif : baik / baik Eksteroseptif : baik / baik

i. Fungsi Serebelar

Ataxia :

-Tes Romberg :

-Disdiadokokinesia : / -Jari-jari : baik / baik Jari-hidung : baik / baik Tumit-lutut : baik / baik Rebound phenomenon : / -Hipotoni : / -j. Fungsi Luhur Astereognosia : -Apraxia : - Afasia : - k. Fungsi Otonom Miksi : baik Defekasi : baik Sekresi keringat : baik l. Refleks Fisiologis Kornea : + / + Biceps : +2 / +2 Triceps : +2 / +2 Radius : +2 / +2 Dinding perut : + / + Otot perut : + / + Lutut : +2 / +2 Tumit : +2 / +2

(18)

m. Refleks Patologis Hoffman Tromer : / -Babinsky : / -Chaddok : / -Gordon : / -Schaefer : / -Klonus lutut : / -Klonus tumit : - / - n. Keadaan Psikis Intelegensia : baik Tanda regresi : -Demensia : -V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Hb : 16.7 VER : 91,4 Ht : 50 HER : 29,6 Leukosit : 13.700 KHER : 32,3 Trombosit : 423.000 RDW : 14,1 Eritrosit : 5.3

VI. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

Rontgen shoulder dextra: fraktur clavicula dextra. CT-Scan tanpa kontras: dalam batas normal. CT-Scan bone window: dalam batas normal. VII. RESUME

Pasien, laki-laki, 48 tahun dibawa ke RSUP Fatmawati karena pingsan akibat kecelakaan bermotor di Pamulang, pada tanggal 3 Februari 2009. Pada awalnya pasien sedang mengendarai motornya dengan kecepatan sedang pada senin malam sekitar jam 22.00, saat itu sedang hujan deras, tiba-tiba didepannya ada gerobak yang menyeberang. Pasienpun mendadak menghentikan motornya. Tetapi tabrakan tidak dapat dihindari, motor pasien menabrak gerobak dan mengenai tubuh pasien sebelah kiri. Kemudian pasien terbanting dengan kepala sebelah kanan terbentur terlebih

(19)

dahulu. Pasien mengatakan saat itu pasien menggunakan helm yang tidak menutupi wajah. Saat terbanting, aspal mengenai tubuh kanan dan pasien menahannya dengan bahu. Menurut keluarga pasien, pasien sempat tidak sadarkan diri selama kurang lebih 5 – 10 menit. Saat sadar, pasien tidak bisa langsung mengingat kronologis peristiwa kecelakaan yang menimpanya. Pasien juga bingung sedang berada dimana. Tetapi ingatannya kembali sekitar 30 menit kemudian.

Pasien mengeluh bahu kanan tidak dapat digerakkan dan nyeri sekali. Keluar darah atau cairan dari kedua telinga dan hidung (-). Kejang (-), sakit kepala (-), mual (-), muntah (-), penglihatan dobel (-), kelemahan tubuh sesisi (-), bicara cadel (-), gangguan menelan (-), mulut mencong (-) dan baal (-). Pasien menyangkal sebelum pergi minum obat-obatan atau alkohol. Pasien mengaku sebelumnya sering mengalami kecelakaan kecil dan hanya mengalami lecet tanpa keluhan lain. Riwayat darah tinggi (-), kencing manis (-), stroke (-), kejang (-).

Pemeriksaan fisik:

♦ Kesadaran : Compos Mentis, GCS: E4M6V5 ♦ Tanda vital baik

♦ Trauma Stigmata: luka lecet pada alis kanan, diatas bibir, siku kanan, tangan kanan, lutut kiri; bengkak pada bibir; benjolan di kepala sebelah kanan; bahu kanan nyeri dan tidak dapat digerakkan

♦ Kepala: benjolan sebelah kanan, nyeri tekan + ♦ Bibir bengkak

♦ Perdarahan THT (-) ♦ Mata: Brill Hematom -/-♦ Telinga: Battle’s Sign

-/-♦ Kulit: ekskoriasi pada telinga kanan, diatas bibir, siku kanan, tangan kanan, lutut kiri

Pemeriksaan neurologis:

♦ Tanda rangsang meningeal: -♦ N. Cranialis: parese

(20)

Ekstremitas atas proksimal – distal : tidak dapat dinilai555/5555 Ekstremitas bawah proksimal – distal : 5555/5555

♦ Reflek fisiologis : ++ / ++ ♦ Reflek patologis : / -♦ Sensorik : baik ♦ Autonom : baik VIII. DIAGNOSIS KERJA

Cedera kepala ringan, fraktur clavicula dextra, multiple ekskoriasi IX. PENATALAKSANAAN

- ABC

- dirawat 1-3 hari untuk observasi

- posisi tidur, bagian kepala ditinggikan sekitar 300

- perawatan luka - kalori 1800 K/hari - ketoprofen oral 2 x 1 tab - ceftriaxon 2 x 1 gr IV - piracetam oral 2 x 1 tab - Ranitidin 3 x 1 amp IV ♦ Konsul ortopedi

X. RENCANA PEMERIKSAAN

gula darah sewaktu, ureum darah, kreatinin darah.

XI. PROGNOSA

Ad vitam : bonam Ad functionam : bonam Ad sanationam : bonam

(21)

DAFTAR PUSTAKA

♦ Lenzlinger PM, Saatman K, Raghupati R. Overview of basic mechanism underlying neuropathological consequences of head trauma. In: Miller LP, Hayer RL, editors. Head trauma basic, preclinical and clinical directions. New York: Wiley-Liss; 2001. p. 3-23.

♦ Mardjono mahar, Sidharta priguna. Neurologi Klinis Dasar.Cetakan ke 9. Dian Rakyat.2003.Bab.VIII Mekanisme trauma susunan saraf. Hal 248-63. ♦ Buku Pedoman SPM dan SPO NEUROLOGI. PERDOSSI. Bab. IX.

Neurotrauma. Hal.147-58.

♦ Proceeding Updates In Neuroemergencies II. Hotel Aston Atrium. 28 Februari. FKUI. Penatalaksanaan kedaruratan cedera kranio serebral. Hal 51-72. ♦ Penatalaksanaan fase akut cedera kepala, Cermin Dunia Kedokteran

No. 77, 1992

♦ http://www.mayoclinic.com/health.htm ♦ www.emedicine.com/pmr/topic182.htm

Referensi

Dokumen terkait

Bertolak dari hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian yang akan dilaksanakan berbeda dengan penelitian tersebut, dari persfektif kajian maupun dari

ADLN - Perpustakaan Universitas

Tujuan pertama menyampaikan informasi bahwa ada Nagari Bukik Batabuah sebagai penghasil saka melalui fotografi esai dan merinci Kilang Saka dan mengaplikasikan

Dari definisi tersebut dapat diketahui tujuan utama surveying (pemetaan) adalah penentuan lokasi titik yang terdapat diatas, pada maupun dibawah permukaan bumi.. Untuk penentuan

Pertama-tama, orang harus mengeluarkan uang yang banyak, termasuk pajak yang tinggi, untuk membeli mobil, memiliki surat ijin, membayar bensin, oli dan biaya perawatan pun

 Nyeri, menyebabkan pasien sangat menderita, tidak mampu bergerak, tidak mampu bernafas dan batuk dengan baik, susah tidur, tidak enak makan5dan minum, !emas, gelisah,

An online resource bank and community forum where teachers can access thousands of Cambridge support resources, exchange lesson ideas and materials, and join subject-specific