• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kadar Air Awal Dan Campuran Dedak:Tapioka Terhadap Produktivitas Enzim Glukoamilase

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Kadar Air Awal Dan Campuran Dedak:Tapioka Terhadap Produktivitas Enzim Glukoamilase"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Kadar Air Awal Dan Campuran Dedak:Tapioka

Terhadap Produktivitas Enzim Glukoamilase

(The Effects Of Initial Water Content And Rice Bran:Tapioca

Mixture On The Productivity Of Glucoamylase)

Rofiq Sunaryanto*, Tun Tedja Irawadi**, Ani Suryani**, Ahmad Marasabesy*

*Balai Pengkajian Bioteknologi BPP Teknologi

Kawasan PUSPIPTEK Serpong Tangerang Banten

**Program Pasca Sarjana Program Studi Teknologi Industri Pertanian

Institut Pertanian Bogor

e-mail: rofiqsn@yahoo.com

Abstrak

Telah dilakukan optimalisasi produksi enzim glukoamilase melalui variasi kadar air awal dalam media fermentasi dengan variasi campuran dedak:tapioka. Fermentasi dilakukan

melalui fermentasi padat selama 120 jam pada suhu inkubasi 300C secara aerob. Percobaan

pendahuluan dilakukan dengan melakukan variasi kadar air awal yaitu (20, 30, 40, 50, 60, dan 70% b/b) dan variasi campuran dedak:tapioka pada perbandingan (1:1), (1:2), (1:3), (2:1), (3:1) secara terpisah. Selanjutnya dilakukan kombinasi perlakuan antara kadar air awal dengan campuran dedak:tapioka. Dari percobaan memberikan informasi bahwa kombinasi perlakuan kadar air awal dalam media (50%) dengan campuran media dedak:tapioka (1:1) menghasilkan aktivitas enzim glukoamilase yang paling tinggi yaitu 453 U/ml. Kombinasi perlakuan ini menunjukkan performa media yang baik dibandingkan dengan kombinasi media yang lain, selanjutnya diikuti oleh kombinasi perlakuan kadar air awal 40% dengan campuran dedak:tapioka (1:1) dan kadar air awal 40% dengan campuran dedak :tapioka (1:2).

Kata kunci : enzim glukoamilase, fermentasi padat, dedak, pati, kadar air

Abstract

Glucoamylase production was optimized by varying both the initial water content and the rice bran/tapioca mixture substrate of the fermentation media. The solid fermentation was done

aerobically at 300C for 120 hours. Preliminary experiment was carried out by varying

independently the initial water content (20, 30, 40, 50, 60, dan 70% w/w), and the ratio of the rice bran/tapioca mixture (1:1, 1:2, 1:3, 2:1, 3:1). Subsequently, combining the two fermentation parameters showed that, relative to the other medium combinations, 50% initial water content with 1:1 rice bran:tapioca mixture resulted in the highest enzyme activity of 453 U/ml. The next best results were obtained when the parameter combinations were 40% with ricebran:tapioca (1:1), and 40% with ricebran:tapioca (1:2), respectively.

(2)

1. Pendahuluan

Pada saat ini enzim yang sangat banyak digunakan untuk mengkonversi bahan tapioka menjadi maltosa, dekstrin, dan glukosa adalah enzim golongan amilase, seperti α-amilase, β-amilase, dan glukoamilase. Selain dimanfaatkan dalam industri pangan terutama gula cair, amilase juga banyak digunakan dalam industri tekstil dan deterjen. Selain ramah lingkungan, kinerja enzim juga sangat spesifik. Misalkan enzim amilase hanya akan mendegradasi susunan rantai glikosidik pada posisi tertentu dan tidak akan mendegradasi jenis rantai lainnya. Enzim protease hanya akan memecah susunan rantai peptida pada posisi tertentu dan tidak akan memecah rantailainnya. Lain halnya dengan hidrolisis secara kimiawi yang menggunakan asam atau basa. Hidrolisis ini bersifat menyeluruh dan dipengaruhi oleh konsentrasi asam/basa, suhu, pH larutan dan lain-lain. Biasanya hidrolisis secara kimiawi juga disertai kerusakan sebagian bahan yang dihidrolisis. Seperti halnya dalam hidrolisis protein menggunakan asam. Dengan semakin rendahnya pH asam yang digunakan maka proses hidrolisis semakin cepat, namun demikian kerusakan protein juga semakin besar.

Glukoamilase dikenal dengan nama lain α-1,4 glukan glukohidrolase atau EC 3.2.1.3. Glukoamilase merupakan enzim ekstraselular yang mampu diproduksi dalam skala industri, karena dapat dihasilkan dalam jumlah relatif besar serta tidak terlalu sulit dalam metode ekstraksinya (Stanbury, 1984; Imai et al., 1994; Sukara

et al., 1989). Glukoamilase banyak diproduksi oleh genus Aspergillus seperti A.niger, A. awamori dan A.foetidus, (Pandey et.al., 1994a) dan spesies Rhizopus (Bojin et al., 1999) disamping itu ada beberapa spesies

yang juga menghasilkan enzim ini , antara lain Cephalosporium eichhorniae, Penicillium moxalicum, Piricularia

oryzae, Thermomyces lanuginosus, Mucor rouxianus (Pandey et al., 2000a). Glukoamilase atau juga biasa

disebut amiloglukosidase mampu memecahkan ikatan α-1,4 dalam amilosa, amilopektin, dan glikogen dari ujung gula non pereduksi (Manunjat et al.,1983). Enzim ini dapat juga menghidrolisis ikatan α-1,6 meskipun pemecahannya sangat lambat. Misalnya maltosa yang mempunyai ikatan α-1,4 terhidrolisis 40x lebih cepat bila dibanding dengan isomaltosa yang mempunyai ikatan α-1,6 (Suhartono,1989). Glukoamilase hampir secara total mengubah pati menjadi D-glukosa, tetapi jika digunakan di dalam keadaan yang berlebih dan masa inkubasi yang panjang (Manunjat et al., 1983).Glukoamilase (EC 3.2.1.3) adalah enzim yang dapat mengkatalis reaksi hidrolisis amilum dan poli-atau oligosakarida lainnya menghasilkan glukosa (Ueda, 1988). Dengan kemampuan tersebut glukoamilase banyak digunakan dalam industri gula cair, dekstrosa, dan glukosa cair. Selain itu enzim ini juga banyak digunakan dalam industri farmasi, pembuatan minuman beralkohol, dan produksi sel tunggal (Lonsane & Ghildyal, 1992; Singh, 1995).

Proses produksi glukoamilase dapat dilakukan melalui sistem fermentasi media padat. Jenis substrat pada fermentasi media padat adalah bahan alam makromolekul yang mengandung lignoselulosa, selulosa, pektin pati, atau campuran komponen-komponen tersebut. Pada umumnya bahan ini merupakan produk pertanian atau limbah agroindustri (Raimbault, 1998), sebagai contoh adalah tapioka, dedak, sekam, onggok, jerami dan lain-lain. Fermentasi dengan media padat mempunyai keunggulan lebih sederhana dalam pelaksanaannya, biaya operasional dan peralatan fermentasi lebih murah, tetapi untuk menjaga kondisi fermentasi sesuai dengan apa yang diinginkan seperti kehomogenan media, aerasi sangat sulit untuk dilakukan (Alazard dan Raimbault, 1981). Dalam aplikasinya fermentasi dengan media padat dapat memanfaatkan limbah pertanian seperti limbah teh (Selvakumar et al., 1996), limbah kopra (Pandey et al.,1995), dan limbah dari proses pengolahan pati ( Bojin

et al.,1998 ; Pandey et al.,2000b). Beberapa parameter yang harus diperhatikan di dalam fermentasi media padat

antara lain konsentrasi substrat, pH, kelembaban, suhu, dan produksi metabolit sekunder yang mungkin dapat menyebabkan kontaminasi (Pandey et al., 2000b).

Kadar air media dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme yang dihasilkan, karena air merupakan media untuk transpor substrat sekaligus sebagai pereaksi pada proses metabolisme mikroorganisme tersebut. Kadar air media yang terlalu rendah akan memperpanjang fase lag mikroorganisme sehingga pertumbuhannya menjadi lambat. Walaupun tergantung pada jenis mikroorganisme dan substrat yang digunakan, proses fermentasi padat umumnya dilakukan pada media yang mengandung air 30-85% (Raimbault, 1998; Pandey et al.,1994) .

Fermentasi dengan media padat akan memberikan hasil yang lebih baik karena jumlah substrat yang tersedia lebih banyak (20-50%), sehingga peranan substrat menjadi lebih nyata karena jumlah substrat yang perlu dihidrolisis lebih tinggi. Jumlah substrat yang tinggi akan menginduksi sintesis enzim-enzim ekstraselular hidrolitik yang diperlukan untuk mendegradasi substrat itu sendiri (Suhartono,1989).

Menurut Tani et al. (1986) ; Ramadas et al. (1996) bahwa pada kondisi yang tepat produksi

glukoamilase dengan menggunakan media padat, tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan fermentasi dengan media cair. Mikroorganisme yang sering dibiakkan pada proses fermentasi media padat adalah bakteri, khamir, dan kapang. Namun demikian kapang merupakan mikroorganisme yang paling banyak digunakan dalam proses ini.

Pada penelitian ini media fermentasi digunakan campuran dedak:pati yang dikombinasikan dengan kadar air awal media. Pat merupakan substrat yang baik untuk pertumbuhan Aspergillus niger untuk menghasilkan enzim glukoamilase, namun demikian pati memiliki kelemahan performa fisik pati yang tidak

(3)

bagus setelah dilakukan sterilisasi. Pati akan menjadi lengket setelah disterilisasi, hal ini mengakibatkan transfer oksigen ke dalam media menjadi terganggu, sehingga pertumbuhan mikroba menjadi terganggu. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka dilakukan tambahan media support yaitu digunakan dedak. Dedak disamping memiliki rongga sebagai media transfer oksigen juga memiliki kandungan karbohidrat, protein, dan mineral yang baik untuk pertumbuhan mikroba.

Untuk mengoptimalkan pertumbuhan Aspergillus niger pada media padat maka pada fermentasi ini

dikombinasikan dengan variasi kadar air awal dalam media. Kadar air dalam media fermentasi padat merupakan parameter yang sangat penting untuk diperhatihan.Kondisi ini juga menentukan pertumbuhan mikroba didalamnya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan kondisi media fermentasi dengan menggunakan campuran media dedak:pati yang paling optimum untuk menghasilkan enzim glukoamilase.

2. Bahan dan Metode

Variasi Media Dedak:Tapioka Untuk Produksi Enzim Glukoamilase

Substrat yang digunakan dalam penelitian ini komposisinya mengacu pada komposisi yang digunakan oleh Tani et.al (1986) yang dimodifikasi. Komposisinya sebagai berikut ; A g tapioka , B g dedak , 1,67 g MgSO47H2O, 3,52 g Ca(NO3)2, dan 37 ml air. Besarnya A dan B adalah menurut perlakuan yang akan dilakukan

yaitu perbandingan dedak:tapioka (1:1), (1:2), (1:3), (2:1), dan (3:1) dengan berat total dedak dan tapioka sebesar 57,82 gram. Semua medium fermentasi dalam toples disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Fermentasi dilakukan dalam toples yang bervolume satu liter dengan kondisi aerobik selama 120 jam pada suhu 300C.

Variasi Kadar Air Awal Dalam Media Untuk produksi Enzim Glukoamilase

Sebelum menentukan banyaknyak air yang harus ditambahkan dalam media, dan untuk mempermudah perhitungan jumlah air yang harus ditambahkan maka ditentukan terlebih dahulu kadar air dalam dedak dan tapioka, selanjutnya jumlah total air dalam tapioka dan dedak akan menjadi perhitungan untuk jumlah total keseluruhan air dalam media. Dengan demikian kadar air dalam media dalam percobaan ini sudah mencakup kadar air dalam dedak, tapioka dan air yang ditambahkan. Pada percobaan ini variasi kadar air yang digunakan adalah 20, 30, 40, 50, 60, dan 70% b/b. Komposisi media yang digunakan sama seperti dalam prosedur variasi dedak:tapioka namun dalam hal ini perbandingan dedak:tapioka yang digunakan adalah (1:1).

Kombinasi variasi dedak:tapioka dengan kadar air awal dalam media.

Tiga perlakuan terbaik dari variasi dedak:tapioka dikombinasikan dengan tiga perlakan terbaik dari variasi kadar air awal dalam media. Pada percobaan ini digunakan rancangan percobaan acak faktorial dengan tiga faktor dari sumber karbon terpilih dan tiga faktor dari kadar air awal terpilih. Uji lanjut yang digunakan adalah uji Duncan dengan α 0,05.

Metode Analisis Enzim Glukoamilase

Dalam satu toples media hasil fermentasi diekstraksi dengan bufer asetat pH 4.6 selama 1 jam. Selanjutnya disaring dengan kertas saring. Filtrat enzim yang diperoleh diukur aktivitas amilase. Pengukuran aktivitas enzim adalah sebagai berikut ; Filtrat enzim hasil ekstraksi diencerkan menggunakan bufer asetat pH 4,6 dengan faktor pengenceran (fp) kali. Sebanyak 1,9 ml soluble starch sebagai substrat (Vsb) dicampur 0.1 ml larutan contoh (Vc). Kemudian diinkubasi selama 20 menit (t) pada suhu 600 C. Setelah inkubasi selesai dilakukan pemanasan dengan air mendidih selama 5 menit. Hal yang sama dilakukan untuk larutan blangko, hanya saja larutan sampel dipanaskan terlebih dahulu sebelum dicampur dengan substrat. Kemudian diukur gula reduksinya (Cgr) dengan metode somogy, dimana berat molekul glukosa (BM) adalah 180. Perhitungan aktivitasnya di sajikan dalam persamaan 1. Satu unit enzim (A) didefinisikan sebagai banyaknya µmol glukosa yang dihasilkan dari hidrolisis soluble starch akibat aktivitas enzim per menit pada kondisi percobaan.

A= Cgr x (Vc + Vsb) x fp ……….(1)

(4)

3. Hasil dan Pembahasan

Hasil analisis proksimat dedak dan tapioka yang digunakan dalam percobaan.

Dalam percobaan ini hanya digunakan satu macam dedak yang diperoleh dari tempat penggilingan padi di desa Prumpung Gunung Sindur Bogor. Tapioka diperoleh dari pasar tradisional tanpa merek dagang. Selanjutnya dilakukan analisis proksimatnya. Berikut hasil analisis proksimat dari dedak dan tapioka;

Tabel 1. Hasil analisis proksimat dedak dan tapioka Komposisi Dedak %(b/b) Tapioka %(b/b) Air 9,82 12,41 Protein 13,65 1,29 Abu 9,87 0,34 Lemak 14,91 0,25 Karbohidrat 51,75 85,71

Hasil variasi dedak:tapioka terhadap aktivitas glukoamilase.

Hasil percobaan variasi dedak:tapioka disajikan pada Table 2. Tabel 2.Aktivitas glukoamilase dengan variasi dedak:tapioka

Variasi dedak:tapioka Aktivitas Glukoamilase (U/ml) 1:1 353 1:2 321 1:3 261 2:1 285 3:1 208

Dari Table 2 terlihat bahwa Media dedak:tapioka (1:1) menunjukkan aktivitas glukoamilase yang paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Menurut Tani et al. (1986) tapioka merupakan media yang baik untuk produksi glukoamilase, dimana tapioka mengandung ikatan glikosida α,1,4 –D-Glikosidik (baik amilosa maupun amilopektin) yang dapat menginduksi Aspergillus niger untuk mensekresi glukoamilase. Namun demikian pada komposisi media yang terlalu banyak tapioka ternyata menimbulkan permasalahan pada sifat fisik media. Media menjadi kental dan lengket. Permasalahan ini dapat dikurangi dengan menambahkan dedak. Disamping memperbaiki sifat fisik media, dedak juga kaya akan protein. Hasil analisis proksimat menunjukkan dedak mengandung 13,65% (b/b) protein. Dengan demikian kombinasi media dedak:tapioka akan menghasilkan komposisi media yang saling melengkapi. Dari urutan peningkatan rasio tapioka terhadap dedak ternyata mampu memperbaiki aktivitas glukoamilase sampai dengan rasio satu. Namun demikian pada rasio tapioka lebih tinggi dari satu justru menurunkan aktivitas glukoamilase. Penurunan aktivitas glukoamilase pada rasio tapioka terhadap dedak lebih dari satu yaitu dedak:pati (1:2) dan (1:3) diduga dipengaruhi oleh dua faktor. Pertama, penurunan aktivitas diakibatkan oleh kondisi media yang kental dan lengket. Proses gelatinisasi pati akan mengakibatkan massa menjadi lengket dan viscous, sehingga porositasnya menjadi kecil dan menghambat proses difusi oksigen ke dalam media, akibatnya kapang akan sulit tumbuh akibat gelatinisasi pati. Kedua, penurunan aktivitas glukoamilase dipengaruhi oleh penghambatan substrat, dalam hal ini substrat tapioka. Pada substrat yang berlebih memungkinkan terjadi penghambatan yang menyebabkan proses sekresi glukoamilase menjadi terganggu.

(5)

Hasil variasi kadar air awal dalam media terhadap aktivitas glukoamilase.

Hasil percobaan variasi kadar air awal dalam media ditunjukkan dalam Tabel 3. Tabel 3. Aktivitas glukoamilase dengan variasi kadar air dalam media.

Kadar air dalam media %(b/b) Aktivitas glukoamilase (U/ml) 20 154 30 320 40 426 50 437 60 290 70 259

Dari Table 3 terlihat bahwa pada kadar air 50%(b/b) menunjukkan aktivitas glukoamilase yang paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Namun demikian setelah dilakukan uji Duncan dengan taraf nyata α (0,05) ternyata kadar air 50% tidak berbeda nyata dengan kadar air 40%. Pertumbuhan kapang pada kadar air 40 dan 50% menunjukkan pertumbuhan yang normal. Pertumbuhan miselia sudah terlihat pada hari 2, sporulasi terjadi pada akhir hari ke 4 dalam jumlah sedikit. Pada hari ke 5 miselia tersebar merata dalam media, kondisi media masih terlihat lembab walaupun sudah banyak terjadi penguapan akibat dari proses respirasi dan metabolisme mikroorganisme.

Media fermentasi dengan kadar air 60 dan 70%(b/b) sangat berbeda dengan kadar air 40 dan 50% (b/b). Pada awal fermentasi media terlihat lengket dan sangat encer. Kondisi ini akan mempersulit proses aerasi dan tranfer massa pada proses metabolisme mikroorganisme. Porositas media menjadi lebih kecil. Pertumbuhan biomassa terjadi hanya dipermukaan media, sporulasi terjadi lebih awal, yaitu pada hari ke 2. Pada hari ke 5 permukaan media dipenuhi dengan spora, dilain pihak dibagian dalam media tidak terjadi pertumbuhan biomassa. Aktivitas glukoamilase yang dihasilkan pada kadar air 60 dan 70% masih lebih rendah dibandingkan kadar air 40 dan 50% (b/b).

Lain halnya dengan kondisi media pada fermentasi dengan kadar air 20%. Secara fisik media fermentasi terlihat kering. Pertumbuhan miselia baru terlihat pada hari ke 3. Sampai dengan hari ke 5 terihat sedikit miselia tumbuh menyelimuti media. Kelembaban medium yang terlalu rendah akan memperpanjang fase penyesuaian

(lag phase) sehingga pertumbuhan menjadi terlambat. Dengan kurangnya kadar air dalam media proses transfer

substrat dan proses kimia dan metabolisme mikroorganisme menjadi terhambat yang berakibat mikroorganisme sulit tumbuh pada media dengan kondisi seperti ini. Berbeda halnya dengan yang dilakukan oleh Ramadas et

al.,(1996), kadar air awal maksimum pada fermentasi padat dengan media tepung gandum dan oat adalah 75%.

Perbedaan kondisi ini dapat disebabkan oleh struktur media, bentuk dan ukuran pori, sifat adsorbsi media terhadap air, yang berbeda pula. Hal ini berarti bahwa setiap substrat untuk fermentasi media padat akan membutuhkan kondisi kadar air optimum yang berbeda-beda pula

Hasil kombinasi variasi dedak:tapioka dengan Kadar air awal terhadap aktivitas glukoamilase.

Data hasil kombinasi variasi dedak:tapioka dengan Kadar air awal terhadap aktivitas glukoamilase ditunjukkan pada Table 4

Tabel 4. Aktivitas glukoamilase dengan kombinasi variasi dedak:tapioka dengan kadar air awal dalam media Kadar air (B1)Air 30% (B2)Air40% (B3)Air 50%

Dedak:tapioka Akt.glukoamilase (U/ml) Akt.glukoamilase (U/ml) Akt.glukoamilase (U/ml) (A1)2:1 242.71a 260.55ab 285.55b (A2)1:1 302.90bc 443.86d 453.72d (A3)1:2 305.72bc 435.58d 332.92c

Dari Table 4 tersebut diatas terlihat bahwa variasi kombinasi dedak:tapioka (1:1) dengan kadar air awal 50% (b/b) menunjukkan aktivitas glukomilase yang paling tinggi. Namun demikian dari hasil analisis ragam (Anova) dan uji lanjut Duncan dengan taraf nyata α (0,05) ternyata variasi kombinasi A3B2, A2B2, dan A2B3 menunjukkan aktivitas glukoamilase yang tidak berbeda nyata dan lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Seperti halnya pada percobaan sebelumnya pada media dedak:tapioka (1:1) dengan kadar air awal 40% (b/b) menunjukkan aktivitas glukoamilase yang tidak berbeda nyata dengan media dedak:tapioka (1:1) dengan

(6)

kadar air awal 50%(b/b). Tingginya aktivitas glukoamilase pada media dedak:tapioka (1:2) dengan kadar air 40% diduga karena adanya penambahan rasio tapioka yang dapat menginduksi sekresi glukoamilase. Namun demikian penambahan rasio tapioka harus disesuaikan dengan kadar air awal dalam media yang digunakan, terlihat pada perlakuan A3B3 (media dedak:tapioka (1:2) dengan kadar air awal 50%) terjadi penurunan aktivitas glukoamilase. Secara umum perlakuan dengan kadar air awal 30% (b/b) (B1) menunjukkan aktivitas glukoamilase yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Secara visual media dengan kadar air 30%(b/b) terlihat lebih kering. Pertumbuhan biomassa Aspergillus niger BCS terlihat lebih lambat, sehingga aktivitas glukoamilase yang dihasilkan menjadi lebih kecil. Dari analisis ragam menunjukkan pula adanya interaksi perlakuan antara variasi dedak:tapioka dengan perlakuan terhadap kadar air awal dalam media. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas glukoamilase yang dihasilkan akibat perlakuan variasi dedak:tapioka dipengaruhi juga oleh kadar air awal dalam media

4. Kesimpulan

Dari percobaan yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut;

Aktivitas glukoamilase dapat ditingkatkan dengan memperbaiki komposisi sumber karbon (dedak:tapioka) dan kadar air awal dalam media. Hasil percobaan menunjukkan bahwa kombinasi variasi (dedak:tapioka) 1:1 dengan kadar air awal 50%b/b menghasilkan aktivitas glukoamilase tertinggi yaitu sebesar 453 U/ml, selanjutnya diikuti oleh (dedak:tapioka) 1:1 dengan kadar air 40%(b/b) serta (dedak:tapioka) 1:2 dengan kadar air awal 40% (b/b), dan seterusnya. Secara statistik dengan uji lanjut Duncan dengan α 0,05 ternyata tiga perlakuan tersebut tidak berbeda nyata. Secara keseluruhan ketiga perlakuan tersebut lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Daftar Pustaka

1. Alazard D, Rainbault M, (1981),”Comparative study of amylolytic enzym production by Aspergillus

niger in liquid and solid state cultivation”, Appl.Microbiol.Biotechnol 12: 113-117.

2. Bojin, Hans JVL, Patel B, Doelle HW, Yu Q,(1999),” Production of fungal protein and glucoamylase by Rhizopus oligosporus from starch processing wastewater”, J.Process Biochem 14: 59-65.

3. Imai Y, Suzuki M, Masamoto M. Nagayasu K,(1994), “Glukoamylase production of Aspergillus oryzae in fed-batch culture using a stastitical regression model”, J. Fermentation and Bioeng 78:310-314.

4. Lonsane BK, Ghilyal NP,(1992), “Exoenzymes”, Di dalam Doelle HW, Mitchell DA, Rolz CE. Editor, “ Solid Substrated Cultivation”, London Elsevier Applied Science.

5. Manunjat P, Shenoy BC, Raghuvendra SR, (1983), “Fungal glucoamylases”, J. Appl.Biochem 5:235-260.

6. Pandey A, Nigam P, Soccol CR, Soccol VT, Singh D, Mohan R,(2000a), “Advances in microbial amylases”, Biotechnol. Appl. Biochem 31: 135-152.

7. Pandey A, Selvakumar P, Ashakumary L, (1994), “Glucoamylase production by Aspergillus niger on rice brand is improved by adding nitrogen source”, World.J. Microbiol. Biotechnol 10:348-349.

8. Pandey A, Ashakumary L, Selvakumar P, (1995), “Copra waste a novel substrate for solid state fermentation”, J.Bioresource Technol 65: 217-220.

9. Pandey A, Carlos RS, David M, (2000b), “New developements in solid state fermentation bioprocesses and product”, J. Process Biochem 35: 1153-1169.

10. Ramadas M, Holst O, Mattiasson B, (1996),”Production of amyloglucosidase by Aspergillus niger under different cultivation regimens”, World. J. Microbiol. Biotechnol 12:267-271.

11. Raimbault M, (1998), “General and microbiological aspect of solid substrate fermentation”, Electronic

(7)

12. Selvakumar P, Ashakumary L, Helen A, Ashok P, (1996), “Purification and characterization of glucoamylase produced by Aspergillus niger in solid stated fermentation”, Letter in Appl. Microbiol

23:403-406.

13. Shih NJ, Labbe RG, Stewart GG, (1983), “ Amylase activity in certain yeast and fungal species”,

Rev. J. Microbiol. Indonesia 24: 295-303.

14. Stanbury DF, Whitaker JR, (1984), “Principles of Fermentation Technology”, NewYork: Academic Pr.

15. Sukara E, Doelle HW, (1989), “A one-step process for the production of single cell protein and amyloglucosidase”, Appl.Microbiol. Biotechnol 30:135-140.

16. Suhartono MT, (1989), “Enzim dan Bioteknologi”,PAU IPB Bogor.

17. Tani Y, Vongsuvanlert V, Kumnuanta J,(1986), “Raw cassava starch-digestive glucoamylase of

Aspergillus sp.n-2 isolated from cassava chips”, J.Ferment.Technol 64:405-410.

18. Ueda S, (1988), “ Glukoamylase. Di dalam The Amylase Research Society of Japan .editor. Handbook

of Amylases and Related Enzymes : Their Sources, Isolation Methodes, Properties an Applications”,

Gambar

Tabel 2.Aktivitas glukoamilase dengan variasi dedak:tapioka  Variasi  dedak:tapioka  Aktivitas Glukoamilase (U/ml)  1:1 353  1:2 321  1:3 261  2:1 285  3:1 208
Tabel 4. Aktivitas glukoamilase dengan kombinasi variasi dedak:tapioka dengan kadar air awal dalam media  Kadar air  (B1)Air 30%  (B2)Air40%  (B3)Air 50%

Referensi

Dokumen terkait

corporate governance dengan ukuran dewan komisaris, ukuran komite audit, dan frekuensi pertemuan komite audit berpengaruh positif terhadap luas pengung- kapan modal

Within the limitations of this in situ study, it may be concluded that microleakage and surface roughness have not influenced the formation of white spot lesions around

menganjurkan kepada kaum muslimin untuk menghidupkan malam- malam bulan Rama « ān dengan memperbanyak qiyamul-lail artinya bangun di malam hari melakukan ibadah, seperti Ç

Asosiasi Penangkar Tanaman merupakan asosiasi yang akan menerapkan alternatif strategi yang telah disusun berdasarkan hasil analisis lingkungan baik internal, yang

Koneksi Matematika Siswa (Study Eksperimen di Kelas VII MTs DU PUI Ranji Kab. Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, seorang guru sangat berperan dalam

Untuk dampak dari faktor yang menyebabkan keterlambatan pada proyek adalah untuk kategori proyek dengan faktor banyaknya perubahan pekerjaan, kategori owner dengan faktor

The Multilin A60 Arc Flash System utilizes GE’s patented light and pressure signal fiber sensor to ensure fast and reliable protection against arcing events.. Based on a known

Differentiation of mesenchymal stem cells transplanted to a rabbit degenerative disc model: Potential and limitations for stem cell therapy in disc regeneration. Martin JT, Gorth