• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI. pilihan yang bersifat intensional dan reflektif dalam merespon kebutuhan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI. pilihan yang bersifat intensional dan reflektif dalam merespon kebutuhan."

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2. 1 Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan merupakan proses untuk membuat suatu pilihan yang bersifat intensional dan reflektif dalam merespon kebutuhan. Proses ini dipengaruhi masa lalu, masa sekarang dan perkiraan masa yang akan datang (Kleindorfer, 1993). Noorderhaven (dalam sari, 2008) menyatakan bahwa pengambilan keputusan merupakan proses memilih dan berkomitmen atas apa yang telah dipilih. Definisi pengambilan keputusan juga diungkapkan oleh Siagian (1990) yang menyatakan pengambilan keputusan merupakan usaha sadar untuk memilih alternatif dan mencapai tujuan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan adalah suatu proses memilih alternatif serta mengidentifikasi kebutuhan untuk mencapai tujuan berdasarkan keinginan, pengetahuan dan pengalaman.

2.1.1 Tahap-Tahap Pengambilan Keputusan

Kleindorfer (1993) menyatakan bahwa kebutuhan, nilai dan tujuan yang hendak dicapai seseorang merupakan faktor dasar dalam mengambil keputusan. Kleindorfer (1993) menyebutkan adanya tahapan yang terjadi dalam proses pengambilan keputusan yang berlangsung adalah:

(2)

Merupakan tahap dimana individu menyadari adanya masalah yang perlu diselesaikan. Dan individu berfokus pada apa yang mereka anggap sebagai masalah. Persepsi terhadap sesuatu sebagai pokok permasalahan atau apa yang menjadi masalah utama dipengaruhi oleh kebutuhan, nilai dan tujuan yang ingin dicapai. Dalam tahap ini individu juga menyadari kondisi, dan definisi masalah

2. Tahap pencarian atau tahap evaluasi.

Merupakan tahap mengumpulkan informasi tentang kemungkinan alternatif pemecahan masalah dan kemudian mengevaluasi alternatif tersebut. Dalam tahap ini individu mencari kepentingan dari suatu masalah, kesulitan, sumber daya, dan waktu

3. Tahap memilih alternatif dan membuat keputusan.

Dalam tahap ini individu mengambil keputusan dengan memilih dari bentuk alternatif yang telah dipilih. Dalam tahap ini individu mengumpulkan semua informasi untuk menyelesaikan masalah, dengan cara yang meminimalisasi kerugian.

4. Tahap evaluasi hasil.

Setelah membuat keputusan dan mengambil tindakan sesuai keputusan, pengambil keputusan mengevaluasi tepat-tidaknya keputusan yang dibuat berdasarkan hasil atau akibat dari keputusan tersebut. Dan kemudian mempertahankan hasil keputusan.

Siagian menyatakan hal yang tidak jauh berbeda dari tahapan yang disampaikan oleh Kleindorfer, Siagian (1990) juga menyebutkan bahwa pengambilan keputusan terdiri dari beberapa tahap, yaitu:

(3)

1. Tahap mengidentifikasi dan membuat definisi pada masalah

2. Mengumpulkan dan mengolah informasi

3. Mengidentifikasi berbagai alternatif

4. Manganalisa dan mengkaji setiap alternatif

5. Menjatuhkan pilihan

6. Dan melaksanakan keputusan yang diambil

Dalam prosesnya, pengambilan keputusan tidak sesuai berjalan dengan urutan tahap-tahapnya. Janis & Mann (dalam Sari, 2008) menyatakan bahwa kadang seseorang sudah mencapai satu tahap, dan harus kembali ke tahap sebelumnya karena mengalami keraguan, dan hal ini disebut revension. Revension sering terjadi dalam proses pengambilan keputusan.

2.1.2 Pengambilan Keputusan Remaja

Menurut Steinberg (2010), remaja memiliki pengambilan keputusan yang berbeda dan memiliki karakteristik pengambilan keputusan yang berbeda dengan tahap perkembangan lain. Terdapat 6 karakteristik yang membedakan pengambilan keputusan remaja, yaitu :

1. remaja sangat sensitif terhadap penghargaan/hadiah(reward), termasuk stimulus penghargaan dari tersebut, status sosial atau merasa dikagumi dan dihargai. Sensitivitas tinggi terhadap

(4)

penghargaan inilah yang diwujudkan dengan 2 cara yang berbeda seperti apa remaja menyelesaikan masalah, dan apa saja yang akan menjadi pertimbangan ketika mereka membuat keputusan. Demikian juga, ketika dihadapkan dengan sebuah pilihan antara dua alternatif tindakan, remaja akan cenderung memilih alternatif yang memiliki potensi reward yang lebih besar pada setiap alternatif daripada kerugian dari masing-masing alternatif. contohnya, mendapatkan kekaguman dari teman atau menyenangkan orang tua, dan berpotensi terkena kanker atau terlihat “jelek atau tidak keren” di depan salah seorang teman. Selain itu, meskipun remaja diberitahu akan keuntungan dan kerugian dari pilihan tersebut, remaja akan lebih cenderung terpengaruh pada reward. Berbeda dengan orang dewasa yang selalu mempertimbangkan kerugian, remaja cenderung melihat reward terlebih dahulu. Karena itu pemberitahuan akan kerugian merokok kurang efektif pada remaja.

2. Dibanding dengan orang dewasa, remaja lebih fokus pada konsekuensi yang langsung pada suatu keputusan daripada berpikir tentang jangka panjang pada suatu keputusan. contoh, kamu lebih memilih $500 dalam 1 hari atau $1000 dalam setahun. Individu yang ditanya untuk memilih antara suatu reward yang lebih kecil tapi lebih cepat diperoleh dan suatu reward yang besar tapi diperoleh lebih lama. Studi menunjukkan remaja memilih pilihan pertama karena reward lebih cepat didapatkan.

(5)

3. Orientasi yang lemah dalam memprediksi masa depan mempengaruhi remaja dalam melihat kerugian dalam pengambilan keputusan. Dalam pengambilan keputusan mereka cenderung memperhatikan dan fokus pada kerugian yang secara langsung dan jangka pendek dari sebuah pilihan daripada kerugian jangka panjang. Contohnya, merokok dapat menyebabkan pernafasan menjadi tidak bagus, atau tidak merokok akan diasingkan dari teman-teman. Walaupun, mereka menyatakan telah mempertimbangkan beberapa hal negatif (jangka panjang atau pendek), akan tetapi hal tersebut dianggap kurang penting dibandingkan reward yang diterima (dan khususnya reward jangka pendek).

4. Keputusan remaja tentang pengambilan resiko lebih mudah digoyahkan daripada orang dewasa, hal ini sangat dipengaruhi oleh kelompok sebaya mereka, pengaruh kelompok sebaya sangat tinggi dalam pengambilan keputusan. Pengaruh kelompok cenderung memperuncing sensitivitas remaja terhadap reward dan pilihan remaja terhadap reward secara langsung (jangka pendek). Berbeda dengan orang dewasa yang cenderung memilih untuk sendiri dalam keputusan akan suatu resiko.

5. Ketidakmatangan yang terkait bagian otak dengan kontrol kognitif. Remaja relatif berbeda dengan orang dewasa, yaitu kurang mampu untuk mengatur perilaku mereka. Hal tersebut tercermin

(6)

pada remaja sebagian besar cenderung untuk bertindak sebelum berpikir, sulit membuat rencana dan mengontrol emosi mereka.

6. Pengambilan keputusan pada remaja lebih mudah terganggu oleh rangsangan emosi dan sosial dibandingkan dengan orang dewasa. Pada penelitian yang membandingkan pengambilan keputusan pada remaja dan dewasa, penelitian dilakukan pada mereka yang sedang sendiri dan ketika berada dibawah kondisi rangsangan emosional diminimalkan. Contohnya, ketika individu sedang berada di sebuah kantor, universitas dan diminta menyelesaikan sebuah kuesioner tentang pengambilan keputusan dan resiko.

Sebuah kesimpulan penting dari hal diatas adalah bahwa penelitian konvensional yang menemukan beberapa perbedaan antara remaja dan orang dewasa dalam cara mereka berpikir tentang risiko dapat mencapai kesimpulan yang sangat berbeda.

2.2 Remaja

Remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa. Remaja merupakan masa tumpang tindih karena bukan lagi merupakan anak-anak akan tetapi belum dapat dikatakan sebagai orang dewasa. Remaja sendiri mempunyai definisi sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional (Santrock, 2003). Perkembangan remaja terbagi menjadi masa remaja awal (11-15 tahun)dan remaja akhir

(7)

(15-22 tahun). Remaja bukanlah bagian yang terisolasi dari bagian perkembangan, akan tetapi berkaitan dengan perkembangan dan pengalaman pada masa anak dan dewasa. Oleh karena itu, Pengalaman yang terjadi pada masa perkembangan remaja dapat mempengaruhi perkembangan pada masa dewasa.

Menurut Erikson (dalam Papalia, 2007), pencarian identitas fokus pada masa remaja, menurut Erikson masa remaja masuk dalam tahap Identity vs Identity Confusion. Transisi remaja berarti perkembangan anak-anak masih dialami akan tetapi kematangan dewasa secara fisik sudah mulai dialami (Hurlock dalam Papalia, 2001). Remaja tidak membentuk identitasnya dengan meniru orang lain seperti halnya anak-anak, tetapi dengan memodifikasi dan merubah identifikasi sebelumnya untuk menciptakan struktur baru. Untuk membentuk identitas, seorang remaja harus yakin dalam mengelola kebutuhan mereka, kemampuan, niat dan kemauan sehingga dapat diekspresikan dalam konteks sosial (Ismayawulansari, 2004). Kebanyakan remaja mencari komitmen dalam hidupnya yang bisa diyakini. Komitmen dimasa muda membentuk kehidupan seorang pada perkembangannya. Remaja yang menyelesaikan krisisnya dengan memuaskan akan mengembangkan virtue fidelity, yaitu mempertahankan loyalitas terhadap keyakinan orang yang dicintai. Santrock (2003) membagi perkembangan remaja dalam beberapa perkembangan, yaitu perkembangan fisik, kognitif dan psikososial.

(8)

2.2.1 Perkembangan Fisik

Perkembangan remaja juga ditandai dengan perkembangan fisik. Yang dimaksud dengan perkembangan fisik adalah adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensoris dan ketrampilan motorik (Papalia, 2001). Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh anak-anak menjadi tubuh orang dewasa dengan berbagai ciri. Perubahan juga terjadi pada fisik otak sehingga strukturnya semakin sempurna meningkatkan kemampuan kognitif (Piaget dalam Papalia, 2001). Pubertas dan kematangan seksual merupakan ciri khas perubahan fisik yang terjadi pada remaja, dan salah satu tanda penting dimulainya masa remaja. Pubertas adalah perubahan cepat pada kematangan fisik yang meliputi perubahan tubuh dan hormonal yang terutaman terjadi pada masa perkembangan remaja (santrock, 2003). Pubertas pada wanita ditandai dengan menarche (datang bulan untuk pertama kalinya) dan ejakulasi pertama yang biasa terjadi pada mimpi basah remaja pria. Perubahan fisik terlihat pada meningkatnya berat badan dan tinggi badan, pada organ seksual mulai berkembang dimulai dari tumbuhnya bulu pada beberapa area tubuh, bulu kemaluan, tumbuhnya payudara, pinggul membesar. Pada laki-laki Pundak akan membesar, terjadi perubahan suara, pertambahan ukuran penis, tumbuh otot pada beberapa bagian tubuh. Perubahan fisik yang

(9)

terjadi sangat dipengaruhi oleh perubahan hormon yang terjadi dalam tubuh.

2.2.2 Perkembangan Kognitif

Menurut Piaget, remaja sudah memasuki tingkat perkembangan kognitif paling tinggi, yaitu formal operational. Seorang remaja sudah mempunyai kapasitas untuk berpikir abstrak. Hal ini memungkinkan remaja untuk melakukan manipulasi pada informasi. Piaget (dalam Papalia, 2001), mengatakan bahwa seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis. Dalam pandangan Piaget remaja secara aktif membangun dunia kognitif, dimana informasi yang diterima tidak langsung diterima begitu saja oleh kognitif seorang remaja. Remaja sudah dapat membedakan hal-hal atau ide-ide mana yang lebih penting dibanding ide lain, lalu mereka juga menghubungkan ide–ide.

Seorang remaja tidak hanya mengorganisasi apa yang mereka lihat dan mereka alami, akan tetapi juga mengolah cara berpikir hingga muncul ide baru. Salah satu bagian perkembangan kognitif masa kanak-kanak yang belum sepenuhnya ditinggalkan oleh remaja adalah kecenderungan cara berpikir egosentrisme. Hal ini juga didukung oleh David Elkind yang menyatakan bahwa remaja mempunyai keyakinan bahwa mereka diperhatikan oleh orang lain disekitarnya (Elkind dalam Papalia, 2001). Piaget juga percaya bahwa remaja menyesuaikan diri dengan asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan kemampuan seseorang menggabungkan informasi baru

(10)

kedalam pengetahuan yang sudah dimiliki, dan akomodasi yang merupakan penyesuaian diri terhadap informasi baru.

2 .2.3 Psikososial

Identity vs Identity Confusion, merupakan tahapan yang sedang dilewati oleh remaja, menurut Erikson (dalam Papalia, 2001). Tahapan penuh pencarian identitas diri dalam lingkungan remaja. remaja banyak melakukan eksplorasi pada identitas, karier, hubungan pacaran (Santrock, 2003 ) Dalam perkembangannya, remaja akan cenderung lebih dekat pada peer group dibandingkan dengan orangtua (Conger dalam Papalia, 2001). Peer group sangat memberikan peranan dalam berbagai hal pada remaja termasuk dalam pencarian jati dirinya. Meskipun perkembangan kognitif pada remaja sudah baik, pengaruh lingkungan sangat mempengaruhi perilaku remaja, terutama tekanan lingkungan. Remaja pada tahap sosial sudah mencapai tahap sexuality identity, dimana mereka secara sadar akan orientasi gender mereka dan mempunyai pasangan di lingkungan sosial (Papalia, 2001).

2. 3 Remaja Dan Keluarga

Remaja merupakan bagian dari sebuah keluarga, sebagai otonomi maupun keterikatan kepada orangtua. Orangtua menentukan keberhasilan remaja untuk berhubungan dan beradaptasi dengan dunia. orang tua memgang peranan penting bagi perilaku dan bagaimana remaja bertindak (Santrock, 2003).

(11)

2 .3.1 Keluarga sebagai sistem sosialisasi

Selama ini sosialisasi remaja dipandang sebagai indoktrinasi langsung yang searah. Dengan filosofi dasar bahwa anak-anak dan remaja harus dilatih agar dapat berhubungan dengan lingkungan sosial, sehingga perilaku remaja diharuskan untuk dibentuk dan disesuaikan. Namun demikian proses sosialisasi lebih dari sekedar mencetak anak-anak dan remaja menjadi orang dewasa. Anak-anak dan remaja bukan segumpalan tanah liat yang siap dibentuk. Sosialisasi timbal balik adalah suatu proses dimana anak anak dan remaja mensosialisasikan orangtua seperti halnya orangtua mensosialisasikan mereka. Dalam hubungan remaja dan orangtua terjadi sebuah synchrony yaitu merupakan interaksi yang terkoordinasi antara orangtua dan remaja, yang saling menyelaraskan perilaku, yang sering kali terjadi secara tidak sadar (Santrock, 2003). Dalam pandangan kesinambungan (continuity view) dikatakan bahwa penekanan yang diberikan pada peran yang dimainkan dalam hubungan awal orangtua dan anak dapat membentuk dasar untuk berhubungan dengan orang-orang sepanjang rentang hidup anak dan remaja.

2. 4 Rokok Dan Perilaku Merokok

2 .4.1 Rokok

Rokok merupakan salah satu penyebab terjadinya kematian. Rokok merupakan benda padat, dengan partikel utama yang terdapat

(12)

pada rokok berupa tar dan nikotin. Tembakau telah dikenal secara umum sejak dahulu, digunakan kurang lebih ratusan tahun yang lalu, dengan cara dihirup ataupun dikunyah. Nikotin (nicotinia tabacum) diperkenalkan dan berasal dari Amerika Selatan kemudian menyebar kedaerah Eropa. Tar mengandung bahan-bahan karsinogen penyebab kanker, sedangkan nikotin mengandung zat adiktif yang dapat menimbulkan ketagihan pada penggunanya. Pernyataan ini dipertegas oleh Russel (dalam Mourad) yang menyatakan seseorang merokok biasa disebabkan oleh ketagihan akan nikotin sedangkan seorang perokok meninggal dan terserang penyakit yang disebabkan oleh tar dan banyak komponen lain. Individu yang merokok 15-20 batang perhari mempunyai resiko terjangkit kanker paru-paru.

Sebatang rokok mengandung 13-19 mg nikotin, sedangkan cerutu 15-40 mg nikotin, jumlah rata-rata nikotin perbatang rokok berkisar 1-3 mg (Prajuditia, 2009). Rokok merupakan benda padat yang mengeluarkan asap, satu hisapan rokok menghasilkan 0,05- 0,15 mg nikotin. Kandungan nikotin dalam asap hasil pembakaran rokok dengan menggunakan filter 0,2-1 mg nikotin, sedangkan rokok dengan tanpa filter 1- 3,5 mg nikotin. Nikotin adalah jenis obat yang terdapat dalam tembakau, yang menyebabkan ketagihan. Memberikan efek yang sama seperti kokain dan heroin. Perokok yang susah lepas dari rokok biasa sudah merokok dari usia muda (Wulandari, 2005:7).

(13)

2 .4.2 Perilaku Merokok

Perilaku merokok merupakan perilaku yang telah dijumpai dikelas sosial manapun. Merokok merupakan tindakan membakar tembakau yang kemudian diselipkan di bibir lalu dihisap kedalam tubuh kemudian dikeluarkan kembali dengan cara dihembuskan (Amstrong dalam Kemala, 2007). Asap rokok yang dihisap merugikan tak hanya merugikan diri sendiri tetapi juga merugikan orang lain, perilaku merokok mempunyai efek sangat buruk bagi hidup seseorng yang sering merokok dengan frekuensi tinggi, dan kemungkinan terjangkit penyakit ataupun resiko kematian. Temperatur rokok saat dibakar dan dihisap mencapai 900 derajat dan temperatur sisi lain yang dihisap pada bibir mencapai 30 derajat. Asap yang dihisap 85% berupa gas dan sisanya adalah partikel (Harisson dalam Yovita, 2004). Asap yang dihisap langsung dari sebatang rokok disebut sebagai mainstream smoke, sedangkan asap yang dikeluarkan oleh perokok dan ujung rokok yang dibakar disebut sidestream smoke. Sidestream smoke yang dihisap oleh perokok pasif juga dapat menyebabkan kerugian yang sama seperti perokok aktif. Leventhal (dalam Kemala, 2007) menyatakan bahwa terdapat proses seseorang menjadi perokok yang dibagi dalam 4 tahap, yaitu:

1. Tahap Prepatory. Seseorang mendapat pandangan menyenangkan mengenai merokok dari orang lain, dengan cara melihat, mendengar, sehingga menimbulkan rasa ingin merokok.

(14)

2. Tahap Initiation. Merupakan tahap dimana seseorang memutuskan perilaku merokok.

3. Tahap becoming a smoker. Apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok 4 batang perhari, maka sudah mempunyai kecenderungan untuk merokok

4. Tahap maintenance of smoking. Ditahap ini merokok sudah menjadi salah satu bagian dari pengaturan diri (self regulation). Dan cara seseorang dalam mempertahankan perilaku merokok untuk mendapat kenikmatan fisik.

Menurut Smet (Kemala, 1994) tipe perokok dapat dibagi 3 munurut banyaknya rokok yang dikonsumsi. Ketiga tipe tersebut adalah:

1. Tipe perokok berat yang merokok lebih dari 15 batang perhari.

2. Tipe perokok sedang yang merokok 5-14 batang perhari.

3. Tipe perokok ringan yang yang merokok 1-4 batang perhari.

Menurut Silvan & Tomkins (kemala, 2007) terdapat 4 perilaku merokok berdasarkan Management of affect theory, keempat tipe tersebut adalah:

1. Tipe perokok yang dipengaruhi perasaan positif:

a. Pleasure relaxation, perilaku merokok untuk menambah kenikmatan (setelah makan, ketika minum kopi)

(15)

b. Simulation to pick them up, perilaku merokok hanya untuk merasakan kesenangan.

c. Pleasure to handling cigarette, kenikmatan yang diperoleh dari memegang rokok.

2. Perilaku merokok yang dipengaruhi perasaan negatif. Perilaku merokok untuk mengurangi rasa cemas, marah dan gelisah. Rokok dianggap sebagai penyelamat. Sehingga ketika suasana tidak menyenangkan terjadi mereka merokok untuk menutupi keadaan itu.

3. Perilaku merokok yang adiktif. Perilaku dimana seseorang akan menambah dosis rokok yang dikonsumsi jika dosis yang dirasakan kurang.

4. Perilaku merokok karena kebiasaan. Perilaku merokok yang dikeluarkan bukan dikarenakan perasaan dan dosis akan tetapi dikarenakan suatu kebiasaan

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti melihat bahwa, perilaku pada remaja disebabkan oleh beberapa hal, dan dapat digolongkan dalam beberapa tipe yang dapat dilihat dari banyaknya rokok yang dikonsumsi dan tipe perilaku seseorang yang merokok menurut fungsinya.

2. 5 Remaja dan orangtua merokok

Merokok merupakan perilaku yang merugikan kesehatan, akan tetapi masih banyak orang yang melakukan. Bahkan banyak dari sebagian orang

(16)

mulai merokok sejak usia remaja, menurut penelitian Leventhal (dalam kemala, 2007) perokok mulai merokok sejak usia 11 dan 13 tahun dan 85% hingga 95% sebelum 18 tahun. Menurut hasil penelitian Kemala (2005), remaja yang akhirnya aktif merokok disebabkan oleh stres, kondisi stres ternyata mendukung remaja untuk berperilaku merokok. Ini merupakan upaya untuk mengatasi masalah secara emosional dan menjadi kompensatoris kecemasan yang dialihkan pada perilaku merokok. Ada tiga faktor yang menyebabkan remaja terus merokok yaitu, kepuasan psikologis, sikap permisif dari orangtua dan peer group yang mendukung perilaku merokok (Helmi, dalam kemala, 2005). Hal serupa juga didukung oleh pernyataan Lewin yang mengungkapkan merokok disebabkan oleh peran lingkungan dan individu, dimana selain peran orangtua maupun teman, proses dalam diri juga menjadi salah satu pembuat keputusan apakah seseorang akan menjadi perokok atau tidak.

Dalam penelitian Geckova (2005), dikatakan bahwa peran teman sebaya memang berpengaruh besar pada remaja untuk merokok akan tetapi orangtua yang merokok secara langsung ataupun tidak langsung meyebabkan remaja berperilaku merokok. Di Indonesia terdapat 84% orang tua perokok merokok dirumah ketika bersama dengan anggota keluarganya (Tobacco Control Support Center). Keluarga adalah satuan terkecil dari masyarakat, dan orangtua merupakan anggota keluarga yang mensosialisasikan nilai dan perilaku kepada anak (Helmi, 2004). Pernyataan yang serupa juga disampaikan Steinberg (2010) yang menyatakan bahwa, orangtua merupakan agen imitasi bagi anak, dan salah satu faktor remaja

(17)

merokok adalah dikarenakan pengaruh orangtua atau anggota keluarga yang merokok dilingkungan rumah.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terkait hubungan motivasi kerja terhadap kinerja pengurus pada lembaga keuangan mikro agribisnis di kota

Menurut Fitri dkk., (2013), menentukan kelas umur simpai dapat dilakukan dengan mengetahui ukuran tubuh dan warna rambut simpai yaitu pada individu dewasa

Pada penelitian ini, nilai fitness ROI ditentukan oleh seberapa besar penghematan energi yang dihasilkan oleh variasi jenis kaca dan penggunaan insulasi atap

Pujisyukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas limpahan rahmat, karunia dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi / penulisan hukum yang

bahwa berdasarkan Surat Kawat Menteri Dalam Negeri Nomor : 061/6859/SJ, tanggal 4 Nopember 1982, Surat Menteri Dalam Negeri Nomor : 061/11034/SJ, tanggal 19 Nopember 1983 perihal

Erti juga memahami, sebagai guru yang sudah memiliki banyak pengalaman dalam mengurusi studi pascasekolah siswa, UNAIR merupakan salah satu kampus favorit yang diidamkan

o Siswa dibagi dalam beberapa kelompok, masing-masing kelompok saling berpasangan dengan kelompok lain, untuk melakukan latihan koordinasi teknik teknik dasar passing

Sementara itu inovasi organisasional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mengacu pada pendapat Griffin (2004), bahwa inovasi organisasional merupakan serangkaian usaha