• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN STAD BERBANTUAN LKS TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IV SD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN STAD BERBANTUAN LKS TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IV SD"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN STAD

BERBANTUAN LKS TERHADAP HASIL

BELAJAR IPA SISWA KELAS IV SD

I Wyn. Karma

1

, Dsk. Putu Parmiti

2

, Kt. Dibia

3 123

Jurusan PGSD, FIP

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: iwayankarma@yahoo.co.id

1

, dskpt_parmiti@yahoo.co.id

2

,

ketutdibia@yahoo.com

3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model kooperatif tipe STAD berbantuan LKS dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model konvensional pada siswa kelas IV SD di Gugus IX Kecamatan Kintamani tahun pelajaran 2016/2017. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV di Gugus IX Kecamatan Kintamani tahun pelajaran 2016/2017 yang berjumlah 238 orang. Sampel penelitian ini yaitu siswa kelas IV SDN. 6 Songan yang berjumlah 35 orang dan siswa kelas IV SDN 9 Songan yang berjumlah 38 orang. Data hasil belajar IPA siswa dikumpulkan dengan instrumen tes berbentuk pilihan ganda. Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial (uji-t). Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh thit = 8,29 dan ttab (pada taraf

signifikansi 5%) = 1,993. Hal ini berarti bahwa thit > ttab, sehingga dapat diinterpretasikan

bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model kooperatif tipe STAD berbantuan LKS dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model konvensional. Dari rata-rata (X ) hitung, diketahui X kelompok eksperimen adalah 23,82 dan X kelompok kontrol adalah 17,42. Hal ini berarti bahwa X eksperimen > X kontrol, sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan model kooperatif tipe STAD berbantuan LKS menyebabkan perbedaan hasil belajar IPA siswa kelas IV SD di Gugus IX Kecamatan Kintamani.

Kata-kata kunci: Model kooperatif tipe STAD, berbantuan LKS, hasil belajar IPA

Abstract

This study aims to determine differences in science learning outcomes between of students who follow the learning with cooperative model type STAD-assisted LKS and of students who follow the learning with conventional model in fourth graders of elementary school in Cluster IX Kecamatan Kintamani 2016/2017 academic year. This type of research is a quasi-experimental research. The population of this study is all students of class IV in Cluster IX Kintamani District 2016/2017 academic year which amounted to 238 people. The sample of this research is the fourth grade students of SDN. 6 Songan which amounted to 35 people and fourth grader of SDN 9 Songan which amounted to 38 people. Student learning outcomes data were collected with multiple choice test instruments. The data collected were analyzed using descriptive and inferential statistical analysis (t-test). Based on data analysis result, obtained thit = 8,29 and ttab (at 5% significance level) = 1,993. This means that thit> ttab, so it can be interpreted that there are significant differences of science learning outcomes between of students who follow the learning with cooperative model type STAD-assisted LKS and of students who follow the learning with conventional model. From the average (X

(2)

2

) arithmetic, it is known that the experimental group is 23.82 and the control group is 17.42. This means that the experiment> control, so it can be concluded that the implementation of cooperative model type STAD-assisted LKS led to differences in learning outcomes of science students of grade IV elementary school in Gugus IX Kecamatan Kintamani.

Keywords: cooperative model type STAD, science learning

PENDAHULUAN

IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang membelajarkan manusia untuk dapat memahami alam semesta. Usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat (correct) pada sasaran, serta menggunakan prosedur yang benar (true), dan dijelaskan dengan penalaran yang valid sehingga dihasilkan kesimpulan yang betul (truth) (Susanto, 2013). Jadi, IPA mengandung tiga hal yaitu proses (usaha manusia memahami alam semesta), prosedur (pengamatan yang tepat dan prosedurnya benar), dan produk (kesintesisannya betul). Oleh sebab itu, dalam pengajaran IPA di SD guru diharapkan mampu mengembangkan sikap ilmiah siswa SD serta menyesuaikan dengan bakat, minat, dan lingkungan peserta didik serta prinsip-prinsip pembelajaran. Komponen utama dalam melakukan interaksi pada saat proses pembelajaran, khususnya dalam mata pelajaran IPA adalah guru dan siswa. Interaksi ini dapat dilihat berdasarkan keterampilan mengajar yang dikuasi oleh guru. Keterampilan dasar mengajar adalah keterampilan yang sangat kompleks dan bersifat generik yang memerlukan latihan secara bertahap dan sistematis untuk menguasainya.

Ketiga butir yang dituliskan di atas, dapat dipandang sebagai ciri dalam pembelajaran IPA di sekolah yang telah merambah dunia pendidikan di Indonesia pada semua jenjang pendidikan sejak KTSP mulai disosialisasikan. Upaya mengimplementasikan ketiga ciri pembelajaran IPA itu, tidak lepas dari peran penting seorang guru. Guru sebagai pelaksana pendidikan dituntut harus mampu mengembangkan model-model pembelajaran IPA yang sesuai dengan kurikulum dan juga kondisi siswa di sekolah. Pemilihan model pembelajran

yang sesuai akan membantu terciptanya suasana belajar yang kondusif dan interaktif, sehingga dapat menyelengarakan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan dalam belajar IPA.

Pembelajaran IPA yang dirancang oleh guru hendaknya membuat siswa merasa senang, dan tidak merasa tertekan atau terpaksa dalam belajar IPA. Selain itu, pembelajaran IPA harus mampu menjadikan siswa aktif, baik secara fisik maupun mental. Pembelajaran yang dirancang agar selalu memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi siswa untuk mengoptimalkan dan memanfaatkan semua indranya untuk belajar dengan mengaktifkan komunikasi dan kolaborasi dengan siswa yang lain. Hal tersebut akan memperkuat rekaman memori di otak siswa, mempermudah dan mempercepat siswa memahami sesuatu, meningkatkan keterampilan siswa, serta meningkatkan sikap positif siswa terhadap mata pelajaran IPA. Akan tetapi, di tengah rasa optimis akan ciri pembelajaran IPA di atas, bukan berarti implementasinya di kelas akan terjadi secara memuaskan. Sanjaya (2009 :1) menyatakan “salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pendidikan”. Proses pembelajaran yang terjadi didalam kelas dilaksanakan sesuai dengan selera guru, sehingga proses pembelajaran yang terjadi belum secara optimal. Berdasarkan hal tersebut banyak hal yang masih memerlukan pemikiran dan kerja keras dari guru, misalnya dalam membuat pembelajaran IPA yang berorientasi pada masalah kontekstual, membuat siswa aktif dalam membangun pengetahuannya sendiri, dan menumbuhkan motivasi belajar siswa.

Pada kenyataannya, pembelajaran IPA secara umum masih jauh dari harapan. Hal tersebut juga terjadi di SD

(3)

3 Gugus IX kecamatan Kintamani. Pembelajaran IPA saat ini masih belum sesuai dengan harapan. Di SD Gugus IX kecamatan Kintamani masih mengalami permasalahan dalam pengimplementasian ketiga ciri pembelajaran IPA di atas. Hal ini dikarenakan guru-guru di SD Gugus IX kecamatan Kintamani ini masih mengalami kesulitan dalam menyelenggarakan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Hal ini tentunya akan berdampak pada perolehan hasil belajar siswa. Hasil ulangan IPA semester I tahun pelajaran 2016/2017 di SD Gugus IX kecamatan Kintamani ini, menunjukkan hasil belajar IPA siswa secara umum masih tergolong rendah. Skor rata-rata IPA siswa di SD Gugus IX kecamatan Kintamani ini pada ulangan umum semester I tahun pelajaran 2016/2017

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan selama tiga hari yaitu : pada hari Senin, 5 Desember - Kamis, 7 Desember 2016 dengan beberapa guru IPA dan siswa yang ada di gugus IX kecamatan Kintamani, terdapat beberapa permasalahan yang diidentifikasi sebagai penyebab rendahnya hasil belajar IPA siswa. Pertama, pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centered). Hal ini terjadi karena pengetahuan dianggap dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa. Guru masih cenderung menggunakan metode ceramah daripada memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menemukan sendiri konsep-konsep yang dipelajari. Siswa cenderung pasif dan hanya terjadi transfer ilmu oleh guru, bukan karena aktvitas dari siswa itu sendiri. Siswa hanya mendengarkan, mencatat, sesuai perintah guru tanpa berupaya untuk menemukan sendiri konsep-konsep yang dipelajari tersebut. Kedua, saat proses pembelajaran, siswa jarang belajar berkelompok sehinga menyebabkan siswa cenderung individualisme dalam proses pembelajaran. Siswa jarang diajak untuk belajar berkelompok sehingga siswa mengangap pembelajaran itu adalah kompetensi bukan pembelajaran

bersama. Ketiga, kurangnya aktivitas fisik siswa dalam belajar. Siswa hanya datang dan duduk di kelas, sehingga tidak jarang siswa mengantuk saat pembelajaran berlangsung. Siswa yang seperti ini saat pembelajaran kurang mendapat perhatian dari guru. Pembelajaran yang membuat siswa tidak aktif secara fisik dalam waktu yang lama akan menyebabkan kelumpuhan otak dan belajar menjadi lambat. Keempat, saat proses pembelajaran, siswa jarang melihat fenomena nyata atau media yang berhubungan dengan materi yang dibahas. Sebagian besar materi dan penyampaian materi bersifat book oriented, siswa jarang diajak untuk melihat langsung kejadian atau fenomena yang nyata, ataupun media-media yang representatif dengan fenomena yang berkaitan tersebut. Hal ini membuat siswa kurang dapat memvisualisasikan konsep-konsep IPA yang sebagian besar masih abstrak. Siswa akan menganggap IPA adalah ilmu yang mengkhayal, tidak real, dan tidak berkaitan dengan kehidupan nyata, sehingga kurang termotivasi untuk mempelajarinya.

Masalah rendahnya hasil belajar IPA tersebut perlu dicarikan suatu solusi agar pembelajaran yang dilaksanakan dapat memberikan hasil yang optimal dan mampu meningkatkan hasil belajar sekaligus motivasi belajar siswa. Salah satunya dengan menerapkan model pembelajaran yang mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan berdasarkan pengalaman nyata siswa dan memotivasi siswa untuk ikut aktif dalam pembelajaran. Salah satu solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah rendahnya hasil belajar IPA siswa adalah dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Studen Team Achievment Divisions) berbantuan LKS dalam pembelajaran IPA. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan model pembelajaran aktif yang menuntut siswa untuk terlibat dalam berbagai aktivitas belajar, sehingga siswa tidak hanya menjadi objek pembelajaran, tetapi juga sebagai subjek yang dapat

(4)

4 mengkonstruksikan, dan memahami konsep. Rusman (2016:215) mengemukakan langkah-langkah/fase model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut.

1) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan memotivasi siswa untuk belajar.

2) Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa yang bersifat heterogen/beragam, baik dari segi prestasi akademik, gender/jenis kelamin, ras, dan suku.

3) Guru menyampaikan materi pelajaran terlebih dahulu. Dalam proses pembelajaran, guru menggunakan media, demonstrasi, pertanyaan dan masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

4) Siswa belajar dalam kelompok yang telah dibentuk. Guru menyiapkan lembaran kerja sebagai pedoman bagi kelompok siswa yang telah dibentuk. Selama kelompok siswa mengerjakan lembaran kerja yang diberikan, guru melakukan pengamatan, memberikan bimbingan, dorongan dan bantuan jika diperlukan.

5) Guru melakukan evaluasi hasil belajar melalui pemberian kuis tentang materi yang dipelajari dan juga melakukan penilaian terhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok. Siswa diberikan kursi secara individual dan tidak dibenarkan bekerja sama. Ini dilakukan untuk menjamin agar siswa secara individu bertanggung jawab kepada diri sendiri dalam memahami bahan ajar tersebut. Guru menetapkan skor batas penguasaan untuk setiap soal.

6) Setelah pelaksanaan kuis, guru memeriksa hasil kerja siswa dan diberikan angka dengan rentang 0-100. Selanjutnya pemberian penghargaan atas keberhasilan kelompok dapat dilakukan dengan cara penetapan kriteria. Kriteria yang digunakan oleh guru untuk menentukan tim yang memperoleh pengghargaan sesuai dengan hasil belajarnya tersebut sesuai dengan latar belakang atau keadaan siswa. Guru setiap minggu

mengadakan evaluasi dengan demikian akan diperoleh informasi mengenai perkembagan siswa. Untuk setiap kenaikan skor inilah yang diberikan kategori seperti contoh berikut.

Belakangan ini, siswa cenderung berkompetisi secara individual, bersikap tertutup terhadap teman, kurang memberi perhatian ke teman sekelas, bergaul hanya dengan orang tertentu, ingin menang sendiri, dan sebagainya. Jika keadaan ini dibiarkan tidak mustahil akan dihasilkan warga negara yang egois, introfert (pendiam dan tertutup), kurang bergaul dalam masyarakat, acuh tak acuh dengan tetangga dan lingkungan, kurang menghargai orang lain, dan tidak mau menerima kelebihan serta kelemahan orang lain. Gejala seperti ini kiranya mulai terlihat pada masyarakat Indonesia saat ini, sedikit-sedikit demonstrasi, main keroyokan, saling sikut dan mudah terprovokasi.

Selain penggunaan model pembelajaran yang inovatif untuk meningkatkan hasil belajar siswa, dalam pembelajaran juga dibutuhkan adanya penggunaan LKS. Pada dasarnya LKS sangat tepat digunakan untuk menjadikan siswa lambat laun bekerja secara mandiri untuk membangun pengetahuannya sesuai dengan materi yang telah disediakan oleh guru. Selain itu melalui LKS siswa akan mampu mengingat suatu konsep lebih lama bahkan permanen karena konsep tersebut diperolehnya melalui menalar/berpikir mandiri.

Berdasarkan uraian di atas, penulis melakukan sebuah penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD berbantuan LKS Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV di SD Gugus IX Kecamatan Kintamani Tahun Pelajaran 2015/2016”. Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian eksperimen karena penelitian eksperimen dapat digunakan untuk membandingkan keefektifan model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan model pembelajaran lainnya.

Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan LKS dapat berimpelikasi meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini

(5)

5 sejalan dengan pendapat

Wasliman

(dalam Susanto, 2013) bahwa hasil belajar

yang dicapai oleh peserta didik merupakan

interaksi

antara

faktor-faktor

yang

mempengaruhi,

baik

faktor

internal

maupun eksternal.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan LKS dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvesional pada siswa kelas IV di SD Gugus IX kecamatan Kintamani tahun pelajaran 2016/2017.

METODE

Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah di Gugus IX Kecamatan Kintamani tahun pelajaran 2016/2017. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas IV semester II, tahun pelajaran 2016/2017. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen merupakan penelitian yang bertujuan untuk menguji keefektifan suatu teori/konsep/model dengan cara menerapkan (treatment) pada satu kelompok subjek penelitian dengan menggunakan kelompok pembanding yang biasa disebut kelompok kontrol (Agung, 2011). Dalam penelitian ini unit eksperimennya berupa kelas, sehingga penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen semu (Quasi Eksperiment). Dalam penelitian ini subyek penelitian diberikan perlakuan dengan di terapkannya pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan LKS dan pembelajaran dengan model konvesional terhadap hasil belajar IPA.

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah post-test only control group. Rancangan penelitiannya dapat digambarkan sebagai berikut:

KE X O1

KK – O2

Gambar 1. post-test only control group design

(Dimodifikasi dari Dantes, 2012) Keterangan: KE = Kelas Eksperimen KK = Kelas Kontrol X = treatment terhadap kelompok eksperimen (model pembelajaran kooperatif tipeSTAD berbantuan LKS) – = treatment terhadap

kelompok kontrol (model pembelajaran konvesional) O1 = post-test terhadap kelompok eksperimen O2 = post-test terhadap kelompok kontrol

Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin, hasil menghitung maupun pengukuran, kuantitatif maupun kualitatif daripada karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang lengkap dan jelas Sudjana (dalam Agung, 2005).Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV SD di Gugus IX Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli pada tahun pelajaran 2016/2017. Gugus ini terdiri dari sembilan sekolah, sehingga terdapat sembilan kelas dengan jumlah seluruh siswanya sebanyak 238 orang.

Dalam pemilihan sampel untuk kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, digunakan teknik Random Sampling. Agung (2011:48) menyatakan “teknik random sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana semua individu dalam populasi baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama diberi kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Sampel yang dirandom dalam penelitian ini adalah kelas. Tehnik random ini dilakukan dengan cara undian. Kesembilan SD yang ada di Gugus IX Kecamatan Kintamani yang telah dinyatakan setara diundi untuk diambil dua kelas yang akan dijadikan sampel penelitian.

Kedua SD tersebut diundi kembali untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil dari pengundian tersebut yaitu SDN 6 Songan sebagai

(6)

6 kelas eksperimen dan SDN 9 Songan sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen diberikan perlakuan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan LKS dan kelas kontrol diberikan perlakuan pembelajaran dengan model pembelajaran konvesional.

Penelitian eksperimen memiliki dua jenis validitas yakni validitas internal dan validitas eksternal. Validitas internal merupakan validitas yang menunjukkan apabila variabel terikat/tergantung benar-benar merupakan akibat atau efek dari variabel bebas yang dimanipulasikan (Sanjaya, 2014:96). Menurut Setyosari (2015:203) menyatakan bahwa “segala sesuatu yang mempengaruhi kontrol atau kendali desain ini menjadi persoalan validitas internal.

Menurut Setyosari (2015), cara yang tepat untuk menentukan validitas internal adalah dengan cara mengidentifikasi dan mengesampingkan sebanyak mungkin perlakuan terhadap validitas internal. Adapun faktor-faktor yang termasuk ke dalam validitas internal diantaranya faktor sejarah, faktor bias seleksi, faktor kematangan atau maturasi, pengujian sebelumnya/pre-testing, faktor instrumentasi, regresi statistik, faktor mortalitas, faktor stabilitas, faktor harapan, dan faktor seleksi yang berbeda.

Faktor yang menjadi ancaman dalam penelitian ini adalah faktor mortalitas. Dalam proses penelitian eksperimen terdapat siswa yang tidak dapat mengikuti penelitian di tengah jalan karena berbagai kendala. Diantaranya adalah pengurangan anggota dalam kelompok eksperimen, kontrol, atau keduanya saat eksperimen berlangsung. Bila komposisi kelompok menjadi sulit, karena mereka yang keluar dari eksperimen mungkin mengacaukan hasil.

Menurut Sanjaya (2015), beberapa ancaman yang berkaitan dengan validitas eksternal ini meliputi: efek seleksi dengan sampel, kontaminasi, efek pelaksanaan pre-test, interpensi terhadap perlakuan, efek prosedur eksperimen. Adapun faktor yang menjadi ancaman dalam penelitian ini adalah efek seleksi terhadap sampel dan efek prosedur eksperimen.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data hasil belajar IPA siswa kelas IV SD di kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan menggunakan tes. Metode tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah cara memperoleh data berbentuk suatu tugas yang dilakukan atau dikerjakan oleh seseorang atau kelompok yang dites (testee) dan menghasilkan suatu data berupa skor (interval). Tes dilakukan pada akhir pembelajaran yang bertujuan untuk mengukur kemampuan siswa.

Tes yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang hasil belajar adalah tes pilihan ganda. Tes adalah “suatu pengukuran yang bersifat objektif mengenai tingkah laku seseorang, sehingga tingkah laku tersebut dapat digambarkan dengan bantuan angka, skala atau dengan sistem kategori” (Yusuf 2015:93).Sedangkan menurutSuharsimi (2015:67) Tes adalah “alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan”. Dalam penelitian ini digunkan tes pilihan ganda berjumlah 30 butir soal. Soal-soal tersebut terlebih dahulu akan diujicobakan. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai kelayakan tes tersebut dipergunakan sebagai instrumen penelitian. Hasil uji coba dianalisis untuk mengetahui tingkat validitas, reliabilitas tes, tingkat kesukaran dan daya beda tes. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan statistik deskriptif dan statistik inferensial. Teknik analisis deskriptif yang digunakan adalah rata-rata (M), median (Md), modus (Mo), standar deviasi (SD) dan varians (s2).Uji prasyarat juga sangat penting untuk mengetahui apakah analisis data untuk pengujian hipotesis dapat dilanjutkan atau tidak. Uji prasyarat analisis meliputi uji normalitas sebaran data dan uji homogenitas varians. Karena n1= n2 dan

hasil perhitungan varians menyatakan homogen, maka dalam pengujian hipotesis digunakan rumus separated varians, dengan db = n1 + n2 – 2 dan kriteria tolak H0 jika thit> ttab dan terima H0

(7)

7 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui tinggi rendahnya kualitas dari hasil belajar siswa, baik yang dibelajarkan

dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan LKS maupun yang dibelajarkan dengan model konvesional. Rekapitulasi perhitungan skor hasil belajar IPA siswa tersedia pada Tabel 1. Tabel 1. Rekapitulasi Perhitungan Skor Hasil Belajar IPA Siswa

Data Statistik

Hasil Belajar IPA

Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol

Mean 23,82 17,42 Median 24,37 16,5 Modus 25,1 16 Varians 9,08 12,57 Standar Deviasi 3,01 3,54 Skor minimum 17 13 Skor maksimum 29 25 Rentangan 13 13

Bedasarkan tabel 1. di atas dapat dideskripsikan mean (M), median (Md), modus (Mo), varians, dan standar deviasi (s) dari data hasil belajar IPA kelompok eksperimen, yaitu: mean (M) = 23,82, median (Md) = 24,37, modus (Mo) = 25,1, varians (s2) =9,08, dan standar deviasi (s) = 3,01. Pada kelompok eksperimen diketahui bahwa modus lebih besar dari median dan median lebih besar dari mean (Mo > Md > M), sehingga kurva yang terbentuk adalah adalah kurva juling negatif yang artinya skor cenderung tinggi. Kurva data hasil belajar eksperimen dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Kurva Data Hasil Belajar Kelompok Eksperimen

Sedangkan pada kelompok kontrol dapat dideskripsikan mean (M), median (Md), modus (Mo), varians, dan standar deviasi (s) dari data hasil belajar IPA kelompok kontrol, yaitu: mean (M) = 17,42, median (Md) = 16,5 modus (Mo) = 16, varians (s2) = 12,57, dan standar deviasi (s) = 3,54. Data hasil belajar kelompok kontrol dapat disajikan ke dalam grafik data hasil belajar kelompok kontrol

Gambar 3. Kurva Data Hasil Belajar Kelompok Kontrol

Berdasarkan grafik polygon di atas, maka dapat diketahui modus lebih kecil dari median dan median lebih kecil dari mean (Mo < Md < M), sehingga kurva di atas adalah kurva juling negatif yang artinya skor cenderung tinggi.

0 5 10 15 17,5 19,5 21,5 23,5 25,5 27,5 39,5

Kurva Poligon

05 10 15 14,5 16,5 18,5 20,5 22,5 24,5 25,5

Kurva Poligon

M=23,82

M=24,32

Mo=25,1

2

Mo=16

M=16,5

M=17,42

(8)

8 Dengan kata lain, model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan LKS memiliki rata-rata hasil belajar yang lebih tinggi dibandingkan yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvesional. Sebelum melakukan uji hipotesis maka harus dilakukan beberapa uji prasyarat, uji prasyarat analisis meliputi uji normalitas dan uji homogentias varians.

Uji normalitas sebaran data dilakuan terhadap data hasil belajar kelompok eksperimen dan kontrol. Normalitas sebaran data diuji dengan menggunakan rumus Chi-Square (χ2

) dengan kriteria pengujian data berdistribusi normal jikaχ2

hitung< χ2tabelpada

taraf signifikansi 5% dan derajat kekebasan dk=(jumlah kelas parameter -1). Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus chi-kuadrat, diperoleh χ2hitunghasil belajar kelompok

eksperimen adalah 1,24

danχ2

tabel7,815. Hal ini berarti,

χ2

hitunghasil belajar kelompok eksperimen

lebih kecil dari χ2

tabel( χ2hitungχ2tabel),

sehinggadata hasil belajar kelompok eksperimen berdistribusi normal. Sedangkan,

hitunghasil belajar kelompok

kontrol adalah 9,24 dan χ2tabel adalah

9,488. Hal ini berarti,χ2

hitunghasil belajar

kelompok kontrol lebih kecil dari χ2tabel(

χ2

hitungχ2tabel), sehingga data hasil

belajar kelompok kontrol berdistribusi normal.

Setelah melakukan uji normalitas, maka dilanjutnya dengan uji homogenitas.Uji homogenitas dilakukan untukmengetahui apakah data dari

keduakelompok homogen atau tidak. Uji homogenitas dihitung dengan caramembagi varians terbesar dengan varians terkecil. Data dinyatakan homogen apabila Fhitung< Ftabel dengan taraf signifikansi 5%.Berdasarkan hasil uji F diperoleh Fhitung sebesar 1,33 sedangkan Ftabel dengan dbpembilang = 37,

dbpenyebut = 34, pada taraf signifikansi 5%

adalah 2,02. Hal ini berarti Fhitung lebih kecil dari Ftabel (1,33<2,02) sehingga dapat dinyatakan bahwa varians data hasil post-test kelompok eksperimen dan kontrol adalah homogen.

Setelah melakukan analisis deskripsi dan uji prasyarat, maka dilanjutkan dengan melakukan uji hipotesis. Hipotesis penelitian yang diuji adalah Terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara kelompok siswa yang dibelajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan LKS dengan kelompok siswa yang dibelajar dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV SD di Gugus IX Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli semester genap tahun pelajaran 2016/2017.

Karena n1 ≠ n2 dan hasil

perhitungan varians menyatakan homogen, maka dalam pengujian digunakan rumus polled varians, dengan db = (n1 + n2)- 2 dan kriteria tolak H0 jika

thit> ttab dan terima H0 jika thit< ttab.

Rangkuman hasil perhitungan uji-t antar kelompok eksperimen dan kontrol Dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rangkuman Hasil Perhitungan Uji-t

Data Kelompok N X s2 thit ttab (t.s. 5%)

Hasil Belajar

Eksperimen 35 23,82 9,08

8,29 1,997 Kontrol 38 17,42 12,14

Berdasarkan tabel hasil perhitungan uji-t di atas, diperoleh thit sebesar 8,29 sedangkan, ttab dengan db = (35+38) - 2

dan taraf signifikansi 5% adalah 1,993. Hal ini berarti, thit lebih besar dari ttab (thit>

ttab), sehingga H0ditolak dan H1diterima.

Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan

hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan LKS dengan kelompok siswa yang dibelajar dengan model pembelajaran konvesional di Gugus IX Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.

(9)

9 Pembahasan

Perbedaan yang signifikan antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan LKS dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model konvensional disebabkan karena perbedaan perlakuan pada langkah-langkah pembelajaran dan proses penyampaian materi. Pembelajaran dengan model kooperatif tipe STAD berbantuan LKS menekankan aktivitas guru dan siswa melalui langkah-langkah, yaitu: fase 1 penyampaian tujuan dan memotivasi siswa (motivation), fase 2 pembentukan kelompok (teams), fase 3 penyajian/ penyampaian informasi (class presentatation), fase 4 pembimbingan kelompok kerja (group clearance), fase 5 tes atau kuis (quizzer), fase 6 pengakuan kelompok (teams recognition). Rusman (2016:213)

Penyampaian tujuan dan pemberian motivasi (motivation) merupakan bagian pendahuluan kegiatan pembelajaran dalam STAD. Pembelajaran dimulai dengan menyampaikan salam pembuka, mengecek kehadiran siswa, mempersiapkan siswa secara fisik dan psikis, kemudian memotivasi siswa untuk belajar dan menggali pengetahuannya sendiri. Setelah itu guru menyampaikan materi yang akan dipelajari dan menghubungkannya dengan konteks nyata serta menggali sejauh mana pengetahuan awal siswa menegenai materi yang akan dipelajari. Dengan demikian, persepsi siswa mengenai materi dapat diketahui dan siswa sendiri menyadari tentang hubungan materi yang dikaji dengan permasalahan dalam konteks nyata. Hal ini sangat penting untuk memotivasi belajar siswa dan menumbuhkan rasa ingin tahu siswa tentang materi yang akan siswa pelajari.

Selanjutnya adalah fase pembentukan kelompok kerja (teams). Pada fase ini, guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang berjumlahkan 4-5 orang secara heterogen (beragam). Setelah pembentukan kelompok, selanjutnya adalah penyajian kelas (class presentation). Dalam kegiatan

ini guru menyajikan informasi kepada siswa dengan cara mendemonstrasikan lewat bahan bacaan dan pelatihan terbimbing. Fase selanjutnya adalah pembimbingan kelompok kelompok kerja (group clearance). Pada kegiatan ini siswa bersama kelompoknya melakukan diskusi dan membahas LKS yang diberikan oleh guru dan diharapkan dengan bimbingan dari guru, siswa dapat bekerja sama dalam proses penyelesaian permasalahan. Selain tugas kelompok, siswa juga diberikan tes secara individu. Tes atau kuis (quizzer) ini dikerjakan secara individu. Skor yang diperoleh siswa dalam mengerjakan tes, selanjutnya akan dipergunakan sebagai skor kelompok (team recognition). Setelah siswa mengerjakan LKS yang telah diberikan, selanjutnya adalah penghargaan terhadap kelompok yang memperoleh nilai paling baik. Skor dihitung dari skor kemajuan individu dan kemajuan kelompok. Hal ini akan meningkatkan motivasi mereka untuk mengikuti pembelajaran yang berikutnya.

Adapun kendala penerapan model kooperatif tipe STAD secara umum yaitu siswa masih kaku atau belum terbiasa ketika melakukan tahap-tahap kegiatan sesuai dengan rencana pada model pembelajaran kooperatif STAD dan memerlukan banyak waktu untuk membiasakan siswa menggunakan model pembelajaran ini. siswa masih cendrung terpaku pada model pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru sebelum-sebelumnya. Seperti halnya guru menjelaskan kemudian siswa mencatat penjelasan guru, dan siswa sudah terbiasa tidak mau menggali pengetahuannya sendiri.

Berbeda halnya dalam pembelajaran dengan model konvensional yang berpusat pada guru dan bersifat otoriter yang mencakup pemberian informasi oleh guru, tanya jawab, pemberian tugas oleh guru, pelaksanaan tugas oleh siswa sampai akhirnya guru merasa bahwa apa yang telah diajakan dapat dimengerti oleh siswa (Rasana, 2009). Hal tersebut tentunya membuat siswa lebih banyak belajar IPA secara prosedural. Dalam penelitian ini, guru

(10)

10 lebih banyak mendominasi kegiatan pembelajaran. Siswa berperan sebagai pendengar yang pasif dan mengerjakan apa yang disuruh guru serta melakukannya sesuai dengan yang dicontohkan. Masalah-masalah IPA yang kontekstual biasanya digunakan untuk menguji pemahaman siswa pada konsep yang telah dipelajari dan biasanya diberikan pada akhir pembahasan materi. Interaksi antar siswa jarang terjadi, sehingga rasa kerja sama rendah. Selain itu, dalam pembelajaran dengan model konvensional ini, siswa jarang diberikan kesempatan untuk melakukan eksplorasi terhadap suatu masalah dengan cara pikirnya sendiri. Pembelajaran seperti ini membuat siswa tidak terlatih untuk berinvestigasi dan hanya akan menunggu perintah guru. Pemahaman yang diperoleh tentunya bersifat temporer karena pengetahuan yang diperoleh siswa hanya berdasrkan informasi guru.

Perbedaan cara pembelajaran antara pembelajaran dengan model kooperatif tipe STAD berbantuan LKS yang menekankan aktivitas siswa yang lebih banyak dibandingkan guru melalui pembelajaran antar kelompok dengan pemberian permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan aliran behaviouristik (dalam Sukardijo: 2012) menyatakan bahwa tingkah laku dalam belajar akan berubah apabila mendapatkan stimulus dan respon. Stimulus yang diberikan dalam hal ini adalah memberikan pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD berbantuan LKS yang akan mempengaruhi tingkah laku siswa itu sendiri, sehingga akan memengaruhi hasil belajar IPA siswa. Berbeda halnya dengan model konvensional menekankan pada aktivitas guru yang lebih dominan. Hal ini tentunya akan memberikan dampak yang berbeda pula terhadap hasil belajar siswa. Penerapan model kooperatif tipe STAD berbantuan LKS dalam pembelajaran memungkinkan siswa untuk tahu manfaat dari materi yang dipelajari bagi kehidupannya, aktif dalam kegiatan pembelajaran, menemukan sendiri konsep-konsep yang dipelajari tanpa

harus selalu tergantung pada guru, mampu memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan konsep yang dipelajari, bekerja sama dengan siswa lain, dan berani untuk mengemukakan pendapat. Siswa menjadi lebih tertantang untuk belajar dan berusaha menyelesaikan semua permasalahan IPA yang ditemui, sehingga pengetahuan yang diperoleh akan lebih diingat oleh siswa. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakkan piaget yang menyatakan bahwa ”perkembangan kognitif sebagai suatu proses di mana akan secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman dan interaksi-interaksi mereka” (Trianto, 2007:14). Dengan demikian, hasil belajar IPA siswa yang dibelajarkan dengan model kooperatif tipe STAD berbantuan LKS akan lebih baik dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan dengan model konvensional.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil dari beberapa penelitian tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sartini (2012) yang berjudul : Implementasi model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan LKS dalam pembelajaran PKn pada siswa kelas V di SD Negeri 2 Penatih Denpasar tahun pelajaran 2011/2012. Penelitian tersebut menunjukkan perbedaan peningkatan hasil belajar PKn yang diakibatkan oleh keefektivitasan model pembelajaran yang diterapkan. Penelitian lain yang dilaksanakan oleh Komang Tri Wijayanti (2015). Dengan judul : Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V di SD Negeri 3 Tukadmungga kabupaten Buleleng tahun Pelajaran 2015/1016. Penerapan model kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran IPA mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Selanjutnya Ary Lestari Guna Witra (2014) juga melakukan penelitian mengenai penggunaan model pembelaran kooperatif tipe STAD, dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas V SDN 4 Tonja Denpasar Utara Tahun

(11)

11 Ajaran 2014-2015”. Dari penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan model pembelajaran konvensional. Oleh karena itu, hasil penelitian ini berhasil memperkuat penelitian-penelitian tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD sebelumnya.

PENUTUP

Berdasarkan hasil perhitungan uji-t, diperoleh thit sebesar 8,53. Sedangkan,

ttab dengan taraf signifikansi 5% adalah

2,353. Hal ini berarti, thit lebih besar dari

ttab (thit > ttab), sehingga H0 ditolak dan H1

diterima. Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan LKS dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model konvensional pada siswa kelas IV SD di Gugus IX Kecamatan Kintamani tahun pelajaran 2016/2017. Perbedaan hasil belajar ini dikarenakan perbedaan perlakuan yang diberikan yaitu pada kelompok eksperimen menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan LKS yang memungkinkan siswa untuk aktif secara fisik dan psikis dalam mengikuti proses pembelajaran, selain itu dalam pembelajaran STAD guru dapat mengajak siswa untuk berkerja dalam kelompok-kelompok kecil dalam menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi sehingga siswa mampu membangun pengetahuannya sendiri. DAFTAR RUJUKAN

Agung, A.A Gede. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesa. Agung. 2011. “Penelitian Konvensional

(Ex Post Facto/Survei dan Eksperimental)”. Makalah disajikan dalam Seminar dan Pelatihan tentang Penelitian Ex Post Facto dan Eksperimental. Jurusan

Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Ganesha. Singaraja 14 April 2011.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arini, Ni Wayan dan I Gede Astawan. 2016. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Singaraja : Undiksha Press. Candiasa, I Made. 2011. Pengujian Instrumen Penelitian Disertasi

Aplikasi ITEMAN dan

BIGSTEMAN. Singaraja :

Undiksha Press.

Dantes, Nyoman. 2012. Metode Penelitian. Yogyakarta: Andi Offset.

Dibia, I Ketut dan I Putu Mas Dewantara. 2013. Bahasa Indonesia. Singaraja : Universitas Pendidikan Ganesha Komarudin, Sukardjo Ukim. 2012.

Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada.

Koyan, I Wayan. 2011. Statistik Terapan (Teknik Analisis Data Kualitatif). Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Koyan. 2011. Asesmen dalam Pendidikan. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Press.

Lie, Anita. 2007. Cooperative Learning. Jakarta: PT Gramedia.

Prastowo, Andi. 2011. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta : DIVA Press.

Riyanto, H. Y. 2009. Paradigma Baru

Pembelajaran. Surabaya:

Kencana.

Rusman. 2016. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Rajawali

(12)

12 Sanjaya, Wina. 2009. Strategi

Pembelajaran Berorentasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Sanjaya. 2014. Penelitian Pendidikan.

Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Setiosari, Punaji. 2015. Metode Penelitian

dan Pendidikan

Pengembangannya. Jakarta:

Prenadamedia.

Sudana,dkk. 2016. Buku Ajar Perguruan Tinggi Pendidikan IPA SD. Singaraja: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha.

Sugiyanto. 2009. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Panitia Sertivikasi Guru Rayon 13. Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana.

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Surabaya: Kharisma Putra Utama. Trianto. 2012. Model Pembelajaran

Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara. Wena, Made. 2009. Strategi

Pembelajaran Inovatif

Kontemporer.

Gambar

Gambar  1.  post-test  only  control  group  design
Tabel 1. Rekapitulasi Perhitungan Skor Hasil Belajar IPA Siswa  Data

Referensi

Dokumen terkait

Website Band Bondan Prakoso &amp; Fade2Black dibangun menggunakan visualisasi multimedia Visual Studio.Net 2005 dengan teknologi Ajax serta menggunakan software pendukung

Jenis ayam lokal yang umum dipelihara pemilik ayam kabupaten Bogor dan Wonosobo yaitu ayam kampung, pelung, bangkok, gaga’, birma, arab, dan kate.. Preferensi masyarakat terhadap

Dalam pengangkatan dan pengangkatan kembali staf medis agar dibuat aturan apa dan bagaimana peran dan tugas sub komite kredensial, komite medis, ketua Kelompok Staf Medis

garam yang sukar larut dalam air berdasarkan nilai Ksp dan mengamati pengaruh penambahan ion sejenis terhadap kelarutan

Nah, pada DLL sederhana kita ini ceritanya kita akan membuat sebuah class clsMain yang di dalamnya terdapat method Main_ yang fungsinya memanggil form frmHello. Selain itu kita

Ketidakbulatan dapat terjadi sewaktu komponen dibuat, penyebabnya adalah; keausan bantalan mesin perkakas dan pahat, lenturan benda kerja dan pahat pada proses pemotongan, dan

Begitu pun di PT Pos Indonesia (Persero), fenomena yang terjadi di PT Pos Indonesia (Persero) seperti yang dikemukan oleh Accounting Manager PT Pos Indonesia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan kewirausahaan dan kemandirian pribadi secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap Minat Berwirausaha