Silvia, Syiva S. 2014
PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK DAN BERBICARA SISWA DI KELAS VSDN PASIR MUNCANG KABUPATEN BANDUNG BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING
TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
MENYIMAK DAN BERBICARA SISWA DI KELAS V
SDN PASIR MUNCANG KABUPATEN BANDUNG BARAT
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh
Syiva Sidqah Silvia NIM 1003520
PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN PEDAGOGIK
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Silvia, Syiva S. 2014
PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK DAN BERBICARA SISWA DI KELAS VSDN PASIR MUNCANG KABUPATEN BANDUNG BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING
TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
MENYIMAK DAN BERBICARA SISWA DI KELAS V
SDN PASIR MUNCANG KABUPATEN BANDUNG BARAT
Oleh
Syiva Sidqah Silvia
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan
© Syiva Sidqah Silvia 2014
Universitas Pendidikan Indonesia
Juli 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
Silvia, Syiva S. 2014
PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK DAN BERBICARA SISWA DI KELAS VSDN PASIR MUNCANG KABUPATEN BANDUNG BARAT
Silvia, Syiva S. 2014
PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN MENYIMAK DAN BERBICARA SISWA DI KELAS VSDN PASIR MUNCANG KABUPATEN BANDUNG BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK
PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING
TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK DAN BERBICARA SISWA DI KELAS V
SDN PASIR MUNCANG KABUPATEN BANDUNG BARAT
Oleh
Syiva Sidqah Silvia 1003520
Penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya permasalahan siswa mengenai rendahnya kemampuan menyimak dan berbicara. Hal tersebut berdasarkan hasil observasi awal yang menunjukkan bahwa siswa cenderung pasif dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas sehingga kurang terampil dalam kemampuan menyimak dan berbicara. Dari permasalahan tersebut diperlukan penerapan teknik belajar yang lebih menekankan pada keaktifan siswa di kelas untuk meningkatkan kemampuan menyimak dan berbicara, yaitu dengan menerapkan model cooperative learning tipe jigsaw. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: (1) Memperoleh gambaran tentang efektivitas pelaksanaan pembelajaran menyimak dan berbicara pada mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas V SDN Pasir Muncang dengan penerapan model cooperative
learning tipe jigsaw, (2) Memperoleh gambaran tentang peningkatan kemampuan
menyimak dan berbicara siswa kelas V SDN Pasir Muncang setelah model
cooperative learning tipe jigsaw diterapkan. Penelitian tindakan kelas ini
diadaptasi dari model Kemmis dan Mc. Taggart yang dilakukan dalam tiga siklus. Setiap tahapan siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu, nilai rata-rata kelas pada pembelajaran menyimak siklus I sebesar 61,67. Pada siklus II meningkat menjadi 68,2 dan siklus III kembali meningkat menjadi 76,3. Sedangkan, nilai rata-rata kemampuan berbicara pada siklus I yaitu 53,5. Pada siklus II meningkat menjadi 66, dan siklus III kembali meningkat menjadi 78,7. Simpulan dari penelitian ini yaitu pelaksanaan pembelajaran berjalan dengan lebih aktif. Kemampuan menyimak dan berbicara siswa memperoleh peningkatan pada setiap siklusnya setelah melalui pembelajaran dengan menerapkan model cooperative learning tipe
jigsaw. Berdasarkan temuan tersebut, direkomendasikan agar para guru khususnya
guru bahasa Indonesia untuk menerapkan model cooperative learning tipe jigsaw sebagai model pembelajaran alternatif untuk meningkatkan kemampuan menyimak dan berbicara.
Silvia, Syiva S. 2014
PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN MENYIMAK DAN BERBICARA SISWA DI KELAS VSDN PASIR MUNCANG KABUPATEN BANDUNG BARAT
Silvia, Syiva S. 2014
PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN MENYIMAK DAN BERBICARA SISWA DI KELAS VSDN PASIR MUNCANG KABUPATEN BANDUNG BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI
A. Latar Belakang Masalah ...
B. Rumusan Masalah ...
C. Tujuan Penelitian ...
D. Manfaat Hasil Penelitian ...
E. Hipotesis Tindakan ...
F. Definisi Operasional ...
BAB II PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK
DAN BERBICARA SISWA DI KELAS V SDN PASIR MUNCANG
KABUPATEN BANDUNG BARAT...
A. Model Cooperative Learning Tipe Jigsaw ...
1. Hakikat Model Cooperative Learning...
2. Definisi Model Cooperative Learning Tipe Jigsaw ...
3. Langkah-Langkah Model Cooperative Learning Tipe Jigsaw...
4. Peran Guru dalam Model Cooperative Learning Tipe Jigsaw...
5. Kelebihan dan Kekurangan Model Cooperative Learning Tipe Jigsaw.
B. Hakikat Bahasa Indonesia...
C. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar...
D. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan...
Silvia, Syiva S. 2014
PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN MENYIMAK DAN BERBICARA SISWA DI KELAS VSDN PASIR MUNCANG KABUPATEN BANDUNG BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1. Kemampuan Menyimak...
2. Pengajaran Menyimak...
3. Tahap-Tahap Menyimak...
4. Ragam Menyimak...
5. Kemampuan Menyimak Siswa Sekolah Dasar...
F. Hakikat Kemampuan Berbicara...
1. Kemampuan Berbicara...
2. Tujuan Berbicara...
3. Prinsip-Prinsip Berbicara...
G. Hubungan antara Kemampuan Menyikan dan Berbicara...
H. Penelitian yang Relevan...
BAB III METODE PENELITIAN ...
A. Metode Penelitian ...
1. Metode Penelitian...
2. Pendekatan Penelitian...
B. Desain Penelitian ...
C. Lokasi dan Waktu Penelitian ...
D. Subjek Penelitian ...
E. Prosedur Penelitian ...
F. Instrumen Penelitian ...
G. Analisis Data ...
BAB IV ANALISIS PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...
A. Analisis Hasil Penelitian ...
1. Deskripsi Hasil Penelitian Siklus I ...
a. Kegiatan Perencanaan Siklus I ...
b. Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ...
c. Hasil Analisis Siklus I ...
1) Analisis Kemampuan Menyimak Siswa...
Silvia, Syiva S. 2014
PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN MENYIMAK DAN BERBICARA SISWA DI KELAS VSDN PASIR MUNCANG KABUPATEN BANDUNG BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3) Analisis Hasil Observasi Aktivitas Guru...
4) Analisis Lembar Observasi Aktivitas Siswa...
d. Kegiatan Refleksi Siklus I ...
2. Deskripsi Hasil Penelitian Siklus II ...
a. Kegiatan Perencanaan Siklus II ...
b. Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ...
c. Hasil Analisis Siklus II...
1) Analisis Kemampuan Menyimak Siswa...
2) Analisis Kemampuan Berbicara Siswa...
3) Analisis Hasil Observasi Aktivitas Guru...
4) Analisis Lembar Observasi Aktivitas Siswa...
d. Kegiatan Refleksi Siklus II ...
3. Deskripsi Hasil Penelitian Siklus III ...
a. Kegiatan Perencanaan Siklus III ...
b. Pelaksanaan Pembelajaran Siklus III ...
c. Hasil Analisis Siklus III...
1) Analisis Kemampuan Menyimak Siswa...
2) Analisis Kemampuan Berbicara Siswa...
3) Analisis Hasil Observasi Aktivitas Guru...
4) Analisis Lembar Observasi Aktivitas Siswa...
d. Kegiatan Refleksi Siklus III ...
B. Pembahasan Hasil Penelitian...
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI...
Silvia, Syiva S. 2014
PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN MENYIMAK DAN BERBICARA SISWA DI KELAS VSDN PASIR MUNCANG KABUPATEN BANDUNG BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB 1
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Bahasa sangatlah berperan penting dalam kehidupan sehari-hari terlebih
bagi dunia pendidikan. Bahasa merupakan sebuah jembatan bagi pemerolehan
ilmu-ilmu pembelajaran di sekolah. Karena tanpa diantar atau dijembatani oleh
bahasa maka suatu ilmu tidak dapat disampaikan dengan baik dan lancar kepada
para peserta didik. Tiadanya interaksi dan komunikasi yang semestinya terjalin
aktif melalui penggunaan bahasa antara pendidik dan peserta didik akan
menyebabkan proses belajar mengajar tidak akan berjalan dengan optimal.
Bahasa Indonesia memiliki peran sentral dalam pengembangan intelektual,
sosial, dan emosional siswa dan merupakan penunjang keberhasilan dalam
mempelajari semua bidang studi. Tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia
sebagaimana yang tercantum dalam KTSP Permendiknas No. 22 (2006, hlm.
120) bagi peserta didik adalah sebagai berikut:
1. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis.
2. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa Negara.
3. Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan.
4. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial.
5. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan kemampuan dan pengetahuan berbahasa.
6. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Maka daripada itu, pembelajaran bahasa Indonesia bertujuan agar dengan
mengenyam mata pelajaran bahasa Indonesia, peserta didik mampu meningkatkan
bangga akan bahasa Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia
Indonesia yang senantiasa patut untuk dikembangkan.
Menurut Tarigan (2013, hlm. 2) terdapat empat aspek keterampilan
berbahasa (language arts, language skills), yang mencakup empat aspek esensial,
antara lain:
menyimak (listening skill)
berbicara (speaking skill)
membaca (reading skill), dan
menulis (writing skill).
Adapun hubungan dari setiap keterampilan itu, antara satu aspek
keterampilan dengan ketiga aspek keterampilan lainnya sangatlah erat dengan
berbagai cara yang beraneka ragam. Keempat keterampilan tersebut pada
dasarnya merupakan satu kesatuan yang disebut catur tunggal, Tarigan (2013,
hlm. 2).
Menyimak dan berbicara merupakan jenis keterampilan yang paling
bersinergi satu sama lain. Brooks dalam Tarigan (2013, hlm. 4) menjelaskan
bahwa menyimak dan berbicara merupakan kegiatan dua arah yang langsung,
merupakan komunikasi tatap muka atau face to face communication. Jadi
menyimak dan berbicara merupakan komunikasi dua arah yang dapat mendasari
pikiran untuk menguraikan hubungan keduanya.
Didalam kehidupan, manusia selalu dituntut untuk menyimak lalu
mengkomunikasikannya melalui berbicara baik dalam lingkungan keluarga,
sekolah, maupun masyarakat. Kemampuan menyimak dan berbicara yang baik
oleh peserta didik juga begitu penting adanya didalam kegiatan pembelajaran pada
setiap mata pelajaran, karena dengan kemampuan menyimak dan berbicara yang
baik, maka siswa akan mampu memperkaya wawasan mereka dengan memahami
secara utuh apa saja yang ia pelajari tanpa mendapati kesulitan untuk
mengkomunikasikannya dalam jejaring yang dibangun atau dimiliki.
Meskipun demikian, pada kenyataannya di lapangan tidak semua peserta
didik memiliki kemampuan menyimak yang sama baiknya, sehingga kemampuan
dalam mengkondisikan diri dan memusatkan konsentrasinya kedalam situasi
menyimak tersebut sehingga animo siswa untuk berpartisipasi didalam kegiatan
pembelajaran di kelaspun surut dan cenderung pasif terutama untuk keterampilan
berbicara didepan kelas.
Dewasa ini, pembelajaran bahasa Indonesia disekolah dasar kurang
mengalami kemajuan yang cukup berarti. Hal tersebut tampak dari paparan
Kemendikbud pada bulan juni tahun 2013 mengenai survey internasional PISA
2009 (Programme for International Student Assessment), yang menunjukkan data
mengenai lemahnya / belum maksimalnya kemampuan menguasai mata pelajaran
bahasa Indonesia oleh rata-rata siswa sekolah dasar di Indonesia. Data tersebut
disajikan dalam diagram batang berikut ini.
Gambar 1.1
Data diatas merupakan refleksi dari hasil survey internasional PISA 2009
yang menunjukkan hampir semua siswa Indonesia hanya menguasai pelajaran
bahasa sampai di level 3 saja, sementara di negara lain banyak yang menguasai
pelajaran bahasa sampai level 4, 5, bahkan 6. Interpretasi dari hasil ini hanya satu
yaitu bahwa yang diajarkan di Indonesia berbeda dengan tuntutan zaman, atau
dengan kata lain standar pembelajaran bahasa di Indonesia belum mampu
mencapai standar internasional.
Senada dengan paparan diatas, peneliti menemukan kondisi dilapangan
dalam mengikuti pembelajaran bahasa Indonesia. Nilai rata-rata siswa pada
pembelajaran menyimak adalah 60. Nilai tersebut masih dibawah KKM yang
ditentukan yaitu sebesar 65. Beberapa siswa juga masih kurang termotivasi dalam
belajar sehingga peneliti menemukan hambatan-hambatan antara lain mengenai
kemampuan menyimak, dan kemampuan berbicara siswa yang berpusat pada
kurangnya kemampuan siswa dalam mengidentifikasi unsur-unsur cerita pada
materi cerita rakyat. Hal tersebut berdampak pula pada kurangnya kemampuan
siswa dalam menceritakan atau menjelaskan kembali isi cerita yang telah disimak
di depan kelas, sehingga hampir 70% atau sebanyak 21 orang dari 30 siswa kelas
V SDN Pasir Muncang mendapat nilai kurang dari angka 65 sebagai patokan nilai
Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) pada pembelajaran kemampuan berbicara
mata pelajaran bahasa Indonesia. Kenyataan ini dipicu oleh pembelajaran
konvensional yang dilakukan oleh guru yaitu dominasi peran guru didalam
pembelajaran (teacher centered). Metode ceramah saja tidak akan
mengembangkan kemampuan berpikir siswa secara menyeluruh (holistik),
ditambah lagi pelaksanaan pembelajaran yang monoton karena guru jarang
memfasilitasi siswa dengan penggunaan media belajar yang menarik serta jarang
pula mengaplikasikan model atau metode pembelajaran yang lebih variatif.
Dalam kegiatan pembelajaran mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas V
SDN Pasir Muncang, khususnya dalam pembelajaran materi-materi pada standar
kompetensi kemampuan menyimak, cenderung kurang diperhatikan. Hal tersebut
tampak dari pelaksanaan pembelajaran menyimak, baik itu berupa materi wacana
ataupun ragam cerita anak (cerita rakyat, dongeng, cerita pendek, dll.) yang
seringkali dilakukan di kelas rupanya masih keliru. Pada pelaksanaannya, guru
cenderung membiarkan siswa untuk membaca sendiri wacana atau cerita-cerita
anak yang terdapat pada LKS atau buku paket yang digunakan sebagai sumber
belajar. Tentu saja pembelajaran tersebut jelas sudah tidak dapat dikatakan atau
dikategorikan sebagai pembelajaran menyimak, karena siswa malah melakukan
kegiatan membaca cerita dan bukan menyimak cerita. Hal tersebut juga tentu akan
pula pada rendahnya keaktifan berbicara siswa dalam kegiatan belajar mengajar di
kelas karena siswa kurang terlatih dalam proses belajar mengajar sehari-hari.
Hal di atas berdampak pada pasifnya kemampuan belajar siswa terutama
dalam menguasai aspek-aspek keterampilan berbahasa, padahal didalam
pembelajaran bahasa Indonesia sendiri menyimak dan berbicara dikategorikan
kedalam empat aspek pokok yang esensial yang tentu saja mempengaruhi
keberhasilan pembelajaran bahasa itu sendiri.
Dalam kegiatan pembelajaran di kelas, keempat aspek tersebut memiliki
indikator-indikator yang harus dituntaskan oleh siswa. Berdasarkan kegiatan
observasi dikelas V SDN Pasir Muncang seperti yang telah disebutkan diatas,
pada mata pelajaran bahasa Indonesia nilai kriteria ketuntasan minimum (KKM)
siswa adalah 65, nilai tersebut memang sudah bisa dikatakan cukup baik namun
dalam upaya peningkatan prestasi belajar, serta mutu pendidikan khususnya dalam
pembelajaran bahasa Indonesia nilai 65 dirasa masih perlu ditingkatkan,
mengingat dalam teori Mastery Learning (pembelajaran tuntas) batas pencapaian
ketuntasan belajar umumnya disepakati pada skor/nilai 75 (75%). Terlebih
tuntutan standar nasional nilai ketuntasan belajar siswa seharusnya sampai dengan
mencapai nilai 100.
Maka dengan uraian di atas peneliti memiliki harapan agar siswa yang
memiliki nilai mata pelajaran bahasa Indonesia kurang atau belum mencapai
KKM mampu berpacu menuntaskannya, disamping itu peneliti berharap agar
upaya meningkatkan standar nilai kriteria ketuntasan minimum (KKM) siswa
kelas V SDN Pasir Muncang dapat diwujudkan lebih baik lagi, sehingga mampu
mencapai nilai KKM 75 pada mata pelajaran bahasa Indonesia sesuai dengan teori
pendekatan pembelajaran tuntas (Mastery Learning), serta berupaya untuk
semakin mendekati nilai standar nasional yaitu sampai dengan angka 100.
Pembelajaran konvensional yang masih dilakukan oleh guru sehingga
berpengaruh pada perolehan nilai siswa di kelas V SDN Pasir Muncang
khususnya pada mata pelajaran bahasa Indonesia, sebaiknya perlu diperbaiki
karena untuk mengembangkan kemampuan berbicara siswa, guru harus
kegiatan menyimak, guru langsung membacakan cerita tanpa memperhatikan
kesiapan siswa untuk menyimak cerita guru. Ditambah lagi cara guru
menyampaikan ceritapun tanpa menggunakan media dan metode belajar yang
menarik, ketiadaan ekspresi (mimik wajah, intonasi yang tepat, dan gestur
gerakan tubuh) guru saat bercerita akan memicu kejenuhan sehingga
membosankan bagi para siswa.
Menyimak merupakan pengajaran bahasa Indonesia yang tidak selamanya
berdiri sendiri. Pengajaran menyimak sendiri terintegrasi dengan ketiga aspek
keterampilan bahasa yang lainnya terutama aspek berbicara. Dalam pengajaran
menyimak, dibutuhkan bahan ajar seperti yang difokuskan pada penelitian ini
yaitu naskah cerita anak atau naskah fiksi (dongeng, cerita pendek, cerita rakyat,
dan lain-lain). Bahan ajar tersebut harus diajarkan dengan baik pada siswa salah
satunya dengan menggunakan metode Jigsaw. Diharapkan dengan salah satu
teknik belajar berkelompok ini, siswa akan lebih tertarik dan lebih dimudahkan
dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia untuk melatih kemampuan
menyimak dan berbicaranya.
Salah satu hal yang menarik dari metode jigsaw ini yaitu siswa diberi
kesempatan untuk menggali pengalaman baru melalui kegiatan interaksi didalam
dua kelompok yang berbeda, artinya setiap siswa bekerjasama didalam dua
lingkungan yang berbeda, karena dua kelompok yang berbeda tersebut terdiri dari
individu atau anggota kelompok yang berlainan pula, yang masing-masing kepala
memiliki ide dan pengetahuan yang berbeda. Sehingga pengetahuan siswa akan
lebih berkembang karena siswa akan memiliki banyak masukan ide maupun
gagasan baru dari banyak kepala atau individu yang beraneka ragam didalam
kelompok-kelompok tersebut.
Didalam kegiatan belajar berkelompok, siswa dituntut secara tidak langsung
akan terus berkomunikasi dan berinteraksi untuk berdiskusi dengan anggota
kelompoknya sehingga akan melatih kemampuan menyimak dan berbicaranya
didalam kelompok tersebut. Terlebih, untuk mampu berbicara di depan kelas
siswa biasanya “saling dorong” dan saling tunjuk untuk maju berbicara ke depan
tidak percaya diri bila maju sendiri, sehingga diharapkan dengan teknik belajar
berkelompok tipe jigsaw ini akan melatih rasa percaya diri siswa dimulai dengan
mengasah kemampuan berbicara siswa secara berkelompok.
Metode Jigsaw adalah salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif
(cooperative learning) yang menekankan siswa bekerja sama secara berkelompok.
Metode Jigsaw disebut juga metode tim ahli karena siswa akan dibentuk menjadi
beberapa kelompok kecil yang heterogen pada awalnya, yang kemudian setiap
anggotanya ditugaskan untuk menjadi “ahli” dari sub topik materi pelajaran yang
ditugaskan di kelompoknya, khususnya pada materi mengidentifikasi unsur-unsur
intrinsik cerita rakyat, guru membagi topik pelajaran menjadi subtopik-subtopik
seperti tokoh, watak, alur, tema, dan amanat. Setelah itu kelompok awal tersebut
setiap anggotanya diberi tanggung jawab terhadap setiap subtopik yang berbeda.
selanjutnya setiap anggota dipecah untuk berpindah ke “kelompok jigsaw”
dimana anggotanya berasal dari kelompok lain yang telah menguasai bagian tugas
yang sama. Dikelompok tersebut masing masing anggota akan bekerjasama
melatih kemampuan menyimak dan berbicara mereka didalam anggota kelompok
untuk menyelesaikan tugas di “kelompok jigsaw”. Selanjutnya setiap anggota “kelompok jigsaw” kembali ke kelompoknya semula sebagai “ahli” untuk mengajarkan informasi baru yang telah didapatkan di “kelompok jigsaw”.
Melalui metode jigsaw ini guru dapat melatih kemampuan menyimak siswa
secara lebih efektif karena dituntut untuk mampu menyimak satu sama lain
didalam kelompoknya agar mampu menyelesaikan tugasnya, dan siswa akan lebih
tertarik dan pembelajaranpun akan semakin menyenangkan karena siswa tidak
hanya duduk manis dijejali pelajaran oleh guru, tetapi disini siswa yang lebih
aktif. Selain itu, kemampuan berbicara siswa juga akan terlatih karena siswa
dituntut untuk dapat menjelaskan atau menceritakan kembali apa yang didapatkan
dari “kelompok jigsaw” mereka didalam kelompok awalnya, lalu setiap kelompok
akan mempresentasikan hasil diskusinya didepan kelas.
Selain akan memudahkan siswa dalam memahami materi dengan melatih
kemampuan menyimaknya, melalui metode jigsaw ini siswa akan lebih tertarik
melatih kemampuan berbicaranya. Berdasarkan persoalan diatas, maka peneliti
menyimpulkan dan memutuskan untuk melakukan penelitian mengenai
“Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Jigsaw Untuk Meningkatkan Kemampuan Menyimak dan Berbicara Siswa di Kelas V SDN Pasir Muncang
Kabupaten Bandung Barat”.
B.Rumusan Masalah
Sejalan dengan latar belakang masalah diatas terdapat beberapa masalah
yang dapat dirumuskan antara lain sebagai berikut.
1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran menyimak dan berbicara pada mata
pelajaran bahasa Indonesia di kelas V SDN Pasir Muncang dengan penerapan
model cooperative learning tipe jigsaw?
2. Bagaimana peningkatan kemampuan menyimak dan berbicara siswa kelas V
SDN Pasir Muncang setelah model cooperative learning tipe jigsaw
diterapkan?
C.Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, adapun tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini antara lain.
1. Memperoleh gambaran tentang efektivitas pelaksanaan pembelajaran
menyimak dan berbicara pada mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas V SDN
Pasir Muncang dengan penerapan model cooperative learning tipe jigsaw.
2. Memperoleh gambaran tentang peningkatan kemampuan menyimak dan
berbicara siswa kelas V SDN Pasir Muncang setelah model cooperative
learning tipe jigsaw diterapkan.
D.Manfaat Hasil Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat khususnya bagi siswa dan guru,
baik manfaat teoritis maupun manfaat praktis diantaranya yaitu.
Memperkaya wawasan serta pengalaman mengenai penggunaan model
cooperative learning tipe jigsaw dalam pengajaran menyimak dan berbicara
pada mata pelajaran bahasa Indonesia.
2. Bagi Siswa
a. Memperkenalkan model cooperative learning tipe jigsaw yang
diaplikasikan pada pembelajaran bahasa Indonesia, dalam upaya
meningkatkan kemampuan menyimak dan berbicara siswa.
b. Memperkaya pengetahuan dan pengalaman belajar siswa dengan
melakukan teknik belajar berkelompok tipe jigsaw didalam
pembelajaran bahasa Indonesia.
c. Memberikan suasana belajar yang baru dengan mengaplikasikan
model cooperative learning tipe jigsaw, bagi siswa kelas V SDN Pasir
Muncang.
3. Bagi Guru
a. Memberikan gambaran mengenai model cooperative learning tipe
jigsaw, serta pelaksanaannya didalam pembelajaran bahasa Indonesia
di kelas, sehingga diharapkan mampu mengaplikasikannya pada
kegiatan-kegiatan pembelajaran di kemudian hari.
b. Dengan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model
cooperative learning tipe jigsaw, membantu melatih kemampuan
menyimak dan berbicara siswa di kelas yang dikelola oleh guru,
sehingga akan meningkatkan kemampuan tersebut terutama dalam
pembelajaran bahasa Indonesia.
4. Bagi Sekolah
a. Menjadi salah satu bahan rekomendasi untuk program pembelajaran
selanjutnya khususnya pada peningkatan kemampuan menyimak dan
berbicara dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
b. Turut serta menyumbangkan gagasan, pemikiran, serta pengetahuan
yang dapat dijadikan sebagai bahan referensi atau kajian guru dalam
meningkatkan kemampuan menyimak dan berbicara menggunakan
E.Hipotesis Tindakan
Mengacu pada uraian diatas, maka berikut hipotesis tindakan yang
dirumuskan, "jika proses pembelajaran mata pelajaran bahasa Indonesia
menggunakan model cooperative learning tipe jigsaw maka kemampuan
menyimak dan berbicara siswa di kelas V SDN Pasir Muncang akan meningkat".
F. Definisi Operasional
Dalam penelitian ini terdapat beberapa definisi yang perlu diperjelas, untuk
memudahkan dalam memahaminya. Oleh karena itu peneliti memberikan
penjelasan terhadap definisi-definisi operasional variabelnya, yaitu:
1. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Tipe Jigsaw
Model Pembelajaran Kooperatif (cooperative learning) adalah sebuah
model pembelajaran yang memfasilitasi siswa belajar dengan bekerja didalam
sebuah kelompok. Didalam model pembelajaran kooperatif sendiri terdapat
metode-metode yang mengacu pada pembelajaran siswa secara berkelompok.
Salah satunya ialah metode jigsaw. Menurut Arends (1997) metode jigsaw
merupakan model pembelajaran kooperatif, dimana siswa belajar dalam kelompok
kecil yang terdiri dari 4-6 orang secara heterogen, bekerjasama dan saling
ketergantungan yang positif serta bertanggung jawab terhadap ketuntasan bagian
materi pelajaran yang harus dipelajari/dikuasai kemudian menyampaikan materi
yang telah dikuasainya tersebut kepada kelompok yang lain. Dalam meningkatkan
kemampuan menyimak dan berbicara siswa, model cooperative learning tipe
jigsaw ini cukup tepat karena memberikan banyak kesempatan pada siswa untuk
meningkatkan keterampilan berkomunikasi yang didalamnya siswa harus terampil
juga dalam menyimak dan berbicara.
2. Kemampuan Menyimak dan Berbicara
Kemampuan menyimak merupakan kesanggupan seseorang dalam
melakukan kegiatan mendengarkan bunyi bahasa yang lebih mendalam, termasuk
didalamnya kegiatan mengidentifikasi isi yang terkandung dari apa yang disimak,
kepada objek yang disimaknya. Selain itu dalam kegiatan memperoleh informasi
melalui menyimak, diperlukan perhatian dan pemahaman yang baik agar pesan
yang diinformasikan oleh objek yang disimak dapat ditangkap dengan baik dan
benar.
Dalam pembelajaran cerita rakyat mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas
V, aspek berbahasa yang paling utama harus dikuasai ialah kemampuan
menyimak karena baik tidaknya kemampuan menyimak siswa akan berpengaruh
terhadap aspek-aspek kemampuan berbahasa yang lainnya, khususnya
kemampuan berbicara yang berkaitan langsung dengan kemampuan menyimak
karena kedua aspek berbahasa tersebut memiliki hubungan langsung yang
reseptif. Berbicara merupakan kemampuan yang diperoleh siswa setelah
mengalami atau melakukan kegiatan menyimak. Jika dalam kegiatan menyimak
siswa harus belajar memahami, maka dalam kegiatan berbicara siswa harus
Silvia, Syiva S. 2014
PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN MENYIMAK DAN BERBICARA SISWA DI KELAS VSDN PASIR MUNCANG KABUPATEN BANDUNG BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III
METODE PENELITIAN
A.Metode Penelitian dan Pendekatan Penelitian 1. Metode Penelitian
Menurut Ruseffendi (2001, hlm. 3) “Penelitian adalah cara mencari
kebenaran melalui metode ilmiah”. Sejalan dengan ungkapan tersebut maka
penelitian ini menggunakan sebuah metode ilmiah, yakni metode penelitian
tindakan kelas (clasroom action research). Penelitian tindakan kelas (PTK) adalah
penelitian tindakan yang dilakukan di kelas dengan tujuan memperbaiki atau
meningkatkan mutu praktik belajar (Arikunto, 2006, hlm. 58). Dalam penelitian
tindakan kelas, peneliti dapat meneliti sendiri terhadap praktek pembelajaran
dilakukan di kelas, melalui tindakan-tindakan yang direncanakan, dilaksanakan
dan di evaluasi. Hal ini sesuai dengan karakteristik penelitian tindakan kelas yaitu
adanya tindakan-tindakan (aksi) tertentu untuk memperbaiki proses belajar
mengajar di kelas.
Secara rinci Arikunto (2006, hlm. 9-10), mengemukakan tujuan dari
penelitian tindakan kelas, yaitu:
1) Penelitian Tindakan Kelas menawarkan suatu cara baru untuk memperbaiki
dan meningkatkan kemampuan profesinalisme guru dalam kegiatan
belajar-mengajar di kelas.
2) Penilitian Tindakan Kelas membuat guru dapat meneliti dan mengkaji
sendiri kegiatan praktik pembelajaran sehari-hari yang dilakukan di kelas.
3) Penilitian Tindakan Kelas tidak membuat guru meninggalkan tugasnya.
Artinya guru tetap melakukan kegiatan mengajar seperti biasa, namun pada
saat bersamaan dan secara terintegerasi guru melaksanakan penelitian.
4) Penilitian Tindakan Kelas mampu menjebatani kesenjangan antara teori dan
praktik. Guru mendaptasi teori-teori yang berhungungan dengan mata
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kombinasi (mixed methods) dari data penelitian kualitatif dan kuantitatif melalui
metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Sugiyono (2011, hlm. 404) menyatakan
bahwa pendekatan kombinasi atau campuran, yaitu mengkombinasikan atau
menggabungkan antara metode kualitatif dan metode kuantitatif untuk digunakan
secara bersama-sama dalam suatu kegiatan penelitian, sehingga diperoleh data
yang lebih komprehensif, valid, reliabel, dan objektif.
Menurut Norman E. Wallen dan Fraenkel (2009) menyatakan pada
penelitian kualitatif bahwa “Discourse is the data” maksudnya adalah wacana
ilmiah merupakan data, karena pada data kualitatif cenderung berbasis kata-kata
dengan deskripsi naratif, ungkapan atau pernyataan, sedangkan data kuantitatif
cenderung mereduksi data menjadi angka-angka. Data-data tersebut diperoleh
selama penelitian dilaksanakan yang kemudian dikumpulkan untuk diolah atau
dianalisis. Perolehan data-data penelitian kualitatif dan kuantitatif memiliki
keterkaitan satu sama lain dan tentu saja berpengaruh terhadap perolehan hasil
penelitian tindakan kelas yang dilakukan.
B.Desain Penelitian
Desain atau model penelitian tindakan kelas yang digunakan dalam
penelitian ini adalah model spiral, yaitu model siklus secara berulang dan
berkelanjutan. Ini berarti semakin lama diharapkan perubahan proses
pembelajaran dan hasil pembelajaran menunjukkan peningkatan. Adapun model
PTK ini sesuai dengan pengertian dan langkah-langkah penelitian menurut
Kemmis dan Mc. Taggart dalam Ningrum (2009, hlm. 2), terdiri dari empat
komponen, yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi seperti pada
Gambar 3. 1 Penelitian Tindakan Kelas Model Spiral Diadaptasi dari Kemmis dan
McTaggart (Ningrum, 2009)
Gambar diatas menunjukkan bahwa pertama, sebelum melaksanakan
tindakan terlebih dahulu peneliti harus merencanakan secara seksama jenis
tindakan yang akan dilaksanakan. Kedua, setelah rencana disusun secara matang,
barulah tindakan itu dilakukan. Ketiga, bersamaan dengan dilaksanakannya
tindakan, peneliti mengamati proses pelaksanaan tindakan itu sendiri dan akibat
yang ditimbulkannya. Keempat, berdasarkan hasil pengamatan tersebut, peneliti
kemudian melakukan refleksi atas tindakan yang telah dilaksanakan. Jika hasil
refleksi menunjukkan perlunya dilakukan perbaikan atas tindakan yang dilakukan,
maka rencana tindakan perlu disempurnakan lagi agar tindakan yang dilaksanakan
berikutnya tidak sekedar mengulang apa yang telah diperbuat sebelumnya. Refleksi II
Perencanaan
Pelaksanaan Tindakan Observasi
Refleksi III Perencanaan
Observasi Pelaksanaan Tindakan
Refleksi I
Perencanaan
Observasi Pelaksanaan Tindakan
Siklus I
Siklus II
Demikian seterusnya sampai masalah yang diteliti dapat dipecahkan secara
optimal.
C.Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Pasir Muncang, yang berlokasi di
Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat. Penelitian tindakan kelas
mengenai penerapan model cooperative learning tipe jigsaw untuk meningkatkan
kemampuan menyimak dan berbicara siswa, yang dilaksakana pada bulan Maret
hingga bulan Mei 2014.
Peneliti memulai Program Latihan Profesi (PLP) pada tanggal 3 Februari –
3 April 2014. Program tersebut dilaksanakan pada semester II tahun ajaran
2013/2014. Seiring berlangsungnya program PLP, peneliti juga melakukan
kegiatan observasi atau pengamatan lebih lanjut pada bulan Maret 2014 dengan
turut mengajar di sekolah tersebut dengan tujuan mendiagnosa permasalahan
pembelajaran yang dialami di sekolah. Dari kegiatan tersebut, peneliti
menemukan fokus permasalahan yang perlu untuk di tindak lanjuti dengan
melakukan penelitian yaitu tepatnya di kelas V. Peneliti juga memperoleh
data-data yang diperlukan sebelum melakukan tindakan termasuk mengenai data-data awal
kemampuan siswa dengan melakukan observasi prasiklus pada tanggal 15 April
2014, serta gambaran mengenai alternatif pelaksanaan pembelajaran yang sesuai,
sehingga dapat mengambil solusi terhadap peningkatan kemampuan siswa dengan
menentukan model pembelajaran yang tepat terutama dalam meningkatkan
kemampuan menyimak dan berbicara siswa kelas V.
Setelah itu, peneliti melaksanakan PTK pada tanggal 21 April – 31 Mei
2014 dengan tiga siklus, dan pada setiap siklus mencakup proses perencanaan,
tindakan, pengamatan/observasi, hingga kegiatan refleksi dari penelitian tersebut.
D.Subjek Penelitian
Subjek dari penelitian ini yaitu siswa kelas V semester genap Sekolah Dasar
Negeri Pasir Muncang Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat tahun
dengan jumlah siswa laki-laki sebanyak 14 orang dan siswa perempuan sebanyak
16 orang serta memiliki latar belakang yang heterogen, terdiri dari keluarga
bermata pencaharian PNS, petani, dan wiraswasta.
Pada dasarnya siswa kelas V merupakan siswa yang relatif kondusif, namun
dari hasil diagnosa permasalahan yang ada, mereka jarang sekali belajar dengan
menggunakan model, metode, bahkan media pembelajaran terutama model
pembelajaran kooperatif atau belajar secara berkelompok dalam kegiatan belajar
mengajar dikelas. Selain itu, peneliti menemukan bahwa siswa kelas V cenderung
belum mampu secara aktif melakukan pembelajaran berbicara pada mata pelajaran
bahasa Indonesia di depan kelas, salah satunya disebabkan oleh kurangnya
kemampuan menyimak siswa. Rupanya, kedua kemampuan berbahasa tersebut
baik menyimak maupun berbicara siswa kurang diperhatikan dan dibiasakan oleh
guru dalam proses belajar sehari-hari. Terlebih dua kemampuan tersebut
seharusnya dikuasasi oleh masing-masing individu siswa. Maka dari itu, dari hasil
observasi peneliti menemukan nilai rata-rata kemampuan menyimak siswa adalah
60 atau sekitar 80% dari 30 siswa yang mendapat nilai kurang dari nilai KKM
yang ditetapkan sebesar 65, sedangkan nilai rata-rata pada kemampuan berbicara
siswa didapat sebesar 61,3 atau 70% dari 30 siswa yang mendapat nilai kurang
dari 65 sebagai patokan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM).
E.Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian tindakan kelas ini direncanakan terdiri atas tiga siklus.
Pada setiap siklus dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan tujuan dari perubahan
yang ingin dicapai, dalam mengukur sejauh mana kemampuan menyimak dan
berbicara siswa pada materi cerita rakyat sebagai materi tindakannya.
Sebelum menjalankan tindakan pertama, peneliti terlebih dahulu membuat
rencana pelaksanaan pembelajaran. Prosedur selanjutnya yaitu tahap kedua setelah
rencana disusun secara matang adalah melaksanakan tindakan penelitian. Pada
tahap ketiga, sejalan dengan pelaksanaan tindakan tersebut, peneliti mengamati
laju proses dari pelaksanaan tindakan tersebut serta dampak yang ditimbulkannya
refleksi dari tindakan yang telah dilakukan dengan berdasarkan pada hasil
pengamatan. Apabila hasil dari refleksi tersebut menunjukkan bahwa perlu
dilakukan perbaikan pada tindakan yang telah dilakukan, maka rencana tindakan
perlu diperbaiki kembali hingga tindakan yang akan dilakukan berikutnya dapat
lebih baik sehingga tujuan dari dilakukannya tindakan tersebut tercapai.
Berikut merupakan penjabaran dari prosedur penelitian tindakan pada setiap
siklusnya.
1. Tahap Perencanaan
Tahap ini merupakan kegiatan paling awal dalam pelaksanaan penelitian
pada tahap ini sebelum pelaksanakan tindakan peneliti merencanakan terlebih
dahulu kegiatan yang akan dilaksanakan berikut instrument pengumpul yang akan
digunakan pula.
Pada tahap perencanaan ini peneliti melakukan kegiatan sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi masalah yang akan menjadi fokus perbaikan pada tindakan
penelitian.
b. Membuat dan menyusun instrumen penelitian seperti Rencana Pelaksanaan
pembelajaran, menyiapkan materi ajar berupa cerita rakyat yang sesuai dengan
model pembelajaran yang akan digunakan, serta menyiapkan Lembar Kerja
Siswa (LKS).
c. Membuat alat pengumpul data
1) Membuat soal evaluasi individu.
2) Membuat format lembar observasi.
d. Mempersiapkan alat dokumentasi.
2. Rencana Tindakan Setiap Siklus
Penelitian dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah disusun
sebelumnya. Pelaksanaan tindakan terdiri dari proses pembelajaran, evaluasi dan
refleksi yang dilakukan dalam setiap tindakan. Adapun pelaksanaannya
diperkirakan akan selesai dengan dilakukan dalam III siklus.
a. Materi yang digunakan pada siklus I adalah mengidentifikasi unsur cerita
rakyat “Timun Mas”.
1) Perencanaan Tindakan
(a) Membuat kesepakatan dengan observer dengan menjelaskan hal-hal yang
harus dilakukan oleh observer.
(b) Menyusun RPP siklus pertama.
(c) Merancang Lembar Kerja Siswa (LKS) dan perangkat pembelajaran
lainnya seperti rambu-rambu atau kriteria penilaian kemampuan
menyimak dan berbicara serta lembar evaluasi.
(d) Menyiapkan lembar observasi aktivitas guru dan siswa yang sesuai dengan
pembelajaran dengan model cooperative tipe jigsaw.
(e) Mempersiapkan alat-alat dokumentasi.
2) Pelaksanaan Tindakan
(a) Memberikan lembar observasi kepada observer.
(b) Pelaksanaan tindakan disesuaikan berdasarkan rencana yang telah disusun
pada tahap perencanaan yang tertulis dalam Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) dengan menggunakan model cooperative tipe jigsaw.
(c) Melakukan test evaluasi siklus I untuk mendapatkan data hasil belajar
siswa pada materi cerita rakyat “Timun Mas”.
(d) Mencatat semua aktivitas belajar yang terjadi oleh pengamat pada lembar
observasi sebagai sumber data yang akan digunakan pada tahap refleksi.
(e) Diskusi dengan observer untuk mengklarifikasi hasil pengamatan pada
lembar observasi.
3) Tahap Pengamatan
(a) Observer melakukan pengamatan terhadap aktivitas siswa dan guru dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menerapkan model cooperative
tipe jigsaw.
4) Tahap Refleksi
(a) Mengamati kelebihan dan kekurangan pada proses pembelajaran siklus I.
Selanjutnya, kekurangan pada siklus I akan diperbaiki pada siklus
berikutnya.
Siklus II
a. Materi yang digunakan pada siklus II adalah mengidentifikasi unsur cerita
rakyat “Pak Lebai Malang”.
1) Perencanaan Tindakan
(a) Mengumpulkan kelebihan dan kekurangan pada siklus I, untuk kemudian
dilakukan perbaikan pada siklus II.
(b) Menyusun RPP siklus kedua berdasarkan hasil refleksi siklus pertama.
(c) Menyiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS) dan perangkat pembelajaran
lainnya seperti rambu-rambu atau kriteria penilaian kemampuan
menyimak dan berbicara serta lembar evaluasi.
(d) Menyiapkan lembar observasi aktivitas guru dan siswa yang sesuai dengan
pembelajaran dengan model cooperative tipe jigsaw.
(e) Mempersiapkan alat-alat dokumentasi.
2) Pelaksanaan Tindakan
(a) Pelaksanaan tindakan disesuaikan berdasarkan rencana yang telah disusun
pada tahap perencanaan yang tertulis dalam Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) dengan menggunakan model cooperative learning
tipe jigsaw.
(b) Melakukan tes evaluasi siklus II untuk mendapatkan data peningkatan
kemampuan menyimak dan berbicara siswa.
(c) Mencatat dan merekam semua aktivitas belajar yang terjadi oleh pengamat
pada lembar observasi sebagai sumber data yang akan digunakan pada
tahap refleksi.
(d) Diskusi dengan observer untuk mengklarifikasi hasil pengamatan pada
3) Tahap Pengamatan
(a) Observer melakukan pengamatan terhadap aktivitas siswa dan guru dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia.
(b) Observer mengisi lembar observasi.
4) Tahap Refleksi
(a) Mengamati kelebihan dan kekurangan pada proses pembelajaran siklus II.
Selanjutnya, kekurangan pada siklus II akan diperbaiki pada siklus
berikutnya.
Siklus III
a. Materi yang digunakan pada siklus III yaitu mengenai unsur cerita rakyat
“Semangka Emas”.
1) Perencanaan Tindakan
(a) Menyusun RPP siklus III materi mengidentifikasi unsur cerita rakyat
“Semangka Emas”.
(b) Menyiapkan LKS dan lembar evaluasi.
(c) Menyiapkan dokumentasi.
2) Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan dilakukan disesuaikan dengan RPP yang telah disusun
pada tahap perencanaan beradasarkan perbaikan hasil refleksi siklus II.
(a) Pengamatan/Observasi
Observasi dilakukan pada saat pembelajaran berlangsung di kelas.
Observasi terkait dengan kegiatan belajar mengajar, aktivitas siswa saat kegiatan
belajar berlangsung, dan hasil belajar siswa dengan menggunakan lembar
observasi guru dan siswa, serta tes setelah didapatkan hasil dari tes tersebut.
Observasi terhadap aktivitas di dalam kelas dilakukan setiap siklus.
Refleksi dilakukan setelah mendapatkan hasil dari observasi dan nilai tes.
Pelaksana dengan observer berdiskusi mengenai kegiatan yang belum terlaksana
dan yang sudah terlaksana, kemudian memperbaiki yang kurang pada pelaksanaan
siklus II. Selanjutnya refleksi pada siklus II dilaksanakan pada siklus III.
F. Instrumen Penelitian
Peneliti menggunakan beberapa instrumen penelitian, yaitu:
1) Instrumen Pembelajaran
a) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran merupakan hal pokok yang menjadi acuan
dalam pelaksanaan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Oleh karena itu, perencanaan pembelajaran sangat penting untuk dirumuskan
dengan tepat.
b) Lembar Kerja Siswa
LKS dibuat untuk aktivitas berkelompok sesuai proses pembelajaran
menggunakan model cooperative learning tipe jigsaw, berdasarkan indikator
dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
2) Instrumen Pengumpulan Data
a) Lembar Observasi
Observasi dilakukan untuk mengamati aktivitas guru, serta keadaan siswa
sebelum, sedang, dan sesudah model cooperative tipe jigsaw diterapkan di
kelas V dalam pembelajaran materi cerita rakyat.
b) Lembar Evaluasi
Lembar evaluasi digunakan untuk memperoleh data siswa secara individu
mengenai sejauh mana pemahaman siswa akan kemampuan menyimak dan
berbicara siswa setelah melaksanakan seluruh rangkaian kegiatan pembelajaran
pada setiap siklus.
G.Analisis Data
Tahapan ini merupakan salah satu yang terpenting didalam melakukan
pelaksanaan siklus selanjutnya dilakukan. Teknik analisis data yang digunakan
pada penelitian ini berupa analisis data kualitatif dan kuantitatif. Data
dikumpulkan selama kegiatan penelitian berlangsung. Data yang telah diperoleh
dalam penelitian, kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis kuantitatif
dan analisis kualitatif.
1. Analisis Data Kualitatif
Menurut Sugiyono (2013, hlm. 401) dalam penelitian kualitatif, teknik analisis
data lebih banyak dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data. Data
kualitatif diperoleh dari lembar observasi kegiatan guru dan siswa. Analisis
kualitatif disajikan dalam bentuk uraian singkat, tabel, atau grafik. Data berupa
informasi berbentuk kata-kata tersebut memberikan gambaran tentang aktivitas
guru dan siswa pada saat pembelajaran dengan menggunakan metode jigsaw.
2. Analisis Data Kuantitatif
Analisis data kuantitatif diperoleh dari hasil belajar siswa atau tes formatif
pada setiap siklusnya. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui peningkatan
kemampuan siswa dalam menyimak dan berbicara dengan penerapan metode
jigsaw. Data ini diperoleh dari hitungan nilai kemampuan menyimak siswa dan
nilai kemampuan berbicara siswa.
Sesuai dengan paparan di atas, maka penelitian ini menggunakan analisis
kualitatif yang digunakan untuk menganalisis data yang menunjukkan proses
interaksi yang terjadi selama pembelajaran berlangsung, yaitu kesesuaian antara
kegiatan guru dengan kegiatan siswa dalam proses penerapan model cooperative
learning tipe jigsaw pada pembelajaran bahasa Indonesia materi cerita rakyat.
Data untuk dianalisis berasal dari hasil observasi, beserta catatan lapangan.
Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui peningkatan
siswa dalam pembelajaran. Data ini berasal dari hasil perolehan tes kemampuan
menyimak dan berbicara siswa secara individu pada materi mengidentifikasi
unsur cerita rakyat.
Pada tahap analisis data kualitatif, di awali dengan menganalisis data yang
pengolahan data untuk setelah itu dideskripsikan. Sedangkan data kuantitatif yang
diperoleh dari hasil menyimak dan berbicara siswa, kemudian dianalisis dan
selanjutnya data tersebut diolah serta dihitung persentase dan nilai rata-ratanya.
Hasil tes siswa di uraikan dalam bentuk tabel dan bagan sehingga perolehan skor
siswa dapat nampak dengan jelas.
Untuk kegiatan analisis data, ditentukan kriteria/rambu-rambu analisis
proses peningkatan kemampuan menyimak dan berbicara dengan penerapan
model cooperative learning tipe jigsaw. Kriteria atau rambu-rambu tersebut
berguna untuk mengarahkan kegiatan analisis data yang dilakukan berkaitan
dengan pembelajaran menyimak dan berbicara.
Berikut kriteria atau rambu-rambu tersebut yang diuraikan pada tabel 3.2.
Tabel 3.2
Format Penilaian Menyimak Secara Tertulis
Diadaptasi dari Burhan Nurgiyantoro (2010, hlm. 376).
Setiap penilaian aspek dikalikan dengan bobot yang telah ditentukan
kemudian dijumlahkan keseluruhannya, maka akan diperoleh nilai untuk hasil
menyimak siswa.
No. Aspek yang Dinilai Skala Penilaian Bobot
1 2 3 4
1. Pemahaman isi teks 5
2. Pemahaman detil isi teks 5
3. Ketepatan diksi 5
4. Ketepatan struktur
kalimat
5
5. Ejaan dan tata tulis 5
Tabel 3.3
Kriteria Skala Penilaian Menyimak
Sangat Baik 4 90 – 100 SB
Baik 3 70 – 89 B
Cukup 2 50 – 69 C
Kurang 1 30 – 49 K
Tabel 3.4
Deskripsi Skala Nilai Menyimak
1. Pemahaman
isi teks
SB 4 90-100
Pemahaman secara umum isi
teks cerita yang disimak
dilihat dari jawaban ringkasan
cerita baik sekali, sangat
tepat, tanpa atau hampir tanpa
kesalahan.
B 3 70-89
Pemahaman secara umum isi
teks cerita yang disimak
dilihat dari jawaban ringkasan
cerita sudah baik, ketepatan
tinggi, dengan sedikit
kesalahan.
C 2 50-69
Pemahaman secara umum isi
teks cerita yang disimak
dilihat dari jawaban ringkasan
cerita cukup mewakili cerita
atau sedang, jumlah unsur
seimbang.
K 1 30-49
Pemahaman secara umum isi
teks cerita yang disimak
dilihat dari jawaban ringkasan
cerita kurang, hanya ada
sedikit unsur benar.
2. Pemahaman
detil isi teks
SB 4 90-100
Pemahaman detil isi teks
cerita yang disimak baik
sekali, memahami cerita
dengan menjawab seluruh (6
soal) unsur cerita dengan
sangat tepat.
B 3 70-89
Pemahaman detil isi teks
cerita yang disimak baik,
memahami cerita dengan
menjawab 4-5 soal unsur
cerita dengan tepat, dan
sedikit kesalahan.
C 2 50-69
Pemahaman detil isi teks
cerita yang disimak cukup
atau sedang, Menjawab 3
soal unsur cerita dengan tepat,
dan 3 soal salah atau kurang
tepat.
K 1 30-49
Pemahaman detil isi teks
cerita yang disimak kurang,
ada sedikit unsur benar.
Namun lebih dari 4 jawaban
soal unsur cerita salah.
diksi dengan pilihan kata yang
banyak dan tepat, serta tanpa
atau hampir tanpa kesalahan.
B 3 70-89
Ketepatan diksi baik,
menceritakan cerita yang
disimak dengan pilihan kata
yang banyak, sesuai, dan
sedikit kesalahan.
C 2 50-69
Ketepatan diksi cukup atau
sedang, menceritakan cerita
yang disimak dengan pilihan
kata yang cukup, tetapi cukup
banyak pula kesalahan dan
atau ketidak sesuaian.
K 1 30-49
Ketepatan diksi yang kurang
banyak, kurang sesuai dan
atau banyak kesalahan.
4. Ketepatan
struktur
kalimat SB 4 90-100
Ketepatan struktur kalimat
sangat baik dan sangat tepat,
sesuai dengan cerita yang
disimak, baik awal, isi, dan
penutupnya.
B 3 70-89
Ketepatan struktur kalimat
baik dan tepat, mampu
menceritakan awal, isi, dan
penutup cerita serta hanya
terdapat sedikit kesalahan.
C 2 50-69
Ketepatan struktur kalimat
cukup baik, dan cukup tepat.
sebagian atau beberapa dari
atau diantara awal, isi dan
penutup cerita.
K 1 30-49
Ketepatan struktur kalimat
kurang sesuai dan terdapat
banyak kesalahan. Tanpa atau
hanya mampu menceritakan
sedikit dari bagian awal, isi,
dan penutup cerita.
5. Ejaan dan tata
tulis
SB 4 90-100
Ejaan dan tata tulis,
penggunaan tanda baca dan
huruf besar sangat baik dan
sangat tepat.
B 3 70-89
Ejaan dan tata tulis,
penggunaan tanda baca dan
huruf besar sudah baik, hanya
terdapat sedikit kesalahan.
C 2 50-69
Ejaan dan tata tulis,
penggunaan tanda baca dan
huruf besar cukup baik,
namun masih cukup banyak
kesalahan.
K 1 30-49
Ejaan dan tata tulis kurang
sesuai dan terdapat banyak
Tabel 3.5
Format Penilaian Berbicara
Diadaptasi dari Cahyani & Hodijah (2007, hlm. 64)
Setiap penilaian aspek dikalikan dengan bobot yang telah ditentukan
kemudian dijumlahkan keseluruhannya, maka akan diperoleh nilai untuk hasil
berbicara siswa.
Tabel 3.6
Kriteria Skala Penilaian Berbicara
Sangat Baik 4 90 – 100 SB
Baik 3 70 – 89 B
Cukup 2 50 – 69 C
Kurang 1 30 – 49 K
No. Aspek yang Dinilai Skala Penilaian Bobot
1 2 3 4
1. Lafal 5
2. Struktur 5
3. Kosakata 5
4. Kefasihan 5
5. Pemahaman 5
Tabel 3.7
Deskripsi Skala Nilai Berbicara
1. Lafal
SB 4 90-100
Kejelasan artikulasi dan
kelantangan suara siswa saat
berbicara, sangat baik.
B 3 70-89
Kejelasan artikulasi dan
kelantangan suara siswa saat
berbicara, baik.
C 2 50-69
Kejelasan artikulasi dan
kelantangan suara siswa saat
berbicara cukup atau sedang.
K 1 30-49
Kejelasan artikulasi dan
kelantangan suara siswa saat
berbicara kurang baik.
2. Struktur
SB 4 90-100
Struktur kata-kata dalam
pembicaraannya sangat baik,
sangat jelas, runtut, tidak
berbelit-belit. Secara
keseluruhan, tidak ada atau
hampir tidak ada kesalahan.
B 3 70-89
belit, dan terdapat cukup
banyak kesalahan.
pembicaraannya tidak jelas,
dan berbelit-belit. Sulit
dimengerti.
3. Kosakata
SB 4 90-100
Bercerita dengan sangat baik
menggunakan pilihan kata
yang tepat dan sangat banyak
(tidak banyak mengulang
kata).
B 3 70-89
Bercerita dengan pilihan kata
yang tepat dan banyak, hanya
terdapat sedikit kekurangan.
C 2 50-69
Bercerita dengan pilihan kata
yang cukup tepat, namun
cukup banyak yang kurang
tepat (banyak pengulangan
kata-kata).
K 1 30-49
Bercerita dengan pilihan kata
yang sedikit dan kurang
banyak menguasai kosakata
atau kurang tepat.
4. Kefasihan
SB 4 90-100
Menyebutkan huruf demi
huruf, kata, serta kalimat
dengan sangat jelas dan
mampu berbicara atau
bercerita dengan sangat fasih,
dan tidak ada atau hampir
tidak ada hambatan dalam
berbicara.
dengan jelas dan mampu
berbicara atau bercerita
dengan fasih. Sedikit sekali
ditemukan hambatan dalam
berbicara.
C 2 50-69
Menyebutkan huruf demi
huruf, kata, serta kalimat
dengan cukup jelas dan
mampu bercerita dengan
cukup fasih. Cukup banyak
ditemukan hambatan atau
gangguan selama berbicara.
K 1 30-49
Menyebutkan huruf demi
huruf, kata, serta kalimat
dengan kurang jelas dan
bercerita dengan kurang atau
tidak fasih. Pembicaraan
kurang dapat dimengerti.
5. Pemahaman
SB 4 90-100
Menceritakan kembali isi
cerita dengan sangat sesuai
dengan yang telah disimak,
dengan bahasa yang runtut
dari awal hingga akhir cerita.
B 3 70-89
Menceritakan kembali isi
cerita sesuai dengan yang
telah disimak, dari bagian
cerita yang dipahami saja,
namun mampu
menggambarkan cerita secara
C 2 50-69
Menceritakan kembali isi
cerita dengan cukup sesuai
dengan yang telah disimak,
namun cukup banyak yang
kurang dipahami sehingga
tidak dapat menceritakan
kembali.
K 1 30-49
Kurang mampu menceritakan
kembali isi cerita sesuai
dengan yang telah disimak.
Menurut Santoso (2005, hlm. 57) rumus perhitungan persentase dan
penganalisaan dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:
P = � � �
Keterangan:
P = persentase,
F = jumlah siswa yang memenuhi kategori,
N = jumlah keseluruhan siswa,
100 = bilangan konstanta
Tabel 3.8
Tafsiran Data dalam % Kualitatif
Persentase Tafsiran
100 Seluruhnya
90-99 Hampir seluruhnya
70-89 Sebagian besar
51-69 Lebih dari setengahnya
50 Setengahnya
1-29 Setengah kecil
0 Tidak seorang pun
Adapun rumus untuk menentukan nilai rata-rata, atau rata-rata nilai kelas
menurut Nurgiyantoro (2010, hlm. 219) yaitu:
� =
∑ ��Keterangan:
X = Rata-rata (mean)
Silvia, Syiva S. 2014
PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN MENYIMAK DAN BERBICARA SISWA DI KELAS VSDN PASIR MUNCANG KABUPATEN BANDUNG BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan hasil tindakan penelitian, analisis, serta refleksi mengenai
penerapan model cooperative learning tipe jigsaw untuk meningkatkan
kemampuan menyimak dan berbicara siswa, maka berikut merupakan simpulan
dan rekomendasi dari penelitian ini.
A. Simpulan
Dari hasil pelaksanaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, dapat
disimpulkan bahwa kemampuan menyimak dan berbicara siswa kelas V SD
Negeri Pasir Muncang mengalami peningkatan melalui penerapan model
cooperative learning tipe jigsaw. Sejalan dengan hal tersebut, terdapat beberapa
simpulan yang telah diperoleh, antara lain sebagai berikut.
1. Pelaksanaan pembelajaran menyimak dan berbicara dengan menggunakan
model cooperative learning tipe jigsaw pada umumnya sesuai dengan yang
diharapkan. Melalui penerapan model tersebut, siswa tampak lebih aktif dan
antusias mengikuti kegiatan pembelajaran yang setiap siklusnya beralokasi
waktu selama 3x35 menit, karena kegiatan belajar berpusat pada keaktifan
siswa “student centered”. Selain itu, teknik belajar berkelompok juga tampak
lebih disukai siswa karena siswa memiliki kesempatan untuk saling
berdiskusi dan mendapatkan informasi baru dari teman mereka tanpa ada rasa
canggung, selain itu belajar berkelompok juga memberi pengaruh positif
terhadap kemampuan berbicara siswa karena siswa yang belum terbiasa
berbicara di depan kelas, dapat terpacu atau terdorong untuk mulai
membiasakan mampu berbicara di depan kelas dimulai dari kegiatan
berbicara bersama-sama teman kelompoknya. Kemudian, teknik belajar
berkelompok ini juga memberikan manfaat untuk meningkatkan kemampuan
lingkungannya untuk menyimak dimulai dari mengkondisikan lingkungan
terkecilnya yaitu kelompoknya masing-masing dengan cara saling
mengingatkan untuk dapat fokus terhadap kegiatan menyimak dengan baik.
Selain itu, dengan membentuk “tim ahli” pada teknik berkelompok jigsaw
juga memudahkan siswa untuk memahami materi pelajaran serta
menyelesaikan tugasnya dalam mengidentifikasi unsur-unsur cerita rakyat
karena didiskusikan bersama kelompok. Kegiatan belajar yang berpusat pada
siswa juga membuat suasana kelas menjadi lebih kondusif dan dinamis.
2. Kemampuan menyimak dan berbicara siswa mengalami peningkatan setelah
diterapkannya model cooperative learning tipe jigsaw dalam kegiatan
pembelajaran yang dilaksanakan di setiap siklus. Hal tersebut tampak dari
peningkatan hasil dari kemampuan menyimak dan berbicara siswa yang
meningkat pada setiap siklus. Selama pelaksanaan pembelajaran setiap siklus
kemampuan menyimak siswa dinilai berdasarkan lima aspek penilaian, yang
pertama dilihat dari aspek pemahaman isi teks yang pada siklus I secara
umum siswa dikatakan cukup memahami isi cerita yang dibacakan guru,
kemudian berangsur meningkat pada siklus-siklus berikutnya. Pada aspek ini
siswa paling tidak mampu mengidentifikasi tokoh dan isi cerita secara umum
tetapi belum semua unsur-unsur cerita yang lebih detil dapat dipahami dengan
tepat yang tampak dari perolehan nilai pada aspek pemahaman detil isi teks.
Pada aspek pemahaman detil isi teks di siklus I, kemampuan siswa cenderung
merata dalam menjawab soal, rata-rata siswa mampu menjawab 3-4 soal
seputar cerita rakyat yang telah disimak dengan benar, kemudian seiring
dilakukannya perbaikan selama pembelajaran menyimak, kemampuan siswa
dalam memahami detil cerita melalui unsur-unsur cerita pun beranjak
meningkat hingga di siklus III sudah banyak siswa yang mampu menjawab
dengan benar seluruh soal mengenai unsur-unsur cerita rakyat yang diberikan
sebagai tolak ukur sejauh mana kemampuan menyimak siswa. Selanjutnya
dilihat dari aspek ketepatan diksi, pada awal siklus kemampuan siswa dalam
menentukan pilihan kata untuk menceritakan kembali cerita yang telah
dengan siswa yang mendapatkan kategori cukup (C), namun perolehan nilai
siswa pada aspek ini pun cenderung mengalami peningkatan di setiap
siklusnya yang tampak dari hasil analisis data kemampuan menyimak siswa.
Sama halnya pada aspek ketepatan struktur kalimat, meskipun
berangsur-angsur meningkat pada setiap siklusnya, namun kesalahan siswa cenderung
terletak pada hal yang sama yakni kurang memperhatikan awal cerita, isi, dan
penutup cerita dalam menyampaikan hasil menyimaknya sehingga bagian
cerita tidak tuntas atau tidak sesuai dengan keseluruhan cerita yang telah
disimak. Aspek yang terakhir yaitu ejaan dan tata tulis, dari kelima aspek
penilaian kemampuan menyimak, baik dari siklus I hingga siklus III aspek ini
paling banyak di anggap yang paling sulit oleh siswa. Siswa tampak agak
sulit untuk menghindari kesalahan pada aspek tersebut sehubungan dengan
kebiasaan siswa dalam kegiatan belajar sehari-hari yang kurang dikoreksi
oleh guru, terutama dalam kesalahan penggunaan tanda baca serta
penempatan huruf besar di tengah kalimat. Untuk menilai kemampuan
berbicara juga dilihat dari lima aspek. Yang pertama yakni aspek lafal, aspek
tersebut cenderung menentukan penilaian aspek-aspek selanjutnya karena
jelas atau tidaknya pelafalan pembicaraan siswa berpengaruh pada mampu
tidaknya guru memahami apa yang dibicarakan siswa berikut bagaimana
struktur, kosakata, kefasihan, serta pemahaman siswa. Aspek lafal pada setiap
siklus cenderung menjadi masalah utama siswa, namun dengan pembiasaan
secara kontinyu pada setiap siklus pelafalan siswa berangsur membaik dan
meningkat. Adapun pada aspek struktur dalam berbicara pada awal siklus
memang cenderung berantakan sama halnya seperti pada aspek lafal. Kurang
terbiasanya siswa dalam kegiatan berbicara didepan kelas menjadi pemicu
utama pembicaraan siswa yang kurang terstruktur sehingga banyak didapati
kata-kata dan kalimat yang berbelit-belit. Namun, pada siklus-siklus
berikutnya beberapa siswa mulai memperbaiki kesalahan tersebut sehingga
aspek penilaian struktur pun meningkat. Pada aspek kosakata, dan aspek
kefasihan dapat disimpulkan keduanya saling berkaitan karena semakin baik