• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK DAN BERBICARA SISWA DI KELAS V SDN PASIR MUNCANG KABUPATEN BANDUNG BARAT.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK DAN BERBICARA SISWA DI KELAS V SDN PASIR MUNCANG KABUPATEN BANDUNG BARAT."

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

Silvia, Syiva S. 2014

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK DAN BERBICARA SISWA DI KELAS VSDN PASIR MUNCANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING

TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

MENYIMAK DAN BERBICARA SISWA DI KELAS V

SDN PASIR MUNCANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh

Syiva Sidqah Silvia NIM 1003520

PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN PEDAGOGIK

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

Silvia, Syiva S. 2014

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK DAN BERBICARA SISWA DI KELAS VSDN PASIR MUNCANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING

TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

MENYIMAK DAN BERBICARA SISWA DI KELAS V

SDN PASIR MUNCANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Oleh

Syiva Sidqah Silvia

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Syiva Sidqah Silvia 2014

Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)

Silvia, Syiva S. 2014

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK DAN BERBICARA SISWA DI KELAS VSDN PASIR MUNCANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

(4)

Silvia, Syiva S. 2014

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN MENYIMAK DAN BERBICARA SISWA DI KELAS VSDN PASIR MUNCANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING

TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK DAN BERBICARA SISWA DI KELAS V

SDN PASIR MUNCANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Oleh

Syiva Sidqah Silvia 1003520

Penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya permasalahan siswa mengenai rendahnya kemampuan menyimak dan berbicara. Hal tersebut berdasarkan hasil observasi awal yang menunjukkan bahwa siswa cenderung pasif dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas sehingga kurang terampil dalam kemampuan menyimak dan berbicara. Dari permasalahan tersebut diperlukan penerapan teknik belajar yang lebih menekankan pada keaktifan siswa di kelas untuk meningkatkan kemampuan menyimak dan berbicara, yaitu dengan menerapkan model cooperative learning tipe jigsaw. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: (1) Memperoleh gambaran tentang efektivitas pelaksanaan pembelajaran menyimak dan berbicara pada mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas V SDN Pasir Muncang dengan penerapan model cooperative

learning tipe jigsaw, (2) Memperoleh gambaran tentang peningkatan kemampuan

menyimak dan berbicara siswa kelas V SDN Pasir Muncang setelah model

cooperative learning tipe jigsaw diterapkan. Penelitian tindakan kelas ini

diadaptasi dari model Kemmis dan Mc. Taggart yang dilakukan dalam tiga siklus. Setiap tahapan siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu, nilai rata-rata kelas pada pembelajaran menyimak siklus I sebesar 61,67. Pada siklus II meningkat menjadi 68,2 dan siklus III kembali meningkat menjadi 76,3. Sedangkan, nilai rata-rata kemampuan berbicara pada siklus I yaitu 53,5. Pada siklus II meningkat menjadi 66, dan siklus III kembali meningkat menjadi 78,7. Simpulan dari penelitian ini yaitu pelaksanaan pembelajaran berjalan dengan lebih aktif. Kemampuan menyimak dan berbicara siswa memperoleh peningkatan pada setiap siklusnya setelah melalui pembelajaran dengan menerapkan model cooperative learning tipe

jigsaw. Berdasarkan temuan tersebut, direkomendasikan agar para guru khususnya

guru bahasa Indonesia untuk menerapkan model cooperative learning tipe jigsaw sebagai model pembelajaran alternatif untuk meningkatkan kemampuan menyimak dan berbicara.

(5)

Silvia, Syiva S. 2014

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN MENYIMAK DAN BERBICARA SISWA DI KELAS VSDN PASIR MUNCANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

(6)

Silvia, Syiva S. 2014

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN MENYIMAK DAN BERBICARA SISWA DI KELAS VSDN PASIR MUNCANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI

A. Latar Belakang Masalah ...

B. Rumusan Masalah ...

C. Tujuan Penelitian ...

D. Manfaat Hasil Penelitian ...

E. Hipotesis Tindakan ...

F. Definisi Operasional ...

BAB II PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK

DAN BERBICARA SISWA DI KELAS V SDN PASIR MUNCANG

KABUPATEN BANDUNG BARAT...

A. Model Cooperative Learning Tipe Jigsaw ...

1. Hakikat Model Cooperative Learning...

2. Definisi Model Cooperative Learning Tipe Jigsaw ...

3. Langkah-Langkah Model Cooperative Learning Tipe Jigsaw...

4. Peran Guru dalam Model Cooperative Learning Tipe Jigsaw...

5. Kelebihan dan Kekurangan Model Cooperative Learning Tipe Jigsaw.

B. Hakikat Bahasa Indonesia...

C. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar...

D. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan...

(7)

Silvia, Syiva S. 2014

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN MENYIMAK DAN BERBICARA SISWA DI KELAS VSDN PASIR MUNCANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Kemampuan Menyimak...

2. Pengajaran Menyimak...

3. Tahap-Tahap Menyimak...

4. Ragam Menyimak...

5. Kemampuan Menyimak Siswa Sekolah Dasar...

F. Hakikat Kemampuan Berbicara...

1. Kemampuan Berbicara...

2. Tujuan Berbicara...

3. Prinsip-Prinsip Berbicara...

G. Hubungan antara Kemampuan Menyikan dan Berbicara...

H. Penelitian yang Relevan...

BAB III METODE PENELITIAN ...

A. Metode Penelitian ...

1. Metode Penelitian...

2. Pendekatan Penelitian...

B. Desain Penelitian ...

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ...

D. Subjek Penelitian ...

E. Prosedur Penelitian ...

F. Instrumen Penelitian ...

G. Analisis Data ...

BAB IV ANALISIS PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...

A. Analisis Hasil Penelitian ...

1. Deskripsi Hasil Penelitian Siklus I ...

a. Kegiatan Perencanaan Siklus I ...

b. Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ...

c. Hasil Analisis Siklus I ...

1) Analisis Kemampuan Menyimak Siswa...

(8)

Silvia, Syiva S. 2014

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN MENYIMAK DAN BERBICARA SISWA DI KELAS VSDN PASIR MUNCANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3) Analisis Hasil Observasi Aktivitas Guru...

4) Analisis Lembar Observasi Aktivitas Siswa...

d. Kegiatan Refleksi Siklus I ...

2. Deskripsi Hasil Penelitian Siklus II ...

a. Kegiatan Perencanaan Siklus II ...

b. Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ...

c. Hasil Analisis Siklus II...

1) Analisis Kemampuan Menyimak Siswa...

2) Analisis Kemampuan Berbicara Siswa...

3) Analisis Hasil Observasi Aktivitas Guru...

4) Analisis Lembar Observasi Aktivitas Siswa...

d. Kegiatan Refleksi Siklus II ...

3. Deskripsi Hasil Penelitian Siklus III ...

a. Kegiatan Perencanaan Siklus III ...

b. Pelaksanaan Pembelajaran Siklus III ...

c. Hasil Analisis Siklus III...

1) Analisis Kemampuan Menyimak Siswa...

2) Analisis Kemampuan Berbicara Siswa...

3) Analisis Hasil Observasi Aktivitas Guru...

4) Analisis Lembar Observasi Aktivitas Siswa...

d. Kegiatan Refleksi Siklus III ...

B. Pembahasan Hasil Penelitian...

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI...

(9)

Silvia, Syiva S. 2014

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN MENYIMAK DAN BERBICARA SISWA DI KELAS VSDN PASIR MUNCANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB 1

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Bahasa sangatlah berperan penting dalam kehidupan sehari-hari terlebih

bagi dunia pendidikan. Bahasa merupakan sebuah jembatan bagi pemerolehan

ilmu-ilmu pembelajaran di sekolah. Karena tanpa diantar atau dijembatani oleh

bahasa maka suatu ilmu tidak dapat disampaikan dengan baik dan lancar kepada

para peserta didik. Tiadanya interaksi dan komunikasi yang semestinya terjalin

aktif melalui penggunaan bahasa antara pendidik dan peserta didik akan

menyebabkan proses belajar mengajar tidak akan berjalan dengan optimal.

Bahasa Indonesia memiliki peran sentral dalam pengembangan intelektual,

sosial, dan emosional siswa dan merupakan penunjang keberhasilan dalam

mempelajari semua bidang studi. Tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia

sebagaimana yang tercantum dalam KTSP Permendiknas No. 22 (2006, hlm.

120) bagi peserta didik adalah sebagai berikut:

1. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis.

2. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa Negara.

3. Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan.

4. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial.

5. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan kemampuan dan pengetahuan berbahasa.

6. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.

Maka daripada itu, pembelajaran bahasa Indonesia bertujuan agar dengan

mengenyam mata pelajaran bahasa Indonesia, peserta didik mampu meningkatkan

(10)

bangga akan bahasa Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia

Indonesia yang senantiasa patut untuk dikembangkan.

Menurut Tarigan (2013, hlm. 2) terdapat empat aspek keterampilan

berbahasa (language arts, language skills), yang mencakup empat aspek esensial,

antara lain:

menyimak (listening skill)

berbicara (speaking skill)

membaca (reading skill), dan

menulis (writing skill).

Adapun hubungan dari setiap keterampilan itu, antara satu aspek

keterampilan dengan ketiga aspek keterampilan lainnya sangatlah erat dengan

berbagai cara yang beraneka ragam. Keempat keterampilan tersebut pada

dasarnya merupakan satu kesatuan yang disebut catur tunggal, Tarigan (2013,

hlm. 2).

Menyimak dan berbicara merupakan jenis keterampilan yang paling

bersinergi satu sama lain. Brooks dalam Tarigan (2013, hlm. 4) menjelaskan

bahwa menyimak dan berbicara merupakan kegiatan dua arah yang langsung,

merupakan komunikasi tatap muka atau face to face communication. Jadi

menyimak dan berbicara merupakan komunikasi dua arah yang dapat mendasari

pikiran untuk menguraikan hubungan keduanya.

Didalam kehidupan, manusia selalu dituntut untuk menyimak lalu

mengkomunikasikannya melalui berbicara baik dalam lingkungan keluarga,

sekolah, maupun masyarakat. Kemampuan menyimak dan berbicara yang baik

oleh peserta didik juga begitu penting adanya didalam kegiatan pembelajaran pada

setiap mata pelajaran, karena dengan kemampuan menyimak dan berbicara yang

baik, maka siswa akan mampu memperkaya wawasan mereka dengan memahami

secara utuh apa saja yang ia pelajari tanpa mendapati kesulitan untuk

mengkomunikasikannya dalam jejaring yang dibangun atau dimiliki.

Meskipun demikian, pada kenyataannya di lapangan tidak semua peserta

didik memiliki kemampuan menyimak yang sama baiknya, sehingga kemampuan

(11)

dalam mengkondisikan diri dan memusatkan konsentrasinya kedalam situasi

menyimak tersebut sehingga animo siswa untuk berpartisipasi didalam kegiatan

pembelajaran di kelaspun surut dan cenderung pasif terutama untuk keterampilan

berbicara didepan kelas.

Dewasa ini, pembelajaran bahasa Indonesia disekolah dasar kurang

mengalami kemajuan yang cukup berarti. Hal tersebut tampak dari paparan

Kemendikbud pada bulan juni tahun 2013 mengenai survey internasional PISA

2009 (Programme for International Student Assessment), yang menunjukkan data

mengenai lemahnya / belum maksimalnya kemampuan menguasai mata pelajaran

bahasa Indonesia oleh rata-rata siswa sekolah dasar di Indonesia. Data tersebut

disajikan dalam diagram batang berikut ini.

Gambar 1.1

Data diatas merupakan refleksi dari hasil survey internasional PISA 2009

yang menunjukkan hampir semua siswa Indonesia hanya menguasai pelajaran

bahasa sampai di level 3 saja, sementara di negara lain banyak yang menguasai

pelajaran bahasa sampai level 4, 5, bahkan 6. Interpretasi dari hasil ini hanya satu

yaitu bahwa yang diajarkan di Indonesia berbeda dengan tuntutan zaman, atau

dengan kata lain standar pembelajaran bahasa di Indonesia belum mampu

mencapai standar internasional.

Senada dengan paparan diatas, peneliti menemukan kondisi dilapangan

(12)

dalam mengikuti pembelajaran bahasa Indonesia. Nilai rata-rata siswa pada

pembelajaran menyimak adalah 60. Nilai tersebut masih dibawah KKM yang

ditentukan yaitu sebesar 65. Beberapa siswa juga masih kurang termotivasi dalam

belajar sehingga peneliti menemukan hambatan-hambatan antara lain mengenai

kemampuan menyimak, dan kemampuan berbicara siswa yang berpusat pada

kurangnya kemampuan siswa dalam mengidentifikasi unsur-unsur cerita pada

materi cerita rakyat. Hal tersebut berdampak pula pada kurangnya kemampuan

siswa dalam menceritakan atau menjelaskan kembali isi cerita yang telah disimak

di depan kelas, sehingga hampir 70% atau sebanyak 21 orang dari 30 siswa kelas

V SDN Pasir Muncang mendapat nilai kurang dari angka 65 sebagai patokan nilai

Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) pada pembelajaran kemampuan berbicara

mata pelajaran bahasa Indonesia. Kenyataan ini dipicu oleh pembelajaran

konvensional yang dilakukan oleh guru yaitu dominasi peran guru didalam

pembelajaran (teacher centered). Metode ceramah saja tidak akan

mengembangkan kemampuan berpikir siswa secara menyeluruh (holistik),

ditambah lagi pelaksanaan pembelajaran yang monoton karena guru jarang

memfasilitasi siswa dengan penggunaan media belajar yang menarik serta jarang

pula mengaplikasikan model atau metode pembelajaran yang lebih variatif.

Dalam kegiatan pembelajaran mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas V

SDN Pasir Muncang, khususnya dalam pembelajaran materi-materi pada standar

kompetensi kemampuan menyimak, cenderung kurang diperhatikan. Hal tersebut

tampak dari pelaksanaan pembelajaran menyimak, baik itu berupa materi wacana

ataupun ragam cerita anak (cerita rakyat, dongeng, cerita pendek, dll.) yang

seringkali dilakukan di kelas rupanya masih keliru. Pada pelaksanaannya, guru

cenderung membiarkan siswa untuk membaca sendiri wacana atau cerita-cerita

anak yang terdapat pada LKS atau buku paket yang digunakan sebagai sumber

belajar. Tentu saja pembelajaran tersebut jelas sudah tidak dapat dikatakan atau

dikategorikan sebagai pembelajaran menyimak, karena siswa malah melakukan

kegiatan membaca cerita dan bukan menyimak cerita. Hal tersebut juga tentu akan

(13)

pula pada rendahnya keaktifan berbicara siswa dalam kegiatan belajar mengajar di

kelas karena siswa kurang terlatih dalam proses belajar mengajar sehari-hari.

Hal di atas berdampak pada pasifnya kemampuan belajar siswa terutama

dalam menguasai aspek-aspek keterampilan berbahasa, padahal didalam

pembelajaran bahasa Indonesia sendiri menyimak dan berbicara dikategorikan

kedalam empat aspek pokok yang esensial yang tentu saja mempengaruhi

keberhasilan pembelajaran bahasa itu sendiri.

Dalam kegiatan pembelajaran di kelas, keempat aspek tersebut memiliki

indikator-indikator yang harus dituntaskan oleh siswa. Berdasarkan kegiatan

observasi dikelas V SDN Pasir Muncang seperti yang telah disebutkan diatas,

pada mata pelajaran bahasa Indonesia nilai kriteria ketuntasan minimum (KKM)

siswa adalah 65, nilai tersebut memang sudah bisa dikatakan cukup baik namun

dalam upaya peningkatan prestasi belajar, serta mutu pendidikan khususnya dalam

pembelajaran bahasa Indonesia nilai 65 dirasa masih perlu ditingkatkan,

mengingat dalam teori Mastery Learning (pembelajaran tuntas) batas pencapaian

ketuntasan belajar umumnya disepakati pada skor/nilai 75 (75%). Terlebih

tuntutan standar nasional nilai ketuntasan belajar siswa seharusnya sampai dengan

mencapai nilai 100.

Maka dengan uraian di atas peneliti memiliki harapan agar siswa yang

memiliki nilai mata pelajaran bahasa Indonesia kurang atau belum mencapai

KKM mampu berpacu menuntaskannya, disamping itu peneliti berharap agar

upaya meningkatkan standar nilai kriteria ketuntasan minimum (KKM) siswa

kelas V SDN Pasir Muncang dapat diwujudkan lebih baik lagi, sehingga mampu

mencapai nilai KKM 75 pada mata pelajaran bahasa Indonesia sesuai dengan teori

pendekatan pembelajaran tuntas (Mastery Learning), serta berupaya untuk

semakin mendekati nilai standar nasional yaitu sampai dengan angka 100.

Pembelajaran konvensional yang masih dilakukan oleh guru sehingga

berpengaruh pada perolehan nilai siswa di kelas V SDN Pasir Muncang

khususnya pada mata pelajaran bahasa Indonesia, sebaiknya perlu diperbaiki

karena untuk mengembangkan kemampuan berbicara siswa, guru harus

(14)

kegiatan menyimak, guru langsung membacakan cerita tanpa memperhatikan

kesiapan siswa untuk menyimak cerita guru. Ditambah lagi cara guru

menyampaikan ceritapun tanpa menggunakan media dan metode belajar yang

menarik, ketiadaan ekspresi (mimik wajah, intonasi yang tepat, dan gestur

gerakan tubuh) guru saat bercerita akan memicu kejenuhan sehingga

membosankan bagi para siswa.

Menyimak merupakan pengajaran bahasa Indonesia yang tidak selamanya

berdiri sendiri. Pengajaran menyimak sendiri terintegrasi dengan ketiga aspek

keterampilan bahasa yang lainnya terutama aspek berbicara. Dalam pengajaran

menyimak, dibutuhkan bahan ajar seperti yang difokuskan pada penelitian ini

yaitu naskah cerita anak atau naskah fiksi (dongeng, cerita pendek, cerita rakyat,

dan lain-lain). Bahan ajar tersebut harus diajarkan dengan baik pada siswa salah

satunya dengan menggunakan metode Jigsaw. Diharapkan dengan salah satu

teknik belajar berkelompok ini, siswa akan lebih tertarik dan lebih dimudahkan

dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia untuk melatih kemampuan

menyimak dan berbicaranya.

Salah satu hal yang menarik dari metode jigsaw ini yaitu siswa diberi

kesempatan untuk menggali pengalaman baru melalui kegiatan interaksi didalam

dua kelompok yang berbeda, artinya setiap siswa bekerjasama didalam dua

lingkungan yang berbeda, karena dua kelompok yang berbeda tersebut terdiri dari

individu atau anggota kelompok yang berlainan pula, yang masing-masing kepala

memiliki ide dan pengetahuan yang berbeda. Sehingga pengetahuan siswa akan

lebih berkembang karena siswa akan memiliki banyak masukan ide maupun

gagasan baru dari banyak kepala atau individu yang beraneka ragam didalam

kelompok-kelompok tersebut.

Didalam kegiatan belajar berkelompok, siswa dituntut secara tidak langsung

akan terus berkomunikasi dan berinteraksi untuk berdiskusi dengan anggota

kelompoknya sehingga akan melatih kemampuan menyimak dan berbicaranya

didalam kelompok tersebut. Terlebih, untuk mampu berbicara di depan kelas

siswa biasanya “saling dorong” dan saling tunjuk untuk maju berbicara ke depan

(15)

tidak percaya diri bila maju sendiri, sehingga diharapkan dengan teknik belajar

berkelompok tipe jigsaw ini akan melatih rasa percaya diri siswa dimulai dengan

mengasah kemampuan berbicara siswa secara berkelompok.

Metode Jigsaw adalah salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif

(cooperative learning) yang menekankan siswa bekerja sama secara berkelompok.

Metode Jigsaw disebut juga metode tim ahli karena siswa akan dibentuk menjadi

beberapa kelompok kecil yang heterogen pada awalnya, yang kemudian setiap

anggotanya ditugaskan untuk menjadi “ahli” dari sub topik materi pelajaran yang

ditugaskan di kelompoknya, khususnya pada materi mengidentifikasi unsur-unsur

intrinsik cerita rakyat, guru membagi topik pelajaran menjadi subtopik-subtopik

seperti tokoh, watak, alur, tema, dan amanat. Setelah itu kelompok awal tersebut

setiap anggotanya diberi tanggung jawab terhadap setiap subtopik yang berbeda.

selanjutnya setiap anggota dipecah untuk berpindah ke “kelompok jigsaw

dimana anggotanya berasal dari kelompok lain yang telah menguasai bagian tugas

yang sama. Dikelompok tersebut masing masing anggota akan bekerjasama

melatih kemampuan menyimak dan berbicara mereka didalam anggota kelompok

untuk menyelesaikan tugas di “kelompok jigsaw”. Selanjutnya setiap anggota “kelompok jigsaw” kembali ke kelompoknya semula sebagai “ahli” untuk mengajarkan informasi baru yang telah didapatkan di “kelompok jigsaw”.

Melalui metode jigsaw ini guru dapat melatih kemampuan menyimak siswa

secara lebih efektif karena dituntut untuk mampu menyimak satu sama lain

didalam kelompoknya agar mampu menyelesaikan tugasnya, dan siswa akan lebih

tertarik dan pembelajaranpun akan semakin menyenangkan karena siswa tidak

hanya duduk manis dijejali pelajaran oleh guru, tetapi disini siswa yang lebih

aktif. Selain itu, kemampuan berbicara siswa juga akan terlatih karena siswa

dituntut untuk dapat menjelaskan atau menceritakan kembali apa yang didapatkan

dari “kelompok jigsaw” mereka didalam kelompok awalnya, lalu setiap kelompok

akan mempresentasikan hasil diskusinya didepan kelas.

Selain akan memudahkan siswa dalam memahami materi dengan melatih

kemampuan menyimaknya, melalui metode jigsaw ini siswa akan lebih tertarik

(16)

melatih kemampuan berbicaranya. Berdasarkan persoalan diatas, maka peneliti

menyimpulkan dan memutuskan untuk melakukan penelitian mengenai

Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Jigsaw Untuk Meningkatkan Kemampuan Menyimak dan Berbicara Siswa di Kelas V SDN Pasir Muncang

Kabupaten Bandung Barat”.

B.Rumusan Masalah

Sejalan dengan latar belakang masalah diatas terdapat beberapa masalah

yang dapat dirumuskan antara lain sebagai berikut.

1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran menyimak dan berbicara pada mata

pelajaran bahasa Indonesia di kelas V SDN Pasir Muncang dengan penerapan

model cooperative learning tipe jigsaw?

2. Bagaimana peningkatan kemampuan menyimak dan berbicara siswa kelas V

SDN Pasir Muncang setelah model cooperative learning tipe jigsaw

diterapkan?

C.Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, adapun tujuan yang ingin dicapai dalam

penelitian ini antara lain.

1. Memperoleh gambaran tentang efektivitas pelaksanaan pembelajaran

menyimak dan berbicara pada mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas V SDN

Pasir Muncang dengan penerapan model cooperative learning tipe jigsaw.

2. Memperoleh gambaran tentang peningkatan kemampuan menyimak dan

berbicara siswa kelas V SDN Pasir Muncang setelah model cooperative

learning tipe jigsaw diterapkan.

D.Manfaat Hasil Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat khususnya bagi siswa dan guru,

baik manfaat teoritis maupun manfaat praktis diantaranya yaitu.

(17)

Memperkaya wawasan serta pengalaman mengenai penggunaan model

cooperative learning tipe jigsaw dalam pengajaran menyimak dan berbicara

pada mata pelajaran bahasa Indonesia.

2. Bagi Siswa

a. Memperkenalkan model cooperative learning tipe jigsaw yang

diaplikasikan pada pembelajaran bahasa Indonesia, dalam upaya

meningkatkan kemampuan menyimak dan berbicara siswa.

b. Memperkaya pengetahuan dan pengalaman belajar siswa dengan

melakukan teknik belajar berkelompok tipe jigsaw didalam

pembelajaran bahasa Indonesia.

c. Memberikan suasana belajar yang baru dengan mengaplikasikan

model cooperative learning tipe jigsaw, bagi siswa kelas V SDN Pasir

Muncang.

3. Bagi Guru

a. Memberikan gambaran mengenai model cooperative learning tipe

jigsaw, serta pelaksanaannya didalam pembelajaran bahasa Indonesia

di kelas, sehingga diharapkan mampu mengaplikasikannya pada

kegiatan-kegiatan pembelajaran di kemudian hari.

b. Dengan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model

cooperative learning tipe jigsaw, membantu melatih kemampuan

menyimak dan berbicara siswa di kelas yang dikelola oleh guru,

sehingga akan meningkatkan kemampuan tersebut terutama dalam

pembelajaran bahasa Indonesia.

4. Bagi Sekolah

a. Menjadi salah satu bahan rekomendasi untuk program pembelajaran

selanjutnya khususnya pada peningkatan kemampuan menyimak dan

berbicara dalam pembelajaran bahasa Indonesia.

b. Turut serta menyumbangkan gagasan, pemikiran, serta pengetahuan

yang dapat dijadikan sebagai bahan referensi atau kajian guru dalam

meningkatkan kemampuan menyimak dan berbicara menggunakan

(18)

E.Hipotesis Tindakan

Mengacu pada uraian diatas, maka berikut hipotesis tindakan yang

dirumuskan, "jika proses pembelajaran mata pelajaran bahasa Indonesia

menggunakan model cooperative learning tipe jigsaw maka kemampuan

menyimak dan berbicara siswa di kelas V SDN Pasir Muncang akan meningkat".

F. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini terdapat beberapa definisi yang perlu diperjelas, untuk

memudahkan dalam memahaminya. Oleh karena itu peneliti memberikan

penjelasan terhadap definisi-definisi operasional variabelnya, yaitu:

1. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Tipe Jigsaw

Model Pembelajaran Kooperatif (cooperative learning) adalah sebuah

model pembelajaran yang memfasilitasi siswa belajar dengan bekerja didalam

sebuah kelompok. Didalam model pembelajaran kooperatif sendiri terdapat

metode-metode yang mengacu pada pembelajaran siswa secara berkelompok.

Salah satunya ialah metode jigsaw. Menurut Arends (1997) metode jigsaw

merupakan model pembelajaran kooperatif, dimana siswa belajar dalam kelompok

kecil yang terdiri dari 4-6 orang secara heterogen, bekerjasama dan saling

ketergantungan yang positif serta bertanggung jawab terhadap ketuntasan bagian

materi pelajaran yang harus dipelajari/dikuasai kemudian menyampaikan materi

yang telah dikuasainya tersebut kepada kelompok yang lain. Dalam meningkatkan

kemampuan menyimak dan berbicara siswa, model cooperative learning tipe

jigsaw ini cukup tepat karena memberikan banyak kesempatan pada siswa untuk

meningkatkan keterampilan berkomunikasi yang didalamnya siswa harus terampil

juga dalam menyimak dan berbicara.

2. Kemampuan Menyimak dan Berbicara

Kemampuan menyimak merupakan kesanggupan seseorang dalam

melakukan kegiatan mendengarkan bunyi bahasa yang lebih mendalam, termasuk

didalamnya kegiatan mengidentifikasi isi yang terkandung dari apa yang disimak,

(19)

kepada objek yang disimaknya. Selain itu dalam kegiatan memperoleh informasi

melalui menyimak, diperlukan perhatian dan pemahaman yang baik agar pesan

yang diinformasikan oleh objek yang disimak dapat ditangkap dengan baik dan

benar.

Dalam pembelajaran cerita rakyat mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas

V, aspek berbahasa yang paling utama harus dikuasai ialah kemampuan

menyimak karena baik tidaknya kemampuan menyimak siswa akan berpengaruh

terhadap aspek-aspek kemampuan berbahasa yang lainnya, khususnya

kemampuan berbicara yang berkaitan langsung dengan kemampuan menyimak

karena kedua aspek berbahasa tersebut memiliki hubungan langsung yang

reseptif. Berbicara merupakan kemampuan yang diperoleh siswa setelah

mengalami atau melakukan kegiatan menyimak. Jika dalam kegiatan menyimak

siswa harus belajar memahami, maka dalam kegiatan berbicara siswa harus

(20)

Silvia, Syiva S. 2014

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN MENYIMAK DAN BERBICARA SISWA DI KELAS VSDN PASIR MUNCANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III

METODE PENELITIAN

A.Metode Penelitian dan Pendekatan Penelitian 1. Metode Penelitian

Menurut Ruseffendi (2001, hlm. 3) “Penelitian adalah cara mencari

kebenaran melalui metode ilmiah”. Sejalan dengan ungkapan tersebut maka

penelitian ini menggunakan sebuah metode ilmiah, yakni metode penelitian

tindakan kelas (clasroom action research). Penelitian tindakan kelas (PTK) adalah

penelitian tindakan yang dilakukan di kelas dengan tujuan memperbaiki atau

meningkatkan mutu praktik belajar (Arikunto, 2006, hlm. 58). Dalam penelitian

tindakan kelas, peneliti dapat meneliti sendiri terhadap praktek pembelajaran

dilakukan di kelas, melalui tindakan-tindakan yang direncanakan, dilaksanakan

dan di evaluasi. Hal ini sesuai dengan karakteristik penelitian tindakan kelas yaitu

adanya tindakan-tindakan (aksi) tertentu untuk memperbaiki proses belajar

mengajar di kelas.

Secara rinci Arikunto (2006, hlm. 9-10), mengemukakan tujuan dari

penelitian tindakan kelas, yaitu:

1) Penelitian Tindakan Kelas menawarkan suatu cara baru untuk memperbaiki

dan meningkatkan kemampuan profesinalisme guru dalam kegiatan

belajar-mengajar di kelas.

2) Penilitian Tindakan Kelas membuat guru dapat meneliti dan mengkaji

sendiri kegiatan praktik pembelajaran sehari-hari yang dilakukan di kelas.

3) Penilitian Tindakan Kelas tidak membuat guru meninggalkan tugasnya.

Artinya guru tetap melakukan kegiatan mengajar seperti biasa, namun pada

saat bersamaan dan secara terintegerasi guru melaksanakan penelitian.

4) Penilitian Tindakan Kelas mampu menjebatani kesenjangan antara teori dan

praktik. Guru mendaptasi teori-teori yang berhungungan dengan mata

(21)

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kombinasi (mixed methods) dari data penelitian kualitatif dan kuantitatif melalui

metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Sugiyono (2011, hlm. 404) menyatakan

bahwa pendekatan kombinasi atau campuran, yaitu mengkombinasikan atau

menggabungkan antara metode kualitatif dan metode kuantitatif untuk digunakan

secara bersama-sama dalam suatu kegiatan penelitian, sehingga diperoleh data

yang lebih komprehensif, valid, reliabel, dan objektif.

Menurut Norman E. Wallen dan Fraenkel (2009) menyatakan pada

penelitian kualitatif bahwa “Discourse is the data” maksudnya adalah wacana

ilmiah merupakan data, karena pada data kualitatif cenderung berbasis kata-kata

dengan deskripsi naratif, ungkapan atau pernyataan, sedangkan data kuantitatif

cenderung mereduksi data menjadi angka-angka. Data-data tersebut diperoleh

selama penelitian dilaksanakan yang kemudian dikumpulkan untuk diolah atau

dianalisis. Perolehan data-data penelitian kualitatif dan kuantitatif memiliki

keterkaitan satu sama lain dan tentu saja berpengaruh terhadap perolehan hasil

penelitian tindakan kelas yang dilakukan.

B.Desain Penelitian

Desain atau model penelitian tindakan kelas yang digunakan dalam

penelitian ini adalah model spiral, yaitu model siklus secara berulang dan

berkelanjutan. Ini berarti semakin lama diharapkan perubahan proses

pembelajaran dan hasil pembelajaran menunjukkan peningkatan. Adapun model

PTK ini sesuai dengan pengertian dan langkah-langkah penelitian menurut

Kemmis dan Mc. Taggart dalam Ningrum (2009, hlm. 2), terdiri dari empat

komponen, yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi seperti pada

(22)

Gambar 3. 1 Penelitian Tindakan Kelas Model Spiral Diadaptasi dari Kemmis dan

McTaggart (Ningrum, 2009)

Gambar diatas menunjukkan bahwa pertama, sebelum melaksanakan

tindakan terlebih dahulu peneliti harus merencanakan secara seksama jenis

tindakan yang akan dilaksanakan. Kedua, setelah rencana disusun secara matang,

barulah tindakan itu dilakukan. Ketiga, bersamaan dengan dilaksanakannya

tindakan, peneliti mengamati proses pelaksanaan tindakan itu sendiri dan akibat

yang ditimbulkannya. Keempat, berdasarkan hasil pengamatan tersebut, peneliti

kemudian melakukan refleksi atas tindakan yang telah dilaksanakan. Jika hasil

refleksi menunjukkan perlunya dilakukan perbaikan atas tindakan yang dilakukan,

maka rencana tindakan perlu disempurnakan lagi agar tindakan yang dilaksanakan

berikutnya tidak sekedar mengulang apa yang telah diperbuat sebelumnya. Refleksi II

Perencanaan

Pelaksanaan Tindakan Observasi

Refleksi III Perencanaan

Observasi Pelaksanaan Tindakan

Refleksi I

Perencanaan

Observasi Pelaksanaan Tindakan

Siklus I

Siklus II

(23)

Demikian seterusnya sampai masalah yang diteliti dapat dipecahkan secara

optimal.

C.Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Pasir Muncang, yang berlokasi di

Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat. Penelitian tindakan kelas

mengenai penerapan model cooperative learning tipe jigsaw untuk meningkatkan

kemampuan menyimak dan berbicara siswa, yang dilaksakana pada bulan Maret

hingga bulan Mei 2014.

Peneliti memulai Program Latihan Profesi (PLP) pada tanggal 3 Februari –

3 April 2014. Program tersebut dilaksanakan pada semester II tahun ajaran

2013/2014. Seiring berlangsungnya program PLP, peneliti juga melakukan

kegiatan observasi atau pengamatan lebih lanjut pada bulan Maret 2014 dengan

turut mengajar di sekolah tersebut dengan tujuan mendiagnosa permasalahan

pembelajaran yang dialami di sekolah. Dari kegiatan tersebut, peneliti

menemukan fokus permasalahan yang perlu untuk di tindak lanjuti dengan

melakukan penelitian yaitu tepatnya di kelas V. Peneliti juga memperoleh

data-data yang diperlukan sebelum melakukan tindakan termasuk mengenai data-data awal

kemampuan siswa dengan melakukan observasi prasiklus pada tanggal 15 April

2014, serta gambaran mengenai alternatif pelaksanaan pembelajaran yang sesuai,

sehingga dapat mengambil solusi terhadap peningkatan kemampuan siswa dengan

menentukan model pembelajaran yang tepat terutama dalam meningkatkan

kemampuan menyimak dan berbicara siswa kelas V.

Setelah itu, peneliti melaksanakan PTK pada tanggal 21 April – 31 Mei

2014 dengan tiga siklus, dan pada setiap siklus mencakup proses perencanaan,

tindakan, pengamatan/observasi, hingga kegiatan refleksi dari penelitian tersebut.

D.Subjek Penelitian

Subjek dari penelitian ini yaitu siswa kelas V semester genap Sekolah Dasar

Negeri Pasir Muncang Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat tahun

(24)

dengan jumlah siswa laki-laki sebanyak 14 orang dan siswa perempuan sebanyak

16 orang serta memiliki latar belakang yang heterogen, terdiri dari keluarga

bermata pencaharian PNS, petani, dan wiraswasta.

Pada dasarnya siswa kelas V merupakan siswa yang relatif kondusif, namun

dari hasil diagnosa permasalahan yang ada, mereka jarang sekali belajar dengan

menggunakan model, metode, bahkan media pembelajaran terutama model

pembelajaran kooperatif atau belajar secara berkelompok dalam kegiatan belajar

mengajar dikelas. Selain itu, peneliti menemukan bahwa siswa kelas V cenderung

belum mampu secara aktif melakukan pembelajaran berbicara pada mata pelajaran

bahasa Indonesia di depan kelas, salah satunya disebabkan oleh kurangnya

kemampuan menyimak siswa. Rupanya, kedua kemampuan berbahasa tersebut

baik menyimak maupun berbicara siswa kurang diperhatikan dan dibiasakan oleh

guru dalam proses belajar sehari-hari. Terlebih dua kemampuan tersebut

seharusnya dikuasasi oleh masing-masing individu siswa. Maka dari itu, dari hasil

observasi peneliti menemukan nilai rata-rata kemampuan menyimak siswa adalah

60 atau sekitar 80% dari 30 siswa yang mendapat nilai kurang dari nilai KKM

yang ditetapkan sebesar 65, sedangkan nilai rata-rata pada kemampuan berbicara

siswa didapat sebesar 61,3 atau 70% dari 30 siswa yang mendapat nilai kurang

dari 65 sebagai patokan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM).

E.Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian tindakan kelas ini direncanakan terdiri atas tiga siklus.

Pada setiap siklus dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan tujuan dari perubahan

yang ingin dicapai, dalam mengukur sejauh mana kemampuan menyimak dan

berbicara siswa pada materi cerita rakyat sebagai materi tindakannya.

Sebelum menjalankan tindakan pertama, peneliti terlebih dahulu membuat

rencana pelaksanaan pembelajaran. Prosedur selanjutnya yaitu tahap kedua setelah

rencana disusun secara matang adalah melaksanakan tindakan penelitian. Pada

tahap ketiga, sejalan dengan pelaksanaan tindakan tersebut, peneliti mengamati

laju proses dari pelaksanaan tindakan tersebut serta dampak yang ditimbulkannya

(25)

refleksi dari tindakan yang telah dilakukan dengan berdasarkan pada hasil

pengamatan. Apabila hasil dari refleksi tersebut menunjukkan bahwa perlu

dilakukan perbaikan pada tindakan yang telah dilakukan, maka rencana tindakan

perlu diperbaiki kembali hingga tindakan yang akan dilakukan berikutnya dapat

lebih baik sehingga tujuan dari dilakukannya tindakan tersebut tercapai.

Berikut merupakan penjabaran dari prosedur penelitian tindakan pada setiap

siklusnya.

1. Tahap Perencanaan

Tahap ini merupakan kegiatan paling awal dalam pelaksanaan penelitian

pada tahap ini sebelum pelaksanakan tindakan peneliti merencanakan terlebih

dahulu kegiatan yang akan dilaksanakan berikut instrument pengumpul yang akan

digunakan pula.

Pada tahap perencanaan ini peneliti melakukan kegiatan sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi masalah yang akan menjadi fokus perbaikan pada tindakan

penelitian.

b. Membuat dan menyusun instrumen penelitian seperti Rencana Pelaksanaan

pembelajaran, menyiapkan materi ajar berupa cerita rakyat yang sesuai dengan

model pembelajaran yang akan digunakan, serta menyiapkan Lembar Kerja

Siswa (LKS).

c. Membuat alat pengumpul data

1) Membuat soal evaluasi individu.

2) Membuat format lembar observasi.

d. Mempersiapkan alat dokumentasi.

2. Rencana Tindakan Setiap Siklus

Penelitian dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah disusun

sebelumnya. Pelaksanaan tindakan terdiri dari proses pembelajaran, evaluasi dan

refleksi yang dilakukan dalam setiap tindakan. Adapun pelaksanaannya

diperkirakan akan selesai dengan dilakukan dalam III siklus.

(26)

a. Materi yang digunakan pada siklus I adalah mengidentifikasi unsur cerita

rakyat “Timun Mas”.

1) Perencanaan Tindakan

(a) Membuat kesepakatan dengan observer dengan menjelaskan hal-hal yang

harus dilakukan oleh observer.

(b) Menyusun RPP siklus pertama.

(c) Merancang Lembar Kerja Siswa (LKS) dan perangkat pembelajaran

lainnya seperti rambu-rambu atau kriteria penilaian kemampuan

menyimak dan berbicara serta lembar evaluasi.

(d) Menyiapkan lembar observasi aktivitas guru dan siswa yang sesuai dengan

pembelajaran dengan model cooperative tipe jigsaw.

(e) Mempersiapkan alat-alat dokumentasi.

2) Pelaksanaan Tindakan

(a) Memberikan lembar observasi kepada observer.

(b) Pelaksanaan tindakan disesuaikan berdasarkan rencana yang telah disusun

pada tahap perencanaan yang tertulis dalam Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) dengan menggunakan model cooperative tipe jigsaw.

(c) Melakukan test evaluasi siklus I untuk mendapatkan data hasil belajar

siswa pada materi cerita rakyat “Timun Mas”.

(d) Mencatat semua aktivitas belajar yang terjadi oleh pengamat pada lembar

observasi sebagai sumber data yang akan digunakan pada tahap refleksi.

(e) Diskusi dengan observer untuk mengklarifikasi hasil pengamatan pada

lembar observasi.

3) Tahap Pengamatan

(a) Observer melakukan pengamatan terhadap aktivitas siswa dan guru dalam

pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menerapkan model cooperative

tipe jigsaw.

(27)

4) Tahap Refleksi

(a) Mengamati kelebihan dan kekurangan pada proses pembelajaran siklus I.

Selanjutnya, kekurangan pada siklus I akan diperbaiki pada siklus

berikutnya.

Siklus II

a. Materi yang digunakan pada siklus II adalah mengidentifikasi unsur cerita

rakyat “Pak Lebai Malang”.

1) Perencanaan Tindakan

(a) Mengumpulkan kelebihan dan kekurangan pada siklus I, untuk kemudian

dilakukan perbaikan pada siklus II.

(b) Menyusun RPP siklus kedua berdasarkan hasil refleksi siklus pertama.

(c) Menyiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS) dan perangkat pembelajaran

lainnya seperti rambu-rambu atau kriteria penilaian kemampuan

menyimak dan berbicara serta lembar evaluasi.

(d) Menyiapkan lembar observasi aktivitas guru dan siswa yang sesuai dengan

pembelajaran dengan model cooperative tipe jigsaw.

(e) Mempersiapkan alat-alat dokumentasi.

2) Pelaksanaan Tindakan

(a) Pelaksanaan tindakan disesuaikan berdasarkan rencana yang telah disusun

pada tahap perencanaan yang tertulis dalam Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) dengan menggunakan model cooperative learning

tipe jigsaw.

(b) Melakukan tes evaluasi siklus II untuk mendapatkan data peningkatan

kemampuan menyimak dan berbicara siswa.

(c) Mencatat dan merekam semua aktivitas belajar yang terjadi oleh pengamat

pada lembar observasi sebagai sumber data yang akan digunakan pada

tahap refleksi.

(d) Diskusi dengan observer untuk mengklarifikasi hasil pengamatan pada

(28)

3) Tahap Pengamatan

(a) Observer melakukan pengamatan terhadap aktivitas siswa dan guru dalam

pembelajaran Bahasa Indonesia.

(b) Observer mengisi lembar observasi.

4) Tahap Refleksi

(a) Mengamati kelebihan dan kekurangan pada proses pembelajaran siklus II.

Selanjutnya, kekurangan pada siklus II akan diperbaiki pada siklus

berikutnya.

Siklus III

a. Materi yang digunakan pada siklus III yaitu mengenai unsur cerita rakyat

“Semangka Emas”.

1) Perencanaan Tindakan

(a) Menyusun RPP siklus III materi mengidentifikasi unsur cerita rakyat

“Semangka Emas”.

(b) Menyiapkan LKS dan lembar evaluasi.

(c) Menyiapkan dokumentasi.

2) Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan dilakukan disesuaikan dengan RPP yang telah disusun

pada tahap perencanaan beradasarkan perbaikan hasil refleksi siklus II.

(a) Pengamatan/Observasi

Observasi dilakukan pada saat pembelajaran berlangsung di kelas.

Observasi terkait dengan kegiatan belajar mengajar, aktivitas siswa saat kegiatan

belajar berlangsung, dan hasil belajar siswa dengan menggunakan lembar

observasi guru dan siswa, serta tes setelah didapatkan hasil dari tes tersebut.

Observasi terhadap aktivitas di dalam kelas dilakukan setiap siklus.

(29)

Refleksi dilakukan setelah mendapatkan hasil dari observasi dan nilai tes.

Pelaksana dengan observer berdiskusi mengenai kegiatan yang belum terlaksana

dan yang sudah terlaksana, kemudian memperbaiki yang kurang pada pelaksanaan

siklus II. Selanjutnya refleksi pada siklus II dilaksanakan pada siklus III.

F. Instrumen Penelitian

Peneliti menggunakan beberapa instrumen penelitian, yaitu:

1) Instrumen Pembelajaran

a) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran merupakan hal pokok yang menjadi acuan

dalam pelaksanaan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Oleh karena itu, perencanaan pembelajaran sangat penting untuk dirumuskan

dengan tepat.

b) Lembar Kerja Siswa

LKS dibuat untuk aktivitas berkelompok sesuai proses pembelajaran

menggunakan model cooperative learning tipe jigsaw, berdasarkan indikator

dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

2) Instrumen Pengumpulan Data

a) Lembar Observasi

Observasi dilakukan untuk mengamati aktivitas guru, serta keadaan siswa

sebelum, sedang, dan sesudah model cooperative tipe jigsaw diterapkan di

kelas V dalam pembelajaran materi cerita rakyat.

b) Lembar Evaluasi

Lembar evaluasi digunakan untuk memperoleh data siswa secara individu

mengenai sejauh mana pemahaman siswa akan kemampuan menyimak dan

berbicara siswa setelah melaksanakan seluruh rangkaian kegiatan pembelajaran

pada setiap siklus.

G.Analisis Data

Tahapan ini merupakan salah satu yang terpenting didalam melakukan

(30)

pelaksanaan siklus selanjutnya dilakukan. Teknik analisis data yang digunakan

pada penelitian ini berupa analisis data kualitatif dan kuantitatif. Data

dikumpulkan selama kegiatan penelitian berlangsung. Data yang telah diperoleh

dalam penelitian, kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis kuantitatif

dan analisis kualitatif.

1. Analisis Data Kualitatif

Menurut Sugiyono (2013, hlm. 401) dalam penelitian kualitatif, teknik analisis

data lebih banyak dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data. Data

kualitatif diperoleh dari lembar observasi kegiatan guru dan siswa. Analisis

kualitatif disajikan dalam bentuk uraian singkat, tabel, atau grafik. Data berupa

informasi berbentuk kata-kata tersebut memberikan gambaran tentang aktivitas

guru dan siswa pada saat pembelajaran dengan menggunakan metode jigsaw.

2. Analisis Data Kuantitatif

Analisis data kuantitatif diperoleh dari hasil belajar siswa atau tes formatif

pada setiap siklusnya. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui peningkatan

kemampuan siswa dalam menyimak dan berbicara dengan penerapan metode

jigsaw. Data ini diperoleh dari hitungan nilai kemampuan menyimak siswa dan

nilai kemampuan berbicara siswa.

Sesuai dengan paparan di atas, maka penelitian ini menggunakan analisis

kualitatif yang digunakan untuk menganalisis data yang menunjukkan proses

interaksi yang terjadi selama pembelajaran berlangsung, yaitu kesesuaian antara

kegiatan guru dengan kegiatan siswa dalam proses penerapan model cooperative

learning tipe jigsaw pada pembelajaran bahasa Indonesia materi cerita rakyat.

Data untuk dianalisis berasal dari hasil observasi, beserta catatan lapangan.

Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui peningkatan

siswa dalam pembelajaran. Data ini berasal dari hasil perolehan tes kemampuan

menyimak dan berbicara siswa secara individu pada materi mengidentifikasi

unsur cerita rakyat.

Pada tahap analisis data kualitatif, di awali dengan menganalisis data yang

(31)

pengolahan data untuk setelah itu dideskripsikan. Sedangkan data kuantitatif yang

diperoleh dari hasil menyimak dan berbicara siswa, kemudian dianalisis dan

selanjutnya data tersebut diolah serta dihitung persentase dan nilai rata-ratanya.

Hasil tes siswa di uraikan dalam bentuk tabel dan bagan sehingga perolehan skor

siswa dapat nampak dengan jelas.

Untuk kegiatan analisis data, ditentukan kriteria/rambu-rambu analisis

proses peningkatan kemampuan menyimak dan berbicara dengan penerapan

model cooperative learning tipe jigsaw. Kriteria atau rambu-rambu tersebut

berguna untuk mengarahkan kegiatan analisis data yang dilakukan berkaitan

dengan pembelajaran menyimak dan berbicara.

Berikut kriteria atau rambu-rambu tersebut yang diuraikan pada tabel 3.2.

Tabel 3.2

Format Penilaian Menyimak Secara Tertulis

Diadaptasi dari Burhan Nurgiyantoro (2010, hlm. 376).

Setiap penilaian aspek dikalikan dengan bobot yang telah ditentukan

kemudian dijumlahkan keseluruhannya, maka akan diperoleh nilai untuk hasil

menyimak siswa.

No. Aspek yang Dinilai Skala Penilaian Bobot

1 2 3 4

1. Pemahaman isi teks 5

2. Pemahaman detil isi teks 5

3. Ketepatan diksi 5

4. Ketepatan struktur

kalimat

5

5. Ejaan dan tata tulis 5

(32)

Tabel 3.3

Kriteria Skala Penilaian Menyimak

Sangat Baik 4 90 – 100 SB

Baik 3 70 – 89 B

Cukup 2 50 – 69 C

Kurang 1 30 – 49 K

Tabel 3.4

Deskripsi Skala Nilai Menyimak

1. Pemahaman

isi teks

SB 4 90-100

Pemahaman secara umum isi

teks cerita yang disimak

dilihat dari jawaban ringkasan

cerita baik sekali, sangat

tepat, tanpa atau hampir tanpa

kesalahan.

B 3 70-89

Pemahaman secara umum isi

teks cerita yang disimak

dilihat dari jawaban ringkasan

cerita sudah baik, ketepatan

tinggi, dengan sedikit

kesalahan.

C 2 50-69

Pemahaman secara umum isi

teks cerita yang disimak

dilihat dari jawaban ringkasan

cerita cukup mewakili cerita

atau sedang, jumlah unsur

(33)

seimbang.

K 1 30-49

Pemahaman secara umum isi

teks cerita yang disimak

dilihat dari jawaban ringkasan

cerita kurang, hanya ada

sedikit unsur benar.

2. Pemahaman

detil isi teks

SB 4 90-100

Pemahaman detil isi teks

cerita yang disimak baik

sekali, memahami cerita

dengan menjawab seluruh (6

soal) unsur cerita dengan

sangat tepat.

B 3 70-89

Pemahaman detil isi teks

cerita yang disimak baik,

memahami cerita dengan

menjawab 4-5 soal unsur

cerita dengan tepat, dan

sedikit kesalahan.

C 2 50-69

Pemahaman detil isi teks

cerita yang disimak cukup

atau sedang, Menjawab 3

soal unsur cerita dengan tepat,

dan 3 soal salah atau kurang

tepat.

K 1 30-49

Pemahaman detil isi teks

cerita yang disimak kurang,

ada sedikit unsur benar.

Namun lebih dari 4 jawaban

soal unsur cerita salah.

(34)

diksi dengan pilihan kata yang

banyak dan tepat, serta tanpa

atau hampir tanpa kesalahan.

B 3 70-89

Ketepatan diksi baik,

menceritakan cerita yang

disimak dengan pilihan kata

yang banyak, sesuai, dan

sedikit kesalahan.

C 2 50-69

Ketepatan diksi cukup atau

sedang, menceritakan cerita

yang disimak dengan pilihan

kata yang cukup, tetapi cukup

banyak pula kesalahan dan

atau ketidak sesuaian.

K 1 30-49

Ketepatan diksi yang kurang

banyak, kurang sesuai dan

atau banyak kesalahan.

4. Ketepatan

struktur

kalimat SB 4 90-100

Ketepatan struktur kalimat

sangat baik dan sangat tepat,

sesuai dengan cerita yang

disimak, baik awal, isi, dan

penutupnya.

B 3 70-89

Ketepatan struktur kalimat

baik dan tepat, mampu

menceritakan awal, isi, dan

penutup cerita serta hanya

terdapat sedikit kesalahan.

C 2 50-69

Ketepatan struktur kalimat

cukup baik, dan cukup tepat.

(35)

sebagian atau beberapa dari

atau diantara awal, isi dan

penutup cerita.

K 1 30-49

Ketepatan struktur kalimat

kurang sesuai dan terdapat

banyak kesalahan. Tanpa atau

hanya mampu menceritakan

sedikit dari bagian awal, isi,

dan penutup cerita.

5. Ejaan dan tata

tulis

SB 4 90-100

Ejaan dan tata tulis,

penggunaan tanda baca dan

huruf besar sangat baik dan

sangat tepat.

B 3 70-89

Ejaan dan tata tulis,

penggunaan tanda baca dan

huruf besar sudah baik, hanya

terdapat sedikit kesalahan.

C 2 50-69

Ejaan dan tata tulis,

penggunaan tanda baca dan

huruf besar cukup baik,

namun masih cukup banyak

kesalahan.

K 1 30-49

Ejaan dan tata tulis kurang

sesuai dan terdapat banyak

(36)

Tabel 3.5

Format Penilaian Berbicara

Diadaptasi dari Cahyani & Hodijah (2007, hlm. 64)

Setiap penilaian aspek dikalikan dengan bobot yang telah ditentukan

kemudian dijumlahkan keseluruhannya, maka akan diperoleh nilai untuk hasil

berbicara siswa.

Tabel 3.6

Kriteria Skala Penilaian Berbicara

Sangat Baik 4 90 – 100 SB

Baik 3 70 – 89 B

Cukup 2 50 – 69 C

Kurang 1 30 – 49 K

No. Aspek yang Dinilai Skala Penilaian Bobot

1 2 3 4

1. Lafal 5

2. Struktur 5

3. Kosakata 5

4. Kefasihan 5

5. Pemahaman 5

(37)

Tabel 3.7

Deskripsi Skala Nilai Berbicara

1. Lafal

SB 4 90-100

Kejelasan artikulasi dan

kelantangan suara siswa saat

berbicara, sangat baik.

B 3 70-89

Kejelasan artikulasi dan

kelantangan suara siswa saat

berbicara, baik.

C 2 50-69

Kejelasan artikulasi dan

kelantangan suara siswa saat

berbicara cukup atau sedang.

K 1 30-49

Kejelasan artikulasi dan

kelantangan suara siswa saat

berbicara kurang baik.

2. Struktur

SB 4 90-100

Struktur kata-kata dalam

pembicaraannya sangat baik,

sangat jelas, runtut, tidak

berbelit-belit. Secara

keseluruhan, tidak ada atau

hampir tidak ada kesalahan.

B 3 70-89

belit, dan terdapat cukup

banyak kesalahan.

(38)

pembicaraannya tidak jelas,

dan berbelit-belit. Sulit

dimengerti.

3. Kosakata

SB 4 90-100

Bercerita dengan sangat baik

menggunakan pilihan kata

yang tepat dan sangat banyak

(tidak banyak mengulang

kata).

B 3 70-89

Bercerita dengan pilihan kata

yang tepat dan banyak, hanya

terdapat sedikit kekurangan.

C 2 50-69

Bercerita dengan pilihan kata

yang cukup tepat, namun

cukup banyak yang kurang

tepat (banyak pengulangan

kata-kata).

K 1 30-49

Bercerita dengan pilihan kata

yang sedikit dan kurang

banyak menguasai kosakata

atau kurang tepat.

4. Kefasihan

SB 4 90-100

Menyebutkan huruf demi

huruf, kata, serta kalimat

dengan sangat jelas dan

mampu berbicara atau

bercerita dengan sangat fasih,

dan tidak ada atau hampir

tidak ada hambatan dalam

berbicara.

(39)

dengan jelas dan mampu

berbicara atau bercerita

dengan fasih. Sedikit sekali

ditemukan hambatan dalam

berbicara.

C 2 50-69

Menyebutkan huruf demi

huruf, kata, serta kalimat

dengan cukup jelas dan

mampu bercerita dengan

cukup fasih. Cukup banyak

ditemukan hambatan atau

gangguan selama berbicara.

K 1 30-49

Menyebutkan huruf demi

huruf, kata, serta kalimat

dengan kurang jelas dan

bercerita dengan kurang atau

tidak fasih. Pembicaraan

kurang dapat dimengerti.

5. Pemahaman

SB 4 90-100

Menceritakan kembali isi

cerita dengan sangat sesuai

dengan yang telah disimak,

dengan bahasa yang runtut

dari awal hingga akhir cerita.

B 3 70-89

Menceritakan kembali isi

cerita sesuai dengan yang

telah disimak, dari bagian

cerita yang dipahami saja,

namun mampu

menggambarkan cerita secara

(40)

C 2 50-69

Menceritakan kembali isi

cerita dengan cukup sesuai

dengan yang telah disimak,

namun cukup banyak yang

kurang dipahami sehingga

tidak dapat menceritakan

kembali.

K 1 30-49

Kurang mampu menceritakan

kembali isi cerita sesuai

dengan yang telah disimak.

Menurut Santoso (2005, hlm. 57) rumus perhitungan persentase dan

penganalisaan dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:

P = � � �

Keterangan:

P = persentase,

F = jumlah siswa yang memenuhi kategori,

N = jumlah keseluruhan siswa,

100 = bilangan konstanta

Tabel 3.8

Tafsiran Data dalam % Kualitatif

Persentase Tafsiran

100 Seluruhnya

90-99 Hampir seluruhnya

70-89 Sebagian besar

51-69 Lebih dari setengahnya

50 Setengahnya

(41)

1-29 Setengah kecil

0 Tidak seorang pun

Adapun rumus untuk menentukan nilai rata-rata, atau rata-rata nilai kelas

menurut Nurgiyantoro (2010, hlm. 219) yaitu:

� =

∑ �

Keterangan:

X = Rata-rata (mean)

(42)

Silvia, Syiva S. 2014

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN MENYIMAK DAN BERBICARA SISWA DI KELAS VSDN PASIR MUNCANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan hasil tindakan penelitian, analisis, serta refleksi mengenai

penerapan model cooperative learning tipe jigsaw untuk meningkatkan

kemampuan menyimak dan berbicara siswa, maka berikut merupakan simpulan

dan rekomendasi dari penelitian ini.

A. Simpulan

Dari hasil pelaksanaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, dapat

disimpulkan bahwa kemampuan menyimak dan berbicara siswa kelas V SD

Negeri Pasir Muncang mengalami peningkatan melalui penerapan model

cooperative learning tipe jigsaw. Sejalan dengan hal tersebut, terdapat beberapa

simpulan yang telah diperoleh, antara lain sebagai berikut.

1. Pelaksanaan pembelajaran menyimak dan berbicara dengan menggunakan

model cooperative learning tipe jigsaw pada umumnya sesuai dengan yang

diharapkan. Melalui penerapan model tersebut, siswa tampak lebih aktif dan

antusias mengikuti kegiatan pembelajaran yang setiap siklusnya beralokasi

waktu selama 3x35 menit, karena kegiatan belajar berpusat pada keaktifan

siswa “student centered”. Selain itu, teknik belajar berkelompok juga tampak

lebih disukai siswa karena siswa memiliki kesempatan untuk saling

berdiskusi dan mendapatkan informasi baru dari teman mereka tanpa ada rasa

canggung, selain itu belajar berkelompok juga memberi pengaruh positif

terhadap kemampuan berbicara siswa karena siswa yang belum terbiasa

berbicara di depan kelas, dapat terpacu atau terdorong untuk mulai

membiasakan mampu berbicara di depan kelas dimulai dari kegiatan

berbicara bersama-sama teman kelompoknya. Kemudian, teknik belajar

berkelompok ini juga memberikan manfaat untuk meningkatkan kemampuan

(43)

lingkungannya untuk menyimak dimulai dari mengkondisikan lingkungan

terkecilnya yaitu kelompoknya masing-masing dengan cara saling

mengingatkan untuk dapat fokus terhadap kegiatan menyimak dengan baik.

Selain itu, dengan membentuk “tim ahli” pada teknik berkelompok jigsaw

juga memudahkan siswa untuk memahami materi pelajaran serta

menyelesaikan tugasnya dalam mengidentifikasi unsur-unsur cerita rakyat

karena didiskusikan bersama kelompok. Kegiatan belajar yang berpusat pada

siswa juga membuat suasana kelas menjadi lebih kondusif dan dinamis.

2. Kemampuan menyimak dan berbicara siswa mengalami peningkatan setelah

diterapkannya model cooperative learning tipe jigsaw dalam kegiatan

pembelajaran yang dilaksanakan di setiap siklus. Hal tersebut tampak dari

peningkatan hasil dari kemampuan menyimak dan berbicara siswa yang

meningkat pada setiap siklus. Selama pelaksanaan pembelajaran setiap siklus

kemampuan menyimak siswa dinilai berdasarkan lima aspek penilaian, yang

pertama dilihat dari aspek pemahaman isi teks yang pada siklus I secara

umum siswa dikatakan cukup memahami isi cerita yang dibacakan guru,

kemudian berangsur meningkat pada siklus-siklus berikutnya. Pada aspek ini

siswa paling tidak mampu mengidentifikasi tokoh dan isi cerita secara umum

tetapi belum semua unsur-unsur cerita yang lebih detil dapat dipahami dengan

tepat yang tampak dari perolehan nilai pada aspek pemahaman detil isi teks.

Pada aspek pemahaman detil isi teks di siklus I, kemampuan siswa cenderung

merata dalam menjawab soal, rata-rata siswa mampu menjawab 3-4 soal

seputar cerita rakyat yang telah disimak dengan benar, kemudian seiring

dilakukannya perbaikan selama pembelajaran menyimak, kemampuan siswa

dalam memahami detil cerita melalui unsur-unsur cerita pun beranjak

meningkat hingga di siklus III sudah banyak siswa yang mampu menjawab

dengan benar seluruh soal mengenai unsur-unsur cerita rakyat yang diberikan

sebagai tolak ukur sejauh mana kemampuan menyimak siswa. Selanjutnya

dilihat dari aspek ketepatan diksi, pada awal siklus kemampuan siswa dalam

menentukan pilihan kata untuk menceritakan kembali cerita yang telah

(44)

dengan siswa yang mendapatkan kategori cukup (C), namun perolehan nilai

siswa pada aspek ini pun cenderung mengalami peningkatan di setiap

siklusnya yang tampak dari hasil analisis data kemampuan menyimak siswa.

Sama halnya pada aspek ketepatan struktur kalimat, meskipun

berangsur-angsur meningkat pada setiap siklusnya, namun kesalahan siswa cenderung

terletak pada hal yang sama yakni kurang memperhatikan awal cerita, isi, dan

penutup cerita dalam menyampaikan hasil menyimaknya sehingga bagian

cerita tidak tuntas atau tidak sesuai dengan keseluruhan cerita yang telah

disimak. Aspek yang terakhir yaitu ejaan dan tata tulis, dari kelima aspek

penilaian kemampuan menyimak, baik dari siklus I hingga siklus III aspek ini

paling banyak di anggap yang paling sulit oleh siswa. Siswa tampak agak

sulit untuk menghindari kesalahan pada aspek tersebut sehubungan dengan

kebiasaan siswa dalam kegiatan belajar sehari-hari yang kurang dikoreksi

oleh guru, terutama dalam kesalahan penggunaan tanda baca serta

penempatan huruf besar di tengah kalimat. Untuk menilai kemampuan

berbicara juga dilihat dari lima aspek. Yang pertama yakni aspek lafal, aspek

tersebut cenderung menentukan penilaian aspek-aspek selanjutnya karena

jelas atau tidaknya pelafalan pembicaraan siswa berpengaruh pada mampu

tidaknya guru memahami apa yang dibicarakan siswa berikut bagaimana

struktur, kosakata, kefasihan, serta pemahaman siswa. Aspek lafal pada setiap

siklus cenderung menjadi masalah utama siswa, namun dengan pembiasaan

secara kontinyu pada setiap siklus pelafalan siswa berangsur membaik dan

meningkat. Adapun pada aspek struktur dalam berbicara pada awal siklus

memang cenderung berantakan sama halnya seperti pada aspek lafal. Kurang

terbiasanya siswa dalam kegiatan berbicara didepan kelas menjadi pemicu

utama pembicaraan siswa yang kurang terstruktur sehingga banyak didapati

kata-kata dan kalimat yang berbelit-belit. Namun, pada siklus-siklus

berikutnya beberapa siswa mulai memperbaiki kesalahan tersebut sehingga

aspek penilaian struktur pun meningkat. Pada aspek kosakata, dan aspek

kefasihan dapat disimpulkan keduanya saling berkaitan karena semakin baik

Gambar

Gambar 1.1
Gambar 3. 1 Penelitian Tindakan Kelas Model Spiral Diadaptasi dari Kemmis dan
Tabel 3.2
Tabel 3.3 Kriteria Skala Penilaian Menyimak
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini dikarenakan serat ampas tebu yang memiliki ukuran lebih besar dari partikel sabut kelapa dapat berperan sebagai penguat pada papan komposit yang

Kini, tumbuhan tersebut tidak hanya ditemukan meliar di kawasan riparian dan hutan restan KRC, tetapi juga menyebar ke kawasan hutan TNGGP, terutama pada daerah

bahwa Pemerintah Republik Indonesia telah menandatangani Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Lithuania mengenai Pembebasan Visa bagi

BOJANA TIRTA III, PISANGAN LAMA, RAWAMANGUN, JAKARTA TIMUR, 13230 LOKASI PSIKOTES ONLINE :. BADAN PENDIDIKAN DAN

selanjutnya daerah tersebut dihaluskan dengan bone file dan tulang dipalpasi untuk memastikan kehalusan dari tulang diikuti dengan irigasi larutan salin yang

dilaksanakan pre test untuk mengetahui pengetahuan dasar/awal siswa tentang materi yang disajikan, (4) guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa

Tulisan ini bermaksud menjelaskan upaya mengenalkan lebih jauh tentang lingkungan sebagai bidang fikih yang masih baru guna mendukung budaya ramah lingkungan di masyarakat

lndikator atau aspek-aspek yang digunakan dalam penelitian ini adalah: gagasan, ide atau tema, organisasi, kosa kata atau pilihan kata, penggunaan bahasa, dan mekanik