• Tidak ada hasil yang ditemukan

REKLAMASI LAHAN-LAHAN BEKAS TAMBANG: Beberapa Permasalahan Terkait Sifat-sifat Tanah dan Solusinya 1. Iskandar, Suwardi dan D. T.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REKLAMASI LAHAN-LAHAN BEKAS TAMBANG: Beberapa Permasalahan Terkait Sifat-sifat Tanah dan Solusinya 1. Iskandar, Suwardi dan D. T."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 Beberapa Permasalahan Terkait Sifat-sifat Tanah dan Solusinya1

Iskandar, Suwardi dan D. T. Suryaningtyas

Pusat Studi Reklamasi Tambang, LPPM - IPB Kampus IPB Baranang Siang, Bogor

e-mail: issi_iskandar@ipb.ac.id; reklatam_ipb@ipb.ac.id

ABSTRAK

Reklamasi lahan-lahan bekas tambang, khususnya untuk tujuan revegetasi, menghadapi berbagai permasalahan, seperti lereng tidak stabil, erosi dan sedimentasi, tanah-tanah miskin unsur hara, tanah-tanah pucuk yang tipis atau tidak ada sama sekali, keterbatasan bahan amelioran, ketersediaan air tawar, iklim mikro yang belum tercipta, pembentukan air asam tambang, logam-logam berat, dan lain-lain. Permasalahan yang dihadapi tersebut berbeda-beda untuk jenis-jenis tambang mineral dan batubara, serta tambang terbuka dan tambang bawah permukaan. Umumnya perusahaan-perusahaan tambang skala menengah ke atas berusaha semaksimal mungkin melakukan kegiatan reklamasi sesuai dengan aturan. Penggunaan mulsa tanaman, pemupukan dengan NPK, penambahan kompos pada lubang tanam, perawatan tanaman adalah praktek-praktek yang biasa dilakukan. Namun demikian beberapa kegiatan reklamasi dapat menghambat pencapaian keberhasilan reklamasi secara maksimal, seperti landscaping berlebihan yang menyebabkan tanah menjadi sangat padat, pengapuran yang membatasi ketersediaan unsur-unsur mikro, dan timbulnya sifat hidrofobi pada penggunaan kompos pada kondisi kering. Penggunaan bahan amelioran harus tepat jenis dan dosis agar dapat memperbaiki sifat-sifat tanah dan meningkatkan pertumbunan tanaman reklamasi.

Katakunci: hidrofobi, kompos, lahan bekas tambang, reklamasi, sifat-sifat tanah

ABSTRACT

Ex-mined land reclamation, especially for revegetation purposes, are facing some problems, such as slope instability, erosion and sedimentation, soil infertility, top soil and limitation of soil ameliorants, limited fresh water availability, microclimate unsuitability, acid mine drainage development, heavy metals solubility, etc. These problems are different between minerals and coal mine as well as surface and underground mine. Medium and large scale mining companies generally do maximum efforts to reclaim their ex-mined land according to regulation. Application of mulch, fertilization of NPK, addition of compost and plant cultivation are commonly done. However, some activities in reclamation can reduce reclamation achievement maximally, such as exessive landscaping that causes soil compaction, liming that can decrease micro nutrients availability, and hydrophobisity in compost application that reduces water holding capacity. Application of soil amendment should be followed by accurate in selecting kinds and calculating their dosages for improvement of soil properties and increasing their growth of plant reclamation.

Key words: compost, ex-mined land, hydrophobisity, reclamation, soil properties

1 Disampaikan dalam Seminar Nasional Topik Khusus "Teknologi Pemupukan dan Pemulihan Lahan Terdegradasi". Bogor, 29-30 Juni 2012

(2)

2 PENDAHULUAN

Lahan bekas tambang memiliki karakteristik topografi dan hidrologi yang berbeda-beda tergantung kepada jenis bahan tambang dan cara penambangannya. Kondisi lahan bekas tambang batubara berbeda dibandingkan dengan lahan bekas tambang mineral, seperti emas dan tembaga serta bauksit, timah dan nikel. Demikian pula dengan cara penambangan, yaitu tambang terbuka dan tambang bawah tanah. Perbedaan tersebut membawa konsekuensi kepada berbagai permasalahan yang dihadapi dalam melakukan reklamasi lahan-lahan bekas tambang. Masalah yang muncul yang menyangkut teknis reklamasi dapat berupa kesuburan tanah yang sangat rendah, erosi dan sedimentasi yang tinggi, tanah pucuk kurang atau tidak tersedia, munculnya air asam tambang, lereng-lereng yang curam, air untuk menyiram kurang atau tidak tersedia, iklim mikro belum sesuai, pemilihan jenis tanaman, dan lain-lain. Semua permasalahan tersebut perlu diatasi agar diperoleh tingkat keberhasilan reklamasi yang tinggi.

Perusahaan-perusahaan tambang skala menengah ke atas umumnya telah mengetahui bagaimana cara mengatasi permasalahan reklamasi yang dihadapi meskipun beberapa diantaranya belum maksimal. Penggunaan kompos, pemupukan dengan NPK dan pemberian kapur untuk memperbaiki kesuburan tanah, penggunaan mulsa vegetatif dan pembuatan teras bangku atau guludan untuk mengurangi erosi, penanganan air asam tambang (AAT) dengan kapur atau metoda lahan basah adalah praktek-praktek dalam kegiatan reklamasi yang sudah biasa dilaksanakan (Iskandar et al., 2011, Zipper et al., 2011).

Secara teknis usaha reklamasi lahan bekas tambang dimulai dengan kegiatan recontouring, regrading atau resloping dari lubang-lubang bekas tambang. Hal ini dilakukan agar diperoleh suatu bentuk wilayah dengan kemiringan lereng yang stabil. Pembuatan saluran-saluran drainase dan bangunan-bangunan konservasi disiapkan pada tahap ini. Untuk mencapai tujuan tersebut, lubang tambang ditutup dengan berbagai material yang dikupas pada saat ekskavasi awal lubang tambang. Selanjutnya bagian permukaan lahan hasil landscaping ditaburi atau ditutup kembali dengan “tanah pucuk” (top soil) yang umumnya memiliki sifat kimia-fisik tidak subur.

Setelah tanah sebagai media tumbuh tanaman disiapkan dengan baik, maka kegiatan selanjutnya adalah revegetasi, baik dengan tanaman asli lokal, tanaman kehutanan introduksi, ataupun tanaman lainnya yang dinilai akan bermanfaat untuk mempercepat

(3)

3

yang belum sesuai, reklamasi biasanya diawali dengan menanam tanaman-tanaman pioner cepat tumbuh yang mampu beradaptasi dengan cepat, seperti sengon (Paraserianthes falcataria), akasia (Acasia mangium), lamtoro (Leucaena glauca), turi (Sesbania grandiflora), gamal (Gliricidia sepium), jabon (Anthocephalus cadamba) dan lain-lain. Setelah tanaman ini cukup tinggi dan tajuknya sudah cukup rapat, maka tanaman lokal seperti sungkai, ulin, meranti, gaharu dapat ditanam. Revegetasi juga umumnya dibarengi dengan menanam tanaman penutup tanah yang cepat berkembang, yaitu agar tanah terlindungi dari bahaya erosi dan meningkatkan kadar bahan organik tanah secara merata.

Tujuan dari tulisan ini adalah untuk membahas beberapa permasalahan yang dijumpai dalam reklamasi lahan-lahan bekas tambang, khususnya yang terkait dengan sifat-sifat tanah serta pemanfaatan bahan amelioran untuk memperbaiki sifat-sifat tanah.

FAKTOR-FAKTOR PEMBATAS KEBERHASILAN REVEGETASI LAHAN BEKAS TAMBANG

Dalam Lampiran V Pedoman Penilaian Kriteria Keberhasilan Reklamasi, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 18 Tahun 2008, reklamasi yang mengarah kepada revegetasi lahan bekas tambang dinilai dari berbagai aspek, yaitu penataan lahan yang berkaitan dengan pekerjaan sipil, persiapan lahan untuk dapat ditanami sesuai perencanaan, dan teknik penanaman.

Keberhasilan revegetasi pada lahan bekas tambang sangat ditentukan oleh banyak hal, diantaranya adalah: (1) Aspek penataan lansekap, (2) Kesuburan media tanam, dan (3) Penanaman dan perawatan tanaman. Penataan lansekap sangat berkaitan dengan aspek konservasi tanah dan air serta rencana penggunaan lahan bekas tambang. Sementara itu dalam kesuburan media sangat ditentukan oleh sifat-sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Tidak kalah penting adalah aspek penanaman dan perawatan tanaman.

Aspek Penataan Lansekap

Reklamasi lahan bekas tambang dimulai dengan penataan lahan yang menyangkut recounturing/regrading/resloping lubang bekas tambang dan pembuatan saluran-saluran drainase untuk memperoleh bentuk wilayah dengan kemiringan stabil. Untuk memperoleh lereng yang stabil ini digunakan alat-alat berat secara intensif. Burger dan Zipper (2002)

(4)

4

menyatakan bahwa seringkali target yang ingin dicapai pada tahun pertama dari proses ini adalah lahan dengan kemiringan landai yang permukaannya rata serta ditumbuhi dengan vegetasi yang lebat. Sayangnya akibat grading yang berlebihan reklamasi lahan cara ini sering menghasilkan tanah-tanah dengan tingkat kepadatan tinggi (Gambar 1). Dampak dari pemadatan tanah ini adalah pertumbuhan akar terganggu, sirkulasi udara dan air terganggu, laju aliran permukaan meningkat dan laju infiltrasi berkurang. Oleh sebab itu pada lahan-lahan reklamasi, tanaman berumur sama pada daerah-daerah sisi lereng umumnya memiliki pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan tanaman pada daerah datar. Salah satu penyebab utamanya adalah tanah di daerah datar lebih padat dibandingkan tanah di daerah sisi lereng.

Gambar 1. Pemadatan tanah akibat penggunaan alat-alat berat yang berlebihan

Untuk menghindari pemadatan yang berlebihan tersebut maka jika memungkinkan gunakan bulldozer kecil dalam kegiatan grading dan batasi lalulintas hanya pada daerah tertentu. Tanah yang telanjur padat akibat lalulintas alat-alat berat harus digemburkan kembali dengan menggunakan excavator, minimal pada jalur tanam atau lubang tanam (Gambar 2, 3 dan 4).

(5)

5 Gambar 2. Penggemburan kembali tanah padat dengan excavator

Gambar 3. Pembuatan lubang tanam Gambar 4. Pemberian bahan organik

Aspek Kesuburan Media Tanam

Aspek kesuburan media tanam dapat dikelompokkan menjadi kesuburan fisik, kimia, dan biologi. Ketiga aspek kesuburan tersebut secara bersama-sama berperan dalam mempengaruhi kualitas media tanam. Seperti diketahui bahwa lokasi-lokasi tambang di Indonesia umumnya berada pada tanah-tanah yang tidak subur. Oleh karena itu, perbaikan kualitas media tanam khususnya pada tanah lapisan atas perlu dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan revegetasi. Pemberian bahan organik merupakan kunci pokok perbaikan lapisan atas.

Kesuburan Fisik. Perkembangan akar tanaman akan terjamin apabila tanah memiliki sirkulasi air dan udara yang baik. Sirkulasi yang baik akan terjadi apabila tanah memiliki konsistensi yang gembur dan struktur tanah yang telah berkembang. Konsistensi gembur umumnya dimiliki oleh tanah-tanah yang memiliki kandungan bahan organik tinggi. Diakui bahwa pemberian bahan organik atau kompos ke dalam

(6)

6

tanah atau lubang tanam dengan dosis tinggi untuk meningkatkan kegemburan tanah seringkali sulit dipenuhi karena ketiadaan bahan. Oleh sebab itu penggunaan senyawa pengganti bahan organik, seperti senyawa humat dapat dilakukan. Selain itu perlu juga diantisipasi munculnya sifat hidrofobi dari tanah ataupun penggunaan bahan organik pada kondisi kering (Gambar 5). Hal ini akan menyebabkan akar tanaman kekurangan air meskipun tanaman disiram. Sebagai solusinya sebaiknya media tanam adalah campuran antara kompos dengan tanah yang kandungan kleinya tinggi.

Gambar 5. Dalam kondisi kering tanah bisa tetap kering beberapa saat meskipun disiram (Pusdi Reklatam, 2012)

Kesuburan Kimia. Kesuburan kimia terkait dengan ketersediaan unsur-unsur hara dan tingkat kemasaman tanah yang optimum untuk pertumbuhan tanaman. Untuk meningkatkan keberhasilan revegetasi, seringkali ditaburkan tanah pucuk setebal 50 – 100 cm ke atas lahan bekas tambang yang sudah ditata dengan asumsi bahwa tanah pucuk tersebut merupakan tanah yang subur secara kimia dan fisik. Pada kenyataannya, tanah pucuk untuk reklamasi adalah tanah yang sangat tidak subur, seperti dicerminkan oleh kandungan bahan organik yang umumnya sangat rendah dengan struktur tanah yang sudah rusak sehingga mudah sekali padat. Perbaikan kesuburan kimia terhadap tanah pucuk dapat dilakukan dengan kombinasi penggunaan kompos dan pupuk dasar yang biasa digunakan. Ardiyanto (2009) memperlihatkan bahwa penggunaan senyawa humat sebagai pengganti kompos terlihat nyata memperbaiki performance tanaman penutup tanah (Gambar 6).

(7)

7 Gambar 6. Perbaikan kualitas tanah pucuk. Tanaman Mucuna sp. pada petak kontrol (kiri), Mucuna sp. pada petak hasil perbaikan dengan senyawa humat (kanan).

Kesuburan Biologi. Kesuburan biologi menyangkut aktivitas mikrobiologi dalam tanah yang dilakukan oleh berbagai mikro/mesofauna/-flora. Berbagai parameter sifat fisik dan kimia tanah seringkali tidak dapat menggambarkan adanya perubahan kualitas tanah setelah reklamasi. Tabel 1 memberikan contoh bagaimana rumput signal yang digunakan sebagai land cover crop dan sumber bahan organik di areal reklamasi Kathryn mempengaruhi kesuburan biologi pada lahan reklamasi dibandingkan dengan areal reklamasi Harapan yang tidak ditanami rumput signal.

Tabel 1. Pengaruh rumput signal terhadap beberapa sifat fisik, kimia dan biologi tanah di areal reklamasi PT. INCO, Sorowako*

Lokasi Bobot Isi (g/cm3)** Kemantapan Agregat C-organik (%) P-tersedia (ppm) Total mikrob Total Fungi Respirasi (mg CO2 /kg tnh/ hari) C-mic (µg/g) SPK/gram Kathryn 1,56 Kurang stabil 1,51 4,93 9,4x107 50,4x103 5,43 1.004,2 Harapan 1,57 Agak stabil 0,09 5,67 8,3x107 30,5x103 4,97 347,2 *) Sumber: Perdana (2009)

**) Contoh tanah diambil pada kedalaman 0-30 cm untuk bobot isi dan kemantapan agregat, 0-10 cm untuk parameter lainnya

PENUTUP

Kegiatan penambangan terutama tambang terbuka akan menyebabkan kerusakan lahan baik secara fisik, kimia, dan biologi. Kegiatan reklamasi lahan bekas tambang harus

(8)

8

dilakukan untuk mengurangi dampak lingkungan sekaligus mengembalikan lahan ke kondisi seperti semula. Penggunaan bahan amelioran yang tepat seperti kompos, kapur, bahan humat dan pupuk akan mempercepat pemulihan lahan dan pertumbuhan tanaman revegetasi.

BAHAN BACAAN

Ardiyanto, A. E. 2009. Pengaruh Pemberian Bahan Amelioran Senyawa Humat, Bahan Organik dan Kapur Terhadap Pertumbuhan Koro Benguk (Mucuna prurirens) pada Lahan Bekas Tambang Batubara Tambang Batulicin Kalimantan Selatan. Skripsi Dept. Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB

Burger, A and C.E. Zipper. 2002. How to restore forests on surfce-mined land. Reclamation Guidelines for Surface Mined Land in Southwest Virginia. Virginia Cooperative Extention. Publication 460-123

Iskandar, Sujatmiko, and R.S. Gautama. 2011. Acid Mine Drainage Management in Indonesian Mines. Paper presented at 7th Australian Workshop on AMD held in Darwin on June 21-24, 2011

Perdana, Y.I. 2009. Karakteristik tanah pada lahan bekas tambang yang ditanami rumput signal (Brachiaria decumbens Stapf) di PT International Nickel Indonesia, Sorowako, Sulawesi Selatan. Skripsi Dept. Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB

Pusdi Reklatam. 2012. Identifikasi dan Rekomendasi Perbaikan Pertumbuhan Tanaman Reklamasi di Lahan Bekas Tambang Pasir Besi PT. Antam, Kutoarjo

Zipper, E., J. Skousen and C. Jage. 2011. Passive treatment of acid-mine drainage. Reclamation Guidelines for Surface Mined Land in Southwest Virginia. Virginia Cooperative Extention. Publication 460-133

Gambar

Gambar 1. Pemadatan tanah akibat penggunaan alat-alat berat yang berlebihan
Gambar 3. Pembuatan lubang tanam          Gambar 4. Pemberian bahan organik
Gambar 5. Dalam kondisi kering tanah bisa tetap kering beberapa saat  meskipun disiram (Pusdi Reklatam, 2012)
Tabel 1.  Pengaruh rumput signal terhadap beberapa sifat fisik, kimia dan biologi tanah  di areal reklamasi PT

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa koefisien ventilasi baik untuk arah aliran udara yang sejajar dinding model atau sudut arah aliran sebesar 0 o , maupun arah

Bingkai Akibat/kesan - laporan peristiwa, isu atau masalah dari segi akibat ia ada pada seseorang individu, kumpulan, parti, institusi atau negara; melaporkan kerosakan atau

Responden dalam penelitian ini adalah petani di Desa Nupabomba Kecamatan Tanantovea Kabupaten Donggala yang mengusahakan usahatani tomat, yakni responden yang diambil

Saya tidak mudah terpengaruh dengan orang

Walaupun kebanyakan perusahaan belum mencapai level kedekatan yang diinginkan dengan para pelanggan, ini adalah kemajuan yang paling baik dari tren-tren besar

Peran media massa dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat, menurut Ashadi sangat dipengaruhi oleh hubungan media massa itu sendiri dengan negara.. Ashadi

Individu yang mempunyai pendidikan lebih tinggi dari masyarakat sekitar akan mengalami mobilitas sosial vertikal.. Masyarakat akan memberikan kedudukan tertentu di

Menurut Robiah (1993), seorang tokoh pengurusan yang bernama Peter Drucker, berpendapat bahawa pemimpin organisasi yang hanya menghabiskan 25 peratus daripada masanya untuk