• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ringkasan MPKT a- Buat UTS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ringkasan MPKT a- Buat UTS"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Kekuatan dan Keutamaan Karakter, Filsafat, Logika dan Etika Halaman 1 1306370751

Judul buku : “BUKU AJAR 1, Kekuatan dan Keutamaan Karakter, Filsafat, Logika, dan etika”

Pengarang : Bagus Takwin, Fristian Hadinata dan Saraswati Putri

Data publikasi : MPKT A, Buku Ajar 1 kekuatan dan keutamaan Karakter, Filsafat Logika, dan Etika

I. Kekuatan dan Keutamaan Karakter

Persoalan karakter sering menjadi topik pembicaraan dalam diskusi dan seminar. Meskipun telah banyak program-program pendidikan yang menekankan pada pendidikan karakter, namun hasil dari program tersebut bisa dikatakan hanya label saja, tidak memberikan pengaruh yang berarti bagi masyarakat. Hal ini disebabkan karena tidak menekankan pada keutamaan dan kekuatan dari karakter itu sendiri. Bagus Takwin, dosen dan peneliti Fakultas Psikologi UI mencoba menjawab persoalan tersebut dalam tulisannya tentang kekuatan dan keutamaan karakter.

Karakter dan kepribadian adalah dua hal yang berbeda meskipun keduanya saling berkaitan. Allport (1937:48) mendefinisikan kepribadian sebagai “organisasi dinamis dari keseluruhan sistem psiko-fisik dalam diri individu yang menentukan penyesuaian dirinya yang unik terhadap lingkungannya”. Sehingga kepribadian manusia tidak acak dan unsur-unsurnya tidak bekerja secara sendiri-sendiri serta bersifat dinamis. Kepribadaian manusia dapat dipengaruhi oleh faktot internal (diri sendiri) maupun faktor eksternal (Lingkungan). Allport (1937) mendefinisikan karakter sebagai kepribadian yang dievaluasi, yang artinya adalah karakter adalah segi-segi kepribadian yang ditampilkan keluar dan disesuaikan dengan nilai dan norma tertentu. Dengan demikian karakter adalah kumpulan sifat mental dan etis yang menandai seseorang. Karakter juga menentukan apakah seseoarang akan mencapai tujuan yang efektif. Karakter dapat diperoleh melalui pengasuhan dan pendidikan karakter mesikupun setap individu pasti sudah mempunya karakter masing-masing. Karakter yang kuat dapat diperoleh melalui berbagai proses pembelajaran dan pelatihan.

(2)

Kekuatan dan Keutamaan Karakter, Filsafat, Logika dan Etika Halaman 2

Indentifikasi karakter yang merupakan pengenalan terhadap keutamaan dari dir seseorang dapat dilakukan dengan pengenalan terhadap ciri-ciri keutamaan. Peterson dan Seligman (2004), mengatakan bahwa karakter yang kuat adalah karakter yang bercirikan keutamaan-keutamaan yang merupakan keunggulan dari manusia. Keutamaaan karakter dapat dibedakan berdasarkan

kemampuan dan bakat dari seseoarang. Lalu pendekatan metodik yang dapat

mengindentifikasikan keutamaan karakter dari seseoarang dapat dilakukan dengan cara inventori, skala sikap, wawancara mendalam, diskusi kelompok terarah dan simulasi. Lalu, Peterson dan Seligman (2004) membagi karakter menjadi tiga level konseptual, yaitu keutamaan, kekuatan dan tema situasional. Setiap konsep cara untuk mengenali dari konsep tersebut berbeda dengan konsep lainnya. Ketiga konsep tersebut tersusun secara hierakis dengan susunan, yaitu keutamaan pada level atas, kekuatan pada level tengah dan tema situasional berada pada level bawah. Tetapi dalam kehidupan sehari-hari, seseoarang terlebih dahulu mengenali tema situasional lalu kekuatan dan yang terakhir adalah keutamaan.

Keutamaan adalah sebuah karakteristik utama dari karakter dan dijadikan sebagai nilai moral oleh para filsuf dan agamawan. Sedangkan kekuatan adalah sebuah unsur psikologis yang mendefinsikan keutamaan. Dan yang terakhir tema situasional adalah kebiasaan khusus yang mengarahkan seseoarang untuk mewujudkan keukatan karakterdalam situasi tertentu, sehingga semakin banyak dan sering tema ditampilkan maka kekuatan karakter seseorang akan semakin kuat. Keutamaan secara umum dapat dikategorikan menjadi 6 kategori yaitu :

No Keutamaan Kekuatan

1 Kognitif : kebijaksanaan,

dan pengetahuan

Kreativitas, orisinalitas, kecerdasan praktis, rasa ingin tahu, cinta akan pembelajaran, pikiran yang kritis, perspektif.

2 Interpersonal :

kemanusiaan

Cinta kasih, baik dan murah hati, selalu memiliki tenaga untuk membantu orang lain, kecerdasan emosional

3 Emosional : kesatriaan Keberanian untuk menyatakan kebenaran dan mengakui

kesalahan, ketabahan, teguh dan keras hati, integritas, kejujuran dan penampilan diri yang wajar, vitalitas, bersemangat dan antusias

4 Kewarganegaraan :

berkeadilan

Kewarganegaraan, dedikasi dan kesetian demi keberhasilan bersama, kesetaraan

5 Pengelolaan diri

(Temperance)

Pemaaf dan pengampun, pengendalian diri, kerendahan hati dan kehati-hatian

(3)

Kekuatan dan Keutamaan Karakter, Filsafat, Logika dan Etika Halaman 3

6 Spiritual : transendensi Penghargaan terhadap keindahan dan kesempurnaan,

kebersyukuran, penuh harapan, optimis dan orientasi ke depan, spritualitas, menikmati hidup dan selera humor yang memadai

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat keutamaan yang menghubungkan kehidupan manusia dengan alam semesta, kalimat tersebut dapat diartikan dengan karakter manusia memiliki hubungan dengan spritualitas. Istilah spiritualitas memilki pengertian yang luas dan menimbulkan banyak penafsiran, tetapi ada satu definis yang mendekati pengertian yang universal dan komprehensif. Hal tersebut dikemukan oleh Murray dan Zenther (1998, dalam McSherry, 1998) yang secara singkat mengatakan bahwa spiritualitas harus ditempatkan dalam konteks keselurahan alam semesta dan keterkaitan isi dunia ini. Spiritualitas melampaui affilisasi terhadapa agama tertentu. Sehingga bisa dikatakan karakter selalu dilandasi oleh spiritualitas. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, karakter dapat mendatangkan kebahagiaan bagi seseoarang, sehingga pembentukan karakter erat sekali hubungannya dengan pencapaian kebagian yang akhirnya, semakin orang memiliki karakter yang kuat adalah orang yang berbahagia, mandiri dan memeberi sumbangan positif bagi masyarakat. Seligman (2004) menyebutkan tiga kebahgiaan, yaitu memiliki makna dari semua tindakan yang dilakukan mengetahui kekuatan tertinggi dan menggunakan kekuatan tertinggi untuk melayani sesuatu yang dipercayai lebih besar dari diri sendiri. Menurut seligman tidak ada jalan pintas untuk mencapai kebahagiaan, sehingga bila ingin mendapatkan kebahagian harus berpikir positif, memandang hidup dan orang lain dengan hal yang baik dan serta mamaknai dunia. Sehingga pada kesimpunya pendidikan harus mengarahkan para peserta didiknya untuk mendapatkan ketiga kebahagiaan, dengan cara melalui pendidikan karakter.

II. Filsafat

Kata filsafat pertama kali ditemukan dalam tulisan sejarawan Yunani Kuno, Herodotus (484-424 SM). Kata “berfilsafat” di situ mengindikasikan bahwa Solon mencari pengetahuan untuk pengetahuan semata. Kata filosof atau filsuf berasal dari kata philosophos yang berati pencinta kebijaksanaan; philos berarti kebijaksanaan, dan sophos berarti pecinta dari kata dasar sophia yang berarti cinta. Orang-orang yang gagasan dan pemikirannya didasari oleh pengetahuan tentang kebenaran dan dapat mempertahankannya dengan argumentasi yang kuat patut disebut

(4)

Kekuatan dan Keutamaan Karakter, Filsafat, Logika dan Etika Halaman 4 filsuf. Mereka adalah pencinta kebijaksanaan dan apa yang dilakukan oleh filsuf kemudian

disebut filsafat. Jika kita pelajari lebih lanjut pemikiran-pemikiran filosofis sejak Yunani Kuno hingga abad ke-21, filsafat dapat didefinisikan sebagai usaha manusia untuk memahami segala perwujudan kenyataan secara kritis, radikal dan sistematis. Dari definisi itu dapat disimpulkan bahwa filsafat adalah usaha. Sebuah usaha adalah sebuah proses, bukan semata produk. Proses itu berisi aktivitas-aktivitas untuk memahami segala perwujudan kenyataan atau apa yang ada (being). Apa yang hendak diketahui filsafat tak terbatas, oleh karena itu proses pemahaman itu berlangsung terus menerus. Seorang filsuf bernama Jacques Maritain mengatakan, “Filsafat ialah suatu kebijaksanaan dan sifatnya pada hakikatnya berupa usaha mengetahui. Mengetahui dalam arti paling penuh serta paling tegas, yaitu mengetahui dengan kepastian berdasarkan sebab-sebabnya mengapa barang sesuatu itu seperti keadaannya, tidak bisa lain dari itu” (Kattsoff, 2004:65). Kita dapat menemukan pembagian filsafat berdasarkan sistematika permasalahan (Gazalba, 1979) atau area kajian filsafat yang secara garis besar terdiri dari :

No Kategori

1 Ontology

Bagian filsafat yang mengkaji tentang ada (being) atau tentang apa yang nyata.

Ontology dalam arti khusus Metafisika

2 Epistemology

Bagian filsafat yang mengkaji hakikat dan ruang lingkup pengetahuan

Epistemology dalam arti sempit Filsafat ilmu Metodologi Logika

3 Axiology

Bidang filsafat yang mengkaji nilai-nilai yang menentukan apa yang seharusnya dilakukan manusia

Etika Estetika

Sedangkan aliran filsafat dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

No Aliran Keterangan

1 Rasionalisme Memandang bahwa pengetahuan bersumber dari akal (rasio)

2 Empirisme Memandang bahwa pengetahuan bersumber dari pengalaman

(5)

Kekuatan dan Keutamaan Karakter, Filsafat, Logika dan Etika Halaman 5

mengkaji pengetahuan manusia

4 Idealisme Pengetahuan merupakan proses-proses mental dan psikologis yang bersifat

subyektif

5 Vitalisme Memandang bahwa hidup tidak dapat sepenuhnya dijelaskan secara

mekanisme

6 Fenomenologi Mengkaji dan memandang penampakan gejala yang saling terkait

Berdasarkan penjelasan diatas berpikir filosofis merupakan satu cara untuk membangun keutamaan pengetahuan dan kebijaksanaan dengan kekuatan-kekuatan yang dikandungnya. Sehingga orang bisa melatih kemampuan analisisnya, cara berpikir kritis dan logis yang dapat mengembangkan pola piikir secara luas dan menyeluruh.

III. Dasar-Dasar Logika

Logika dikenal sebagai cabang filsafat, tetapi ada juga ahli yang menempatkannya sebagai cabang matematika. Jika ditempatkan sebagai cabang filsafat, logika dapat diartikan sebagai cabang dari filsafat yang mengkaji prinsip, hukum dan metode berpikir yang benar, tepat dan lurus. Dalam matematika, logika dikaji dalam kaitannya dengan upaya menyusun bahasa matematika yang formal, baku, dan jernih maknanya, serta dalam kajian tentang penyimpulan dan pembuatan pernyataan yang benar. Logika merupakan alat yang dibutuhkan dalam kajian berbagai ilmu pengetahuaan dan juga dalam kehidupan sehari-hari.

Secara filosofis, logika adalah kajian tentang berpikir atau penalaran yang benar.penalaran adalah proses penarikan kesimpulan berdasarkan alasan yang relevan. Logika menggunakan pemahaman tentang standar kebenaran yang diperoleh dari epistemologi yang merupakan cabang filsafat yang mengkaji hakikat pengetahuan. Logika merupakan dasar filosofis dari matematika. Logika juga berhubungan erat dengan bahasa alamiah yang sehari-hari dipakai oleh manusia. Logika berkaitan dengan pemahaman manusia dalam kesehariannya.

Sebagai kajian tentang kebenaran khusus, logika merupakan ilmu pengetahuan yang bertujuan menjelaskan kebenaran atau fakta tertentu. Kebenaran logis adalah satu pernyataan yang kebenarannya dijamin sejauh makna dari konstanta logisnya tetap, terlepas dari apa makna bagian lain yang menyertainya. Dalam arti kajian ciri-ciri atau bentuk umum dari putusan atau

(6)

Kekuatan dan Keutamaan Karakter, Filsafat, Logika dan Etika Halaman 6

bentuk pikiran dari putusan, logika dapat dipahami sebagai kajian yang mempelajari unsur-unsur putusan dan susunannya dengan tujuan untuk memperoleh pola atau bentuk umum dari proses pembuatan putusan.

Fokus kajian dari logika adalah pikiran, representasi linguistik, meskipun pikiran dan bahasa saling terkait erat. Adapun hal yang menjadi fokus dalam logika hal-hal yang berkaitan dengan suatu term, definisi dan divisi dari suatu kalimat, pernyataan dan proporsi yang menggunakan penalaran sehingga menghasilkan suatu kesimpulan baik itu yang bersifat deduktif maupun induktif. Tujuan dari penngunaan logika dalam berpikir adalah untuk menghindari sesat pikir. Sesat pikir menurut logika tradisional adalah kekeliruan dalam penalaran berupa penarikan kesimpulan-kesimpulan dengan langkah-langkah yang tidak sah, yang disebabkan oleh dilanggarnya kaidah-kaidah logika.

Sesat pikir terjadi jika dalam premis digunakan proposi afirmatif tetapi dalam kesimpulan digunakan proposi negatif. Sesat pikir terjadi jika dalam premis digunakan proposi negatif tetapi dalam kesimpulan digunakan proposi afirmatif. Sesat pikir dua premis negatif terjadi jika dalam silogisme kedua premis yang digunakan adalah proposi negatif. Sesat pikir mengafirmasi konsekuensi adalah pembuatan kesimpulan yang diturunkan dari pernyataan yang dihubungkan antara anteseden dan konsekuensinya tidak niscaya tetapi diperlakukan seolah-olah hubungan itu suatu keniscayaan. Sesat pikir menolak antiseden juga merupakan pembuatan kesimpulan yang diturunkan dari pernyataan yang hubungan antiseden dan konsekuensinya tidak niscaya tetapi diperlakukan seolah-olah hubungan itu suatu keniscayaan. Sesat pikir terjadi jika hubungan atau di antara dua hal diperlakukan sebagai pengingkaran oleh hal yang satu terhadap hal yang lain. Adapun kesalahan-kesalahan dalam penarikan kesimpulan adalah sebagai berikut

No Bentuk kesalahan

1 Menilai Penalaran Induktif dengan Standar Deduktif

2 Kesalahan Generalisasi Generalisasi yang terburu-buru

Kesalahan kecelakaan

(7)

Kekuatan dan Keutamaan Karakter, Filsafat, Logika dan Etika Halaman 7

Kesalahan bukti yang ditahan

4 Kesalahan Statistikal Kesalahan sampel yang bias

Kesalahan percontoh yang kecil Kesalahan penjudi

5 Kesalahan Kausal Mengacaukan sebab dan akibat

Mengabaikan penyebab bersama Kesalahan penyebab yang salah

Mengacaukan penyebab yang berupa

necessary condition denga sufficient

condition

6 Kesalahan Analogi

IV. Dasar-Dasar Etika

Etika dan moralitas memang dua kata berhubungan erat dan seringkali orang mengunakan dua kata tersebut secara bergantian, tetapi tidak tepat (Graham, 2010, 1). Etika merupakan refleksi filosofis atas moral, sedangkan moralistas merupakan kepercayaan atau perilaku tentag baik dan buruk. Dalam pengertian yang terakhir ini, etika adalah cabang ilmu filsafat yang menyelidiki suatu sistem prinsip moral. Tidak heran jika etika disebut juga filsafat atas moral. Etika punya fokus tentang bagaimana kita mendefinisikan sesuatu itu baik atau tidak. Lain halnya dengan moralitas berasal dari kata Latin "moralis" yang berarti "tata cara", "karakter", atau "perilaku yang tepat" (Pritchard, 2012, 1). Secara terminologis moralitas sering kali dirujuk sebagai diferensiasi dari keputusan dan tindakan antara yang baik atau yang tidak baik. Moralitas lebih dipahami sebagai suatu keyakinan untuk menjalani hidup yang baik. Karena itu sistem moralitas seringkali sangat bergantung dengan komutitasnya. Moralitas sangat berhubungan dengan etika karena etika merupakan objek kajian dari moralitas. Etika bisa dibagi menjadi beberapa bidang sebagai berikut

(8)

Kekuatan dan Keutamaan Karakter, Filsafat, Logika dan Etika Halaman 8 Etika Etika Normatif Teori-Teori Etika Etika Deontologi Etika Teleologis Utilitarianisme Etika Egoisme Etika Kebajikan Dan Lain-Lain Etika Terapan Etika Bisnis Etika Profesi Etika Kedokteran Etika Kepolisian Dan Lain-Lain Etika Lingkungan Etika Non-Normatif Etika Deskriptif Metaetika

Etika normatif adalah sebuah studi tindakan atau keputusan etis yang berfokus pada prinsip-prinsip yang seharusnya dari tindakan yang baik. Contohnya etika terapan yang merupakan sebuah penerapan teori-teori etika secara lebih spesifik kepada topik-topik kontroversial baik pada domain privat atau publik seperti perang, hak-hak binatang, hukuman mati dan lain-lain. Etika non-normatif adalah sebuah studi yang tidak berfokus pada prinsip-prinsip yang seharusnya dari tindakan baik. misalnya etika. Misalnya etika deskriptif dan metaetika. Etika deskriptif merupakan sebuah studi tentang apa yang dianggap 'etis' oleh individu atau masyarakat. Sedangkan metaetika berhubungan dengan sifat penilaian moral. Yang berfokus dari arti atau makna dari pernyataan-pernyataan yang ada di dalam etika.

Gagasan realisme etis berpusat pada manusia menemukan kebenaran etis yang memiliki eksistensi independen di luar dirinya. Konsekuensinya, realisme etis ini mengajarkan bahwa kualitas etis atau tidak ada secara independen dari manusia dan pernyataan etis memberikan pengetahuan tentang dunia objektif. Dengan kata lain, properti etis terlepas dari apa yang orang pikirkan atau rasakan. Artinya, jika seseorang mengatakan bahwa tindakan tertentu salah, maka hal itu adalah kualitasnya yang salah dan itu harus ada di sana dan bersifat independen.

Gagasan utama dari nonrealisme etis adalah manusia yang menciptakan kebenaran etis (Callcut, 2009, 46). Nonrealisme etis ini sangat terkait dengan relativisme etis. Relativisme menghormati

(9)

Kekuatan dan Keutamaan Karakter, Filsafat, Logika dan Etika Halaman 9

keragaman budaya dan tindakan manusia yang berbeda pula dalam cara merespon situasi yang berbeda. Akan tetapi, ada persoalan juga di dalam relativisme etis. Diantaranya adalah kita merasa bahwa aturan etis memiliki nilai kualitas yang lebih tinggi daripada sekedar kesepekatan umum dari sekelompok orang. Dengan kata lain, relativisme menghormati keragaman budaya dan tindakan manusia yang berbeda pula dalam cara merespon situasi yang berbeda.

Pengkajian terhadap permasalahan etis pada dasarnya bisa dilakukan dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut: Ketika seseorang mengatakan "pembunuhan itu tidak baik" apa yang dimaksudkannya sesungguhnya? Kita dapat menunjukkan beberapa hal yang berbeda ketika Anda mengatakan 'pembunuhan adalah tidak baik' dengan menulis ulang pernyataan tersebut untuk menunjukkan apa yang benar-benar dimaksud. Pernyataan "pembunuhan itu adalah salah" adalah realisme moral yang didasarkan pada gagasan bahwa ada fakta-fakta nyata dan objektif terkait masalah etis di alam semesta. Pernyataan "saya tidak menyetujui pembunuhan" adalah subjektivisme yang mengajarkan bahwa penilaian etis tidak lebih dari pernyataan perasaan atau sikap seseorang. Pernyataan "tidak ada kompromi dengan pembunuhan" adalah emotivisme yang merupakan pandangan bahwa klaim moral adalah tidak lebih dari ekspresi persetujuan atau ketidaksetujuan. Pernyataan "jangan melakukan pembunuhan” adalah preskriptivisme yang berfokus pada pernyataan etis adalah petunjuk atau rekomendasi. Pandangan moral intuitif dari seorang etikus bernama W.D Ross, ia menggunakan penjelasan intuisi. Ross berargumen bahwa seseorang mengetahui secara intuitif perbuatan apa yang bernilai baik maupun buruk. Ia mengkritik pandangan utilitarian yang terlalu menekankan pada konsep kebahagiaan, bahkan mensejajarkan kebahagiaan sebagai kebaikan. Bagi Ross, kebahagiaan tidak dapat secara mudah disamakan dengan kebaikan, justru kebaikan adalah bentuk nilai moral yang lebih tinggi. Jadi tujuan moral adalah mencapai kebaikan bukan kebahagiaan. Senada dengan Kant, Ross adalah seorang filosof moral yang menekankan bahwa tindakan etis haruslah terlepas dari kepentingan individual. Bila dalam argumen utilitarian ditekankan bahwa motif merupakan hal yang mendasar, bagi Ross, motif menunjukan bahwa seseorang bertindak etis bukan karena tindakan itu benar secara prinsipil, tapi tindakan itu menguntungkan baginya. Ross menyebutkan tentang berbagai macam kewajiban yang membutuhkan pertimbangan individu dalam kejadian-kejadian aktual, ia menyusunya sebagai berikut; 1) Fidelitas atau yang menyangkut perihal bagaimana seseorang memegang janji atau komitmennya, 2) Kewajiban atas rasa terimakasih, ketika kita berkewajiban atas jasa yang sudah

(10)

Kekuatan dan Keutamaan Karakter, Filsafat, Logika dan Etika Halaman 10

ditunjukan oleh orang lain, 3) Kewajiban berdasarkan keadilan, hal ini menyangkut perihal pembagian yang merata yang berhubungan dengan kebaikan orang banyak, 4) Kewajiban beneficence, atau bersikap dermawan, dan menolong orang lain sebagai tanggung jawab sosial, 5) Kewajiban untuk merawat dan menjaga diri sendiri, 6) Kewajiban untuk tidak menyakiti orang lain.

Enam tipe dari Prima Facie yang dijelaskan oleh Ross menunjukan bahwa dalam kondisi-kondisi tertentu kita kerap terbentur untuk memutuskan diantara pilihan-pilihan moral. Pertimbangan intuitif ini bagi Ross sangat vital, karena intuisi bukanlah pertimbangan yang serampangan, tetapi pertimbangan yang menggunakan segala aspek kecerdasan dan sensibilitas individu tersebut. Dengan demikian maka ia dapat menghindarkan dirinya dari pilihan yang menyebabkan keburukan untuk dirinya maupun terhadap orang disekitarnya.

Melihat pembahasan diatas, dapat dipahami bahwa etika tidak terlepas dari moral. Dalam memahami etika diperlukan pemaahaman yang mendalam mengenai nilai-nilai etis yang ada. Kemudian kita kaitkan dengan aturan yang telah berlaku dimasyarakat. Apakah etika yang kita nilai tersebut baik ataupun bernilai buruk. Penilaian etika tergantung pada interpretasi seseorang mengenai etika tersebut.

Daftar pustaka :

Takwin, Bagus. Hadinata,Fristian. dan Putri, Saraswati. 2013. BUKU AJAR 1 Kekuatan dan

Referensi

Dokumen terkait

2) Menghormati budaya lain sebagaimana apa adanya dan bukan sebagaimana yang kita kehendaki. 3) Menghormati hak anggota budaya yang lain untuk bertindak berbeda

Kita perlu menerima dan menghargai orang lain/suku bangsa lain sebagai manusia yang memiliki latar belakang sosial budaya yang berbeda-beda dalam ras, suku

Profesionalisme keinsinyuran merujuk pada standar tinggi dalam praktik dan perilaku yang ditetapkan untuk para insinyur dalam bidang asuransi atau insinyur yang terlibat dalam bidang asuransi. Ini mencakup serangkaian kualitas dan tindakan yang diharapkan dari insinyur tersebut dalam menjalankan tugas mereka secara efisien, etis, dan profesional. Beberapa aspek profesionalisme keinsinyuran meliputi: Kepatuhan terhadap Standar Etika: Insinyur asuransi diharapkan untuk berpegang pada standar etika tinggi dalam pekerjaan mereka, termasuk integritas, kejujuran, dan transparansi dalam semua transaksi dan interaksi dengan klien, perusahaan asuransi, dan pihak lain yang terlibat. Keahlian Teknis: Profesionalisme keinsinyuran menuntut pemahaman mendalam tentang prinsip-prinsip insinyur asuransi, pengetahuan tentang risiko, polis asuransi, serta kemampuan untuk menganalisis dan menilai risiko secara akurat. Komunikasi yang Efektif: Insinyur asuransi harus mampu berkomunikasi dengan jelas dan efektif dengan klien, mitra bisnis, dan pihak lainnya, baik secara lisan maupun tertulis. Ini termasuk kemampuan untuk menjelaskan informasi teknis dengan cara yang dapat dimengerti oleh semua pihak yang terlibat. Pemecahan Masalah: Profesionalisme keinsinyuran mengharuskan insinyur untuk memiliki kemampuan dalam mengidentifikasi masalah, menganalisis situasi, dan menemukan solusi yang efektif dan inovatif untuk menangani risiko yang dihadapi oleh klien atau perusahaan. Pemahaman Etika Bisnis: Insinyur asuransi juga diharapkan memiliki pemahaman yang kuat tentang prinsip-prinsip etika bisnis dan tata kelola yang baik dalam industri asuransi, termasuk perlindungan konsumen, privasi data, dan kewajiban kepada pemegang polis. Melalui penerapan profesionalisme keinsinyuran, insinyur asuransi dapat memastikan bahwa mereka memberikan layanan yang berkualitas tinggi kepada klien mereka dan mendukung integritas dan reputasi positif dalam industri