• Tidak ada hasil yang ditemukan

Referat Acne Vulgaris

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Referat Acne Vulgaris"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

i Referat

ACNE VULGARIS

Oleh:

M Faqih Habiburrahman, S.Ked 04054821618123

Pembimbing:

Dr. Nopriyati, SpKK, FINSDV

BAGIAN/DEPARTEMEN DERMATOLOGI DAN VENEREOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG 2017

(2)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

Referat

Acne Vulgaris

M Faqih Habiburrahman, S.Ked 04054821618123

Pembimbing:

Dr. Nopriyati, SpKK, FINSDV

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik senior di Bagian Dermatologi dan Venereologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 6 Maret – 10 April 2017.

Palembang, Maret 2017 Pembimbing,

(3)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas referat dengan judul “Acne Vulgaris”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Nopriyati, SpKK, FINSDV selaku pembimbing yang telah membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pengerjaan laporan kasus ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Akhir kata, semoga diskusi kasus ini dapat berguna bagi banyak orang dan dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Palembang, Maret 2017

(4)

1

ACNE VULGARIS

Muhammad Faqih Habiburrahman, S.Ked Bagian/ Departemen Dermatologi dan Venereologi FK UNSRI/ RSUP Dr Mohammad Hoesin Palembang

2017

PENDAHULUAN

Akne vulgaris (AV) merupakan inflamasi kronik unit pilosebasea yang ditandai dengan komedo, papul, pustul dan nodul dengan keparahan yang bervariasi. Meskipun AV dikatakan dapat sembuh sendiri, namun sisa lesi dapat bertahan lama baik dalam bentuk bintik-bintik maupun luka. Predileksi AV di area dengan jumlah glandula sebasea lebih banyak yaitu di wajah dan di trunkus anterior dan posterios bagian atas1,2

Prevalensi AV mencapai puncaknya pada usia remaja yaitu lebih dari 85% dan angka tersebut berkurang seiring bertambahnya usia. Penelitian berbasis komunitas di Inggris menemukan bahwa prevalensi AV wajah pada perempuan usia 26-44 tahun sebesar 14%1. Di Indonesia sendiri, prevalensi AV mencapai 60% pada tahun 2006 dan 80% pada tahun 20073. Penelitian yang dilakukan di Palembang melaporkan terdapat

68,2% dari 5.204 sampel usia 14-21 tahun yang menderita AV. Angka kunjungan pasien AV di Poliklinik Dermatologi dan Venereologi (DV) Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Moh. Hoesin (RSMH) Palembang tahun 2014 sebanyak 176 dari 2937 kunjungan (5,9%) dan tahun 2015 sebanyak 127 dari 3201 kunjungan (3,9%). Akne Vulgaris menempati urutan ketiga dari sepuluh penyakit terbanyak pada tahun 2014 dan 2015 di Poliklinik DV RSMH Palembang4.

Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang pasti belum diketahui secara pasti. Terdapat beberapa faktor yang diduga dapat menyebabkan, antara lain : genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic factor, dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis, pengaruh musim, infeksi bakteri (Propionibacterium aknes), kosmetika, dan bahan kimia lainnya1,2,5.

Akne pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan tipe (komedoal/papular, pustular/noduokistik) dan atau beratnya penyakit ( ringan/sedang/sedang-berat/berat). Lesi kulit dapat digambarkan sebagai inflamasi dan non-inflamasi2.

Akne vulgaris derajat ringan dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia memiliki kompetensi 4A dimana semua lulusan dokter umum harus dapat mendiagnosis dan menatalaksana sampai selesai. Berdasarkan tingginya prevalensi serta

(5)

2 kompetensi yang harus dicapai, penulis tertarik untuk membahas mengenai akne vulgaris.

EPIDEMIOLOGI

Dalam kebanyakan kasus, acne dikatakan suatu masalah bila terjadi sebelum pubertas. Puncak prevalensi AV yaitu selama periode pertangahan hingga akhir, lebih dari 85% ditemukan pada usia 12-24 tahun. Prevalensi AV umumnya berkurang seiring pertambahan usia namun dapat menetap pada dekade ketiga atau lebih, terutama pada perempuan1. Beberapa faktor yang berhubungan dengan AV adalah riwayat AV pada keluarga, peningkatan indeks masa tubuh (IMT), stres psikologik, dan tipe kulit berminyak. Pada penelitian Ghodsi dkk., didapatkan prevalensi AV sedang-berat sebesar 19,9% pada remaja dengan riwayat AV pada keluarga dan 9,8% pada remaja tanpa riwayat AV pada keluarga6,7. Halvorsen dkk., melaporkan prevalensi AV denga

IMT >24 sebesar 18,5% pada remaja perempuan dan 13,6% pada remaja laki-laki8.

Penelitian Yosipovitch dkk. melaporkan prevalensi tinggi AV pada kondisi stres psikologik tinggi yaitu sebeasr 95% pada remaja laki-laki dan 92% pada remaja perempuan saat ujian semester sekolah9. Beberapa penelitian menemukan tipe kulit berminyak merupalan tipe kulit terserijng paa pasien AV. Hal ini berhubungan dengan keadaan seborrhea yang mempengaruhi perkembangan AV. Penelitian yang dilakukan Munawar dkk., menemukan bahwa proporsi pasien AV dengan tipe kulit berminyak lebih banyak (60%) dibandingkan tipe kulit normal (32%) dan kering (8%)10.

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang pasti belum diketahui secara jelas, namun terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan, antara lain : genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic factor, dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis, musim, infeksi bakteri (Propionibacterium aknes), kosmetika, dan bahan kimia lainnya1,2,5.

1. Empat faktor utama yang berperan penting

a. Hiperproliferasi epidermal folikular, b. Inflamasi,

(6)

3 d. Peningkatan produksi sebum

2. Hormon

Hormon androgen berasal dari testis, ovarium, dan kelenjar adrenal. Hormon ini menyebabkan kelenjar sebasea bertambah besar dan produksi sebum meningkat pada remaja laki-laki dan perempuan.1

Hormon androgen merupakan stimulus utama pada sekresi sebum oleh kelenjar sebasea. Pada penderita akne, kelenjar sebasea berespon sangat cepat pada peningkatan kadar hormon ini di atas normal. Hal ini mungkin disebabkan oleh peningkatan aktivitas 5α-reductase yang lebih tinggi pada kelenjar sebasea dibanding kelenjar lain dalam tubuh.3

3. Genetik

4. Faktor psikologi (Stres)

Patogenesis AV multifaktorial namun ada empat faktor utama yang berperan penting dalam patogenesis AV adalah (1) hiperproliferasi epidermal folikular, (2) inflamasi, (3) aktivitas Propionibacterium acnes (p. acne), dan (4) peningkatan produksi sebum (berisi trigliserida, squalene, wax ester, kolesterol ester, kolesterol bebas) yang berlebihan1,2.

1. Hiperproliferasi epidermis

Hiperproliferasi epidermis follikular menyebabkan pembentukan lesi primer akne yaitu komedo. Epitel folikel rambut paling atas, yaitu infundibulum menjadi hiperkeratosis dengan meningkatnya kohesi dari keratinosit. Kelebihan sel dan kekuatan kohesinya menyebabkan pembentukan plug pada ostium follikular. Plug ini kemudian menyebabkan konsentrasi keratin, sebum, dan bakteri terakumulasi di dalam folikel. Hal tersebut kemudian menyebabkan pelebaran folikel rambut bagian atas, yang kemudian membentuk komedo. Stimulus terhadap proliferasi keratinosit dan peningkatan daya adhesi masih belum diketahui. Namun terdapat beberapa faktor yang diduga menyebabkan hiperproliferasi keratinosit yaitu stimulasi androgen, penurunan asam linoleat, dan peningkatan aktifitas interleukin (IL)-1α.1,2

(7)

4 2. Inflamasi

Pada awalnya telah diduga bahwa inflamasi mengikuti proses pembentukan komedo, namun terdapat bukti baru bahwa inflamasi dermal sesungguhnya mendahului pembentukan komedo. Biopsi yang diambil pada kulit yang tidak memiliki komedo dan cenderung menjadi akne menunjukkan peningkatan inflamasi dermal dibandingkan dengan kulit normal. Biopsi kulit dari komedo yang baru terbentuk menunjukkan aktifitas inflamasi yang jauh lebih hebat.1,2

Mikrokomedo akan meluas menjadi keratin, sebum, dan bakteri yang lebih terkonsentrasi. Perluasan ini akan menyebabkan distensi yang mengakibatkan ruptur dinding follikular. Ekstrusi dari keratin, sebum, dan bakteri ke dalam dermis mengakibatkan respon inflamasi yang cepat. Tipe sel yang dominan pada 24 jam pertama ruptur komedo adalah limfosit.1,2

3. Bakteri

Faktor ketiga yakni bakteri. Propionibacterium acnes juga memiliki peranan aktif dalam proses inflamasi yang terjadi. P.acnes merupakan bakteri gram-positif, anaerobik, dan mikroaerobik yang terdapat pada folikel sebacea. Remaja dengan akne memiliki konsentrasi P.acnes yang lebih tinggi dibanding orang yang normal. Bagaimanapun tidak terdapat korelasi antara jumlah P.acnes yang terdapat pada glandula sebacea dan beratnya penyakit yang diderita.1,2

Dinding sel P.acnes mengandung antigen yang karbohidrat yang menstimulasi perkembangan antibodi. Pasien dengan akne yang paling berat memiliki titer antibodi yang paling tinggi pula. Antibodi propionibacterium meningkatkan respon inflamasi dengan mengaktifkan komplemen, yang pada akhirnya mengawali kaskade proses pro-inflamasi. P.acnes juga memfalisitasi inflamasi dengan merangsang reaksi hipersensitifitas tipe lambat dengan memproduksi lipase, protease, hyaluronidase, dan faktor kemotaktik. Disamping itu, P.acnes tampak menstimulasi regulasi sitokin dengan berikatan dengan Toll-like receptor 2 pada monosit dan sel polimorfonuklear yang mengelilingi foToll-likel sebacea. Setelah berikatan dengan Toll-like receptor 2, sitokin proinflamasi seperti IL-1, IL-8, IL-12, dan TNF-α dilepaskan.1,2

(8)

5 4. Peningkatan sekresi sebum

Faktor pertama yang berperan dalam patogenesis akne ialah peningkatan produksi sebum oleh glandula sebacea. Pasien dengan akne akan memproduksi lebih banyak sebum dibanding yang tidak terkena akne meskipun kualitas sebum pada kedua kelompok tersebut adalah sama. Salah satu komponen dari sebum yaitu trigliserida mungkin berperan dalam patogenesis akne. Trigliserida dipecah menjadi asam lemak bebas oleh P.aknes, flora normal yang terdapat pada unit pilosebacea. Asam lemak bebas ini kemudian menyebabkan kolonisasi P.aknes, mendorong terjadinya inflamasi dan dapat menjadi komedogenik.1,2

Hormon androgen juga mempengaruhi produksi sebum. Serupa dengan aktifitasnya pada keratinosit infundibuler follikular, hormon androgen berikatan dan mempengaruhi aktifitas sebosit. Orang-orang dengan akne memiliki kadar serum androgen yang lebih tinggi dibanding dengan orang yang tidak terkena akne.1,2

Peranan estrogen dalam produksi sebum belum diketahui secara pasti. Dosis estrogen yang diperlukan untuk menurunkan produksi sebum jauh lebih besar jika dibandingkan dengan dosis yang diperlukan untuk menghambat ovulasi. Mekanisme dimana estrogen mungkin berperan ialah dengan secara langsung melawan efek androgen dalam glandula sebacea, menghambat produksi androgen dalam jaringan gonad melalui umpan balik negatif pelepasan hormon gonadotropin, dan meregulasi gen yang yang menekan pertumbuhan glandula sebacea atau produksi lipid.1,2

a b c d

Gambar. 1. Patogenesis Akne: a) Hiperkeratosis primer b) Komedo c) Inflamasi papul (pustul) d) Nodul

(9)

6 (Diambil dari kepustakaan 1 )

MANIFESTASI KLINIS

Akne vulgaris merupakan penyakit polimorfik dengan dua pola utama. Pola eprtama yaitu AV non inflamasi yang lebih sering terlihat pada fase awal di kelompok usia peripubertas, berupa komedo terbuka atau tertutup, saat terjadi peningkatan sebm pada wajah, punggung, dada, dan bahu. Pola klinis kedua yaitu AV inflamasi, yang dapat meninggalkan scar. Pada pola ini dapat terlihat papul, pustul, nodul, dan kista atau kombinasi lesi1,2

Lesi AV dimulai dari pembentukan komedo namun kemudian berkembang menjadi papul, pustul, nodul dan pseudokista dengan keparahan yang bervariasi. Komedo terbuka tampak sebagai lesi datar atau sedikit meninggi dengan sumbatan folikular keratin dan lipid serta warna gelap di bagian tengah. Komedo tertutup berbeda dengan komedo terbuka, dapat sulit terlihat. Komedo tertutup tampak sebagai papul kecil, sedikit meninggi, pucat, dengan orifisium yang tidak telrihat1,2.

Lesi inflamasi bervariasi dari papul kecil dengan batas merah hingga pustul dan nodul besar. Diameter papul eritem kisaran 1-5 mm dan ukuran pustul cenderung sama. Bila keparahan lesi berlanjut, inflamasi pada nodul akan bertambah disertai indurasi dan nyeri1,2.

Predileksi utama AV adalah wajah dan lebih jarang pada punggung, dada, dan bahu. Pada tubuh, lesi cenderung terdapat di dekat garis tengah.

(10)

7

c d

Gambar 2. Beberapa Lesi Akne (a) Komedo tertutup (whitehead) (b) komedo terbuka (blackhead) (c) papul, pustul (d) nodul

(Diambil dari kepustakaan 1)

DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis, dan tes laboratorium. 1,2

Berdasarkan anamnesis, akne vulgaris biasanya terjadi pada saat pubertas, tetapi gejala klinis yang muncul sangatlah bervariasi. Perempuan mungkin memperhatikan bentuk yang berfluktuasi berdasarkan siklus mensturasinya. Akne fulminan merupakan subtipe akne yang jarang dan terjadi pada berbagai manifestasi sistemik, termasuk demam, arthralgia, myalgia, hepatosplenomegaly, dan lesi tulang osteolitik.1,2

Pada pemeriksaan fisis akne non-inflamasi tampak sebagai komedo terbuka dan tertutup. Lesi inflamasi dimulai dengan adanya mikrokomedo tetapi dapat berkembang menjadi papul, pustul, nodul, atau kista. Kedua tipe lesi ditemukan pada area dengan glandula sebacea yang banyak.1,2

Diagnosis AV harus disertai dengan tingkat keparahannya. Salah satu cara yang banyak digunakan ialah dengan klasifikasi ASEAN grading Lehmann, yang mengelompokkan acne menjadi tiga kategori, yaitu sebagai berikut12

Derajat Komedo Papul/pustul Nodul Ringan < 20 < 15 Tidak ada

Sedang 20-100 15-50 < 5

(11)

8

DIAGNOSIS BANDING

Meskipun terdapat satu jenis lesi yang dominan, akne vulgaris didiagnosis dengan adanya beberapa variasi dari lesi akne (komedo, pustul, papul, dan nodul) yang erdapat pada wajah, punggung, dan dada. Diagnosis banding akne vulgaris antara lain erupsi akneiformis, rosasea, dan dermatitis perioral.1,2,13

1. Erupsi akneiformis

Erupsi akneiformis merupakan akne yang disebabkan oleh induksi obat, seperti kortikosteroid, Isoniazid, barbiturat, bromida, iodida, difenilhidantoin, dan ACTH. Klinis erupsi berupa papul di berbagai tempat tanpa komedo, timbul mendadak tanpa disertai demam.13

2. Rosasea

Rosasea adalah penyakit kronik yang etiologinya belum diketahui secara pasti, dengan karakteristik adanya eritema pada sentral wajah dan leher. Penyakit ini terdiri atas dua komponen klinik, yakni perubahan vaskuler yang terdiri atas eritema intermiten dan persisten serta erupsi akneiform yang terdiri atas papul, pustul, kista, dan hiperplasia sebasea. Pada rosasea tidak terdapat hubungan antara eksresi sebum dengan beratnya gejala rosasea.1,2,13 3. Dermatitis perioral

Perioral dermatitis adalah penyakit kulit dengan karakteristik papul dan pustul kecil yang terdistribusi pada daerah perioral, dengan predominan di sekitar mulut. Dermatitis perioral biasanya pada wanita muda, sering ditemukan di sekitar mulut, namun dapat pula di sekitar hidung dan mata. Etiologinya belum diketahui secara pasti, namun diduga penyebabnya oleh karena: candida, iritasi pasta gigi berflouride, dan kontrasepsi oral.1,2,13

Dermatitis perioral erpsi simetris yang terbatas pada area hidung, mult, dan dagu, yang terdiri atas mikropapul, mikrovesikel, atau papulopustulosa dengan diameter kurang dari 2 mm. Penyebab pasti belum diketahui, namun terdapat beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebab antara lain faktor hormonal, emosional, sensitif terhadap kosmetik, pasta gigi berfluoride, agen infektif, dan kortikosteroid topikal.13

(12)

9

TATALAKSANA

Terapi akne vulgaris terdiri atas terapi sistemik, topikal, fisik, operasi dan diet.9,10

1. Terapi Sistemik

a. Antibiotik oral

Antibiotik oral diindikasikan untuk pasien dengan akne yang mansih meradang. Antibiotik yang diberikan adalah Tetrasiklin (tetrasiklin, doksisiklin,minosiklin) eritromisin, kotrimoksasole, dan klindamisin. Antibiotik ini mengurangi peradangan akne dengan menghambat pertumbuhan dari P.Aknes.1,2,14

Tetrasiklin generasi pertama (tetrasiklin, oksitetrasiklin, tetrasiklin klorida) merupakan obat yang sering digunakan unutk akne.Obat ini digunakan sebagai terapi lini pertama karena manfaat dan harganya yang murah, walaupun angka kejadian resistensinya cukup tinggi. Dalam 6 minggu pengobatan menurunkan reaksi peradangan 50% dan biasa diberikan dalam dosis 1 gram/hari (500mg diberikan dalam 2 kali), setelah beberapa bulan dapat diturunkan 500 mg/hari. Karena absorbsinya dihambat oleh makanan, maka obat ini diberika 1 jam sebelum makan dengan air untuk absorbs yang optimal. 1,2,14

Alternatif lain, tetrasiklin generasi kedua (doksisiklin) diberikan 50-100 mg diminum dua kalis sehari . Eritromisin 1g/hari dapat diberikan sebagai regimen alternative. Obat ini sama efektifnya dengan tetrasiklin, tapi menimbulkan resistensi yang tinggi terhadap P.aknes dan sering dikaitkan dengan kegagalan terapi. 1,2,9

b. Isotretionoin oral

Isotretinoin oral merupakan obat sebosupressive paling efektif dan diberikan untuk akne yang berat. Isotretinoin mengurangi komedogenesis, mengecilkan ukuran glandula sabaseus hingga 90%. Walaupun tidak berefek langsung terhadap P.aknes, ini menghambat efek dari produksi sebum dan menurunkan jumlah P.Aknes yang mengakibatkan inflamasi.

(13)

10 Terapi awal yang diberikan 1mg/kgBB/hari untuk 3 bulan pertama, dan diturunkan 0.5mg/kgBB/hari, jika memungkinkan dapat diberikan 0.2 untuk 3-9 bulan tambahan untuk mngoptimalkan hasil terapi. 1,2,14

c. Hormonal

Terapi hormonal diindikasikan pada wanita yang tidak mempunyai respon terhadap terapi konvensional. Mekanisme kerja obat-obat hormonal ini secara sistemik mengurangi kadar testosteron dan dehidroepiandrosterone, yang pada akhirnya dapat mengurangi produksi sebum dan mengurangi terbentuknya komedo. Ada tiga jenis terapi hormonal yang tersedia, yaitu: estrogen dengan prednisolon, estrogen dengan cyproterone acetate(Diane, Dianette) dan spironolakton. Terapi hormonal harus diberikan selama 6-12 bulan dan penderita harus melanjutkan terapi topikal. Seperti halnya antibiotik, tingkat respon obat-obat hormonal juga lambat, dalam bulan pertama terapi tidak didapatkan perubahan dan perubahan kadang-kadang baru dapat terlihat pada bulan ke enam pemakaian. Terapi setelah itu akan terlihat perubahan yang nyata. Perubahan yang dihasilkan pada penggunaan diane hampir mirip dengan tetrasiklin 1 g/hari. Diane merupakan kombinasi antara 50 µg ethinylestradiol dan 2 mg cyproterone acetate. Pada wanita usia tua (> 30 tahun) dengan kontraindikasi relatif terhadap pil kontrasepsi yang mengandung estrogen, salah satu terapi pilihan adalah dengan penggunaan spironolakton. Dosis efektif yang diberikan antara 100-200 mg. 1,14,15

Anti androgen hormone dapat diberikan pada pasien perempuan dengan target pilosabaseus unit dan menghambat produksi serum 12.5-65%. Jika keputusan untuk hormonal terapi telah dibuat, ada berbagi macam pilihan disekitar androgen reseptor blocker dan inhibitors of androgen synthesis pada ovarium dan glandula adrenal.1,14

2. Topikal

Penggunaan obat-obatan sebagai terapi topikal merupakan satu cara yang banyak dipilih dalam mengatasi penyakit akne vulgaris. Tujuan diberikan terapi ini adalah untuk mengurangi jumlah akne yang telah ada, mencegah terbentuknya spot yang baru dan mencegah terbentuknya scar (bekas jerawat).

(14)

11 Terapi topikal diberikan untuk beberapa bulan atau tahun, tergantung dari tingkat keparahan akne. Obat-obatan topikal tidak hanya dioleskan pada daerah yang terkena jerawat, tetapi juga pada daerah disekitarnya.1,15

Ada berbagai macam obat-obatan yang dipakai secara topikal, yaitu: a. Retinoid topical.

Mekanisme kerja dari retinoid topical: - Mengeluarkan komedo yang telah matur.

- Menghambat pembentukan dan jumlah dari mikrokomedo. - Menghambat reaksi inflamasi.

- Menekan perkembangan mikrokomedo baru yang penting untuk maintenance terapi1,14

b. Tretinoin

Tretinoin merupakan retinoid pertama yang diperkenalkan oleh Stuttgen dan Beer.Mengurangi komedo secara signifikan dan juga lesi peradangan akne.Hal ini ditunjukkan pada percobaan untuk 12 minggu menurunkan 32-81% untuk non-inflamnatory lesi dan 17-71% untuk inflammatory lesi. Tretinoin tersedian dalam galanic formulation: cream 0.025%, 0.1%, gel 0.01%, 0.025% dan dalam solution (0.05%). Formula topical gel ini mengandung polyoprepolymer-2, tretinoin prenetration. 1,14 c. Isotretinoin

Isotretinoin merupakan salah satu retinoid. Obat ini tersedia dalam sediaan gel, mempunyai efikasi yang sama dengan tretinoin, mereduksi komedo antara 48-78% dan inflammatory lesi antar 24 dan 55% setelah 12 minggu pengobatan. 1,14

d. Antibiotik Topikal

Antibiotika topikal banyak digunakan sebagai terapi akne. Mekanisme kerja antibiotik topikal yang utama adalah sebagai antimikroba. Hal ini telah terbukti pada efek klindamisin 1% dalam mengurangi jumlah P.aknes baik dipermukaan atau dalam saluran kelenjar sebasea.Lebih efektif diberikan pada pustul dan lesi papulopustular yang kecil. Eritromisin 3% dengan kombinasi benzoil peroksida 5% tersedia dalam bentuk gel. 1,14

(15)

12 e. Asam Salisilat

Asam salisilat efek utamanya adalah keratolitik, meningkatkan konsentrasi dari substansi lain, selain itu juga mempunyai efek bakteriostatik dan bakteriosidal. Asam salisilat biasa digunakan sebagai obat akne dengan konsentrasi 0,5% - 2% 1

f. Benzoyl Peroksida

Benzoyl peroxida merupakan salah satu obat yang paling umum digunakan sebagai obat acne. Obat ini merupakan agen antimikroba yang kuat yang tidak hanya berfungsi mengurangi kolonisasi dari bakteri tapi juga dapat mengurangi pemecahan trigliserida menjadi asam lemak bebas. Sediaan benzoyl peroxida adalah krim, lotion, dan gel. Efek samping yang mungkin timbul adalah kulit kering dan iritasi. Sediaan benzoyl peroksida gel 2,5%, 5%, 10%1

(16)

13

3. Terapi Fisik

Selain terapi topikal dan terapi oral, terdapat beberapa terapi tambahan dengan menggunakan alat ataupun agen fisik, diantaranya adalah:

a. Ekstraksi komedo

Pengangkatan komedo dengan menekan daerah sekitar lesi dengan menggunakan alat ekstraktor dapat berguna dalam mengatasi akne. Secara teori, pengangkatan closed comedos dapat mencegah pembentukan lesi inflamasi. Dibutuhkan keterampilan dan kesabaran untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. 1

b. Kortikosteroid Intralesi

Akne cysts dapat diterapi dengan triamsinolon intralesi atau krioterapi. Nodul-nodul yang mengalami inflamasi menunjukkan perubahan yang baik Dalam kurun waktu 48 jam setelah disuntikkan dengan steroid. Dosis yang biasa digunakan adalah 2,5 mg/ml triamsinolon asetonid dan menggunakan syringe 1ml. Jumlah total obat yang diinjeksikan pada lesi berkisar antara 0,025 sampai 0,1 ml dan penyuntikan harus ditengah lesi. Penyuntikan yang terlalu dalam atau terlalu superfisial akan menyebabkan atrofi.1

Injeksi glukokortikoid dapat menurunkan secara drastic ukuran dari lesi nodular.Injeksi 0.05-0.25 ml perlesi dari triamcinolone acetat dengan suspense (2.5-10mg/ml) direkomendasikan sebagai anti inflamasi. Terapi jenis ini sangat bermanfaat dibandingkan terapi lain untuk akne tipe nodular. Akan tetapi harus diulang dalam 2-3 minggu.Manfaat utamanya adalah menghilangkan lesi nodular tanpa insisi sehingga mengurangi pembentukan scar.1

4. Diet

Beberapa artikel menyarankan pengaturan diet untuk penderita akne vulgaris. Implikasi dari penelitian tentang diet coklat, susu, dan makanan berlemak dan hubungannya dengan akne masih diteliti. Hingga saat ini belum ada evidence base yang mendukung bahwa eliminasi makanan akan

(17)

14 berdampak pada akne, akan tetapi beberapa pasien akan mengalami kemunculan akne setelah mengkonsumsi makanan tersebut. 1

(Diambil dari kepustakaan 16)

PENCEGAHAN

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya AV adalah2:

1. Menghindari terjadinya peningkatan jumlah lipis sebum dan perubahan isi sebum dengan cara

a. Diet rendah lemak dan karbohidrat

b. Melakukan perawatan kulit untuk membersihkan permukaan kulit dari kotoran

2. Menghindari terjadinya faktor pemicu terjadinya akne, misalnya

a. Hidup teratur dan sehat, cukup istirahat, olahraga sesuai kondisi tubuh, hindari stres

(18)

15 b. Penggunaan kosmetika secukupnya

c. Menjauhi terpacunya jkelenjar minyak d. Menghindari polusi debu

3. Memberikan informasi yang cukup ada penderita mengenai penyebab penyakit, pencegahan, dan cara maupun lama pengobatannya serta prognosisnya.

PROGNOSIS

Onset dari akne vulgaris sangat bervariasi, dimulai dari 6 hingga 8 tahun dan kemudian tidak timbul lagi hingga umur 20 atau lebih.Kejadian akne ini biasanya diikuti oleh remisi yang terjadi secara spontan. Walaupun rata-rata pasien akan mengalami penyembuhan pada usia awal 20an tapi ada juga yang masih menderita akne hingga decade ketiga sampai decade keempat.1

Akne pada wanita biasanya berfluktuasi berkaitan dengan siklus haid dan biasanya bermunculan sesaat sebelum menstruasi.Kemunculan akne ini tidak seharusnya berhubungan dengan perubahan aktivitas glandula sabaseus, dimana tidak terjadi peningkatan produksi sebum pada fase luteal dalam siklus menstruasi.1

Pada umumnya prognosis dari akne ini cukup menyenangkan, pengobatan sebaiknya dimulai pada awal onset munculnya akne dan cukup agresif untuk menghindari sekuele yang bersifat permanen.1

Pada kebanyakan kasus, akne biasanya sembuh secara spontan ketika melewati usia remaja dan memasuki usia 20an. Alasan untuk hal ini masih belum diketahui secara jelas, tidak ada penurunan secara bersama-sama pada produksi sebum ataupun perubahan komposisi lemak.1,9

RINGKASAN

Akne vulgaris (AV) merupakan inflamasi kronik unit pilosebasea yang ditandai dengan komedo, papul, pustul dan nodul dengan keparahan yang bervariasi. Meskipun AV dikatakan dapat sembuh sendiri, namun sisa lesi dapat bertahan lama baik dalam bentuk bintik-bintik maupun luka. Predileksi AV di area dengan jumlah glandula sebasea lebih banyak yaitu di wajah dan di trunkus anterior dan posterios bagian atas. Puncak prevalensi AV yaitu selama periode pertangahan hingga akhir, lebih dari 85% ditemukan pada usia 12-24 tahun. Di Indonesia, terutama di Palembang, akne Vulgaris menempati urutan ketiga dari sepuluh penyakit terbanyak pada tahun 2014 dan 2015 di Poliklinik DV RSMH Palembang. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan, antara

(19)

16 lain : genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic factor, dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis, musim, infeksi bakteri (Propionibacterium aknes), kosmetika, dan bahan kimia lainnya. Patogenesis dari akne vulgaris terdiri atas 4 mekanisme utama yaitu : hiperproliferasi epidermal folikular, inflamasi, aktivitas P.acnes, peningkatan produksi sebum. Ada tiga derajat keparahan akne vulgaris menurut Lehmann yaitu derajat ringan, sedang, berat yang dapat dinilai dari jumlah komedo, papul/pustul, dan nodul. Tatalaksana akne vulgaris terdiri dari 3 jenis yaitu topikal, sistemik, dan fisik. Akne vulgaris dapat dicegah dengan cara menghindari faktor-faktor pemicu terjadinya akne dan makan makanan yang rendah lemak.

`

DAFTAR PUSTAKA

1. Goldsmith L, Kats Z, Gilchrest B, Paller A, Leffel D, Wolf K. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th edition. United States: The McGraw-Hill Companies, 2012.

2. Menaldi SL, Bramono K, Indriatmmi W, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi ke-7, Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 2015

3. Tjekyan RM . Kejadian dan Faktor ResikoAkne Vulgaris.Jurnal Media Medika Indonesiana. 43(1);6-12. 2008

4. Data Kunjungan Poliklinik Dermatologi dan Venereologi Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Moh Hoesin, Palembang, 2014-2015

5. Cafardi JA, The Manual of Dermatology, USA : Springer, 2012

6. Zouboulis CC, Makrantonaki E. The Role of Sebaceous gland In: Zouboulis CC, Katsambas AD, Kligman AM, eds. Pathogenesis and Treatment of Acne and Roseacea. New York: Springer, 2014

7. Ghodsi SZ, Orawa H, Zouboulis CC. Prevalence, severity, and severity risk factors of acne in high schl pupils: a community-based study. J Invest Dermatol 2009

8. Halvorsen JA, Vleugels RA, Bjertness E, Lien LA. Population-based study of acne and body mass index in adolescents. Arch Dermatol 2012

9. Yosipovitch G, Tang M, Dawn AG, Chen M, Goh CL, Chan YH, Seng LF. Study of psychological stress, sebum production and acne vulgaris in adolescents Acta Derm Venereol 2007

10. Munawar S, Afzal M, Aftab M, Rizvi F, Chaudry MA, Precipitating factors of acne vulgaris in females. Ann Pak Inst Med Sci 2009

(20)

17 11. Kartowigno S, Sepuluh Besar Kelompok Penyakit Kulit edisi kedua, Palembang

: Unsri Press, 2011

12. Wasitaatmadja, S.M. dalam Sutanto RS, Derajat Penyakit Acne Vulgaris Berhubungan Positif dengan Kadar Mda, Universitas Udayana, 2013

13. Batra, Sonia. Acne. In: Ardnt KA, Hs JT, eds. Manual of Dermatology Therapeutics 7th ed. Massachusetts:Lippincot Williams and Wilkins; 2007. P:4-18

14. Webster, Guy. Overview of the Patogenesis of Acne. In: Webster GF, Rawlings AV, eds. Acne and its Therapy. London:Informa Healthcare;2007.

15. Movita T. Acne Vulgaris. Contunuing Medical Education- 202. 2013

16. Zaenglaen AL et al. Guidelines of care for the management of acne vulgaris, American: elsavier, 2016

Gambar

Gambar  2.  Beberapa  Lesi  Akne  (a)  Komedo  tertutup  (whitehead)  (b)  komedo  terbuka  (blackhead) (c) papul, pustul (d) nodul

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ditemukannya insidensi Akne Vulgaris yang cukup tinggi pada kalangan remaja dan dewasa muda, sumber mengatakan bahwa predileksi tersering ada pada wajah, jenis

Akne vulgaris adalah penyakit dari folikel pilosebaseus yang disebabkan oleh banyak faktor, di mana produksi sebum yang berlebihan memegang peranan penting. Antara

Hasil Penelitian: Bedak padat secara bermakna dapat meningkatkan jumlah lesi akne pada akne vulgaris (p=0,010).. Bedak tabur tidak secara bermakna meningkatkan

Penelitian ini di perkuat penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ompi (2016) dalam judul hubungan stress dan kebersihan wajah terhadap kejadian akne vulgaris

Terdapat perbedaan yang bermakna antara jumlah total lesi akne vulgaris pada kelompok yang mencuci wajah dengan sabun Phisohex ® dengan kelompok yang

rendah yang merupakan akibat dari akumulasi neutrofil pada lesi akne

Tujuan pengobatan dari Acne Vulgaris adalah menurunkan atau mengeliminasi lesi primer secara klinik yaitu mikrokomedo yang merupakan prekursor untuk semua lesi

pada subyek perempuan usia 18-45 tahun, didapatkan hasil bahwa kadar DHEAS dan DHT berhubungan bermakna dengan jumlah total lesi akne, jumlah komedo dan jumlah lesi