• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nyadran Sebagai Komunikasi (Studi Etnografi Ritual Nyadran Sonoageng, Kecamatan Prambon, Kabupaten Nganjuk)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Nyadran Sebagai Komunikasi (Studi Etnografi Ritual Nyadran Sonoageng, Kecamatan Prambon, Kabupaten Nganjuk)"

Copied!
169
0
0

Teks penuh

(1)NYADRAN SEBAGAI KOMUNIKASI (Studi Etnografi Ritual Nyadran Sonoageng, Kecamatan Prambon, Kabupaten Nganjuk). SKRIPSI. Untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan minat utama Manajemen Komunikasi. Oleh: SITI NOER TYAS TUTI 135120218113004. JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2018.

(2)

(3) LEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI. Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada Kamis, 19 April 2018 dengan daftar penguji sebagai berikut:. NO. NAMA. TANDA TANGAN. 1. Megasari Noer Fatanti, S.I.Kom., M.I.Kom. Ketua Majelis Sidang. 2. Yun Fitrahyati Laturrakhmi, S.I.Kom., M.I.Kom. Anggota Sidang Majelis Penguji 1. 3. M. Fikri. AR, S.I.Kom., M.A. Anggota Sidang Majelis Penguji 2.

(4) ii.

(5) iii.

(6) HALAMAN PERSEMBAHAN. Skripsi ini dipersembahkan untuk:. Ibu tercinta, insan penuh kasih sayang yang mengorbankan segenap jiwa raganya. Universitas Brawijaya tempat menimba ilmu dan mengasah mentalitas. Tanah Air Indonesia tempat mencurahkan segala ilmu dan pengabdian. Seseorang yang namanya telah ditulis di Lauhul Mahfudz. i.

(7) KATA PENGANTAR Segenap hati mengucapkan syukur yang tiada terhingga atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Nyadran sebagai Komunikasi (Studi Etnografi Ritual Nyadran Sonoageng, Kecamatan Prambon, Kabupaten Nganjuk) tepat pada waktunya, meskipun terdapat beberapa halangan dalam pengerjaan skripsi ini. Namun, penulis berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah membantu baik dalam memberikan kritik, saran, dukungan, doa dan semangat untuk penulis dalam mengerjakan skripsi ini, antara lain kepada: 1. Orang tua penulis, atas segala doa dan motivasi serta semangat yang diberikan. 2. Ibu Megasari Noer Fatanti, S.I.Kom., M.I.Kom selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan motivasi dan saran kepada penulis. 3. Dr. Antoni, S.Sos., M.Si selaku ketua jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Brawijaya. 4. Ibu Yun Fitrahyati Laturrakhmi, S.I.Kom., M.I.Kom dan Bapak M. Fikri. AR, S.I.Kom., M.A selaku dosen penguji sidang skripsi atas segala saran yang diberikan. 5. Siti Noer Umami Zulfa dan Abdullah Boy Wicaksono saudara kandung penulis yang meberikan dukungan moral dan material kepada penulis. 6. Rekan-rekan komunikasi angkatan 2013 teman seperjuangan yang memberikan warna dan semangat untuk tetap berusaha. 7. Aries Trio Efendi, S.Ag selaku partner penulis dalam penelitian yang telah memberikan bantuan berbagai referensi dan saran. 8. Siti Wakidatul Mardiyan S.Pd dan M. Alfian Zidni N.A, S.Ag sahabat penulis yang memberikan motivasi dan membantu penulis dalam mengerjakan skripsi. 9. Wasi’atul Azizah, S.Pd sebagai sahabat sekaligus adik penulis atas segala bantuan dan semangat yang diberikan.. ii.

(8) 10. Choiria Anggraini, S.I.Kom dan Verdy Virmantoro, S.I.Kom atas waktu untuk diskusi, memberikan referensi dan motivasi. 11. M. Maftuhin, S.S yang senantiasa bersabar dalam mengingatkan, memberikan memotivasi, dukungan, semangat dan bantuan. 12. Teman-teman KP 70 Shufi Mujahida Andavidar, Anindya Atma Z., Iris Dwiyanti, Vina Anggraini R.N., Bahtria Humalasari, Ghina Arih, Reni Tri Handayani, Vivie Anggra Kusuma dan Hikmatun Nariyah teman seperjuangan yang saling mengingatkan satu sama lain. 13. Keluarga Besar Tim Pendaki Gunung dan Penjelajah Alam YEPE, Malang keluarga penulis di tanah rantau 14. BATRA XXXI YEPE Agra Ambara Lutfiana Hanifah, Abdibar Isnaini W., Dhani Fatakhul Gafara, Wahyudi, Gebriyani Saradipta A. rekan seperjuangan sekaligus keluarga. 15. Ekak Kurniawan, Dicky Tri I., Amru Sholihin, Muh. Nur Arifin, Muh. Halim, Marselia Riyantika, Sadam, sebagai keluarga yang memberikan motivasi. 16. Imagine Promosindo tempat menempa mental dan ilmu pengetahuan. 17. Azuma P. Mariela, S.I.Kom dan M. Adi Surahman, S.I.Kom atas waktu diskusi dan bantuan yang diberikan. 18. Yeni Ardiana, Budi Santoso, Waspodo, Abriantoro, Suharto, Haryono Sholeh, Panuju Dwi Purnomo, Tohar, Totok S, Fatimah, Iswoyo atas segala informasi yang diberikan. 19. Novi dan Ajisaka rekan dari PASAK, Kediri atas referensi yang diberikan. 20. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Penulis menyadari, bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Ungkapan maaf yang besar apabila terdapat banyak kekurangan baik dari segi penulisan, serta kurang kayanya konten dalam skripsi ini. Kritik dan saran yang membangun selalu diharapkan untuk perbaikan penulisan selanjutnya. Malang, 6 April 2018 Penulis. iii.

(9) ABSTRAK Siti Noer Tyas Tuti, 2018. Minat Manajemen Komunikasi, Program Studi Ilmu Komunikasi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya, Malang. Skripsi “Nyadran sebagai Komunikasi (Studi Etnografi Ritual Nyadran Sonoageng, Kecamatan Prambon, Kabupaten Nganjuk)”. Dibimbing oleh Megasari Noer Fatanti. Nyadran Sonoageng adalah tradisi tahunan masyarakat di Desa Sonoageng, Kecamatan Prambon, Kabupaten Nganjuk. Prosesi Nyadran Sonoageng merupakan tradisi yang diciptakan oleh masyarakat dimulai tahun 1995 dengan mengarak sesaji jolen dari balai desa menuju situs yang dianggap makam leluhur. Melalui prosesi Nyadran muncul berbagai mitos yang dipelihara dan diyakini oleh masyarakat. Makna yang terbentuk di masyarakat diidentifikasi berdasarkan prosesi Nyadran, simbol, nilai, mitos dan konstruksi sejarah yang ada dimasyarakat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui proses terbentuknya makna pada ritual Nyadran Sonoageng. Komunikasi dalam Perspektif Asia yang menekankan ritual dan memandang makna sebagai proses menuju kesadaran diri, kebebasan dan kebenaran digunakan untuk mendialogkan fenomena Nyadran sebagai komunikasi. Konsep komunikasi ritual James W. Carey juga digunakan untuk menunjukkan bahwa komunikasi tidak sekedar proses transmisi namun sebuah partisipasi, asosiasi, dan kepemilikan atas keyakinan bersama. Melalui metode etnografi, penelitian kualitatif ini menggunakan pendekatan interpretatif. Data diperoleh melalui studi literasi, wawancara mendalam, observasi partisipan, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Nyadran Sonoageng mempunyai berbagai makna, terdapat perbedaan dalam pemahaman aspek sejarah maupun kepercayaan masyarakat terhadap leluhur. Namun, masyarakat Sonoageng tetap melakukan ritual Nyadran dalam satu kebersamaan. Nyadran Sonoageng merupakan tradisi yang diciptakan, dipelihara dan dilembagakan oleh masyarakat. Konstruksi sejarah memengaruhi kepercayaan dan pemahaman masyarakat terhadap nilai-nilai sejarah, kepercayaan terhadap leluhur dan pemaknaan terhadap ritual Nyadran. Nyadran Sonoageng dimaknai melalui istilah: nyekar, syukur, ngalap berkah, dan silaturahmi. Istilah tersebut direpresentasikan masyarakat melalui tindakan-tindakan nyata dalam ritual Nyadran dengan penuh kesadaran dari masing-masing anggota masyarakat. Partisipassi masyarakat merupakan aspek penting dalam terselenggaranya ritual ini. Nyadran mampu menciptakan mitos yang diyakini oleh masyarakat sehingga memengaruhi tindakan masyarakat dalam melakukan ritual. Kata Kunci: Tradisi Nyadran, Komunikasi, Ritual, Makna. iv.

(10) ABSTRACT Siti Noer Tyas Tuti, 2018. Interest in Communication Management, Communication Science Program, Faculty of Social and Political Sciences, University of Brawijaya, Malang. Undergraduate Thesis "Nyadran As A Means Of Communication (Ethnography Studies Nyadran Sonoageng Rite, Prambon, Nganjuk). Supervised by Megasari Noer Fatanti.. Nyadran Sonoageng is an annual tradition of people in Sonoageng Village, Sonoageng Regency, Prambon Subdistric, Nganjuk Distric. Nyadran Sonoageng procession is a tradition created by the Sonoageng Villagers since 1995, they take "sesajen jolen" from the village council to a site perceived as the ancestors cemetery. Through Nyadran procession there are numbers of myths that villagers have believed and nurtured. Nyadran Sonoageng has a various meaning, there are differences in the historical aspect, understanding of people's believe towards their ancestors. However, Sonoageng people’s still celebrate the Nyadran ritual in unity. This research is conducted to identify the process of meaning formation in Nyadran Sonoageng rite. The meanings formed in the community are identified based on the procession, symbols, values, myths and historical constructions that exist in the community. This research is conducted to know the process of meaning formation in Nyadran Sonoageng ritual. Communication in the Asian Perspective that emphasizes ritual and other views meaning as a process toward self awareness, freedom and truth is used to dialogue the Nyadran phenomenon as communication. James W. Carey's ritual communication concept is also used to show that communication is not just a transmission process but a participation, an association, and possession of a common faith. Through ethnographic methods, this qualitative research uses an interpretative approach. The data’s are obtained through literacy studies, depth interviews, participant observation, and documentation. The results showed that Nyadran Sonoageng has various meanings, there is a difference in understanding the historical aspect although society credence toward ancestors. However, Sonoageng people decided execute Nyadran Ritual in one togetherness. Sonoageng Nyadran is an invented tradition, maintained and instituted by the society. Historical construction affects to society credence and understanding toward ancestor and interpreted Nyadran ritual. Nyadran Sonoageng interpreted by term: nyekar, syukur, ngalap berkah, and silaturahmi. The term is represented by the society through concrete actions in the Nyadran ritual with full awareness of each member of the society. People’s participation is an important aspect in the implementation of this ritual. Nyadran was able to create a myth named by the community of the means in performing rituals.. Keywords: Nyadran Tradition, Communication, Ritual, Meaning. v.

(11) DAFTAR ISI Halaman Halaman Sampul Lembar Pengesahan Skripsi Lembar Daftar Penguji Skripsi Lembar Persetujuan Perbaikan Skripsi Lembar Pernyataan Orisinalitas HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ i KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii ABSTRAK ............................................................................................................ iv ABSTRACT ........................................................................................................... v DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ................................................................................................. x DAFTAR BAGAN ................................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 16 1.3 Tujuan Penelitian....................................................................................... 16 1.4 Manfaat Penelitian..................................................................................... 16 1.4.1 Manfaat Akademis ............................................................................. 16 1.4.2 Manfaat Praktis .................................................................................. 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian tentang Tradisi Nyadran di Indonesia ............................................ 18 2.2 Perspektif Transmisi dan Perspektif Komunikasi Ritual dalam Kajian Komunikasi ............................................................................................... 21 2.3 Simbol dan Makna dalam Komunikasi Ritual .......................................... 24 2.4 Mitos dalam Kajian Ritual ........................................................................ 27 2.5 Invented Tradition / Tradisi yang Diciptakan ........................................... 28 2.6 Penelitian Terdahulu ................................................................................. 29 2.7 Kerangka Pemikiran .................................................................................. 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian ................................................................ 33 3.2 Metode Penelitian ...................................................................................... 34 3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian..................................................................... 37 vi.

(12) 3.3.1 Lokasi Penelitian ................................................................................ 37 3.3.2 Waktu Penelitian ................................................................................ 37 3.4 Teknik Pemilihan Informan ...................................................................... 38 3.4.1 Gatekeeper atau Informan Kunci (Key Informan) ............................. 38 3.4.2 Informan dalam Penelitian ................................................................. 40 3.5 Fokus Penelitian ........................................................................................ 42 3.6 Sumber dan Jenis Data .............................................................................. 42 3.6.1 Kata-kata dan Tindakan ..................................................................... 43 3.6.2 Sumber Tertulis .................................................................................. 43 3.6.3 Foto..................................................................................................... 43 3.7 Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 44 3.7.1 Observasi Partisipan ........................................................................... 44 3.7.2 Wawancara Mendalam ....................................................................... 44 3.7.3 Dokumentasi....................................................................................... 45 3.8 Teknik Analisis Data ................................................................................. 46 3.8.1 Data Reduction (Reduksi Data) ......................................................... 46 3.8.2 Data Display ...................................................................................... 47 3.8.3 Conclusion Drawing / Verification .................................................... 47 3.9 Goodness Criteria ..................................................................................... 47 3.9.1 Uji Kredibilitas ................................................................................... 47 3.9.2 Transferability .................................................................................... 48 3.9.3 Dependability ..................................................................................... 48 3.9.4 Confirmability .................................................................................... 48 3.10 Keterbatasan Penelitian ............................................................................. 49 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Seputar Desa Sonoageng ........................................................................... 50 4.2 Nyadran dalam Sejarah ............................................................................. 52 4.2.1 Pemugaran Situs yang Diduga Makam Mbah Sahid Tahun 1994 ..... 53 4.2.2 Kisah Tentang Kiprah Mbah Sahid di Desa Sonoageng .................... 56 4.2.3 Keterangan yang Mengatakan Bahwa Tradisi Nyadran Sonoageng Tidak Diketahui Awal Mulanya ......................................................... 58 4.2.4 Perkembangan Nyadran ..................................................................... 59 4.2.5 Rangkaian Ritual Nyadran Sonoageng .............................................. 61 4.2.6 Tujuan Penyelenggaraan Nyadran Sonoageng ................................... 84 4.2.7 Paguyuban Putra Wayah Eyang Sahid & Paguyuban Jumat Pahing . 92 4.3 Terciptanya Mitos dalam Nyadran Sonoageng ......................................... 93 4.4 Kisah Lain Babad Alas Desa Sonoageng .................................................. 95 4.4.1 Situs Makam Syech Wahdzat sebagai Warisan Zaman Diponegoro . 95. vii.

(13) 4.4.2 Transformasi Sistem Kebudayaan Masyarakat Sonoageng ............. 101 4.5 Artefak Peninggalan Masa Pergolakan Diponegoro ............................... 104 4.6 Wayang Krucil ........................................................................................ 105 4.7 Juru Kunci/ Pakuncen ............................................................................. 106 4.7.1 Makam Sonopraloyo ........................................................................ 108 4.7.2 Makam Syech Wahdzat .................................................................... 108 BAB V DISKUSI HASIL 5.1 Kontruksi Sejarah di Desa Sonoageng Memengaruhi Dinamika Nyadran ... ................................................................................................................. 110 5.1.1 Kisah Tentang Mbah Sahid sebagai Latar Belakang Adanya Prosesi Nyadran ............................................................................................ 110 5.1.2 Syech Wahdzat sebagai Sisi Lain Sejarah Babad Alas Desa Sonoageng ........................................................................................ 112 5.2 Nilai-nilai dalam Nyadran Sonoageng .................................................... 114 5.2.1 Nilai Toleransi .................................................................................. 114 5.2.2 Kebersamaan Masyarakat ................................................................ 116 5.2.3 Kreatifitas Masyarakat Sonoageng................................................... 119 5.2.4 Nilai Ekonomi .................................................................................. 119 5.2.5 Akulturasi Budaya dalam Ritual Nyadran Sonoageng ..................... 120 5.2.6 Modifikasi Budaya sebagai Wujud Penyempurnaan Tradisi ........... 123 5.3 Simbol Budaya dalam Masyarakat Sonoageng ....................................... 124 5.3.1 Simbol Budaya Islam ....................................................................... 124 5.3.2 Simbol Budaya Hindu ...................................................................... 126 5.3.3 Simbol Budaya Jawa ........................................................................ 127 5.3.4 Simbol Masa Pangeran Diponegoro ................................................. 128 5.4 Makna Nyadran bagi Masyarakat Sonoageng ......................................... 129 5.4.1 Nyadran untuk Menghormati Jasa Leluhur ...................................... 130 5.4.2 Sesaji Jolen sebagai Wujud Syukur dan Ngalap Berkah Masyarakat Sonoageng ........................................................................................ 131 5.4.3 Kenduri dan Tahlilan sebagai Sarana untuk Berdoa dan Ngalap Berkah .............................................................................................. 131 5.4.4 Nyadran sebagai Bentuk Silaturahmi atau Berkumpulnya Keluarga 132 5.4.5 Ziarah Makam atau Nyekar sebagai Penghormatan Terhadap Leluhur . .......................................................................................................... 132 5.5 Partisipasi dan Perkumpulan Masyarakat dalam Nyadran Sonoageng ... 133 5.5.1 Peran Penting Masyarakat dalam Nyadran Sonoageng.................... 134 5.5.2 Ritual sebagai Sarana Membentuk Komunitas ................................ 136 5.6 Terciptanya Mitos di Kalangan Masyarakat ........................................... 140. viii.

(14) 5.7 Nyadran Milik Bersama .......................................................................... 142 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan.................................................................................................. 145 6.2 Rekomendasi ........................................................................................... 147 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 148 LAMPIRAN TRANSKRIP WAWANCARA DAN DISKUSI ...................... 152 LAMPIRAN CATATAN LAPANGAN PENELITIAN ................................ 245 LAMPIRAN KATEGORISASI DATA .......................................................... 251. ix.

(15) DAFTAR TABEL Tabel 4. 1 Penggunaan Lahan Desa Sonoageng ................................................... 51 Tabel 4. 2 Data Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia ......................... 51 Tabel 4. 3 Profesi Penduduk Desa Sonoageng...................................................... 51. x.

(16) DAFTAR BAGAN Bagan 2. 1 Kerangka Pemikiran Penelitian........................................................... 32. xi.

(17) DAFTAR GAMBAR Gambar 4. 1 Lokasi Penelitian .............................................................................. 52 Gambar 4. 2 Situs yang Dianggap Makam Mbah Sahid Setelah Dirombak ........ 55 Gambar 4. 3 Suasana Rapat Persiapan Nyadran di Kediaman.............................. 62 Gambar 4. 4 Suasana Kenduri Pra Nyadran.......................................................... 63 Gambar 4. 5 Tahlilan di Makam oleh Ibu-ibu....................................................... 64 Gambar 4. 6 Senam Bersama ................................................................................ 65 Gambar 4. 7 Pertunjukkan Musik Keroncong....................................................... 65 Gambar 4. 8 Kesenian Kentrung ........................................................................... 67 Gambar 4. 9 Seni Reog Ponorogo ......................................................................... 68 Gambar 4. 10 Seni Kuda Lumping ....................................................................... 68 Gambar 4. 11 Penthol Tembem Nyadran Sonoageng ........................................... 69 Gambar 4. 12 Sesaji Jolen Berisi Hasil Bumi dan Peralatan Rumah Tangga ...... 71 Gambar 4. 13 Sesaji Jolen Berisi Hasil Bumi dan Peralatan Rumah Tangga ...... 71 Gambar 4. 14 Prosesi Nyadran Sonoageng ........................................................... 73 Gambar 4. 15 Putri Dhomas Pembawa Bunga untuk Nyekar ............................... 73 Gambar 4. 16 Tongkat yang Diibaratkan sebagai Pusaka..................................... 74 Gambar 4. 17 Letak Pusaka Tiruan Seusai Nyadran............................................. 74 Gambar 4. 18 Barisan Tamu Undangan Kirab Nyadran Sonoageng .................... 75 Gambar 4. 19 Gamelan Mungdhe sebagai Musik Pengiring Prosesi Nyadran ..... 75 Gambar 4. 20 Pengarakan Sesaji Jolen Saat Prosesi Nyadran .............................. 76 Gambar 4. 21 Prosesi Nyadran Sonoageng Nampak dari Udara .......................... 76 Gambar 4. 22 Sesaji Jolen diantara Para Pengunjung saat Prosesi Nyadran ........ 77 Gambar 4. 23 Sambutan Bupati Kabupaten Nganjuk ........................................... 78 Gambar 4. 24 Jajaran Pejabat Kabupaten Nganjuk saat Upacara di Makam ........ 79 Gambar 4. 25 Nyekar di Prosesi Nyadran Sonoageng .......................................... 80 Gambar 4. 26 Manganan di Makam Usai Prosesi Nyadran .................................. 81 Gambar 4. 27 Antusias Pengunjung Saat Memperebutkan Isi Jolen .................... 81 Gambar 4. 28 Pagelaran Wayang Kulit................................................................. 82 Gambar 4. 29 Suasana Bazar Rakyat dan Keramaian Pengunjung Nyadran Sonoageng ............................................................................................................. 83 xii.

(18) Gambar 4. 30 Wahana Bermain Anak-anak di Bazar Nyadran ............................ 83 Gambar 4. 31 Lomba Cokotan Jeruk untuk Menyambut Nyadran ....................... 87 Gambar 4. 32 Halaman Grup Facebook Nyadran Sonoageng .............................. 89 Gambar 4. 33 Desain Kaos Nyadran ..................................................................... 90 Gambar 4. 34 Desain Kaos Nyadran ..................................................................... 90 Gambar 4. 35 Makam Syech Wahdzat dan Pengikutnya .................................... 100 Gambar 4. 36 Detail Makam Syech Wahdzat ..................................................... 100 Gambar 4. 37 Sesaji di Makam Syech Wahdzat ................................................. 100 Gambar 4. 38 Pohon beringin ditengah Makam Sonopraloyo ............................ 103 Gambar 4. 39 Lokasi Bekas Tanah Pundung yang Berupa Sawah dan Lapangan ............................................................................................................................. 103 Gambar 4. 40 Sawo Kecik di Samping Kanan Makam Syech Wahdzat ............ 104 Gambar 4. 41 Tanaman Kemuning di Dekat Makam Syech Wahdzat ............... 104 Gambar 4. 42 Wayang Krucil di Nyadran Sonoageng ........................................ 105 Gambar 4. 43 Juru Kunci Situs yang Dianggap Makam Mbah Sahid ................ 108 Gambar 4. 44 Juru Kunci Makam Syech Wahdzat (Informan 11) ..................... 109. xiii.

(19) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendekatan sosiokultural dalam teori komunikasi menunjukkan pemahaman. terhadap makna, norma, peran dan aturan yang berjalan secara interaktif dalam komunikasi (Cloud,. 1994. dalam Littlejohn dan Foss, 2011). Tradisi ini. menjelaskan bahwa realitas dibentuk. melalui proses di dalam kelompok,. komunitas dan budaya. Tradisi sosiokultural cenderung. tertarik pada bagaimana. makna diciptakan dalam interaksi sosial. Interaksi merupakan proses dan tempat makna, peran, peraturan serta nilai budaya yang dijalankan (Littlejohn dan Foss, 2011).. Morissan (2013) juga menjelaskan bahwa kebudayaan dipandang sebagai. hasil penting dari interaksi sosial dan pada akhirnya budaya memberikan konteks terhadap tindakan dan interpretasi dalam situasi komunikasi. Komunikasi adalah konstitutif budaya dan tidak ada budaya yang bisa bernafas tanpa komunikasi serta berfungsi sangat penting untuk tatanan sosial masyarakat (Dissanayake, 2003). Hubungan antara komunikasi dan kebudayaan juga dijelaskan oleh Hall (1959) bahwa kebudayaan adalah komunikasi dan komunikasi adalah kebudayaan. Komunikasi dan kebudayaan merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan. Pusat perhatian komunikasi dan kebudayaan terletak pada variasi langkah dan cara manusia berkomunikasi dalam komunitas manusia atau kelompok sosial. Salah satu bentuk budaya yang ada di masyarakat Jawa adalah ritual untuk leluhur dan keselamatan yang biasa disebut dengan Nyadran. Tradisi Nyadran merupakan bentuk ritual yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Jawa. Nyadran di bulan Ruwah (Jawa) atau yang lazim disebut sadranan dan ada yang menyebut. 1.

(20) 2. sebagai Ruwahan merupakan suatu upacara tradisional yang sudah kental di dalam. kehidupan. sosial. masyarakat. Jawa. (Handayani,. 1995).. Menurut. Poerwadarminto (dikutip di Alifiana, 2013) kata Nyadran memiliki arti selamatan (sesaji) ing papan sing kramat. Pengertian upacara tradisional berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2014 Pasal 4 yaitu peristiwa sakral yang berkaitan dengan kekuatan di luar kemampuan manusia (gaib) dengan peristiwa alam dan daur hidup. Praktik secara tradisional diyakini sebagai media yang membantu komunikasi antara yang hidup dan yang mati (Poranannond, 2015). Avens (dikutip di Kincaid dan Cushman, 1987) menjelaskan bahwa penggunaan ritual membawa individu pada dunia mistik yang harmonis antara manusia dengan alam. Prasetyo (dikutip di Nugroho, 2015) menjelaskan, masuknya agama Hindu di Indonesia memengaruhi ritual masyarakat terhadap leluhur, dan perkembangan agama. Islam berdampak. pada. sistem kepercayaan. masyarakat Indonesia. khususnya Jawa sehingga memengaruhi tradisi Sraddha yang sekarang dikenal dengan Sadran atau Nyadran yang dilaksanakan menjadi bentuk syukur atas berkah dari Tuhan Yang Maha Esa dan mengenang peran leluhur. Dapat diambil kesimpulan bahwa Nyadran merupakan bentuk akulturasi kepercayaan masyarakat Indonesia dengan budaya Hindu-Islam. Berdasarkan observasi peneliti, bentuk akulturasi yang ditemukan dalam Nyadran salah satunya terletak pada penggunaan doa dengan membaca ayat Al-Quran, tahlil dan doa disertai penggunaan sesajen. Setelah agama Islam masuk di Indonesia pada abad ke 13. Para Wali Songo memadukan tradisi tersebut dalam dakwah yang dilakukan bertujuan agar Islam mudah diterima oleh masyarakat dan tidak berbenturan dengan kepercayaan dan.

(21) 3. tradisi yang sudah ada. Walisongo tidak menghapus tradisi yang sudah ada, namun menyelaraskan dengan ajaran-ajaran Islam. Seperti Nyadran yang pada masa Hindu-Budha dikenal dengan craddha biasanya menggunakan puji-pujian dan sesaji sebagai pelengkap ritual, kemudian tradisi ini digantikan dengan bacaan ayat Al-Quran, tahlil dan doa serta ditambah acara makan bersama yang merupakan. selamatan. atau. kenduri. (Mumfaganti,. 2017).. Hasil observasi. menunjukkan, saat melakukan Nyadran masyarakat juga tidak meninggalkan sesaji seperti, kembang setaman, kemenyan atau dupa, pisang raja, dan kelapa gading. Nyadran dilaksanakan di berbagai daerah di Jawa, terutama Jawa Timur dan Jawa Tengah. Daerah yang mengadakan tradisi Nyadran antara lain Gunung Balak (Magelang), (Trenggalek). Balongdowo dan. Sonoageng. (Sidoarjo)1 , (Nganjuk).. Suruhan. (Semarang)2 ,. Masing-masing. daerah. Ngantru dalam. mengadakan Nyadran memiliki latar belakang historis yang berbeda termasuk dalam penentuan hari, pelaksanaan Nyadran, mempunyai ciri khas masingmasing. Namun, pada umumnya Nyadran dilaksanakan pada bulan Ruwah (Handayani, 1995). Tradisi Nyadran di Ngantru mengambil kisah tentang Adipati Menak Sopal yang berjuang membangun Dam Bagong di Kelurahan Ngantru. Nyadran ini diadakan untuk memperingati jasa Adipati Menak Sopal membangun Dam Bagong untuk yang pertama kalinya. Nyadran di Dam Bagong Kelurahan Ngantru itu dilaksanakan setiap tahun sekali pada hari Jum’at Kliwon di bulan Selo (Jawa). Adanya tradisi ini menjadikan masyarakat di Kelurahan Ngantru menjaga Dam Kajian Ruang Budaya Nyadran Sebagai Entitas Budaya Nelayan Kupang di Desa Balongdowo – Sidoarjo oleh Sangadji, Ernawati dan Nugroho (2015) 2 Tradisi Sambatan dan Nyadran di Dusun Suruhan oleh Anam (2017) 1.

(22) 4. Bagong dengan cara tidak mandi dan bermain di lokasi dam (bendungan). Pelaksanaan tradisi Nyadran di Dam Bagong tetap menjaga keaslian dan kesakralannya. Meskipun adanya inovasi-inovasi yang dilakukan agar tradisi ini semakin berkembang, namun tidak mengubah atau mengganti prosesi yang ada sebelumnya (Anggraini, 2017). Selanjutnya Nyadran di Gunung Balak, Kabupaten Magelang. Nyadran ini masih eksis di masyarakat dalam arus globalisasi. Ritual dilaksanakan dengan cara Islam dan Kejawen yang bertujuan untuk menghormati leluhur desa dan sebagai ungkapan syukur terhadap Tuhan YME. Nyadran ini setahun sekali dilaksanakan tepatnya pada Selasa Kliwon bulan Suro (bukan Jawa). Upaya yang dilakukan untuk mempertahankan tradisi tidak menggeser atau mengubah ritual-ritual dalam tradisi Nyadran di Gunung Balak. Upaya yang dilakukan antara lain: melibatkan masyarakat, perangkat desa dan kaum muda untuk mendukung terselenggaranya Nyadran (Kusniati, 2013). Tidak seperti Nyadran pada umumnya yang pelaksanaannya mengacu pada bulan Jawa, Nyadran Sonoageng, Kecamatan Prambon, Kabupaten Nganjuk, Provinsi Jawa Timur dilaksanakan saat bulan Juni atau Juli mengacu pada tahun Masehi atau saat panen padi kedua, masyarakat Jawa mengenal dengan sebutan panen walikan. Namun untuk perhitungan hari menggunakan penanggalan Jawa yaitu pada hari Kamis Legi malam Jumat Pahing. Apabila pada bulan Juni tidak ada hari Kamis Legi, maka acara Nyadran dilakukan di bulan Juli. Selain itu, apabila pada bulan Juni atau Juli bertepatan dengan bulan Ramadhan, Nyadran ditunda setelah hari raya Idul Fitri atau dimajukan sebelum bulan Ramadhan (Informan 2, 2015)..

(23) 5. Penelitian tentang perubahan pelaksanaan dari segi waktu dan prosesi yang terdapat dalam tradisi Nyadran Sonoageng pada tahun 1994-2013 oleh Nugroho (2013), mengungkapkan bahwa seiring berkembangnya zaman tradisi Nyadran mulai menjadi objek pariwisata yang dapat membantu perekonomian masyarakat. Perubahan pelaksanaan prosesi yang terjadi pada tahun 1994 dilatarbelakangi oleh pengembangan pariwisata di Kabupaten Nganjuk. Akibat pengaruh perkembangan bidang ekonomi dan pariwisata pada pelaksanaan tradisi Nyadran, masyarakat mulai meninggalkan nilai-nilai religi yang terkandung dalam tradisi Nyadran. Bentuk nyata dari pengaruh tersebut terjadi pada tahun 2013, pelaksanaan prosesi Nyadran tidak dijalankan sesuai aturan yang sudah ditetapkan. Pelaksanaan Nyadran digelar pada hari Minggu, lebih cepat dari hari yang ditentukan. Perubahan dilakukan karena tidak adanya konsistensi dari panitia penyelenggara Nyadran. Namun berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti, perubahan hari dalam pelaksanakan Nyadran dilaksanakan atas permintaan masyarakat Sonoageng. Pemilihan hari Minggu diharapkan memudahkan masyarakat yang bekerja baik di dalam maupun di luar kota mengambil hari libur untuk mengikuti Nyadran dan mampu mendatangkan pengunjung yang lebih banyak atau tingkat partisipasi masyarakat dari luar desa meningkat. Upacara Nyadran. sebelum tahun 1995, masih dilakukan secara individual. dan tidak secara bersama. Pada tahun 1995 hingga tahun 2017 masyarakat Desa Sonoageng mengadakan prosesi Nyadran secara bersama dengan mengarak sesaji jolen menuju situs yang dianggap makam Mbah Sahid yang berada di kompleks pemakaman. Sonopraloyo.. Kegiatan. tersebut. dilaksanakan. sebagai. wujud.

(24) 6. pelestarian dalam menyempurnakan tradisi Nyadran agar menjadi lebih baik dan semakin dikenal oleh masyarakat luas (Informan 8, 2017). Sehingga mampu mendatangkan wisatawan baik lokal maupun luar daerah (Informan 6, 2017). Perkembangan. dalam. ritual. Nyadran. Sonoageng. juga. merupakan. wujud. ketidakpuasan masyarakat dengan Nyadran yang dilakukan dengan sederhana yang hanya dengan melakukan kenduri (Informan 8, 2017). Hasil wawancara mendalam dan observasi partisipan juga menunjukkan bahwa secara garis besar Nyadran Sonoageng dilaksanakan dengan selamatan atau kenduri di makam, baik di makam Syech Wahdzat maupun di situs yang dianggap sebagai makam Mbah Sahid. Dilanjutkan dengan kirab dari balai desa menuju makam desa dengan membawa sesaji, kemudian nyekar (tabur bunga) dan pembacaan doa oleh tetua adat. Pada malam Nyadran diadakan pagelaran berbagai macam kesenian dan bazar rakyat. Peserta prosesi Nyadran terdiri dari masyarakat Desa Sonoageng beserta perangkat desa, instansi pemerintahan yang meliputi Camat Prambon dan sekitarnya, Bupati Nganjuk, pihak Kepolisian dan Koramil setempat, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) serta masyarakat di luar Desa Sonoageng. Sebagian besar masyarakat Sonoageng menganggap bahwa Nyadran juga merupakan sarana berkumpulnya anggota keluarga. Adanya Nyadran melahirkan berbagai mitos dalam masyarakat, seperti masyarakat percaya dengan mengadakan Nyadran desa akan terhindar dari mara bahaya dan rizki semakin melimpah. Selain itu, ada tontonan yang dianggap wajib berupa wayang krucil dan kentrung (Informan 6, 2017). Tidak hanya wayang krucil dan kentrung, berbagai kesenian juga digelar dalam Nyadran antara lain: wayang kulit, ludruk, reog, jaranan dan tayuban..

(25) 7. Persiapan penghimpunan dana oleh masyarakat setempat dilakukan dengan berbagai metode, salah satunya adalah dengan melakukan iuran satu bulan sekali selama satu tahun dengan cara “arisan”, penetapan lokasi pagelaran seni salah satunya dilakukan dengan model undian. Masyarakat yang mendapatkan undian dalam arisan tersebut, rumahnya akan dipakai untuk pagelaran tontonan saat Nyadran. Sistem “arisan” ini tidak dipakai semua masyarakat Desa Sonoageng, hal ini tergantung kesepakatan masyarakat masing-masing lingkungan. Perubahan yang terjadi juga terdapat dari segi tontonan atau pagelaran seni yang diselenggarakan. Tidak hanya kesenian tradisional saja yang digelar, akan tetapi berbagai kesenian kontemporer seperti electronic dangdut music, jaranan dangdut, pemutaran film melalui proyektor (zaman dahulu layar tancap) digelar dalam tradisi Nyadran Desa Sonoageng. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2013) dan hasil wawancara. mendalam,. observasi partisipan,. peneliti melihat kecenderungan. adanya komodifikasi dalam ritual Nyadran Sonoageng. Yang ditunjukkan pada upaya masyarakat dalam menyempurnakan tradisi Nyadran sehingga desa dikenal masyarakat luas dan mendatangkan wisatawan baik lokal maupun luar daerah. Hal ini dilihat. dari ramainya. pengunjung dalam Nyadran saat puncak. acara. diperkirakan mencapai 25.000 pengunjung (Informan 4, 2017). Banyaknya pengunjung. dimanfaatkan. oleh. masyarakat. keuntungan dari segi ekonomi seperti. setempat. untuk. mendapatkan. membuka jasa parkir penitipan sepeda. motor dan mobil bagi pengunjung dari luar daerah (Informan 5, 2017). Panitia penyelenggara Nyadran juga melakukan pungutan retribusi kepada para pedagang yang datang di Nyadran Sonoageng (Informan 8, 2017)..

(26) 8. Penelitian tentang komodifikasi budaya dilakukan oleh Xie (2011) pada kaum Naxi yang tinggal di daerah Lijiang, Provinsi Yunnan, bagian barat daya Republik Rakyat China. Kaum Naxi tinggal di daerah pegunungan mempunyai kepercayaan “Dongba” yang erat kaitannya dengan keyakinan agama, leluhur, dan bercocok tanam dalam kehidupan mereka. Penelitian ini menjelaskan bahwa terdapat komodifikasi budaya dalam masyarakat Naxi yang berupa pengembangan kebudayaan dari aspek pariwisata. Komodifikasi budaya yang dilakukan oleh pemerintah mempunyai tujuan utama yaitu berfokus pada kebutuhan untuk regenerasi ekonomi daerah, sehingga menghasilkan investasi dari publik serta membawa peningkatan terhadap lingkungan sosial dari segi ekonomi, hubungan dengan masyarakat luar, transformasi gaya hidup penduduk setempat, hubungan antara. individu. dengan. individu. dan. antara. individu. dengan. masyarakat.. Sementara itu, terdapat masyarakat yang mempertahankan keaslian budaya Dongba dengan menekankan karakter ritual yang religius dari praktik-praktik budaya sebagai bukti keaslian budaya tersebut. Mereka tetap mengamalkan agama untuk menujukkan identitas etnis dalam menghadapi konteks komodifikasi budaya. Hasil observasi dan wawancara mendalam yang dilakukan oleh peneliti, melihat. modifikasi. ritual. tidak. hanya. berorientasi. pada. motif. ekonomi.. Masyarakat Sonoageng dengan sengaja melakukan modifikasi ritual melalui konstruksi sejarah yang telah ada dan dibuat oleh otoritas desa pada tahun 1994 yang memengaruhi adanya prosesi Nyadran Sonoageng untuk pertama kali pada tahun 1995 dengan mengangkat kisah Mbah Sahid. Di sisi lain, terdapat masyarakat yang percaya dengan kisah Syech Wahdzat..

(27) 9. Peneliti menemukan fakta lain yang berhubungan dengan sejarah berdirinya desa melalui wawancara mendalam kepada beberapa narasumber, observasi partisipan, studi literasi dan dokumentasi. Prosesi Nyadran Sonoageng yang diadakan mengangkat Mbah Sahid sebagai tokoh yang membangun desa (babad alas). Adanya kisah dua tokoh penting dalam babad alas Desa Sonoageng yang ditularkan secara gethuk tular oleh masyarakat Sonoageng yaitu kisah tentang Mbah Sahid dan Syech Wahdzat. Kisah tentang kiprah Mbah Sahid ditulis dalam cerita cekak Eyang Sahid dan dibacakan setiap prosesi Nyadran. Kisah Mbah Sahid dikonstruksi oleh sebagian tokoh masyarakat pada tahun 1990 sebagai awal adanya prosesi Nyadran Sonoageng. Di sisi lain, terdapat sebagian masyarakat yang mempercayai bahwa Syech Wahdzat merupakan seorang yang melakukan babad alas desa. Sejarah tentang kiprah Syech Wahdzat dibuktikan melalui situs makam kuno yang berlokasi di salah satu tanah milik warga Desa Sonoageng. Situs ini terdiri dari empat makam, yaitu makam Syech Wahdzat dan ketiga pengikutnya.. Adanya peninggalan lain yaitu angkringan dan pohon sawo. diidentifikasi sebagai peninggalan. pada masa Pangeran Diponegoro. Sejarah. tentang Syech Wahdzat dituturkan secara turun temurun oleh leluhur dari juru kunci makam Syech Wahdzat (Informan 10, 2016). Perbedaan kepercayaan terhadap nilai historis memengaruhi masyarakat dalam memaknai Nyadran sebagai sebuah tradisi. Meskipun terdapat pemahaman yang berbeda, Nyadran Sonoageng tetap dilaksanakan secara bersama oleh masyarakat. Ritual Nyadran Sonoageng dilaksanakan rutin setiap tahunnya hingga masyarakat. mewajibkannya.. Adanya. pembaharuan. yang diwujudkan dalam. rangkaian prosesi (Informan 8, 2017), muncul berbagai simbol, mitos, nilai, yang.

(28) 10. membentuk. makna. masyarakat. dalam. di. kalangan. menjalankan. masyarakat ritual. serta. Nyadran. memengaruhi. Sonoageng.. tindakan. Seperti yang. dijelaskan oleh Hobsbawn (2000) bahwa sebuah tradisi diciptakan, dibangun, dilembagakan secara formal, bersifat ritual atau simbolis dan berusaha untuk menanamkan nilai dan norma terhadap pelakunya. Komunikasi dalam perspektif Asia digunakan oleh peneliti untuk melihat fenomena Nyadran sebagai komunikasi sehingga membentuk makna di kalangan masyarakat Sonoageng. Makna dipandang sebagai proses menuju kesadaran diri, kebebasan dan kebenaran dalam perspektif Asia (Dissanayake, 1987). Tujuan lain komunikasi. perspektif. Asia. adalah. spiritual,. pemahaman. tentang. fungsi. komunikasi dalam proses spiritual mampu memberikan wawasan yang mendalam terhadap penggunaan komunikasi yang bersifat kontemporer di berbagai negara di kawasan Asia seperti China, India, Jepang dan Korea. (Kincaid & Cushman,. 1987). Studi lapangan memberi keterangan bahwa Nyadran Sonoageng mempunyai berbagai makna di kalangan masyarakat, baik pemahaman di bidang sejarah maupun kepercayaan masyarakat terhadap leluhur. Di satu sisi prosesi Nyadran mengangkat sejarah “Mbah Sahid” sebagai pendiri desa. Namun, di sisi lain terdapat masyarakat yang tidak sependapat dengan hal tersebut dan mempunyai pemahaman lain terhadap sejarah Desa Sonoageng yang berhubungan dengan zaman Pangeran Diponegoro. Terdapat dua situs sejarah yang dianggap oleh masyarakat sebagai makam pendiri desa. Satu situs dipercaya oleh sebagian masyarakat sebagai makam Mbah Sahid dan situs yang satunya oleh sebagian masyarakat yang dipercaya sebagai makam Syech Wahdzat. Adanya dua.

(29) 11. perbedaan sejarah memberikan kesadaran masyarakat dalam melakukan ritual pada situs masing- masing yang dipercayai. Lebih lanjut Kincaid dan Cushman (1987) menjelaskan bahwa tujuan komunikasi dari aspek religius adalah untuk mencapai keharmonisan spiritual antara manusia dan alam. Manusia tidak dapat dipisahkan dengan lingkungannya, sehingga. individu. mengesampingkan. harus. berusaha. kepentingan. untuk. pribadi. kebersamaan yang merupakan harmoni. dan. selaras. dengan. prasangka. alam. sehingga. dengan mencapai. (Miike, 2002). Untuk mencapai harmoni. individu juga harus belajar bagaimana penggunaan ritual, refleksi imajinasi, metafora, dan mitos (Mohanty, 1980 dikutip di Kincaid dan Cushman, 1987). Perspektif Asia menekankan ritual, refleksi imajinasi, metafora dan mitos sebagai instrumen utama. Sedangkan perspektif barat menekankan analisis diri, refleksi rasional,. analisis. khalayak,. dan adaptasi pesan sebagai instrumen utama.. Perspektif asia mendorong individu secara imajinatif berkomunikasi dengan diri sendiri dan alam untuk mengubah pengalaman temporal subyektif menjadi pengalaman yang bermakna dan ideologis yang menyeluruh. Berbeda dengan perspektif barat yang mendorong individu berkomunikasi secara rasional dengan individu lain. Persektif Asia berfokus dan memberikan motivasi tindakan manusia oleh. partisipasi. individu. dalam. struktur. masyarakat. dan. mengendalikan. komunikasi (Kincaid & Cushman, 1987). Apabila perspektif barat merupakan model komunikasi berorientasi pada ratifikasi, maka komunikasi perspektif Asia berorientasi pada intuisi (Dissanayake, 1987). Avens (1980, dikutip di Kincaid dan Cushman) menjelaskan bahwa penggunaan ritual, refleksi imajinasi dan metafora membawa individu pada dunia.

(30) 12. mistik yang harmonis antara manusia dengan alam. Refleksi imajinasi dan ritual terhadap metafora kehidupan diwujudkan dalam mitos suci (Kincaid & Cushman, 1987). Mitos tidak muncul sebagai simbol namun diubah menjadi objek atau makhluk suci sesuai dengan realitas mereka sendiri (Avens, 1980 dikutip di Kincaid dan Cushman, 1987). Sejarah tentang kiprah Mbah Sahid melahirkan mitos di masyarakat tentang adanya pertunjukkan wajib berupa wayang krucil dan kentrung (Informan 9, 2017). Sebagian masyarakat percaya bahwa Mbah Sahid sebagai tokoh yang melakukan babad alas desa mempunyai jasa yang besar dalam membangun Desa Sonoageng (Informan 8, 2017). Perwujudan terimakasih masyarakat dilakukan dengan mengadakan kenduri di situs yang dianggap sebagai makam Mbah Sahid pada saat Nyadran. Perbedaan pemahaman masyarakat terhadap sejarah babad alas desa menjadikan perbedaan dalam memaknai Nyadran. Peneliti melihat terdapat perbedaan pelaksanaan Nyadran di kalangan masyarakat Sonoageng, yakni masyarakat yang percaya dengan kisah Mbah Sahid dan sebagian masyarakat yang mempercayai sejarah Syech Wahdzat. Perbedaan kepercayaan terhadap nilai historis melahirkan perkumpulan pada masing-masing pihak yang bertujuan untuk menjaga kepercayaan yang sudah ada. Masyarakat yang percaya dengan kisah Mbah Sahid membentuk paguyuban Putro Wayah Eyang Sahid dan Paguyuban Jumat Pahing, sedangkan masyarakat yang percaya dengan kisah Syech Wahdzat membentuk komunitas yang secara umum bertugas untuk merawat makam Syech Wahdzat.. Meskipun demikian Nyadran Sonoageng diadakan serentak oleh. masyarakat Sonoageng..

(31) 13. Kepercayaan terhadap. dan. pemahaman. masyarakat. Sonoageng. yang. berbeda. sejarah berdirinya desa menjadi latar belakang dalam mengkaji. terbentuknya makna tentang Nyadran oleh masyarakat. Dalam hal ini, konteks sejarah yang menciptakan simbol, mitos, nilai sosial, dan tujuan mempunyai peran penting dalam membentuk makna di kalangan masyarakat. Hubungan antara sejarah, simbol, mitos, nilai sosial dan tujuan Nyadran sehingga membentuk makna dikaji dalam komunikasi menggunakan perspektif ritual. Komunikasi dikembangkan oleh Carey (2009) dalam perspektif budaya dan melihat. komunikasi berkaitan. dengan. upaya. untuk. membangun komunitas. (maintain community). Carey (dikutip di Roos, 2013) memberikan gambaran tentang sebuah fenomena yaitu sesuatu yang harus “dilucuti”, “teks” atau sekumpulan aktivitas simbolik. yang harus diterjemahkan sehingga diketahui. makna dibaliknya dengan menggunakan pendekatan interpretatif. Pendekatan interpretatif mencoba untuk. memprediksi makna sosial oleh individu dari. kelompok tertentu dalam suasana budaya. Dari sudut pandang interpretatif, individu memilih dari berbagai konteks budaya tempat individu berinteraksi dengan individu lain. Terdapat asumsi bahwa makna yang diberikan oleh individu yang berinteraksi dalam situasi budaya tertentu memungkinkan adanya perbedaan dari makna yang diberikan oleh individu lain di luar budaya tersebut (Malik & Pereira, 2016). Lebih lanjut, Carey (2009) membagi komunikasi dalam dua perspektif, yaitu perspektif transmisi dan perspektif ritual. Dewey (dikutip di Carey, 2009) menegaskan bahwa adanya masyarakat tidak hanya melalui transmisi dan komunikasi, namun masyarakat ada dalam transmisi dan komunikasi. Carey.

(32) 14. (2009) menjelaskan bahwa komunikasi dalam perspektif transmisi didefinisikan dalam berbagai kata seperti “imparting,” “sending,” “transmitting,” atau “giving information to others”. Inti dari perspektif ini adalah transmisi sinyal atau pesan jarak jauh untuk mengontrol atau memengaruhi individu. Sedangkan perspektif ritual memandang komunikasi sebagai sebuah proses kebudayaan bersama yang diciptakan,. dimodifikasi,. dan. ditransformasikan.. Dalam. perspektif. ritual,. komunikasi berkaitan dengan beberapa konsep, seperti berbagi, partisipasi, perkumpulan, keanggotaan, dan keyakinan bersama (Carey, 2009). Kesimpulan yang dapat diambil dari perspektif ritual bahwa komunikasi membentuk realitas sebuah kelompok. Carey (dikutip di Ross, 2013) menegaskan bahwa realitas dibentuk bersama oleh individu dalam sebuah percakapan yang melibatkan keduanya. Perspektif komunikasi ritual menjelaskan, realitas sosial diciptakan melalui interaksi simbolis masyarakat (Roos, 2013). Grossberg (dikutip di Ross, 2013) memberi penjelasan, konsep komunikasi ritual memberi gambaran umum tentang hubungan antara komunikasi, komunitas dan persekutuan, tidak hanya mengekplorasi cara komunikasi menciptakan realitas simbolis namun juga mendefinisikan cara individu berinteraksi dan berpartisipasi dengan individu lain dalam realitas tersebut. Penelitian. Setiawati. dan. Kuswarno. (2016). tentang. makna. ritual. menjelaskan bahwa pola komunikasi dalam ritual terus menerus yang meliputi semua komponen yang ada di dalam maupun luar masyarakat. Tindakan masyarakat. dalam. melakukan. ritual. berdasarkan. pada. persepsi individu,. pengalaman, dan interpretasi individu terhadap keyakinan. Pesan yang termuat.

(33) 15. dalam ritual berupa mitos-mitos yang diyakini oleh masyarakat sebagai tendensi melaksanakan ritual. Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian tentang terbentuknya makna Nyadran penting dilakukan untuk menjelaskan bahwa konteks historis, terciptanya mitos, tujuan dan nilai sosial memengaruhi masyarakat dalam memaknai Nyadran sebagai sebuah ritual. Ketidakpuasan masyarakat dengan adanya Nyadran yang dilakukan sederhana membawa perkembangan sebagai wujud penyempurnaan tradisi pada Nyadran Sonoageng. Di satu sisi Nyadran Sonoageng merupakan tradisi yang dianggap sakral oleh masyarakat setempat dan rutin diadakan setiap tahunnya, terdapat perkembangan pada Nyadran Sonoageng dengan adanya prosesi Nyadran yang dimulai tahun 1995 dengan mengkonstruksi sejarah tentang Mbah Sahid sebagai tokoh penting di desa dan sejarah tentang kiprah Mbah Sahid dibangun pada tahun 1994 yang kemudian ditulis dalam cerita cekak Eyang Sahid dan ditularkan melalui gethuk tular. Di sisi lain, terdapat masyarakat yang memegang teguh kepercayaan terhadap Syech Wahdzat sebagai tokoh penting di Desa Sonoageng yang diceritakan secara turun-temurun oleh keluarga juru kunci makam. Adanya konstruksi sejarah yang melatarbelakangi prosesi Nyadran Sonoageng melahirkan nilai, simbol, dan mitos yang beragam di masyarakat. Konsep. komunikasi ritual menjadi pisau. analisis. untuk. mengupas upaya. masyarakat Sonoageng dalam membentuk makna tradisi Nyadran . Peran penting ritual dalam membentuk. makna. di kalangan masyarakat Sonoageng akan. didialogkan dalam komunikasi pespektif Asia..

(34) 16. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan oleh peniliti, rumusan. masalah dari penelitian ini adalah “Bagaimana terbentuknya makna ritual Nyadran oleh masyarakat Sonoageng?” 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui terbentuknya makna ritual. Nyadran oleh masyarakat Sonoageng. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat kepada pembaca, diantaranya: 1.4.1. Manfaat Akademis Penelitian. komunikasi. ini. khususnya. diharapkan komunikasi. memberikan ritual. yang. manfaat. dalam. menjelaskan. studi bahwa. komunikasi tidak hanya memandang penyampaian pesan namun juga sebagai proses mempertahankan kebudayaan atau tradisi dengan menciptakan realitas simbolis tidak hanya melalui interaksi dan partisipasi dalam kehidupan sosial masyarakat, namun juga berdasarkan nilai-nilai historis di masyarakat dengan menggunakan perspektif Asia. 1.4.2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan kepada. pembaca mengenai tradisi Nyadran di Desa Sonoageng, Kecamatan Prambon, Kabupaten Nganjuk, bahwa prosesi Nyadran merupakan perwujudan dari penyempurnakan. tradisi yang dilakukan oleh masyarakat dengan cara.

(35) 17. mengadopsi berbagai tradisi dari berbagai daerah kemudian merangkai dalam satu kesatuan pada sebuah ritual. Melalui studi lapangan peneliti menemukan fakta lain tentang sejarah babad alas Desa Sonoageng yang dibuktikan dengan adanya makam kuno Syech Wahdzat sehingga membantu pemerintah setempat yaitu Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dalam mengidentifikasi situs sejarah dan sejarah lokal yang ada di Desa Sonoageng yang berkaitan dengan babad alas desa..

(36) BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab dua dalam penelitian ini berisi tentang pemaparan berbagai konsep dan. teori. dalam. komunikasi. yang. dilengkapi. dengan. penelitian-penelitian. terdahulu yang relevan dengan fokus serta tujuan penelitian. Melalui penelitian terdahulu, peneliti menjabarkan berbagai konsep dan teori yaitu: (1) kajian tradisi Nyadran di Indonesia; (2) perspektif transmisi. dan perspektif komunikasi ritual. dalam kajian komunikasi; (3) simbol dan makna dalam komunikasi ritual; (4) mitos dalam kajian ritual; dan (5) Invented tradition/ tradisi yang diciptakan. Konsep dan teori dalam bab ini berfungsi sebagai dasar pemikiran tentang topik penelitian, dan pemahaman terhadap konsep-konsep yang saling terkait sehingga memunculkan asumsi serta untuk menentukan kerangka berpikir. 2.1. Kajian tentang Tradisi Nyadran di Indonesia Menurut Poerwadarminto (dikutip di Alifiana, 2013) kata Nyadran memiliki. arti selamatan (sesaji) ing papan kramat. Bagi masyarakat Jawa, Nyadran adalah kegiatan tahunan yang merupakan refleksi sosial keagamaan. Alifiana (2013) menjelaskan. bahwa. masyarakat. Jawa. menjunjung. nilai-nilai. luhur. dari. kebudayaan yang dimiliki, sehingga pelaksanaan Nyadran masih kental dengan budaya Hindu-Budha dan anismisme yang diakulturasi dengan nilai-nilai Islam oleh Wali Sanga. Tradisi Nyadran di bulan Ruwah atau yang lazim disebut Sadranan atau ada juga yang menyebut sebagai Ruwahan merupakan suatu tradisi yang sudah kental di dalam kehidupan sosial masyarakat Jawa (Handayani, 1995). Nyadran merupakan kepercayaan nenek moyang yang masih dipelihara oleh masyarakat Jawa. berupa. penghormatan. terhadap. 18. leluhur,. tradisi. Nyadran. yang.

(37) 19. diselenggarakan di bulan Ruwah adalah acara khusus untuk ziarah (bersih kubur, nyekar) ke makam nenek moyang. Secara tidak langsung pada saat itu sering dipakai sebagai acara reuni keluarga (Priyanto, 1988). Tradisi Nyadran telah tersebar di berbagai daerah di Pulau Jawa. Nyadran telah mendapat perhatian untuk diteliti, salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Arnez (2010) menjelaskan bahwa Nyadran diyakini memiliki kesamaan dalam pemujaan terhadap leluhur dengan tradisi craddha yang dilakukan pada masa kerajaan Majapahit. Pada umumnya, penduduk desa yang ada di pulau Jawa menggelar Nyadran secara bersama-sama. Nyadran juga diinterpretasikan sebagai ritual. yang. memperkuat. ikatan. antara. manusia. dengan. Tuhan,. anggota. masyarakat, serta antara hidup dan mati. Di beberapa desa di Provinsi Jawa Tengah, Nyadran diadakan selama dua hari dua malam sebelum akhir Ruwah. Upacara Nyadran dapat berlangsung di sebuah pemakaman atau masjid. Ritual Nyadran yang dilakukan di pemakaman desa tempat para leluhur dimakamkan yaitu. makam muslim telah. mempunyai konstribusi yang. signifikan. dalam. penyebaran Islam atau lokasi-lokasi yang berfungsi sebagai pusat Islam di masa lalu. Tradisi Nyadran di bulan Ruwah telah menjadi hampir wajib di kalangan masyarakat Jawa. Namun, di setiap penyelenggaraan Nyadran masing-masing wilayah mempunyai waktu untuk. ritual yang ditentukan oleh pihak yang. mempunyai otoritas atas daerah tempat Nyadran tersebut. Kajian tentang tradisi Nyadran di Jawa Timur juga dilakukan oleh Parji (2016) di daerah Tawun, Kabupaten Ngawi. Nyadran di Desa Tawun merupakan Nyadran terbesar di Ngawi. Upacara ini diadakan setahun sekali dan melibatkan seluruh penduduk Desa Tawun. Nyadran di Tawun merupakan serangkaian ritual.

(38) 20. yang dimulai dari persiapan hingga pelaksanaan dengan tujuan antara lain: pertama, sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih masyarakat desa kepada Tuhan. YME.. yang. telah. memberikan. perlindungan. dan. berkat. sehingga. masyarakat dapat hidup damai serta mendapat panen yang berlimpah. Kedua, sebagai ungkapan syukur kepada leluhur (penemu dan pendiri desa) yang secara mitologi masyarakat menyebutnya sebagai “danyang ingkang mbaorekso” atau roh leluhur yang menjaga desa sehingga aman dan damai. Ketiga, meningkatkan rasa persatuan dan solidaritas antara masyarakat. Keempat, nilai keagamaan yang ditunjukkan. melalui. proses. pemanjatan. doa.. Kelima,. nilai budaya. yang. ditunjukkan melalui pertunjukkan kesenian tradisional sebagai pengiring Nyadran dan nilai ekonomi bahwa Nyadran menjadi salah satu tujuan wisata yang menarik sehingga menambah pendapatan masyarakat dan pemerintah daerah Ngawi. Tidak jauh berbeda dengan Nyadran yang lain, penentuan hari untuk upacara harus dilakukan dengan benar. Menurut kepercayaan masyarakat, ketika perhitungan hari salah dapat menyebabkan bencana atau hal buruk lain yang tidak diinginkan. Parji (2016) menjelaskan bahwa Nyadran merupakan bentuk keyakinan tentang tempat-tempat tertentu yang bersifat keramat, atau dapat dikatakan sebagai animisme dan dinamisme. Keyakinan tersebut telah ada sebelum Hindu, Budha dan Islam masuk ke Indonesia. Tradisi Nyadran merupakan perpaduan antara kepercayaan Hindu dan Islam. Kepercayaan Hindu melalui penggunaan dupa. dan. air. bunga,. sedangkan. kepercayaan. Islam ditunjukkan. melalui. pemanjatan doa keselamatan. Dari proses Nyadran dapat diambil kesimpulan bahwa tradisi Nyadran juga mendukung manusia, serta nilai sosial budaya.. nilai-nilai harmoni antara alam dan.

(39) 21. 2.2. Perspektif Transmisi dan Perspektif Komunikasi Ritual dalam Kajian Komunikasi Perspektif. komunikasi transmisi dan komunikasi ritual berkembang pada. abad ke-19 dalam kebudayaan Amerika melalui wacana-wacana yang merupakan konsep alternatif dalam komunikasi. Banyaknya budaya sekuler dan berbagai kepercayaan dari berbagai daerah merupakan latar belakang dari munculnya konsep komunikasi transmisi dan komunikasi ritual. Kedua konsep tersebut digunakan. untuk. mendefinisikan. komunikasi (Carey, 2009).. dan. memperjelas. berbagai. kajian. dalam. Dewey (dikutip di Carey, 2009, h.11) menyatakan. bahwa “Society exists not only by transmission, by communication, but it may fairly be Sahid to exist in transmission, in communication”. Masyarakat hadir dan terbentuk tidak hanya melalui proses transmisi, namun lebih tepatnya masyarakat ada dalam proses transmisi dan terdapat dalam proses komunikasi itu sendiri. Wendland. (2013). menambahkan,. kajian. komunikasi transmisi adalah. pendekatan yang berasal dari teori matematika Claude Shannon dan Warren Weaver yang digunakan untuk analisis proses telekomunikasi. Dalam model konseptualisasi metafora komunikasi diadopsi sebagai penyampaian (transmisi) informasi (fikiran, emosi) dari fikiran individu satu kepada fikiran individu lain, pendekatan transmisi mengacu pada konseptualisasi metafora tertentu yang digunakan dalam praktik sehari-hari dalam berkomunikasi. Hovland (2007) mendefinisikan. komunikasi. sebagai. proses. individu. (komunikator). mentransmisikan stimulus (simbol verbal) untuk memodifikasi perilaku individu lain. Newcombe (dikutip di Wenland, 2013) menegaskan bahwa setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai transmisi infomasi yang terdiri dari stimulus (simbol) yang diseleksi dari sumber ke penerima. Kritik tentang komunikasi.

(40) 22. transmisi dipaparkan oleh Mortensen (dikutip di Wenland, 2013) tentang model klasik transmisi komunikasi adalah transfer informasi dan pesan, namun terlalu sempit dalam menggambarkan segala hal yang disebut dengan komunikasi. Berbagai proses penerapan perspektif transmisi dalam studi komunikasi memang luas dan tidak terbatas (Wenland, 2013). Carey (2009) memberi penjabaran tentang komunikasi dalam perspektif transmisi dalam sebuah budaya yang terbentuk dari metafora geografi atau transportasi dan menjelaskan istilah tentang memberitahukan (imparting), mengirimkan (sending), mentransmisikan (transmitting) atau memberi informasi kepada orang lain (giving information to others). Gagasan tentang transmisi juga menjelaskan bahwa komunikasi adalah proses tempat pesan ditransmisikan dan didistribusikan pada ruang untuk mengontrol jarak dan manusia.. Pemikiran tentang transmisi dalam komunikasi. dipandang sebagai suatu proses dan teknologi yang terkadang digunakan dengan tujuan. menyebarkan. agama,. mendistribusikan,. menyebarluaskan pengetahuan,. ide-ide dan informasi secara lebih jauh dan lebih cepat dengan tujuan untuk mengontrol ruang dan manusia. Berbeda dengan pandangan transmisi dalam komunikasi oleh Dewey, Carey mempunyai konsep tentang komunikasi dalam perspektif ritual. Carey (2009) menjelaskan bahwa perspektif ritual menganggap komunikasi proses. dalam. ditransformasikan.. kebudayaan Definisi. bersama ritual. yang. dikaitkan. komunikasi seperti berbagi (sharing), (association), keanggotaan (followship),. diciptakan, dengan. sebagai sebuah dimodifikasi. istilah-istilah. dan dalam. partisipasi (participation), perkumpulan dan kepemilikan keyakinan bersama. (possession of a coomon faith). Perspektif komunikasi ritual tidak menuju pada.

(41) 23. perpanjangan pesan dalam ruang seperti pada tataran komunikasi transmisi, namun lebih pada pemeliharaan masyarakat dalam waktu, bukan tindakan untuk menanamkan informasi tetapi representasi berbagi keyakinan. Carey (2009) juga memberikan keterangan tentang fenomena komunikasi ritual merupakan upacara suci yang mampu menarik individu untuk berkumpul dalam sebuah keanggotaan atau kesamaan. Perbedaan antara perspektif transmisi dan ritual dalam mengkaji fenomena empiris. digambarkan. oleh. Carey. (2009) pada. penggunaan koran dalam. masyarakat. Perspektif transmisi memandang koran sebagai instrumen dalam menyebarluaskan berita dan pengetahuan serta hiburan melalui jarak jauh. Sehingga menimbulkan pertanyaan. terkait efek yang muncul di kalangan audiens. tentang berita sebagai perubahan atau perilaku, serta pertanyaan yang terkait fungsi dari berita dalam surat kabar seperti mempertahankan stabilitas atau ketidakstabilitasan bagi individu dan masyarakat. Sedangkan perspektif ritual tidak. berfokus. pada. pengiriman. dan. penerimaan. informasi,. namun lebih. memberikan anggapan bahwa membaca surat kabar sebagai kegiatan yang menghadirkan sesuatu yang bersifat masif. Dengan demikian, akan menimbulkan peran tentang penyajian dan keterlibatan koran dalam mengkonstruksi kehidupan pembaca. Senft dan Basso (2009) menjelaskan bahwa komunikasi ritual merupakan sebuah tindakan atau upaya yang melibatkan pengetahuan tentang budaya lokal dalam interaksi manusia. Apabila ritual adalah bentuk komunikasi, maka peran ritual dalam suatu budaya harus dipelajari secara bersama-sama oleh individuindividu yang berada di luar budaya tersebut (Robbins, 2001). Ritual dapat.

(42) 24. didefinisikan sebagai urutan dari aktifitas yang berulang, sanksi budaya dan rutinitas, namun melibatkan hal yang supranatural seperti roh dan dewa (Gilmore, 1998. dikutip. di. Poranannond,. 2015).. Bradshaw. dan. Melloh. (2007). mengidentifikasikan ritual dipandang sebagai kegiatan yang berbeda dari bentukbentuk perilaku yang khas, tujuan ritual yaitu melayani kebutuhan kolektif masyarakat. seperti. pemeliharaan. solidaritas. kelompok,. melatih. nilai-nilai. kelompok, pemeliharaan perbedaan dan kategori sosial yang berisi konflik sosial serta. memfasilitasi. transisi. antara. kategori. dalam. kehidupan. masyarakat. (Poranannond, 2015). Goffman (dikutip di Senft dan Basso, 2009) menekankan penggunaan ritual pada taraf yang biasa seperti halnya tatap muka dalam interaksi sehari-hari dan dilakukan dengan terstruktur. Goofman (dikutip di Senft dan Basso 2009). juga membedakan praktik ritual dalam kehidupan sehari-hari atau. biasa disebut dengan ritualization dari skala besarnya ritual yang dilaksanakan oleh masyarakat. Ritual tidak hanya sesuatu yang dilakukan namun juga sesuatu yang dialami oleh individu. Ritual dianggap sebagai media tempat nilai-nilai sosial dalam kehidupan nyata individu. 2.3. Simbol dan Makna dalam Komunikasi Ritual Kajian budaya dalam komunikasi memandang perilaku manusia sebagai. teks yang terdiri dari rangkaian simbol lisan, tulisan, dan gerak tubuh yang mengandung interpretasi (Carey, 2009). Carey mempertimbangkan aspek budaya dalam mendefinisikan komunikasi sebagai salah satu pendekatan (Ross, 2013). Ross (2013) menyatakan bahwa inti dari perspektif ritual dalam komunikasi adalah menganggap fenomena sebagai sebuah sekumpulan perilaku simbolik dengan tujuan untuk memahami sesuatu yang sebenarnya terjadi. Perspektif.

(43) 25. komunikasi ritual bukanlah sebuah percakapan melainkan serangkaian perilaku yang memiliki makna (Carey, 2009). Perilaku-perilaku tersebut memiliki makna yang didapat melalui pengalaman individu. William (dikutip di Carey, 2009) menjelaskan bahwa makna adalah representasi dari pengalaman, dan pengalaman tersebut adalah komunikasi, selanjutnya makna ditafsirkan melalui istilah-istilah tertentu. Secara umum makna yang terbentuk dalam komunikasi ritual merupakan makna bersama yang kemudian dinyatakan dalam bahasa pada suatu budaya (Arno, 2003). Komunikasi ritual merupakan bentuk acuan yang tertanam dalam pengalaman langsung individu dari kehidupan sosial dan tindakan ritual sebagai unsur. pengalaman. sosial.. Makna. dalam komunikasi mampu menunjukkan. pendekatan etnografi terkait estetika, intuisi, dan struktur dari tindakan ritual (Arno, 2003). Carey (2009) memberi penjelasan bahwa makna (meaning) dan istilah (term) merupakan sebuah lapisan yang harus dikupas untuk mengetahui hal sesungguhnya dalam sebuah eksistensi. Bahasa dan simbol-simbol mewakili real world atau dunia nyata. Sesuatu, benda misalnya, ada sebelum bahasa atau istilah untuk menyebutnya ada sehingga suatu objek di dunia nyata adalah tanda dari sebuah kata. Carey (2009) menekankan bahwa makna (meaning) dan istilah (term) merupakan produk dari bentuk-bentuk simbolik yang diucapkan atau dibahasakan oleh manusia. Selanjutnya Carey (2009) memaparkan tentang komunikasi adalah sebuah proses simbolik yang membentuk realitas, mempertahankan, memperbaiki, dan. mentransformasikan.. Ketika. mendefinisikan. dan memahami komunikasi. ritual tidak hanya membutuhkan analisis dengan langkah-langkah komunikasi yang digunakan serta dikombinasikan dalam aktivitas ritual tertentu, namun juga.

(44) 26. menganalisis transformasi sejarah pada ritual dan komunikasi ritual sehingga menunjukkan aktivitas dalam konteks ritual (Kratz dikutip di Senft dan Basso, 2009). Poranannond (2015) menjelaskan lebih lanjut tentang ritual sebagai kegiatan menyampaikan makna dalam pendekatan simbolis,. ekspresi simbolik. ritual. memungkinkan orang untuk berbagi nilai-nilai dan tujuan yang sama serta merupakan “aksi sosial” dan dalam pelaksanaannya membutuhkan kerjasama antar individu. Di beberapa kalangan masyarakat ritual menjadi sarana yang penting untuk berekspresi (Gilmore dikutip di Poranannond, 2015). Turner (1977) menjelaskan bahwa ritual memiliki makna simbolis, dan simbol ritual dipandang sebagai unit terkecil dari ritual yang masih mempertahankan sifat yang spesifik dari perilaku ritual. The ritual symbol is: 'the smalIest unit of ritual which still rectains the specific properties of ritual behavior...the ultimate unit of specific structure in a ritual context (Turner, 1973). Simbol-simbol ritual tersebut berupa benda, kegiatan, kata-kata, hubungan, peristiwa, gerakan atau unit spasial (Turner dikutip di Panannond 2015). Ritual mengungkapkan simbol-simbol bermakna sebagai informasi yang mewujudkan dan mengekspresikan nilai-nilai masyarakat serta berhubungan terhadap cara yang kompleks untuk tatanan sosial masyarakat (Poranannond, 2015). Turner (1977) menegaskan bahwa, a ritual is a stereotyped sequence of activities involving gestures, words, and objects, performed in a sequestcred place, and designed to influence preternatural entities or forces on behalf of the actors' goals and interests. Ritual merupakan rangkaian aktivitas stereotip yang melibatkan gerak tubuh, katakata, dan objek. Ritual biasanya dilakukan di tempat-tempat tertentu, serta.

(45) 27. dirancang untuk memengaruhi wujud atau kekuatan berdasarkan tujuan dan minat pelaku ritual. 2.4. Mitos dalam Kajian Ritual Ritual adalah serangkaian peristiwa kompleks yang terjadi selama beberapa. hari, dan secara bersama-sama membawa kelompok, kerabat yang terkait dengan keturunan (Arno, 2003). Ritual berfungsi untuk mengungkapkan status individu sebagai orang sosial dalam sistem struktur tempat individu menemukan identitas, ritual kemudian digunakan untuk menggambarkan tindakan sosial yang terjadi dalam situasi yang dianggap suci. Kegiatan yang dilakukan berimplikasi pada tatanan kehidupan sosial dan pengalaman pribadi individu sebagai subjek budaya (Leach dikutip di Arno, 2003). Ritual merupakan pernyataan pesan dari masyarakat untuk masyarakat itu sendiri dan dibentuk oleh artikulasi simbolsimbol dalam ritual. Ritual kemudian dapat dilihat melalui cara berkomunikasi pada realitas sosial yang berada di luar realitas ritual. Secara sosial ritual mempunyai. makna. karena. menunjukkan. pengaruh. dengan. jelas. terhadap. kesadaran dalam sistem sosial (Arno, 2003). Keberadaan konteks ritual mempunyai mitos di dalamnya (Townsend, 1972).. Townsend. (1972) mendefinisikan mitos merupakan fenomena yang. diciptakan oleh manusia, dan merupakan perwujudan eksistensial yang melibatkan faktor psikologis individu. Mitos diidentifikasikan sebagai pemahaman budaya sebuah kelompok tertentu. Mitos yang berkembang dalam setiap kebudayaan tergantung pada masing-masing anggota suatu kebudayaan dalam memahami identitas pribadi (Townsend, 1972). Townsend (1972) lebih lanjut menjelaskan bahwa. mitos. adalah. cerita. dan. mitos. juga. memiliki kemampuan untuk.

(46) 28. menciptakan simbol yang mendefinisikan segala hal yang berhubungan dengan masyarakat dalam budaya tertentu. Mitos diakui sebagai kekuatan khusus atau kualitas dalam komunikasi yang terjadi dalam ritual, cerita, atau budaya rakyat. 2.5. Invented Tradition / Tradisi yang Diciptakan Invented tradition atau tradisi yang diciptakan mempunyai pengertian yang. luas, termasuk di dalamnya tradisi yang ditemukan, dibangun dan dilembagakan secara formal sehingga muncul di kalangan masyrakat dan dapat diketahui secara mudah (Hobsbawm, 2000). Tradisi tersebut biasanya dibangun selama bertahuntahun. Invented tradition dapat diartikan sebagai praktik yang mempunyai peraturan baik secara terbuka atau sembunyi dalam penerimaannya dan bersifat ritual atau simbolis serta berusaha untuk menanamkan nilai dan norma perilaku tertentu. pada. penggunanya.. Secara. otomatis. terjadi. pengulangan. atau. berkelanjutan pada tradisi ini dari waktu ke waktu oleh pelakunya (Hobsbawm, 2000). Hobsbawm (2000) menambahkan bahwa invented tradition diasumsikan sebagai proses formalisasi dan ritualisasi yang mengacu pada hal yang dilakukan sebelumnya.. Di dalamnya terdapat proses untuk. menciptakan ritual yang. kompleks dan simbolis. Tradisi tersebut dapat berupa tradisi baru karena tidak dapat mempertahankan tradisi yang lama dan dapat berupa tradisi baru yang tetap mempertahankan nilai-nilai tradisi yang lama. Tradisi baru yang diciptakan dapat menyatu dengan tradisi lama dengan menggunakan ritual, simbol,. nilai-nilai,. kepercayaan dan cerita rakyat. Hal penting dalam invented tradition bahwa kesinambungan sejarah harus ditemukan, misalnya dengan menciptakan masa lalu yang sesuai dengan historis maupun semi fiksi..

(47) 29. 2.6. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang digunakan sebagai rujukan oleh peneliti yang. pertama dari Setiawati dan Kuswarno (2016) dengan judul Meaning Construction of Ngalap Berkah Ritual in Mountain Kumukus of Central Java in Indonesia: An Interpretation From A Communication Perspective. Penelitian tersebut memakai metode etnografi komunikasi serta makna ritual dalam perspektif komunikasi untuk mengupas fenomena yang terjadi dengan mengamati, mendeskripsikan, dan menganalisis pola komunikasi yang ada dalam masyarakat di area Gunung Kumukus. Penelitian ini mengkaji tentang komunikasi ritual dalam tradisi Ngalap Berkah di Gunung Kumukus, Sumberlawang, Sragen, Jawa Tengah. Tujuan awal tradisi untuk memperingati jasa-jasa atau mengirim doa kepada orang yang dimakamkan di makam Pangeran Samoedro, Gunung Kemukus. Para peziarah mengunjungi tempat itu untuk meminta berkah atau disebut dengan Ngalap Berkah. Dalam perkembangannya, ritual tersebut mempunyai makna ambigu baik bagi masyarakat lokal maupun non lokal. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Setiawati dan Kuswarno (2016) adalah sebagi berikut: 1. Transformasi dari tradisi ziarah ke industri pariwisata dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah yang memodifikasi ziarah di Gunung Kemukus menjadi komoditas. 2. Pola komunikasi dalam ritual Ngalap Berkah terjadi ketika suatu kegiatan dilakukan berulang-ulang atau terus-menerus karena kepercayaan yang meliputi berbagai bentuk fungsi, kategori, pidato, sikap, dan konsep bahasa dari aktor budaya..

(48) 30. 3. Pesan. yang. disampaikan. melalui. mitos. bersifat. ambigu. karena. mengandung lebih dari satu makna atau membawa kepentingan tertentu yang berkaitan dengan kondisi atau peristiwa yang terjadi pada masa perkembangan mitos. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang dilakukan oleh Setiawati dan Kuswarno (2016) pada situs Gunung Kumukus mempunyai keunikan. dan. nilai-nilai. spriritual,. dalam. upacara. Ngalap. Berkah. yang. dilaksanakan dijadikan komoditas ekonomi sehingga menguntungkan pemerintah dan masyarakat setempat. Pola komunikasi dalam ritual Ngalap Berkah bersifat terus menerus yang meliputi semua komponen yang ada di dalam maupun luar area Gunung Kumukus. Komunikasi yang terjadi dalam ritual ini dikembangkan oleh beberapa kelompok masyarakat, baik masyarakat lokal maupun non lokal Gunung Kemukus. Tindakan masyarakat dalam melakukan ritual Ngalap Berkah berdasarkan. pada. persepsi individu,. pengalaman,. dan interpretasi individu. terhadap keyakinan. Pesan yang termuat dalam ritual Ngalap Berkah berupa mitos-mitos yang diyakini oleh masyarakat sebagai tendensi melaksanakan ritual. Namun. seiring. perkembangannya. terdapat. penyimpangan. mitos-mitos. yang. mengakibatkan perbedaan tujuan dan keyakinan masyarakat yang berkunjung pada situs wisata area Gunung Kumukus dalam melakukan ritual Ngalap Berkah. Penelitian kedua yang dijadikan sebagai rujukan yaitu dari Porananond (2015) yang berjudul Tourism and The Transformation of Ritual Practice with Sand Pagodas in Chiang Mai, Northern Thailand. Penelitian ini menjelaskan tentang transformasi dalam kepercayaan serta praktik ritual pagoda pasir dalam festival Songkran di Chiang Mai, Thailand Utara. Penelitian ini menggunakan.

(49) 31. metode etnografi dan pendekatan historis untuk memahami transformasi ritual serta sejarah dalam festival Songkran. Transformasi dalam keyakinan dan praktik pembuatan pagoda pasir pada festival Songkran merupakan akibat dari pengaruh pengembangan. pariwisata,. modifikasi. budaya,. sekularisasi. dan. penurunan. Buddhisme di kalangan masyarakat lokal Chiang Mai. Hasil penelitian dari Porananond (2015) yang dapat peneliti rangkum adalah sebagai berikut: 1. Transformasi dalam praktik ritual dan keyakinan terhadap pagoda pasir dikaitkan dengan kepercayaan yang dipegang teguh oleh penganut Buddha serta tertanam dalam struktur sosial masyarakat lokal dimulai tahun 1950, kemudian secara kolektif berubah menjadi kegiatan yang kompetitif yang terwujud dalam pembuatan pagoda pasir yang lebih besar dalam parade pasir. 2. Transformasi praktik pemerintah. ritual yang terjadi tidak. setempat untuk. terlepas dari peran. memperkenalkan tradisi ini pada ranah. masyarakat yang lebih luas sehingga menarik minat wisatawan untuk mengunjungi festival ini. 3. Lembaga lokal menggunakan pariwisata sebagai langkah pengembangan untuk kelangsungan budaya lokal. Seperti penelitian tentang transformasi dalam ritual yang dilakukan oleh Setiawati & Kuswarno (2016), penelitian oleh Porananond (2015) membahas tentang transformasi budaya yang dilakukan oleh masyarakat tidak terlepas dari peran pemerintah setempat dalam melakukan pengembangan tradisi yang telah ada. Dalam praktik ritual kedua penelitian tersebut terdapat upaya-upaya untuk.

Gambar

Tabel 4. 1 Penggunaan Lahan Desa Sonoageng ..................................................
Tabel  4. 1 Penggunaan  Lahan  Desa Sonoageng  Sumber  : Profil  Desa Sonoageng (2016)
Gambar  4. 1 Lokasi Penelitian  Sumber:  Dokumentasi Penulis (2017)
Gambar  4. 2 Situs yang Dianggap  Makam  Mbah  Sahid  Setelah Dirombak  Sumber  : Dokumentasi penulis (2017)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan implementasi, kendala dan upaya dalam implementasi nilai-nilai gotong-royong dan peduli sosial pada tradisi Nyadran di

royong dan peduli sosial pada tradisi Nyadran di Dukuh Wonorejo, Desa Bulusan,. Kecamatan Karangdowo,

Skripsi ini berjudul KOMUNIKASI RITUAL ADAT SEBA MASYARAKAT BADUY LUAR (STUDI ETNOGRAFI KOMUNIKASI RITUAL ADAT SEBA MASYARAKT BADUY LUAR DESA KANEKES KECAMATAN

Pendopo Agung merupakan tempat yang dianggap paling sakral di Pesarean Gunung Kawi karena pada tempat tersebut terdapat dua makam tokoh yang dihormati oleh masyarakat, yakni

Berdasarkan rumusan masalah dan telah disusunnya deskripsi temuan penelitian serta permbahasan tentang fungsi tradisi nyadran di Kampung Krenen, Kelurahan Kriwen,

Eksistensi tradisi accera’ sapi di Desa Manuju Kecamatan Manuju Kabupaten Gowa, merupakan tradisi yang masih dilakukan oleh masyarakat setempat dengan tujuan

Topik acara tujuh bulanan, adalah pelaksanaan yang dilakukan pada kehamilan ke tujuh bulan untuk anak pertama, hal ini dilakukan karena dalam kandungan yang ketujuh bulan

Pendopo Agung merupakan tempat yang dianggap paling sakral di Pesarean Gunung Kawi karena pada tempat tersebut terdapat dua makam tokoh yang dihormati oleh masyarakat, yakni