PELATIHAN PERENCANAAN KARIER
DALAM MENINGKATKAN KEMATANGAN KARIR PADA SISWA SMK
Titin Chomariah Sukarti, Sumedi P. Nugraha
INTI SARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap pengaruh pelatihan perencanaan karir dalam meningkatkan kematangan karir pada siswa SMK. Siswa yang digunakan sebagai subjek dalam penelitian ini adalah siswa yang memiliki
kematangan karir yang rendah dan sedang berdasarkan skala inventory
kematangan karir. Partisipan dalam penelitian ini adalah 36 siswa SMKN I Depok kelas XII yang terbagi dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Pengukuran kematangan karir menggunakan skala inventory kematangan karir
(Crites & Savickas,1995), dilakukan pada saat 3 hari sebelum pelatihan dan 3
hari setelah pelatihan. Desain penelitian menggunakan quasi eksperimen,
dengan rancangan pre-test post-test. Hasil analisis data menggunakan t-test
menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelompok yang mendapatkan
pelatihan perencanaan karir dengan kelompok yang tidak diberikan pelatihan perencanaan karir (t= 14.537, p < 0,001).
TRAINING FOR CAREER PLANNING
TO IMPROVE CAREER MATURITY ON STUDENT AT SMK Titin Chomariah
Sukarti, Sumedi P. Nugraha
ABSTRACT
This research aimed to examine the influence of training career planning to
enhance career maturity on vocational students. Students who are used as subjects in this study were the students who have low career maturity. Participants in this study were 36 students of SMKN I Depok class XII which are divided into experimental group and control group. Measurement of career maturity, career maturity inventory scale (Crites & Savickas, 1995), carried out during the three days before training and three days after training. Using quasi-experimental research design, with pre-test post-test design. Results using t-test showed significant differences between groups that received training career planning with those who were not given proper training career planning (t = 14 537, p <0.001).
I. LATAR BELAKANG MASALAH
Sekolah merupakan lingkungan sosial yang berpengaruh dalam menentukan pilihan karir pada siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Kenyataan menunjukkan bahwa kematangan karir tidak dapat dicapai secara langsung, melainkan melalui tahapan yang direncanakan siswa SMK
sejak masih sekolah. Kematangan karir merupakan kesiapan sikap untuk
dapat melakukan pilihan karir yang tepat dan objektif (Crites, 1974).
Konsep kematangan karir siswa menurut tujuan kurikulum SMK adalah
siswa dapat lulus ujian akhir sekolah pada tiap-tiap mata pelajaran dengan nilai minimal delapan. Selanjutnya studi ini akan memfokuskan pada SMKN
I Depok.
Untuk mengetahui tentang gambaran kematangan karir siswa SMKN I
Depok, DIY, peneliti melakukan observasi dan wawancara terhadap 5
orang siswa (30 Januari 2010). Hasilnya menunjukkan bahwa 5 orang
siswa tersebut (100%) tidak dapat mengambil keputusan dalam
menentukan karir setelah mereka lulus. Mereka merasa tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang pekerjaan guna menunjang karir
mereka. Hasil wawancara terhadap tiga orang siswa lainnya (1 Februari
2010), menggambarkan bahwa mereka merasa bingung dan belum siap
saat harus melakukan kerja praktek di perusahaan. Siswa saat praktek
kerja tidak ditempatkan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Siswa jurusan Akuntansi yang magang kerja di perusahaan, misalnya,
ditempatkan di bagian resepsionis; siswa Administrasi Perkantoran pada
pada saat magang kerja di sebuah swalayan ditempatkan di bagian
penitipan tas. Dari wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa siswa
kurang memiliki informasi dan wawasan tentang karir, bingung dan tidak
dapat mengambil keputusan mengenai karir yang akan dipilih setelah lulus sekolah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kematangan karir
yang dimiliki siswa SMK masih rendah.
Setelah wawancara, dilanjutkan dengan membagikan angket kepada
100 orang siswa, dengan tujuan untuk mengetahui (a) latar belakang
ekonomi dan pendidikan orang tua, (b) tujuan siswa masuk ke SMK, serta
(c) cita-cita dan perencanaan siswa (2 Februari 2010). Hasil lengkap analisis dapat dilihat pada lampiran 1, 2, dan 3. Berikut ini adalah hasil
ringkasan tabel-tabel tersebut.
(a) Sebagian besar pekerjaan orang tua (ayah dan ibu) adalah buruh.
Artinya tidak heran jika latar belakang ekonomi siswa berasal dari kelas
menengah ke bawah. Faktor pendukung siswa masuk SMK adalah ingin
cepat bekerja karena ingin membantu ekonomi keluarga. Latar belakang pendidikan orang tua adalah SMK.
(b) Tujuan awal siswa masuk SMK umumnya ingin bekerja setelah
lulus sekolah. Namun, informasi yang dimiliki oleh siswa mengenai
pengetahuan dunia kerja masih rendah, seperti pengetahuan tentang
tugas-tugas pekerjaan dan hal-hal yang terkait dengan dunia kerja. Disisi
lain siswa juga belum mampu mengenali dirinya sendiri (untuk memilih pekerjaan yang cocok bagi dirinya). Jadi, siswa belum sanggup mengenali
dalam mengambil keputusan berkaitan dengan karirnya. Tyler (dalam
Crites, 1969) menyatakan bahwa kesulitan yang dialami oleh siswa dalam
pengambilan keputusan yang mengarah pada tujuan karirnya sering
disebabkan oleh ketidakmatangan karirnya.
(c) Sebagian besar siswa setelah lulus sekolah belum memiliki
pilihan pekerjaan. Sebagian siswa ada yang telah mempunyai minat dan
pilihan pekerjaan, namun terkadang pilihan pekerjaan yang dibuat oleh
sebagian besar siswa kurang relevan dengan jurusan yang dipilih.
Misalnya, siswa jurusan Akuntansi ingin bekerja menjadi perawat, siswa
jurusan Pemasaran ingin bekerja menjadi teknisi dan siswa jurusan Administrasi perkantoran ingin bekerja menjadi psikolog. Hal ini
membuktikan bahwa pengetahuan tentang bidang pekerjaan yang dimiliki
oleh siswa masih rendah, sehingga terkadang tidak ada relevansi antara
bidang ilmu yang diinginkan dengan jenis pekerjaan yang dipilih setelah
lulus sekolah. Menurut Crites (1969) hal itu terjadi karena siswa memiliki
banyak pilihan, dan ia tidak dapat menetapkan salah satu di antaranya untuk dijadikan tujuan. Siswa tidak dapat mengambil satu kemungkinan
pilihan yang cocok baginya. Dalam konteks ini dapat disimpulkan bahwa
banyaknya siswa yang belum mempunyai perencanaan (berkaitan dengan
karir serta pilihan pekerjaan yang sesuai dengan jurusannya) merupakan
indikator rendahnya kematangan karir yang dimiliki oleh siswa.
Selanjutnya, data diperkuat dengan mengetahui tujuan kurikulum SMKN I Depok, DIY, sudah tercapai atau belum. Peneliti menyebarkan
informasi siswa tentang karir (2 Februari 2010). Hasil lengkap analisis
angket dapat dilihat pada lampiran 4 dan 5. Berikut ini adalah hasil dari
ringkasan tabel-tabel tersebut, ditambah dengan wawancara dan observasi
kepada siswa dan guru.
(a) Ada bimbingan karir di sekolah. Persoalannya adalah para siswa
merasa tidak cukup dengan bimbingan karir yang dilaksanakan oleh pihak
sekolah. Bimbingan karir yang dilaksanakan oleh guru BK menggunakan
metode konseling kelompok, dilaksanakan hanya pada waktu akan praktek
kerja dan menjelang kelulusan sekolah. Kegiatan yang berhubungan
dengan karir (mendukung kompetensi siswa), seperti seminar, workshop dan kunjungan keperusahaan juga tidak dilaksanakan oleh pihak sekolah.
Temuan ini membuktikan bahwa pengetahuan siswa SMK tentang bidang
pekerjaan yang dimiliki masih kurang sehingga mereka tidak memiliki
informasi dan wawasan tentang dunia kerja. Akibatnya, kemampuan siswa
dalam pengambilan keputusan terkait dengan pekerjaan yang akan dipilih
setelah lulus sekolah terasa kurang. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kurangnya kemampuan siswa dalam mengambil keputusan yang berkaitan
dengan karir merupakan indikator kematangan karir yang dimiliki siswa
SMKN I Depok masih rendah.
(b) Dalam hal mencari pekerjaan, siswa lebih banyak memanfaatkan
media elektronik dibandingkan dengan media cetak. Hal ini membuktikan
bahwa siswa belum dapat memanfaatkan sumber–sumber informasi yang tepat sebagai sarana informasi tentang karir. Siswa masih belum dapat
pekerjaan dan karir. Siswa yang memiliki pengetahuan luas akan memiliki
informasi lebih banyak, termasuk informasi mengenai karir sehingga siswa
memiliki lebih banyak informasi tentang bidang pekerjaan. Begitu pula
sebaliknya, siswa yang kurang memiliki pengetahuan tentang karir maka informasi tentang bidang pekerjaan otomatis akan menjadi kurang.
Efeknya siswa menjadi ragu-ragu dan bingung dalam mengambil
keputusan mengenai karir yang akan dipilih. Akibatnya, banyak siswa SMK
setelah lulus sekolah tidak bekerja. Hal ini dapat dicermati dari data
statistik BPS pada tahun 2007 hingga 2009. Tabel 6.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Tingkat Pendidikan (%)
Tingkat pendidikan 2007 2008 2009
Agustus Februari Agustus
SD SMP SMA SMK DIPLOMA UNIVERSITAS 4.59 10.73 16.57 21.00 13.26 13.61 4.70 10.05 13.69 14.80 16.35 8.46 4.57 9.39 14.31 17.26 11.21 2.59 Keterangan: Data dari BPS. Diambil dari http //:www.bps.go.id/ leases/files/naker-05jan10.pdf.
Tabel 6 menjelaskan tingkat pengangguran dari tingkat sekolah dasar
hingga universitas yang terjadi pada tahun 2007 hingga 2009. Berdasarkan
data Biro Pusat Statistik (BPS–RI, 2007-2009), jumlah pengangguran
terbuka (open unemployment) didominasi lulusan SMK. Jumlah
pengangguran terbuka pada tahun 2007 sebesar 21%, tahun 2008 sebesar 14.8% dan tahun 2009 sebesar 17.26%. Fakta di atas menunjukkan
tingginya minat siswa yang ingin bersekolah di SMK, menyebabkan jumlah
lulusan SMK juga semakin banyak. Disisi lain, jumlah lapangan pekerjaan
yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah pencari kerja pada setiap
tahunnya, akibatnya lulusan SMK juga banyak yang menganggur.
Banyaknya jumlah pengangguran terbuka kemungkinan disebabkan
siswa tidak tahu informasi pekerjaan atau kurangnya perencanaan terkait
dengan karirnya. Crites (1973) menegaskan bahwa sebanyak 30% siswa
bingung memilih studi dan memasuki dunia kerja. Keragu-raguan dan
kebingungan ini menurut Crites (1973) merupakan indikator dari belum
matangnya karir. Penelitian oleh Upma Kaur Dhildon dan Rajender (2005) menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara kematangan karir
dengan konsep diri, motivasi berprestasi dan locus of control. Penelitian
Hasan (2006) menyimpulkan ada hubungan positif antara konsep diri,
minat aspirasi, dan jenis kelamin dengan kematangan karir. Simpulan
tersebut mendukung penelitian yang dilakukan oleh Creed, Patton, dan
Prideaux (2006) yang mengungkapkan bahwa sebanyak 50% siswa mengalami kebingungan dalam pengambilan keputusan. Salah satu
faktornya adalah begitu banyaknya pilihan jenjang pendidikan dan jenis
pekerjaan yang tersedia, serta tingginya jumlah pencari kerja. Banyaknya
remaja yang menganggur merupakan problem yang dihadapi oleh sekolah
di Indonesia, terutama SMK.
Berdasarkan data sekunder (media cetak, elektronik dan survey) dapat disimpulkan bahwa pokok permasalahan yang terjadi di SMK pada
meskipun lapangan pekerjaan yang tersedia tidak sebanding dengan
jumlah lulusan setiap tahunnya, (b) tujuan kurikulum SMK yang
menjanjikan akan mencetak tenaga terampil yang siap kerja belum tercapai
secara maksimal, dan (c) harapan siswa yang tinggi saat bersekolah di SMK tidak tercapai karena pada kenyataan banyak siswa SMK yang memiliki
kematangan karir rendah, sehingga menghambat siswa dalam memperoleh
pekerjaan karena siswa tidak siap bekerja.
Dari ketiga permasalahan di atas, peneliti ingin memfokuskan kepada
siswa yang memiliki kematangan karir yang rendah. Kematangan karir yang
rendah disebabkan kurikulum bimbingan karir di sekolah tidak berjalan dengan optimal. Indikator kematangan karir rendah yang ditemukan
peneliti di SMKN I Depok meliputi (a) siswa belum memiliki perencanaan
ketika lulus sekolah, (b) siswa belum mampu menilai dirinya sendiri dengan
tepat, (c) kurangnya informasi mengenai bidang pekerjaan, (d) pemikiran
tentang karir masih belum mantap, dan (e) siswa belum mandiri dalam
mengambil keputusan berkaitan dengan karir yang dipilihnya. Selanjutnya, kelima indikator kematangan karir yang rendah akan digunakan sebagai
acuan dalam pelatihan perencanaan karir.
Salah satu cara agar siswa memiliki kematangan karir yang baik
adalah dengan memberikan bimbingan karir kepada siswa. Bimbingan karir
dapat berupa konseling (Bezt, 2000), perencanaan karir (Lyon dan Kirby,
2000), dan kursus pengembangan karir (Rease dan Miller, 2006). Penelitian Pritchard (1984) menunjukkan bahwa bimbingan karir membuat siswa
(1986) melakukan penelitian eksperimental dan hasilnya menunjukkan
adanya pengaruh positif layanan bimbingan terhadap kematangan karir dan
konsep diri bagi pemuda delinquent American dan American-African.
Penelitian Jonas Masdonati dan Koorosh Massoudi Jerome Rossier (2009) dan Andreas Hirschi dan Damian Lage (2008), membuktikan bahwa
bimbingan karir terbukti efektif untuk mengurangi kesulitan dalam
pengambilan keputusan dan tipe kepribadian, di samping meningkatkan
kepuasan hidup bagi siswa sekolah menengah yang bekerja. Penelitian
Abimayu (dalam Partino, 1990) dan Partino (dalam Partino, 1990)
menemukan bahwa layanan bimbingan karir berkorelasi signifikan dengan kematangan karir siswa sekolah menengah.
Penelitian meta analisis yang dilakukan oleh Ryan, Whiston, Sexton dan
Lasoff menyatakan bahwa intervensi karir lebih efektif dalam mengatasi
permasalahan karir dibandingkan dengan tidak adanya intervensi apapun.
Brown dan Krane (2004) mengadakan penelitian meta analisis dan hasilnya
terdapat lima komponen dalam intervensi karir yang efektif, yaitu (1) membantu individu dalam menetapkan tujuan hidup dan karirnya, (2)
menyediakan interpretasi dan umpan balik individu, (3) memberikan
gambaran yang realistik mengenai karir yang diminati oleh individu,
termasuk keuntungan dan kerugiannya, (4) menyediakan model atau
mentor yang sukses dalam karirnya, dan (5) membantu individu dalam
membangun jaringan kerja. Tiga dari komponen tersebut harus ada dalam intervensi karir. Selanjutnya kedua ahli tersebut menyatakan bahwa empat
membangun jaringan kerja, meningkatkan lima arena kompetensi pada
efikasi diri dalam membuat keputusan (dikutip oleh Rease dan Miller,
2006).
Pelatihan merupakan kegiatan yang cocok untuk menstimulus kegiatan bimbingan karir di sekolah agar terlaksana secara optimal. Oleh karena itu,
penelitian ini bertujuan memberikan intervensi karir melalui sebuah
pelatihan perencanaan karir kepada siswa agar dapat meningkatkan
kematangan karir siswa SMK. Simamora (2001) menyatakan bahwa
perencanaan karir seseorang diawali dengan penilaian diri
(self-assessment) agar dapat membuat tujuan yang realistik dan siswa dapat menentukan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.
Perencanaan karir terfokus pada individu untuk menentukan “siapa saya”
dari segi potensi dan kemampuannya. Tujuan akhir yang ingin dicapai dari
pelatihan perencanaan karir ini adalah meningkatnya kematangan karir
siswa yang ditunjukkan dengan kemampuan siswa mengetahui kondisi
internal dalam dirinya (memahami kelebihan dan kekurangan, kepribadian, ketrampilan, fisik, kemampuan, minat dan pengalaman) dan kondisi
eksternal dirinya (informasi karir, dukungan keluarga dan lingkungan) agar
siswa mampu mengambil keputusan yang tepat dan objektif berkaitan
dengan karir yang akan dipilih siswa setelah lulus sekolah.
Pelatihan perencanaan karir merupakan proses di mana siswa dapat
menyeleksi tujuan karir dan arah untuk mencapai tujuan karirnya. Perencanaan karir merupakan aktivitas yang bertujuan untuk menyiapkan
pemilihan jenis pekerjaan, jenis penugasan kerja, dan jenjang karir
maksimal yang ingin dicapai oleh seseorang. Perencanaan karir yang
matang akan mengurangi resiko kegagalan karena didalam perencanaan
karir ditetapkan beberapa pilihan dalam urutan prioritas (Winkel, 2004). Pernyataan tersebut mendukung temuan yang dilakukan oleh Heer (1996)
bahwa orang yang tidak memiliki perencanaan karir yang matang akan
mengalami kegagalan dalam tugas karirnya.
Pelatihan perencanaan karir ini dipilih karena dilakukan dengan suatu
pelatihan dengan metode tertentu, seperti lewat permainan, eksplorasi diri,
studi kasus, role play dan diskusi kelompok. Dalam kegiatan tersebut
terjadi proses belajar (experiental learning), sehingga diharapkan konsep
yang diberikan dapat lebih mudah dipahami dan dirasakan oleh siswa SMK.
Menurut Kirtpatrick (dikutip oleh Salas dan Bowers, 2001), pelatihan
merupakan suatu metode pembelajaran yang efektif dan bertujuan
mengubah aspek kognitif, afektif serta hasil ketrampilan dan keahlian.
Pelatihan yang dilakukan berbeda dengan bimbingan karir yang disampaikan oleh guru BK di sekolah karena pelatihan tersebut
disampaikan dengan menggunakan berbagai macam metode. Metode
pelatihan lebih efektif dan efisien dari segi waktu, biaya, serta tenaga
dibandingkan dengan metode tes psikologi maupun konseling individual.
Metode tes psikologi membutuhkan waktu dan tenaga yang cukup banyak
karena meliputi pemberian alat tes, skoring interpretasi dan pembuatan laporan individual. Disisi lain, konseling individual memerlukan beberapa
kali pertemuan tatap muka, melibatkan seorang klien membutuhkan waktu
dan tenaga yang cukup banyak.
Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian untuk
mengetahui pengaruh Pelatihan Perencanaan Karier dalam Meningkatkan
Kematangan Karir pada Siswa SMK.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kematangan Karir pada Siswa SMK 1. Pengertian Kematangan Karir
Super (1974) mendefinisikan kematangan karir sebagai konsep yang
digunakan untuk menunjukkan tingkat perkembangan karir, yaitu tahap yang dicapai individu pada kontinum perkembangan karir mulai dari tahap
pertumbuhan sampai dengan tahap kemunduran. Super tidak membahas
tahap pertumbuhan, terutama perkembangan karir untuk anak–anak dan
tahap kemunduran bagi usia lanjut (Super, 1990). Menurut Powell dan
Luzzo (1998) kematangan karir adalah kesiapan bagi individu untuk
membuat keputusan karir yang sesuai dengan usianya (age appropriate)
berdasarkan informasi yang cukup, serta menyelesaikan tugas-tugas yang
berkaitan dengan perkembangan karirnya. Definisi ini mencakup juga
kemampuan individu untuk membuat pilihan karir yang tepat, juga
adanya kesadaran (awareness) akan persyaratan yang dibutuhkan untuk
membuat pilihan karir tersebut, serta derajat pilihan karir tersebut
realistis dan konsisten sepanjang waktu. Yost dan Corbishly mendefinisikan kematangan karir sebagai kemampuan untuk melakukan
serta kesiapan untuk mengambil keputusan yang sesuai dengan usia
(age-appropriate) dan tahapan (stage-appropriate) (dalam Seligman, 1994, p. 28). Crites (1974) menegaskan bahwa kematangan karir
merupakan tingkat kesiapan sikap dan kompetensi individu dalam mengambil keputusan karir yang tepat dalam suatu rentang kehidupan
sejak tahap ekplorasi sampai pada tahap kemunduran.
Crites (1986) menggambarkan model kematangan karir ke dalam
dua dimensi, yakni afektif dan kognitif. Dimensi afektif terdiri dari lima
aspek yakni, a) keterlibatan dalam pengambilan keputusan, b) orientasi
menuju kerja, c) konsep dalam pengambilan keputusan, d) kemandirian dalam pengambilan keputusan, dan e) minat terhadap jenis jenis
pekerjaan. Dimensi kognitif terdiri dari lima aspek yakni, a) pemecahan
masalah, b) perencanaan, c) informasi pekerjaan, d) penilaian diri dan e)
pilihan tujuan.
Konsep kematangan karir Crites (1986) ini lebih luas digunakan untuk
memahami tingkat kematangan karir. Di samping itu, konsep Crites (1986) secara konsisten telah digunakan selama berpuluh puluh tahun
lamanya. Mau (2000) dalam kajiannya mengemukakan bahwa model
kematangan karir Crites digunakan secara luas, baik di sekolah-sekolah
formal (setingkat SMA), mahasiswa dan golongan minoritas yang kurang
beruntung (gay dan lesbian, cacat atau kelemahan fisik). Inventori
kematangan karir Crites tetap menjadi pilihan favorit para peneliti kematangan karir. Mau (2000) dan Lundborg dkk (1997) bahwa model
penelitian eksperimen Crites (1986) terbukti paling populer dibandingkan
dengan instrumen kematangan karir lainnya (Croesrtse & Schepers,
2004).
Berbagai definisi kematangan karir dari para ahli Psikologi Karir, peneliti memilih batasan Crites untuk konsep kematangan karir, Crites
(1986) sederhana dan singkat namun cakupannya memadai. Jadi, dapat
disimpulkan kematangan karir adalah kesiapan sikap dan kompetensi
individu dalam melakukan pilihan karirnya secara tepat dan objektif.
2. Komponen Kematangan Karir
Hasil penelitian kematangan karir Super dengan menggunakan
“Career Pattern Study“ (CPS) mendorong Gribbon dan Lohness (dalam Crites, 1969) ikut dalam mengembangkan konsep kematangan karir.
Mereka mengemukakan bahwa kematangan karir terdiri atas delapan
dimensi. Dimensi kematangan karir tersebut meliputi faktor-faktor (a)
pemilihan kurikulum, (b) pemilihan pekerjaan, (c) kekuatan dan
kelemahan diri, (d) ketepatan penilaian diri, (e) bukti-bukti rating, (f) minat, (g) nilai dan (h) kemandirian pilihan. Dimensi dimensi kematangan
karir menurut Crites (1986) dibagi menjadi dua yaitu dimensi sikap
(afektif) pilihan karir dan dimensi kompetensi (kognitif) pilihan karir.
Dimensi tersebut dapat dipahami dari model-model kematangan karir.
Secara umum, individu yang matang karir adalah mereka yang
menunjukkan kemampuannya dalam menguasai secara efektif tugas-tugas perkembangan sesuai dengan tahap perkembangannya guna
kompleks (Psynet, 2001). Sebagaimana perkembangan pada umumnya,
mereka yang tidak mampu mengerjakan tugas-tugas perkembangan karir
pada tahap tertentu akan mengakibatkan tahap perkembangan karir
berikutnya tertunda. Setiap terjadi penundaan tahap perkembangan karir akan secara relatif diikuti oleh penundaan tahap perkembangan karir
berikutnya.
Dimensi sikap (afektif) pilihan karir adalah sebagai berikut:
a. Keterlibatan Dalam Pengambilan Keputusan
Proses perkembangan karir dialami oleh semua individu namun
individu yang matang akan menjadi lebih mampu untuk membuat keputusan karir tanpa melibatkan lingkungannya seperti guru, orangtua,
teman dll. Misalnya: jika ada siswa mempunyai sahabat dan bercita-cita
ingin masuk sekolah sekretaris, maka siswa tersebut ingin ikut temannya
yaitu masuk ke sekolah sekretaris.
b. Kemandirian Dalam Pengambilan Keputusan
Individu yang matang karirnya maka dapat mengambil keputusan sendiri dan tidak tergantung dengan orang lain. Pada dimensi ini, individu
yang belum matang karirnya menunjukkan keragu-raguan dalam
membuat keputusan karirnya.
c. Orientasi Menuju Kerja
Individu menyadari harapan sosial yang diinginkan dalam dunia kerja
supaya dapat menyusun pilihan karir yang tepat, karena harapan sosial akan menentukan alasan untuk memilih pekerjaan yang paling cocok
individu mulai mengembangkan kesadaran dan meningkatkan
orientasinya untuk mengambil keputusan yang berhubungan dengan
kurikulum sekolah, kerja paruh waktu dan bidang pendidikan yang akan
diambil di sekolah. Proses orientasi menuju dunia kerja dapat berupa keikutsertaan anak dalam aktivitas yang berhubungan dengan pekerjaan
yang dipilihnya misalnya siswa jurusan pemasaran, maka sebelum lulus
dapat mengikuti kegiatan ekstrakulikuler koperasi yang ada di sekolah.
d. Konsep Yang Diperlukan Dalam Pengambilan Keputusan
Konsep yang diperlukan dalam pengambilan keputusan akan
mempengaruhi kualitas pemilihan karirnya. Semakin berkembang dan akan terintegrasinya kemampuan dan sikap individu, maka akan semakin
besar untuk menghadapi tugas-tugas perkembangan dalam pengambilan
keputusan yang terkait dengan pilihan minat karirnya.
e. Minat Terhadap Jenis Jenis Pekerjaan
Fantasi karir anak dipengaruhi oleh informasi yang mereka peroleh
tentang dunia dan itu dimulai dari ketertarikan mereka terhadap sesuatu. Pada masa kanak–kanak ketertarikan akan sesuatu terkadang tidak
memperdulikan rintangan yang mereka hadapi untuk dapat memperoleh
apa yang mereka inginkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak
hanya minat membantu perkembangan kompetensi, tetapi kompetensi
diri juga membantu perkembangan minat, minat terhadap sesuatu akan
mendorong seseorang untuk melakukan hal-hal yang mendukung minat tersebut dan mereka menyadari bahwa hal tersebut sangat penting.
mereka sukai atau tidak sukai, dari sinilah terbentuknya self–concept
yang sangat penting dalam proses pemilihan karir.
Dimensi Kognitif yaitu :
a. Pemecahan Masalah
Individu yang matang karirnya maka akan dapat menyelesaikan
masalah yang berkaitan dengan karir yang dipilihnya. Dimensi yang
berhubungan dengan kemampuan individu untuk menentukan pilihan
yang realistik dan konsisten dengan tugas-tugas pribadinya. Dimensi ini
juga menunjukkan hubungan antara pilihan, kemampuan, aktifitas, minat
terhadap suatu pekerjaan.
b. Perencanaan
Setiap individu mempunyai impian dan harapan tertentu yang
terkadang dikhayalkan dalam fantasinya. Individu melalui khayalan dan
fantasinya akan membayangkan masa depan dan pekerjaannya pada
waktu yang akan datang dan lebih termotivasi untuk mewujudkan impian
karirnya sehingga mempunyai pilihan karir yang lebih pasti dan menetap.
c. Informasi Pekerjaan
Individu belajar mengenal dirinya dengan bertambahnya usia
sehingga semakin banyak informasi yang diperoleh tentang pekerjaan
dan cara mendapatkan pekerjaan. Informasi yang diperoleh akan
meningkatkan relevansi dan spesifikasi yang digunakan untuk mengambil
suatu keputusan. Informasi merupakan hal yang sangat dibutuhkan
dalam perkembangan karir, informasi yang membantu merupakan
diinternalisasikan dengan mempertimbangkan berbagai hal termasuk
aspek-aspek yang ada dalam diri individu tersebut. Informasi tentang
jenis karir dan informasi tentang kemampuan diri, bisa didapat dari
sekolah melalui layanan informasi. Assesment Psikologi dapat membantu
siswa dalam proses kematangan karirnya sehingga dalam hal ini
diharapkan peran yang maksimal dari sekolah untuk memfasilitasi
kebutuhan siswa. Menurut John Hayes dan Barrie Hopson (dalam Karneli,
2009) Informasi karir adalah informasi yang mendukung perkembangan
bidang pekerjaan, berdasarkan informasi itu memungkinkan seseorang
mengadakan pengujian akan kesesuaian dengan konsep dirinya. Lebih lanjut dikatakan informasi karir tidak hanya sekedar merupakan objek
faktual, tetapi sebagai kemampuan proses psikologis untuk
mentransformasikan informasi itu dikaitkan dengan pilihan dan tujuan
hidup masa depan.
d. Penilaian Diri
Pada masa kanak–kanak individu tidak merasa bertanggung jawab terhadap perilakunya, mereka melakukan sesuatu tugas seperti apa yang
diminta oleh guru/orang tuanya dengan kata lain mengikuti aturan yang
berlaku. Mereka mengendalikan lingkungan mereka. Dugaan bahwa
kontrol diri berpengaruh pada penilaian diri dan juga kemampuan
seseorang mengambil keputusan karir merupakan suatu hal yang
menarik. Menyeimbangkan kontrol diri dan kontrol dari luar bisa dilakukan dengan adanya konseling untuk mengendalikan emosi. Mengendalikan
yang mereka tidak sukai. Naidoo (1998) melakukan review terhadap
beberapa penelitian mengenai Locus of control dan hasilnya terbukti
efektif mempengaruhi kematangan karir seseorang.
e. Pilihan Tujuan
Merupakan dimensi sikap yang menentukan pilihan akhir
pekerjaannya. Individu sudah mengetahui secara pasti apa yang menjadi
pilihan karirnya dengan mempertimbangkan berbagai hal dan
menggunakan informasi pekerjaan yang dimilikinya untuk menentukan
pilihan pekerjaan dan fokus pada pilihan pekerjaannya tersebut.
Dari dimensi kematangan Crites (1986) dan temuan di lapangan, dapat disimpulkan bahwa yang termasuk faktor-faktor yang
mempengaruhi kematangan karir pada remaja adalah : a) keterlibatan
dalam pengambilan keputusan, b) orientasi menuju kerja, c) konsep
dalam pengambilan keputusan, d) kemandirian dalam pengambilan
keputusan, e) minat terhadap jenis jenis pekerjaan, f) pemecahan
masalah, g) perencanaan, h) informasi pekerjaan, i) penilaian diri, dan j) pilihan tujuan.
Career choice competence Career Choice attitude
Planning Self Appraisal orientation Preference
Problem
Solving Involvement Independence Conception
Informational Goal Selectioan occopational
Bagan 1
Model Kematangan Karir Remaja (Crites,1986)
Jadi, dapat disimpulkan bahwa individu yang matang karirnya adalah individu yang memiliki kemampuan kognitif dan afektif yang baik
sehingga dapat melakukan pilihan karir secara tepat dan objektif.
3. Tahap Perkembangan Karir Remaja
Tugas perkembangan karir pada tahap yang satu berbeda dengan
tugas perkembangan karir tahap lainnya. Siswa Sekolah Menengah
tergolong pada tahap perkembangan eksplorasi dengan tugas
perkembangan memilih pekerjaan secara tentatif (Super dalam Jhonson,
2001). Pada tahap ini, remaja mulai banyak melakukan penjajagan atau
mengeksplorasi karir apa yang cocok dengan dirinya. Tugas
perkembangan pada tahap ini adalah mengkristalisasi, menspesifikasi dan
kematangan karir yang baik jika mereka telah memiliki pilihan karir dan
memiliki perencanaan yang matang.
Remaja memiliki tugas-tugas perkembangan karir yang mengarah
pada persiapan memenuhi tuntutan dan peran orang dewasa. Menurut Havinghurst tugas perkembangan karir remaja adalah memilih dan
mempersiapkan diri untuk menjalankan suatu pekerjaan (Sukadji, 2000).
Pada saat ini remaja juga telah masuk pada tahap membuat keputusan
karir (Bardick, Bernes, Magnusson & Wiko. 2006; Creed, Patton, &
Priedeaux, 2006). Remaja membuat rencana karir dengan cara eksplorasi
dan mencari informasi tentang sejumlah pekerjaan yang diminati (Bardick, Bernes, Magnusson & Witko, 2006). Remaja dihadapkan pada
situasi yang membuat mereka dituntut membuat pilihan karir tanpa
memiliki banyak pengalaman aktual/nyata di dalam dunia kerja (Newman
& Newman, 1979). Studi ini melibatkan remaja pada tingkat SMK karena
siswa SMK berada pada tahapan eksplorasi.
Remaja pada tahap ini, banyak melakukan penjajagan atau mengeksplorasi karir apa yang cocok dengan dirinya. Menurut Super
(1990) tugas perkembangan remaja adalah mengkristalisasi,
menspesifikasi dan mengimplementasikan pilihan karir.
Tahap ini dibagi menjadi tiga sub tahap, yaitu:
a. Sub Tahap Sementara (14–17 thn). Tugas perkembangan pada sub
tahap ini adalah mengkristalisasi pilihan pekerjaan. Individu mulai dapat
menggunakan self-preference untuk melihat kesesuaian suatu bidang
b. Sub Tahap Peralihan (17–21 thn). Perkembangan pada sub tahap ini
adalah mengkhususkan pilihan pekerjaan.
c. Sub Tahap Ujicoba (21–24 thn). Tugas perkembangan pada sub tahap
ini adalah mengimplementasikan pilihan pekerjaan.
Masa remaja merupakan masa di mana mereka membuat komitmen
mengenai jenjang pendidikan mereka sesuai dengan pilihan karirnya.
Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan karir adalah
berpikir abstrak. Kemampuan berpikir abstrak ini penting sebagai salah
satu faktor yang memfasilitasi perencanaaan karir seseorang. Peaget
(1977), pada tahap ini remaja mulai menjalankan proses yang gradual dalam mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dan
membuat perencanaan jangka panjang. Proses memasuki suatu
pekerjaan dan menyeleksi pekerjaan yang dirasa sesuai, dapat menolong
remaja untuk lebih realistis dalam berpikir (Inhelder & Piaget, 1958).
Menurut Ginzberg (Sharf, 2006) remaja sesuai dengan tahap
perkembangan karir termasuk dalam tahap tentative. Pada tahap ini ada
beberapa faktor yang mempengaruhi kematangan karir, di antaranya :
a. Perkembangan Minat ( Development of interest)
Perkembangan minat seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal
yang ada di lingkungannya, misalnya tokoh panutan atau informasi yang
dimiliki. Perkembangan minat ini merupakan hal yang penting dalam
perkembangan karir seseorang. Oleh karena itu perkembangan ini harus di stimulus dengan hal-hal yang dapat membantu seseorang dalam
b. Perkembangan Kemampuan (Development of capacities)
Untuk menentukan pilihan karir yang tepat seseorang sebaiknya
terlebih dahulu mengenali kemampuan yang dimilikinya. Proses belajar
baik formal di sekolah ataupun informal merupakan salah satu faktor yang bisa membantu seseorang dalam mengenali kemampuannya.
Melalui proses belajar tersebut mereka bisa mengenali mana yang
menjadi kelemahan dan kekuatan yang mereka miliki, sehingga
berpengaruh terhadap ketepatan dalam menentukan pilihan karir.
c. Perkembangan Nilai (Development of value)
Ketika memasuki masa remaja, individu biasanya mulai menentukan pilihan karirnya sesuai dengan tujuan dan nilai yang mereka miliki.
Perkembangan nilai ini biasanya dapat dilihat motiv seseorang dalam
melakukan atau menentukan suatu pilihan. Misalnya jika seorang remaja
menentukan pilihan pekerjaan hanya atas dasar keinginan atau minat
maka remaja perkembangannya lambat laun akan menentukan pilihan
karir dengan mempertimbangkan berbagai hal seperti kemampuan, minat dan nilai-nilai yang mereka pegang.
Komponen kamatangan karir yang dikemukakan oleh Crites (1986)
dapat digunakan sebagai acuan pokok dalam mengindentifikasi ciri-ciri
utama kematangan karir. Perkembangan siswa sekolah menengah berada
pada tahap eksplorasi (Super, 1994; Employments Service, 2001). Ciri-ciri
siswa sekolah menengah yang memiliki kematangan karir yang baik adalah: (a) pilihan karirnya relatif konsisten, (b) pilihan karirnya lebih
menerima sikap yang positif dalam melakukan pilihan karir. Keajegan
pilihan karir dapat ditilik dari segi waktu, bidang dan tingkat. Segi waktu
mengacu pada masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang. Bidang
pilihan menunjuk pada jenis-jenis sekolah, jurusan atau program studi dan pekerjaan yang dipilih. Tingkat pilihan berkaitan dengan persyaratan
urutan pilihan pekerjaan, yakni tingkat pekerja kasar, setengah terampil,
terampil, menengah sampai pekerjaan profesional.
Berdasarkan Ciri-ciri yang dimaksud, data yang ditemukan oleh
peneliti pada siswa SMKN I Depok antara lain: (a) belum memiliki
perencanaan ketika lulus sekolah, (b) belum mampu menilai dirinya sendiri dengan tepat, (c) kurangnya info mengenai bidang pekerjaan, (d)
pemikiran tentang karir masih belum mantap, dan (e) belum mandiri
dalam mengambil keputusan berkaitan dengan karir yang dipilihnya.
B. Pelatihan Perencanaan Karir 1. Pelatihan Perencanaan Karir
Perencanaan adalah alat yang penting yang digunakan oleh guru dalam proses relajar mengajar (Parkay & Mass, 2000 dalam Santrok,
2007). Desain instruksional adalah keseluruhan proses analisis kebutuhan
dan tujuan belajar serta pengembangan teknik mengajar dan materi
pengajarannya untuk memenuhi kebutuhannya tersebut termasuk di
dalamnya paket pelajaran kegiatan uji coba, revisi dan kegiatan
mengevaluasi hasil belajar (Syukur, 2008). Pelatihan ini menggunakan model pengembangan instruksional yang dikembangkan oleh Gerlack dan
Langkah-langkah tersebut diantaranya: (1) merumuskan tujuan instruksional, (2)
merumuskan isi materi yang telah disesuaikan dengan tujuan
instruksional khusus, (3) menentukan kemampuan awal peserta didik
dengan melakukan pretest, (4) menentukan teknik dan strategi, (5)
pengelompokan belajar, (6) menentukan media pembelajaran, (7)
menentukan ruang, (8) memilih media intruksional yang sesuai, (9)
mengevaluasi hasil belajar, (10) menganalisis umpan balik (dalam Syukur,
2008).
Pelatihan perencanaan karir merupakan proses pembelajaran
student centered. Proses pembelajaran berubah dari teacher-centered ”Instruction paradigm” menuju student-centered ”Learning paradigm”. Paradigma pembelajaran melibatkan penciptaan lingkungan dan
pengalaman yang memungkinkan para siswa mencari, menemukan dan
mengkonstruksi pengetahuan. Pendidikan memberikan kesempatan dan
pengalaman dalam proses pencarian informasi, menyelesaikan masalah
dan membuat keputusan bagi kehidupannya sendiri. Melalui proses pembelajaran yang berpusat pada siswa maka fungsi guru berubah dari
pengajar (teacher) menjadi mitra pembelajaran (fasilitator).
Pendekatan teori belajar yang digunakan pada pelatihan ini adalah menggunakan teori kognitif sosial Bandura. Teori kognitif sosial
menekankan bahwa faktor kognitif, faktor sosial dan faktor perilaku
berperan penting dalam proses pembelajaran (Santrok, 2007). Faktor kognitif menekankan pada keyakinan siswa telah menguasai ketrampilan
modeling dan imitasi, di dalam proses pengamatan di antaranya meliputi:
atensi, retensi, reproduksi motorik (umpan balik) dan proses motivasi.
Faktor perilaku kognitif menekankan pada siswa untuk dapat memonitor,
mengelola dan mengatur perilakunya sendiri, dalam hal ini termasuk juga model pembelajaran regulasi diri. Dalam pembelajaran regulasi diri akan
menentukan tujuan dan ”self evaluation”. Hal tersebut merupakan
dorongan untuk meraih harapan. Bandura (1986, 1997, 2000, 2001
dalam Santrok, 2007) menyatakan bahwa siswa ketika belajar dapat
mentransformasikan pengalaman secara kognitif.
Pelatihan perencanaan karir meliputi berbagai macam aktifitas yang melibatkan peserta secara langsung, misalnya menggunakan metode
ceramah, mengisi lembar kerja, diskusi, persentasi, role play serta
permainan. Melalui metode ceramah peserta diberikan pengetahuan yang
bertujuan untuk mengubah strutur kognitif yang ada dalam diri sehingga
sesuai dengan tujuan pelatihan. Melalui aktivitas problem solving, peserta diminta untuk mencoba menempatkan diri dalam situasi dan kemudian diminta untuk mempraktekkan pengetahuan dan ketrampilan yang
diajarkan sebelumnya.
Pelatihan perencanaan karir dirancang berdasarkan teori experiental learning. Menurut Afiatin (2004), melalui pendekatan belajar dan pengalaman, proses pembelajaran akan menjadi semakin efektif karena
individu mendapatkan stimulasi yang berulang melalui berbagai indera, baik penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman dan perabaan
proses penglihatan dan perabaan. Akan tetapi juga meningkatkan kualitas
penglihatan, sehingga pelatihan perencanaan karir ini mampu mengubah
struktur kognitif, sikap serta ketrampilan yang dimiliki oleh peserta.
Menurut experential learning, individu akan dapat menerima materi
dan keterampilan dengan lebih baik jika berada dalam suatu kelompok
dibandingkan dengan saat menerima materi seorang diri. Menurut
Jhonson dan Jhonson (2001) metode pelatihan berdasarkan prinsip
experiental learning, merupakan hasil pengalaman yang terlebih dahulu dimodifikasi untuk menambah efektifitas dan semakin lama perilaku kita
menjadi suatu kebiasaan dan berjalan dengan otomatis serta individu semakin berusaha memodifikasi perilaku yang sesuai dengan berbagai
situasi.
Melalui pelatihan perencanaan karir, siswa diajak untuk dapat
memahami diri dan lingkungannya serta kemampuan untuk dapat
membuat rencana yang sesuai agar dapat mengelola diri lebih efektif
untuk memilih pekerjaan, mempersiapkan diri dalam memasuki dunia kerja. Perencanaan karir merupakan suatu aktivitas yang bertujuan untuk
menyiapkan jenis pekerjaan dan jenjang pekerjaan (karir) di masa
mendatang, yang meliputi: pemilihan jenis pekerjaan, jenis penugasan
kerja, dan jenjang karir maksimal yang ingin dicapai oleh orang yang
bersangkutan. Perencanaan karir mempunyai manfaat bagi siswa untuk
menyelidiki minat, motivasi, mengembangkan kemampuan pribadi, meningkatkan ketrampilan, mengubah perilaku, mampu memasarkan diri
membangun relasi, mengumpulkan informasi dan membuat pilihan atas
karirnya. Perencanaan karir akan membuat siswa berusaha untuk
mengelaborasi lebih jauh mengenai dirinya, terutama mengenai
kelebihan-kelebihan, hal-hal yang disukai dan nilai-nilai yang diyakini dalam diri atau bahkan kekurangan diri dan hal-hal yang tidak bisa kita
lakukan. Perencanaan karir adalah sebuah aktivitas yang dilakukan secara
terarah dan terfokus dengan berdasarkan pada potensi
(minat/bakat/kemampuan/keyakinan/nilai-nilai) yang dimiliki.
Jadi dapat di simpukan bahwa pelatihan perencanaan karir adalah
proses pembelajaran experiential learning yang bertujuan untuk
membantu siswa agar mampu menyeleksi tujuan karir dan arah untuk mencapai tujuan karir tersebut.
2. Metode Bimbingan Perencanaan Karir
Ada beberapa metode yang bisa digunakan untuk memberikan
bimbingan karir, di antaranya (Blum & Balinsky, 1970) :
a. Tes psikologi
Tes psikologi yang digunakan untuk memberikan bimbingan karir
adalah :
Tes intelegensi yang digunakan untuk mengetahui kemampuan
dasar yang dimiliki individu.
Tes kepribadian yang digunakan untuk menentukan seberapa baik
seseorang individu melakukan pekerjaan yang berhubungan
b. Konseling
Konseling yang diberikan dalam bimbingan karir bisa
menggunakan metode konseling individual maupun konseling
kelompok.
c. Pelatihan/Training
Individu yang diberikan melalui training atau pelatihan, belajar
tidak hanya sekedar mendengarkan materi yang dipelajari tetapi
juga ikut mengalami dan melakukan sesuatu yang dipelajari.
Individu yang mengikuti training selain diberikan materi juga
diberi kesempatan untuk mempraktekkan materi yang dipelajari. Berdasarkan pendapat Blum dan Balinsky (1970) ada tiga metode
bimbingan karir, yaitu tes psikologi, konseling dan training/pelatihan.
Metode pelatihan melibatkan sekelompok peserta sehingga cukup efektif
dan efisien dari segi waktu, tenaga dan biaya jika dibandingkan dengan
metode tes psikologi dan konseling.
3. Tujuan Perencanaan Karir
Menurut Holland (1973) tujuan dari pencernaan karir meliputi :
1. Mencocokkan individu dengan pekerjaan, baik dalam segi pemilihan
pekerjaan maupun pemilihan training/pelatihan yang sesuai.
2. Membantu individu dalam merencanakan aktivitas karir untuk
meningkatkan kualitas individual.
3. Membantu individu dalam membuat keputusan karir yang tepat dan
efektif.
5. Membantu individu untuk mendapatkan kepuasan kerja.
Perencanaan yang matang menuntut pemikiran tentang segala tujuan
yang hendak dicapai dalam jangka waktu panjang (long–range goals) dan
semua tujuan yang hendak dicapai dalam jangka waktu pendek (short–
range goals). Yang termasuk dalam jangka waktu panjang adalah gaya
hidup yang ingin dicapai, dan nilai nilai kehidupan (values) yang ingin
direarilisasikan dalam hidup. Yang termasuk dalam jangka waktu pendek
misalnya diploma atau sertifikat yang ingin diperoleh dalam rangka
mempersiapkan diri memegang jabatan tertentu kelak di kemudian hari.
Kegunaan dari perencanaan yang matang adalah meminimalkan kemungkinan membuat kesalahan yang berat dalam memilih diantara
alternative-alternative yang tersedia. Hasil dari perencanaan karir adalah
keputusan tentang sesuatu yang dipilih secara sadar, biasanya diantara
sejumlah alternative yang dapat dipilih (Winkel: 2004).
4. Program Perencanaan Karir
a. Program Bimbingan Perencanaan Karir Menurut Lapan dan Konscluek (2001)
Program bimbingan karir harus mampu merancang suatu sistem
yang mampu mengatasi hambatan dan membuka kesempatan bagi siswa
untuk membuat pilihan karir yang tepat dengan mempertimbangkan
keadaan atau demografis, geografis, tingkat sosial ekonomi atau status
kesehatan. Bimbingan karir sebaiknya bukan hanya untuk siswa atau mahasiswa yang sudah lulus saja, namun juga bagi mahasiswa yang
Bluestin, philips, Jabin-Davis. Fiinkelberg dan Roarke (dalam Lapan &
Konsciuek, 2001) menekankan pentingnya eksplorasi diri dan pemahaman
diri individu sebelum memutuskan suatu pilihan karir agar mampu
beradaptasi dengan karir yang dipilihnya. Individu sering mengalami kesulitan dalam masa transisi saat menentukan pilihan karir.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bluestin, Philips,
Jabin-Davis. Fiinkelberg dan Roarke (dalam Lapan & Konsciuek, 2001)
menunjukkan individu yang berhasil melewati masa transisi dengan baik
adalah individu yang matang secara fisik maupun emosional, yaitu
individu yang aktif mengikuti berbagai macam permasalahan atau tantangan yang muncul pada masa remaja akhir dan masa dewasa awal.
Model pengembangan karir yang baik adalah sistem pengembangan
karir yang mengutamakan pentingnya pemahaman individu akan
pemahaman diri, pemahaman pekerjaan serta orientasi terhadap dunia
kerja, sehingga akan menghasilkan suatu keputusan pilihan karir yang
relatif menetap, yang biasa disebut dengan kristalisasi pilihan karir. Astin, Bezt dan Hackett, Bluestein, Farmer, Fassinger, Hyot, Lent,
Brown, Richardson (dalam Lapan & Konsciuek, 2001) merancang suatu
program pengembangan karir untuk dapat menolong individu agar dapat
memahami diri dalam hubungannya dengan dunia kerja, isinya :
a. Motivasi dan harapan
b. Komitmen dan kematangan karir
c. Kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki
e. Berkembangnya pilihan karir dengan arah tujuan yang jelas
f. Pemahaman akan kelemahan dan kelebihan yang dimiliki.
Program perencanaan karir yang dirancang mempertimbangkan lima
komponen utama, yaitu (Lapan & Konsciuek, 2001) :
a. Prestasi akademik
b. Self efficacy
c. Pemilihan tujuan dan aksi, perilaku kesiapan kerja dan ketrampilan
sosial.
d. Job-self compatibility judment, yaitu perbandingan antara
kemampuan yang dimiliki individu dengan kemungkinan keberhasilan
karir yang dicapai.
e. Minat terhadap suatu pekerjaan atau karir tertentu.
Pada pelatihan perencanaan karir yang disusun oleh peneliti pada
siswa SMK menggunakan komponen pemilihan tujuan dan aksi, Job-self
compatibility judment, minat terhadap suatu pekerjaan atau karir tertentu.
b. Program Bimbingan Karir Siswa Menengah Tingkat Atas Berdasarkan Kurikulum Pendidikan Bimbingan Karir dalam Walgito
Untuk sekolah lanjutan tingkat atas, program bimbingan karir meliputi
a. Pemahaman diri di antaranya :
1. Pengantar pemahaman diri
2. Bakat, potensi dan kemampuan
4. Cita cita atau gaya hidup
c. Nilai nilai, di antaranya :
1. Nilai–nilai kehidupan
2. Saling mengenal nilai nilai orang lain 3. Pertentangan nilai nilai dalam diri sendiri
4. Pertentangan nilai nilai sendiri dengan nilai nilai orang lain
5. Nilai nilai yang bertentangan dengan kelompok atau masyarakat
6. Menemukan alternative
7. Bertindak atas nilai nilai sendiri
d. Pemahaman lingkungan di antaranya :
1. Informasi pendidikan
2. Kekayaan daerah dan pengembangannya
3. Informasi jabatan
e. Hambatan dan mengatasi hambatan di antaranya :
1. Faktor pribadi
2. Faktor lingkungan
3. Manusia dan hambatan
4. Cara-cara mengatasi hambatan
f. Merencanakan masa depan, di antaranya
1. Menyusun informasi diri
2. Mengelola informasi diri
3. Mempertimbangkan alternative
4. Keputusan dan rencana
Jadi, dapat disimpulkan bahwa perencanaan karir adalah suatu
rancangan untuk membantu individu dalam membuat pilihan karir yang
tepat dengan mempertimbangkan kondisi diri internal dan kondisi diri
eksternal.
C. Pengaruh Pelatihan Perencanaan Karir dalam Meningkatkan Kematangan Karir bagi Siswa SMK
Karir tidak serta merta dicapai dengan mudah, tetapi harus direncanakan
sejak duduk dibangku sekolah. Pada masa remaja, proses perkembangan
karir merupakan masa transisi dari tahap fantasi pada anak-anak menjadi
pengambilan keputusan realistik pada remaja (Santrock, 1998; Rice & Dolgin, 2008). Bekerja merupakan salah satu penanda masuknya seseorang kedalam
gaya hidup orang dewasa (adult life style). Remaja dihadapkan pada situasi
diharuskan membuat pilihan karir tanpa memiliki banyak pengalaman
aktual/nyata di dalam dunia pekerjaan (Newman & Newman, 1979). Pada
tahap ini, salah satu tugas perkembangan remaja menurut Havighurst adalah
memilih dan mempersiapkan diri untuk menjalankan suatu pekerjaan (Sukadji, 2000). Siswa Sekolah Menengah tergolong pada tahap
perkembangan eksplorasi dengan tugas perkembangan memilih pekerjaan
secara tentatif (Super dalam oleh Jhonson, 2001). Siswa SMK kelas tiga
memiliki kematangan karir yang baik jika mereka mampu mengambil
keputusan yang tepat dalam memilih pekerjaan setelah lulus sekolah.
Kematangan karir merupakan kesiapan sikap dan kompetensi individu dalam melakukan pilihan karir secara tepat (Crites, 1974), dan kesiapan
Kematangan karir sebagai sebuah konstruk memiliki dua dimensi, yakni
afektif dan kognitif (Crites, 1986). Dimensi afektif kematangan karir
dilukiskan oleh sikap terhadap proses pengambilan keputusan karir,
sedangkan dimensi kognitif digambarkan oleh kompetensi pilihan karir, yakni ketrampilan mengambil keputusan karir.
Salah satu cara yang dapat membentuk kematangan karir dengan baik
adalah dengan memberikan bimbingan karir. Blum dan Balinsky (1970)
berpendapat bahwa ada tiga metode bimbingan karir, yaitu tes psikologi,
konseling, dan training/pelatihan. Metode pelatihan melibatkan sekelompok
peserta sehingga cukup efektif dan efisien dari segi waktu, tenaga, dan biaya jika dibandingkan dengan metode tes psikologi dan konseling. Menurut
Kirtpatrick (dalam Salas & Bowers, 2001), pelatihan adalah suatu metode
pembelajaran yang efektif dan bertujuan mengubah aspek kognitif, afektif,
serta hasil ketrampilan dan keahlian. Metode tes psikologi dan konseling
membutuhkan waktu cukup lama sehingga tidak menghemat waktu, biaya,
dan tenaga. Metode bimbingan perencanaan karir melalui tes psikologi meliputi pemberian alat tes, skoring, interpretasi, dan pembuatan laporan
individual yang membutuhkan waktu dan tenaga yang cukup banyak. Metode
konseling individual bagi bimbingan perencanaan karir memerlukan beberapa
kali pertemuan tatap muka dan hanya melibatkan seorang klien sehingga
waktu dan tenaga yang dibutuhkan cukup banyak. Oleh karena itu, studi ini
memberikan intervensi pelatihan perencanaan karir kepada siswa. Hal ini didukung oleh pendapat Bluestein (1998) bahwa faktor yang dapat
disimpulkan bahwa dengan perencanaan karir yang baik maka seorang siswa
akan yakin dan lebih cepat memutuskan pilihan karirnya. Perencanaan karir
yang matang akan mengurangi resiko kegagalan karena menetapkan
beberapa pilihan dalam urutan prioritas (Winkel, 2004).
Penelitian tentang pelatihan perencanaan karir sebelumnya pernah
dilakukan oleh Hamizar (1996) pada siswa SMA, dan hasilnya membuktikan
bahwa pelatihan perencanaan karir efektif dalam meningkatkan kematangan
karir pada siswa SMA kelas tiga. Pelatihan perencanaan karir juga pernah
dilakukan, dalam meningkatkan kejelasan arah pilihan minat karir pada
mahasiswa UAD semester 3 Fakultas Psikologi. Penelitian eksperimental
tersebut menggunakan desain pretest dan postest. Jumlah subjek 22 orang
kelompok eksperimen dan 22 orang kelompok kontrol. Hasil penelitian
menunjukkan ada perbedaan signifikan antara kelompok yang diberikan
pelatihan perencanaan karir dengan kelompok yang tidak diberikan pelatihan
perencanaan karir dalam kejelasan arah pilihan bidang minat karir. Penelitian
seperti ini dengan subjek siswa SMK belum pernah dilakukan.
Pelatihan perencanaan karir disusun berdasarkan kerangka berpikir yang
dibuat oleh Brown & Krane (2004) yang secara garis besar dibagi menjadi
sembilan sesi dalam pelatihan, meliputi fantasi masa depanku, pemahaman
diri I (pentingnya memahami diri), pemahaman diri II (memahami diri),
pemahaman diri III (mengenali fisik), pemahaman diri IV (mengenali
kemampuan dan kepribadian), pemahaman diri V (mengenali keterampilan), memahami dunia kerja, keluargaku inspirasiku, dan merancang masa
yang melibatkan peserta secara langsung, misalnya menggunakan metode
ceramah, mengisi lembar kerja, menonton film, diskusi, persentasi, role play,
dan permainan. Melalui metode ceramah peserta diberi pengetahuan dengan
tujuan mengubah struktur kognitif yang ada dalam diri individu sehingga sesuai dengan tujuan pelatihan. Peserta yang sebelum mengikuti pelatihan
mempunyai anggapan negatif dan tidak mampu menyadari pentingnya
membuat sebuah perencanaan karir yang diharapkan dapat mengubah pola
berpikir dengan menyadari perlunya membuat sebuah perencanaan karir.
Metode ceramah digunakan untuk memberikan materi tentang "wawasan
karir”, “ pengenalan diri internal dan diri eksternal”, “memahami dunia kerja”,
“Antisipasi masalah karir dan problem solving”, “pembuatan keputusan karir”
dan “menyusun perencanaan masa depan”.
Melalui aktivitas dalam pelatihan yang melibatkan partisipasi aktif,
peserta diminta mempraktekkan pengetahuan dan keterampilan yang
diajarkan sebelumnya melalui metode ceramah. Kegiatan-kegiatan yang
sifatnya aktif, misalnya mengisi lembar kerja yang telah disediakan, peserta diminta menggali potensi diri yang dimiliki (kelemahan dan kelebihan yang
dimiliki, kepribadian, ketrampilan, minat, kemampuan dan pengalaman),
menggali kondisi eksternal di luar dirinya (informasi pekerjaan, dukungan
keluarga dan lingkungan), mempersentasikan kondisi dirinya, serta meminta
umpan balik dari teman dalam diskusi (kelompok besar dan kelompok kecil).
Melalui pelatihan perencanaan karir, siswa diajak berpikir realistik dengan cara membandingkan antara kemampuan dasar yang dimiliki (kelebihan,
kondisi setiap bidang minat karir. Kerealistikan pilihan karir berhubungan
dengan kemampuan diri individu (sesi mengenali kemampuan dan
kepribadian). Siswa yang matang karir menunjukkan bahwa pilihan karirnya
sesuai dengan kemampuan dirinya sehingga siswa tidak akan memilih karir di luar kemampuannya. Berkaitan dengan minat, maka pilihan karir yang
realistik harus didukung oleh minatnya. Karakteristik kepribadian merupakan
salah satu unsur dalam kerealistikan pilihan karir. Oleh karena itu, pilihan
karir seharusnya disesuaikan dengan ciri-ciri kepribadian. Kemampuan
melakukan pilihan karir yang bijaksana ditunjukkan oleh kecakapan individu
dalam memecahkan masalah karir (sesi keluargaku inspirasiku). Individu harus mampu membuat perencanaan karir, baik jangka pendek maupun
jangka panjang. Kemampuan lainnya adalah penguasaan terhadap informasi
karir, termasuk di dalamnya syarat-syarat memasuki pekerjaan (sesi
memahami dunia kerja). Individu diminta melakukan penilaian terhadap
dirinya sendiri, sehingga individu akan menyadari segi-segi kelebihan diri dan
segi kelemahan dirinya sendiri (sesi merancang masa depanku). Siswa SMK, dengan perencanaan yang baik diharapkan dapat memutuskan pilihan karir
dan mampu memanfaatkan sumber-sumber informasi yang tepat sebagai
sarana informasi tentang karir dan pekerjaan sehingga siswa setelah lulus
sekolah siap untuk bekerja sesuai dengan kompetensinya (sesi perencanaan
tindakan).
Siswa yang mengikuti pelatihan perencanaan karir mengalami peningkatan kematangan karirnya karena siswa tidak mengalami kesulitan
memiliki kemampuan menyeleksi tujuan dan arah untuk mencapai tujuan
karir tersebut. Siswa yang mengikuti pelatihan perencanaan karir mampu
memahami kondisi pribadi dan mempunyai gambaran luas tentang berbagai
macam bidang pilihan karir. Siswa dapat memahami karakteristik personalnya dengan baik, mampu memahami kondisi pribadi dan mempunyai gambaran
yang luas tentang berbagai macam bidang minat karir dan lapangan kerja
yang tersedia.
Pelatihan perencanaan mampu meningkatnya lima kompetensi
kematangan karir siswa SMK yang meliputi: (a) dapat merencanakan karir
masa depan, (b) menilai kemampuan dirinya dengan tepat, (c) dapat mengumpulkan informasi mengenai bidang kerja, (d) dapat menyeleksi
tujuan karir, dan (e) dapat mengambil keputusan berkaitan dengan karir
yang dipilih.
III. METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel tergantung: Kematangan Karir (siswa SMK)
2. Variabel bebas: Pelatihan Perencanaan Karir
B. Subyek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMKN I Depok, DIY.
Pengambilan sampel menggunakan subjek dengan kriteria siswa subjek
pada penelitian ini adalah :
1. Remaja usia 17/18 tahun.
3. Siswa yang mempunyai skor kematangan karir yang rendah dan
sedang.
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode skala kematangan karir. Inventory Kematangan Karir
Crites edisi revisi (Crites & Savickas, 1995) merupakan adaptasi kedalam
budaya Indonesia oleh Kurniati dkk (2009) dengan koefisien reliabilitas
pada skala sikap 0.78 (Alpha Cronbach), sedangkan koefisien pada skala
kompetensi pada 50 item adalah 0,702 (Kuder-Richarson 20). CMI terdiri
dari dua instrumen, yakni skala sikap pilihan karir dan tes kompetensi. Skala sikap pilihan karir terdiri dari 30 pertanyaan. Kemungkinan skor
yang diperoleh individu adalah 0-30. Tes kompetensi pilihan karir, terdiri
dari 50 pertanyaan, Kemungkinan skor yang diperoleh individu tiap
bagian 0 – 50. Nilai total diperoleh dari penjumlahan seluruh skor yang
diperoleh oleh subjek. Total skor menunjukkan tinggi rendahnya tingkat
kematangan karir subjek. Semakin tinggi nilai total yang didapat semakin tinggi pula tingkat kematangan karir subjek, begitu pula sebaliknya.
D. Metode Analisa Data
Analisis data yang digunakan untuk pengujian hipotesis penelitian ini
adalah dengan analisis statistik, karena statistik bekerja dengan angka–
angka yang bersifat objektif dan universal. Teknik analisis yang
digunakan teknik analisis Uji-t Sampel Independen (Independent-Sampels
IV. HASIL, PEMBAHASAN dan EVALUASI A. Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan analisis data diketahui bahwa terdapat perbedaan
kematangan karir antara kelompok ekperimen yang mengikuti pelatihan perencanaan karir dengan kelompok kontrol yang tidak mengikuti pelatihan
perencanaan karir. Kelompok eksperimen yang telah diberikan pelatihan
perencanaan karir mengalami peningkatan kematangan karir bila
dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak mengikuti pelatihan
perencanaan karir. Peningkatan kematangan karir pada kelompok
eksperimen setelah pelatihan diperkuat dengan terpenuhinya syarat validitas internal penelitian, yaitu pertama sebelum penelitian dilakukan pengukuran
awal (pretest) pada kedua kelompok dan diperoleh rerata skor kematangan
karir yang sama yaitu berada pada kategori sedang dan rendah. Kedua,
peneliti mengacak urutan aitem dalam skala kematangan karir yang disajikan
dalam pre-test dan post-test agar dapat meminimalisir proses belajar pada
saat subjek mengisi dua kali skala kematangan karir. Ketiga, alat ukur yang digunakan dalam penelitian memiliki reabilitas yang tinggi.
Peserta pelatihan perencanaan karir dibimbing untuk membuat sebuah
keputusan karir yang realistik dan obyektif serta menyusun langkah-langkah
pencapaian tujuan karir setelah terlebih dahulu mempertimbangkan potensi
diri, minat, ketrampilan, pengalaman dengan rencana karirnya, dukungan
keluarga, dukungan lingkungan sekitar (guru, teman dan lain-lain) menemukan masalah karir yang dihadapi serta pemecahan masalah.
Hasil uji perbedaan kematangan karir antara kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol pada pre test dan post test menunjukkan adanya
perbedaan dalam kematangan karir yang sangat signifikan. Siswa yang
masuk dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum pelatihan mempunyai skor kematangan karir yang rendah dan sedang berdasarkan
data empiris. Mean skor kematangan karir anggota kelompok eksperimen
sebesar 41,56 dan kelompok kontrol sebesar 40,28. Selisih rerata kelompok
eksperimen dengan kelompok kontrol adalah 1.28 sehingga tidak
menunjukkan perbedaan yang cukup berarti dan berdasarkan uji normalitas
dapat dikatakan bahwa kedua kelompok mempunyai kondisi yang sama. Materi pelatihan perencanaan karir diberikan dengan tujuan untuk
membantu peserta pelatihan agar memiliki kemampuan dalam proses
pengambilan keputusan karir dan ketrampilan dalam mengambil keputusan
karir. Hal ini sesuai dengan pendapat Crites (1986) bahwa kematangan karir
sebagai sebuah konstruk memiliki dua dimensi, yakni dimensi afektif
(digambarkan oleh sikap terhadap proses pengambilan keputusan karir) dan dimensi kognitif (digambarkan dengan ketrampilan mengambil keputusan
karir). Materi wawasan karir, mengenali diri (pemahaman diri I, pemahaman
diri II, pemahaman diri III, pemahaman diri IV, pemahaman diri V)
membantu peserta dalam melakukan analisa potensi diri dengan melakukan
penilaian diri sendiri berkaitan dengan kondisi diri internal (kelemahan,
kelebihan, kepribdian, kemampuan, fisik, ketrampilan minat dan pengalaman) serta kondisi diri eksternal (dukungan keluarga, informasi
setiap keputusan lebih realistik dan objektif, menemukan masalah karir
dalam mencapai tujuan karir serta berusaha mencari pemecahannya. Selain
itu, peserta pelatihan dibimbing menyusun rencana tindakan terhadap
pilihan karirnya. Hal tersebut menyebabkan skor kematangan karir pada anggota kelompok eksperimen mengalami peningkatan skor yang cukup
besar sehingga menunjukkan perubahan yang cukup berarti (rerata mean
dimensi kognitif pre test = 22.06 dan rerata mean dimensi kognitif post test
= 32,67 sedangkan rerata mean dimensi afektif pre test = 19,50 dan rerata
mean dimensi afektif post test = 25,06). Hal ini menunjukkan peningkatan
yang terjadi pada kelompok eksperimen cukup tinggi. Dapat disimpulkan (berdasarkan materi yang diberikan dalam pelatihan) bahwa pelatihan
perencanaan karir mampu meningkatkan kematangan karir bagi siswa SMK.
Siswa SMK kelas XII yang tidak mengikuti pelatihan perencanaan karir
mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan terhadap pilihan karirnya
karena bingung, ragu-ragu dan belum mantap, sehingga kematangan
karirnya tidak meningkat. Hal tersebut menyebabkan skor kematangan karir pada anggota kelompok kontrol, walaupun ada mengalami peningkatan skor,
namun tidak mengalami perubahan yang berarti.
Hasil uji perbedaan kematangan karir antara kelompok eksperimen dan
kontrol pada pre test dan post test menunjukkan adanya perbedaan dalam
kematangan karir yang sangat signifikan. Perbedaan tersebut disebabkan
karena adanya efek pelatihan. Siswa SMK kelas XII yang tidak mengikuti pelatihan perencanaan karir ada yang mengalami peningkatan dalam
tidak mengalami peningkatan sama sekali. Siswa yang tidak mengikuti
pelatihan perencanaan karir tidak melakukan penilaian diri untuk mengambil
pilihan karirnya, sehingga kematangan karirnya tidak meningkat. Anggota
kelompok kontrol sama sekali belum mempunyai rencana tindakan berkaitan dengan perencanaan karirnya sehingga menyebabkan skor kematangan
karirnya tidak mengalami peningkatan, tetapi justru mengalami penurunan.
Pengaruh pelatihan menurut Salas dan Cannon-Bowers (2001)
dipengaruhi oleh kondisi awal peserta pelatihan, kesungguhan peserta dalam
mengikuti pelatihan, partisipasi aktif peserta dalam pelatihan, materi
pelatihan, metode pelatihan, media pelatihan, karakteristik situasional serta karakteristik trainer, kesungguhan dan keaktifan peserta pelatihan dapat
dilihat dari keikutsertaan peserta dalam semua sesi pelatihan serta seluruh
rangkaian kegiatan pelatihan dari mulai focus group discussion, pre test, pra
pelatihan, pelatihan sampai dengan post test. Seluruh peserta pelatihan
diwajibkan mengikuti semua rangkaian kegiatan pelatihan, sehingga semua
peserta memiliki pengalaman yang sama. Selain itu, kesungguhan dan keaktifan peserta pelatihan dapat dilihat dari kesungguhan peserta dalam
mengerjakan lembar kerja pelatihan, keaktifan peserta dalam membaca
handout pelatihan, keaktifan peserta dalam diskusi kelompok besar maupun kelompok kecil, keaktifan peserta dalam memberikan tanggapan atau
sanggahan tentang materi pelatihan dan keaktifan dalam memberikan
umpan balik.
Peserta pelatihan memiliki semangat dan mempunyai motivasi tinggi
trainer menyampaikan materi, peserta yang aktif tampak memiliki inisiatif
tinggi, mengajukan pertanyaan ataupun menyampaikan pendapat. Peserta
yang aktif terlihat bersemangat mengerjakan lembar kerja, walaupun lembar
kerja yang diisi cukup banyak, peserta berusaha menyelesaikannya sampai akhir. Selama kegiatan diskusi dalam kelompok kecil, peserta yang aktif
selalu membuka diri mempersentasikan deskripsi dirinya kepada
teman-teman kelompoknya dan bersedia memberikan umpan balik kepada orang
lain, baik dengan menyampaikan ide, pendapat maupun tanggapan.
Jika dilihat dari perubahan skor dalam pre test dan post test dalam skala kematangan karir, peserta yang aktif dalam kegiatan pelatihan menunjukkan peningkatan skor cukup tinggi. Hal tersebut terlihat dari 12 orang subjek
yang mengalami peningkatan skor antara 17 sampai dengan 26. Selama
pelatihan berlangsung, mereka menunjukkan keaktifan dalam mengikuti
rangkaian kegiatan pelatihan. Peserta yang kurang aktif dalam pelatihan,
kurang bersemangat dalam mengikuti aktifitas pelatihan berjumlah 6 orang
subjek dengan kenaikan skor hanya berkisar 9 sampai dengan 15.
Perbedaan kenaikan skor peserta pelatihan dalam pre test dan post test
antara peserta yang aktif dengan peserta yang kurang aktif dalam kegiatan
pelatihan dijelaskan melalui teori experiential learning. Experiential learning
(Johnson & Johnson, 2001) menyatakan bahwa metode pelatihan
merupakan metode yang cukup efektif untuk menambah keahlian dan
keterampilan peserta dalam domain yang spesifik. Pelatihan merupakan metode belajar yang sangat efektif untuk mengubah struktur kognitif,
proses belajar yang aktif. Semakin seseorang berpartisipasi aktif dalam
kegiatan pelatihan, semakin banyak keterampilan dan keahlian baru yang
dimilikinya, semakin banyak informasi yang diperoleh dan peserta mampu
berlatih untuk menerapkan keterampilan secara langsung.
Usaha yang dilakukan untuk mengoptimalkan hasil pelatihan antara
lain, subjek penelitian dipilih berdasarkan karakteristik yang sama, yaitu
siswa yang memiliki kematangan karir rendah dan sedang, memberikan
tugas-tugas yang bersifat terapan (misalnya dengan memberikan kasus dan
ilustrasi yang hampir sesuai dengan yang dialami oleh siswa), memberikan
modeling dengan menampilkan tokoh-tokoh sukses di bidangnya, seperti seseorang yang mempunyai keterbatasan fisik, tetapi bisa sukses di bidang
marketing. Selain itu, peserta pelatihan diberikan lembar pelaporan diri tiap–
tiap sesi dengan tujuan untuk melihat informasi dari tiap-tiap sesi yang
diberikan.
Pelatihan perencanaan karir ini memberikan pengetahuan baru dan
keterampilan baru bagi peserta. Hal ini dapat dicermati dari hasil evaluasi pengetahuan mengenai karir yang menunjukkan bahwa peserta yang
mengikuti pelatihan perencanaan karir, mengalami peningkatan
pengetahuan dari sebelum mengikuti pelatihan. Selain itu, hasil wawancara
dengan beberapa orang peserta pelatihan mengindikasikan bahwa pelatihan
ini bermanfaat untuk meningkatkan rasa percaya diri, siswa menjadi lebih
memahami kelebihan dan kekurangannya, sehingga dalam mengambil keputusan (berkaitan dengan karir yang akan ditekuni) lebih objektif dan