• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELATIHAN PERENCANAAN KARIER DALAM MENINGKATKAN KEMATANGAN KARIR PADA SISWA SMK. Titin Chomariah Sukarti, Sumedi P.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PELATIHAN PERENCANAAN KARIER DALAM MENINGKATKAN KEMATANGAN KARIR PADA SISWA SMK. Titin Chomariah Sukarti, Sumedi P."

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

PELATIHAN PERENCANAAN KARIER

DALAM MENINGKATKAN KEMATANGAN KARIR PADA SISWA SMK

Titin Chomariah Sukarti, Sumedi P. Nugraha

INTI SARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap pengaruh pelatihan perencanaan karir dalam meningkatkan kematangan karir pada siswa SMK. Siswa yang digunakan sebagai subjek dalam penelitian ini adalah siswa yang memiliki

kematangan karir yang rendah dan sedang berdasarkan skala inventory

kematangan karir. Partisipan dalam penelitian ini adalah 36 siswa SMKN I Depok kelas XII yang terbagi dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Pengukuran kematangan karir menggunakan skala inventory kematangan karir

(Crites & Savickas,1995), dilakukan pada saat 3 hari sebelum pelatihan dan 3

hari setelah pelatihan. Desain penelitian menggunakan quasi eksperimen,

dengan rancangan pre-test post-test. Hasil analisis data menggunakan t-test

menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelompok yang mendapatkan

pelatihan perencanaan karir dengan kelompok yang tidak diberikan pelatihan perencanaan karir (t= 14.537, p < 0,001).

(2)

TRAINING FOR CAREER PLANNING

TO IMPROVE CAREER MATURITY ON STUDENT AT SMK Titin Chomariah

Sukarti, Sumedi P. Nugraha

ABSTRACT 

This research aimed to examine the influence of training career planning to

enhance career maturity on vocational students. Students who are used as subjects in this study were the students who have low career maturity. Participants in this study were 36 students of SMKN I Depok class XII which are divided into experimental group and control group. Measurement of career maturity, career maturity inventory scale (Crites & Savickas, 1995), carried out during the three days before training and three days after training. Using quasi-experimental research design, with pre-test post-test design. Results using t-test showed significant differences between groups that received training career planning with those who were not given proper training career planning (t = 14 537, p <0.001).

(3)

I. LATAR BELAKANG MASALAH

Sekolah merupakan lingkungan sosial yang berpengaruh dalam menentukan pilihan karir pada siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Kenyataan menunjukkan bahwa kematangan karir tidak dapat dicapai secara langsung, melainkan melalui tahapan yang direncanakan siswa SMK

sejak masih sekolah. Kematangan karir merupakan kesiapan sikap untuk

dapat melakukan pilihan karir yang tepat dan objektif (Crites, 1974).

Konsep kematangan karir siswa menurut tujuan kurikulum SMK adalah

siswa dapat lulus ujian akhir sekolah pada tiap-tiap mata pelajaran dengan nilai minimal delapan. Selanjutnya studi ini akan memfokuskan pada SMKN

I Depok.

Untuk mengetahui tentang gambaran kematangan karir siswa SMKN I

Depok, DIY, peneliti melakukan observasi dan wawancara terhadap 5

orang siswa (30 Januari 2010). Hasilnya menunjukkan bahwa 5 orang

siswa tersebut (100%) tidak dapat mengambil keputusan dalam

menentukan karir setelah mereka lulus. Mereka merasa tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang pekerjaan guna menunjang karir

mereka. Hasil wawancara terhadap tiga orang siswa lainnya (1 Februari

2010), menggambarkan bahwa mereka merasa bingung dan belum siap

saat harus melakukan kerja praktek di perusahaan. Siswa saat praktek

kerja tidak ditempatkan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Siswa jurusan Akuntansi yang magang kerja di perusahaan, misalnya,

ditempatkan di bagian resepsionis; siswa Administrasi Perkantoran pada

(4)

pada saat magang kerja di sebuah swalayan ditempatkan di bagian

penitipan tas. Dari wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa siswa

kurang memiliki informasi dan wawasan tentang karir, bingung dan tidak

dapat mengambil keputusan mengenai karir yang akan dipilih setelah lulus sekolah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kematangan karir

yang dimiliki siswa SMK masih rendah.

Setelah wawancara, dilanjutkan dengan membagikan angket kepada

100 orang siswa, dengan tujuan untuk mengetahui (a) latar belakang

ekonomi dan pendidikan orang tua, (b) tujuan siswa masuk ke SMK, serta

(c) cita-cita dan perencanaan siswa (2 Februari 2010). Hasil lengkap analisis dapat dilihat pada lampiran 1, 2, dan 3. Berikut ini adalah hasil

ringkasan tabel-tabel tersebut.

(a) Sebagian besar pekerjaan orang tua (ayah dan ibu) adalah buruh.

Artinya tidak heran jika latar belakang ekonomi siswa berasal dari kelas

menengah ke bawah. Faktor pendukung siswa masuk SMK adalah ingin

cepat bekerja karena ingin membantu ekonomi keluarga. Latar belakang pendidikan orang tua adalah SMK.

(b) Tujuan awal siswa masuk SMK umumnya ingin bekerja setelah

lulus sekolah. Namun, informasi yang dimiliki oleh siswa mengenai

pengetahuan dunia kerja masih rendah, seperti pengetahuan tentang

tugas-tugas pekerjaan dan hal-hal yang terkait dengan dunia kerja. Disisi

lain siswa juga belum mampu mengenali dirinya sendiri (untuk memilih pekerjaan yang cocok bagi dirinya). Jadi, siswa belum sanggup mengenali

(5)

dalam mengambil keputusan berkaitan dengan karirnya. Tyler (dalam

Crites, 1969) menyatakan bahwa kesulitan yang dialami oleh siswa dalam

pengambilan keputusan yang mengarah pada tujuan karirnya sering

disebabkan oleh ketidakmatangan karirnya.

(c) Sebagian besar siswa setelah lulus sekolah belum memiliki

pilihan pekerjaan. Sebagian siswa ada yang telah mempunyai minat dan

pilihan pekerjaan, namun terkadang pilihan pekerjaan yang dibuat oleh

sebagian besar siswa kurang relevan dengan jurusan yang dipilih.

Misalnya, siswa jurusan Akuntansi ingin bekerja menjadi perawat, siswa

jurusan Pemasaran ingin bekerja menjadi teknisi dan siswa jurusan Administrasi perkantoran ingin bekerja menjadi psikolog. Hal ini

membuktikan bahwa pengetahuan tentang bidang pekerjaan yang dimiliki

oleh siswa masih rendah, sehingga terkadang tidak ada relevansi antara

bidang ilmu yang diinginkan dengan jenis pekerjaan yang dipilih setelah

lulus sekolah. Menurut Crites (1969) hal itu terjadi karena siswa memiliki

banyak pilihan, dan ia tidak dapat menetapkan salah satu di antaranya untuk dijadikan tujuan. Siswa tidak dapat mengambil satu kemungkinan

pilihan yang cocok baginya. Dalam konteks ini dapat disimpulkan bahwa

banyaknya siswa yang belum mempunyai perencanaan (berkaitan dengan

karir serta pilihan pekerjaan yang sesuai dengan jurusannya) merupakan

indikator rendahnya kematangan karir yang dimiliki oleh siswa.

Selanjutnya, data diperkuat dengan mengetahui tujuan kurikulum SMKN I Depok, DIY, sudah tercapai atau belum. Peneliti menyebarkan

(6)

informasi siswa tentang karir (2 Februari 2010). Hasil lengkap analisis

angket dapat dilihat pada lampiran 4 dan 5. Berikut ini adalah hasil dari

ringkasan tabel-tabel tersebut, ditambah dengan wawancara dan observasi

kepada siswa dan guru.

(a) Ada bimbingan karir di sekolah. Persoalannya adalah para siswa

merasa tidak cukup dengan bimbingan karir yang dilaksanakan oleh pihak

sekolah. Bimbingan karir yang dilaksanakan oleh guru BK menggunakan

metode konseling kelompok, dilaksanakan hanya pada waktu akan praktek

kerja dan menjelang kelulusan sekolah. Kegiatan yang berhubungan

dengan karir (mendukung kompetensi siswa), seperti seminar, workshop dan kunjungan keperusahaan juga tidak dilaksanakan oleh pihak sekolah.

Temuan ini membuktikan bahwa pengetahuan siswa SMK tentang bidang

pekerjaan yang dimiliki masih kurang sehingga mereka tidak memiliki

informasi dan wawasan tentang dunia kerja. Akibatnya, kemampuan siswa

dalam pengambilan keputusan terkait dengan pekerjaan yang akan dipilih

setelah lulus sekolah terasa kurang. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kurangnya kemampuan siswa dalam mengambil keputusan yang berkaitan

dengan karir merupakan indikator kematangan karir yang dimiliki siswa

SMKN I Depok masih rendah.

(b) Dalam hal mencari pekerjaan, siswa lebih banyak memanfaatkan

media elektronik dibandingkan dengan media cetak. Hal ini membuktikan

bahwa siswa belum dapat memanfaatkan sumber–sumber informasi yang tepat sebagai sarana informasi tentang karir. Siswa masih belum dapat

(7)

pekerjaan dan karir. Siswa yang memiliki pengetahuan luas akan memiliki

informasi lebih banyak, termasuk informasi mengenai karir sehingga siswa

memiliki lebih banyak informasi tentang bidang pekerjaan. Begitu pula

sebaliknya, siswa yang kurang memiliki pengetahuan tentang karir maka informasi tentang bidang pekerjaan otomatis akan menjadi kurang.

Efeknya siswa menjadi ragu-ragu dan bingung dalam mengambil

keputusan mengenai karir yang akan dipilih. Akibatnya, banyak siswa SMK

setelah lulus sekolah tidak bekerja. Hal ini dapat dicermati dari data

statistik BPS pada tahun 2007 hingga 2009. Tabel 6.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Tingkat Pendidikan (%)

Tingkat pendidikan 2007 2008 2009

Agustus Februari Agustus

SD SMP SMA SMK DIPLOMA UNIVERSITAS 4.59 10.73 16.57 21.00 13.26 13.61  4.70 10.05 13.69 14.80 16.35 8.46 4.57 9.39 14.31 17.26 11.21 2.59 Keterangan: Data dari BPS. Diambil dari http //:www.bps.go.id/ leases/files/naker-05jan10.pdf.

Tabel 6 menjelaskan tingkat pengangguran dari tingkat sekolah dasar

hingga universitas yang terjadi pada tahun 2007 hingga 2009. Berdasarkan

data Biro Pusat Statistik (BPS–RI, 2007-2009), jumlah pengangguran

terbuka (open unemployment) didominasi lulusan SMK. Jumlah

pengangguran terbuka pada tahun 2007 sebesar 21%, tahun 2008 sebesar 14.8% dan tahun 2009 sebesar 17.26%. Fakta di atas menunjukkan

(8)

tingginya minat siswa yang ingin bersekolah di SMK, menyebabkan jumlah

lulusan SMK juga semakin banyak. Disisi lain, jumlah lapangan pekerjaan

yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah pencari kerja pada setiap

tahunnya, akibatnya lulusan SMK juga banyak yang menganggur.

Banyaknya jumlah pengangguran terbuka kemungkinan disebabkan

siswa tidak tahu informasi pekerjaan atau kurangnya perencanaan terkait

dengan karirnya. Crites (1973) menegaskan bahwa sebanyak 30% siswa

bingung memilih studi dan memasuki dunia kerja. Keragu-raguan dan

kebingungan ini menurut Crites (1973) merupakan indikator dari belum

matangnya karir. Penelitian oleh Upma Kaur Dhildon dan Rajender (2005) menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara kematangan karir

dengan konsep diri, motivasi berprestasi dan locus of control. Penelitian

Hasan (2006) menyimpulkan ada hubungan positif antara konsep diri,

minat aspirasi, dan jenis kelamin dengan kematangan karir. Simpulan

tersebut mendukung penelitian yang dilakukan oleh Creed, Patton, dan

Prideaux (2006) yang mengungkapkan bahwa sebanyak 50% siswa mengalami kebingungan dalam pengambilan keputusan. Salah satu

faktornya adalah begitu banyaknya pilihan jenjang pendidikan dan jenis

pekerjaan yang tersedia, serta tingginya jumlah pencari kerja. Banyaknya

remaja yang menganggur merupakan problem yang dihadapi oleh sekolah

di Indonesia, terutama SMK.

Berdasarkan data sekunder (media cetak, elektronik dan survey) dapat disimpulkan bahwa pokok permasalahan yang terjadi di SMK pada

(9)

meskipun lapangan pekerjaan yang tersedia tidak sebanding dengan

jumlah lulusan setiap tahunnya, (b) tujuan kurikulum SMK yang

menjanjikan akan mencetak tenaga terampil yang siap kerja belum tercapai

secara maksimal, dan (c) harapan siswa yang tinggi saat bersekolah di SMK tidak tercapai karena pada kenyataan banyak siswa SMK yang memiliki

kematangan karir rendah, sehingga menghambat siswa dalam memperoleh

pekerjaan karena siswa tidak siap bekerja.

Dari ketiga permasalahan di atas, peneliti ingin memfokuskan kepada

siswa yang memiliki kematangan karir yang rendah. Kematangan karir yang

rendah disebabkan kurikulum bimbingan karir di sekolah tidak berjalan dengan optimal. Indikator kematangan karir rendah yang ditemukan

peneliti di SMKN I Depok meliputi (a) siswa belum memiliki perencanaan

ketika lulus sekolah, (b) siswa belum mampu menilai dirinya sendiri dengan

tepat, (c) kurangnya informasi mengenai bidang pekerjaan, (d) pemikiran

tentang karir masih belum mantap, dan (e) siswa belum mandiri dalam

mengambil keputusan berkaitan dengan karir yang dipilihnya. Selanjutnya, kelima indikator kematangan karir yang rendah akan digunakan sebagai

acuan dalam pelatihan perencanaan karir.

Salah satu cara agar siswa memiliki kematangan karir yang baik

adalah dengan memberikan bimbingan karir kepada siswa. Bimbingan karir

dapat berupa konseling (Bezt, 2000), perencanaan karir (Lyon dan Kirby,

2000), dan kursus pengembangan karir (Rease dan Miller, 2006). Penelitian Pritchard (1984) menunjukkan bahwa bimbingan karir membuat siswa

(10)

(1986) melakukan penelitian eksperimental dan hasilnya menunjukkan

adanya pengaruh positif layanan bimbingan terhadap kematangan karir dan

konsep diri bagi pemuda delinquent American dan American-African.

Penelitian Jonas Masdonati dan Koorosh Massoudi Jerome Rossier (2009) dan Andreas Hirschi dan Damian Lage (2008), membuktikan bahwa

bimbingan karir terbukti efektif untuk mengurangi kesulitan dalam

pengambilan keputusan dan tipe kepribadian, di samping meningkatkan

kepuasan hidup bagi siswa sekolah menengah yang bekerja. Penelitian

Abimayu (dalam Partino, 1990) dan Partino (dalam Partino, 1990)

menemukan bahwa layanan bimbingan karir berkorelasi signifikan dengan kematangan karir siswa sekolah menengah.

        Penelitian meta analisis yang dilakukan oleh Ryan, Whiston, Sexton dan

Lasoff menyatakan bahwa intervensi karir lebih efektif dalam mengatasi

permasalahan karir dibandingkan dengan tidak adanya intervensi apapun.

Brown dan Krane (2004) mengadakan penelitian meta analisis dan hasilnya

terdapat lima komponen dalam intervensi karir yang efektif, yaitu (1) membantu individu dalam menetapkan tujuan hidup dan karirnya, (2)

menyediakan interpretasi dan umpan balik individu, (3) memberikan

gambaran yang realistik mengenai karir yang diminati oleh individu,

termasuk keuntungan dan kerugiannya, (4) menyediakan model atau

mentor yang sukses dalam karirnya, dan (5) membantu individu dalam

membangun jaringan kerja. Tiga dari komponen tersebut harus ada dalam intervensi karir. Selanjutnya kedua ahli tersebut menyatakan bahwa empat

(11)

membangun jaringan kerja, meningkatkan lima arena kompetensi pada

efikasi diri dalam membuat keputusan (dikutip oleh Rease dan Miller,

2006). 

Pelatihan merupakan kegiatan yang cocok untuk menstimulus kegiatan bimbingan karir di sekolah agar terlaksana secara optimal. Oleh karena itu,

penelitian ini bertujuan memberikan intervensi karir melalui sebuah

pelatihan perencanaan karir kepada siswa agar dapat meningkatkan

kematangan karir siswa SMK. Simamora (2001) menyatakan bahwa

perencanaan karir seseorang diawali dengan penilaian diri

(self-assessment) agar dapat membuat tujuan yang realistik dan siswa dapat menentukan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.

Perencanaan karir terfokus pada individu untuk menentukan “siapa saya”

dari segi potensi dan kemampuannya. Tujuan akhir yang ingin dicapai dari

pelatihan perencanaan karir ini adalah meningkatnya kematangan karir

siswa yang ditunjukkan dengan kemampuan siswa mengetahui kondisi

internal dalam dirinya (memahami kelebihan dan kekurangan, kepribadian, ketrampilan, fisik, kemampuan, minat dan pengalaman) dan kondisi

eksternal dirinya (informasi karir, dukungan keluarga dan lingkungan) agar

siswa mampu mengambil keputusan yang tepat dan objektif berkaitan

dengan karir yang akan dipilih siswa setelah lulus sekolah.

Pelatihan perencanaan karir merupakan proses di mana siswa dapat

menyeleksi tujuan karir dan arah untuk mencapai tujuan karirnya. Perencanaan karir merupakan aktivitas yang bertujuan untuk menyiapkan

(12)

pemilihan jenis pekerjaan, jenis penugasan kerja, dan jenjang karir

maksimal yang ingin dicapai oleh seseorang. Perencanaan karir yang

matang akan mengurangi resiko kegagalan karena didalam perencanaan

karir ditetapkan beberapa pilihan dalam urutan prioritas (Winkel, 2004). Pernyataan tersebut mendukung temuan yang dilakukan oleh Heer (1996)

bahwa orang yang tidak memiliki perencanaan karir yang matang akan

mengalami kegagalan dalam tugas karirnya.  

Pelatihan perencanaan karir ini dipilih karena dilakukan dengan suatu

pelatihan dengan metode tertentu, seperti lewat permainan, eksplorasi diri,

studi kasus, role play dan diskusi kelompok. Dalam kegiatan tersebut

terjadi proses belajar (experiental learning), sehingga diharapkan konsep

yang diberikan dapat lebih mudah dipahami dan dirasakan oleh siswa SMK.

Menurut Kirtpatrick (dikutip oleh Salas dan Bowers, 2001), pelatihan

merupakan suatu metode pembelajaran yang efektif dan bertujuan

mengubah aspek kognitif, afektif serta hasil ketrampilan dan keahlian.

Pelatihan yang dilakukan berbeda dengan bimbingan karir yang disampaikan oleh guru BK di sekolah karena pelatihan tersebut

disampaikan dengan menggunakan berbagai macam metode. Metode

pelatihan lebih efektif dan efisien dari segi waktu, biaya, serta tenaga

dibandingkan dengan metode tes psikologi maupun konseling individual.

Metode tes psikologi membutuhkan waktu dan tenaga yang cukup banyak

karena meliputi pemberian alat tes, skoring interpretasi dan pembuatan laporan individual. Disisi lain, konseling individual memerlukan beberapa

(13)

kali pertemuan tatap muka, melibatkan seorang klien membutuhkan waktu

dan tenaga yang cukup banyak.

Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian untuk

mengetahui pengaruh Pelatihan Perencanaan Karier dalam Meningkatkan

Kematangan Karir pada Siswa SMK.  

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kematangan Karir pada Siswa SMK 1. Pengertian Kematangan Karir

Super (1974) mendefinisikan kematangan karir sebagai konsep yang

digunakan untuk menunjukkan tingkat perkembangan karir, yaitu tahap yang dicapai individu pada kontinum perkembangan karir mulai dari tahap

pertumbuhan sampai dengan tahap kemunduran. Super tidak membahas

tahap pertumbuhan, terutama perkembangan karir untuk anak–anak dan

tahap kemunduran bagi usia lanjut (Super, 1990). Menurut Powell dan

Luzzo (1998) kematangan karir adalah kesiapan bagi individu untuk

membuat keputusan karir yang sesuai dengan usianya (age appropriate)

berdasarkan informasi yang cukup, serta menyelesaikan tugas-tugas yang

berkaitan dengan perkembangan karirnya. Definisi ini mencakup juga

kemampuan individu untuk membuat pilihan karir yang tepat, juga

adanya kesadaran (awareness) akan persyaratan yang dibutuhkan untuk

membuat pilihan karir tersebut, serta derajat pilihan karir tersebut

realistis dan konsisten sepanjang waktu. Yost dan Corbishly mendefinisikan kematangan karir sebagai kemampuan untuk melakukan

(14)

serta kesiapan untuk mengambil keputusan yang sesuai dengan usia

(age-appropriate) dan tahapan (stage-appropriate) (dalam Seligman, 1994, p. 28). Crites (1974) menegaskan bahwa kematangan karir

merupakan tingkat kesiapan sikap dan kompetensi individu dalam mengambil keputusan karir yang tepat dalam suatu rentang kehidupan

sejak tahap ekplorasi sampai pada tahap kemunduran.

Crites (1986) menggambarkan model kematangan karir ke dalam

dua dimensi, yakni afektif dan kognitif. Dimensi afektif terdiri dari lima

aspek yakni, a) keterlibatan dalam pengambilan keputusan, b) orientasi

menuju kerja, c) konsep dalam pengambilan keputusan, d) kemandirian dalam pengambilan keputusan, dan e) minat terhadap jenis jenis

pekerjaan. Dimensi kognitif terdiri dari lima aspek yakni, a) pemecahan

masalah, b) perencanaan, c) informasi pekerjaan, d) penilaian diri dan e)

pilihan tujuan.

Konsep kematangan karir Crites (1986) ini lebih luas digunakan untuk

memahami tingkat kematangan karir. Di samping itu, konsep Crites (1986) secara konsisten telah digunakan selama berpuluh puluh tahun

lamanya. Mau (2000) dalam kajiannya mengemukakan bahwa model

kematangan karir Crites digunakan secara luas, baik di sekolah-sekolah

formal (setingkat SMA), mahasiswa dan golongan minoritas yang kurang

beruntung (gay dan lesbian, cacat atau kelemahan fisik). Inventori

kematangan karir Crites tetap menjadi pilihan favorit para peneliti kematangan karir. Mau (2000) dan Lundborg dkk (1997) bahwa model

(15)

penelitian eksperimen Crites (1986) terbukti paling populer dibandingkan

dengan instrumen kematangan karir lainnya (Croesrtse & Schepers,

2004).

Berbagai definisi kematangan karir dari para ahli Psikologi Karir, peneliti memilih batasan Crites untuk konsep kematangan karir, Crites

(1986) sederhana dan singkat namun cakupannya memadai. Jadi, dapat

disimpulkan kematangan karir adalah kesiapan sikap dan kompetensi

individu dalam melakukan pilihan karirnya secara tepat dan objektif.

2. Komponen Kematangan Karir

Hasil penelitian kematangan karir Super dengan menggunakan

“Career Pattern Study“ (CPS) mendorong Gribbon dan Lohness (dalam Crites, 1969) ikut dalam mengembangkan konsep kematangan karir.

Mereka mengemukakan bahwa kematangan karir terdiri atas delapan

dimensi. Dimensi kematangan karir tersebut meliputi faktor-faktor (a)

pemilihan kurikulum, (b) pemilihan pekerjaan, (c) kekuatan dan

kelemahan diri, (d) ketepatan penilaian diri, (e) bukti-bukti rating, (f) minat, (g) nilai dan (h) kemandirian pilihan. Dimensi dimensi kematangan

karir menurut Crites (1986) dibagi menjadi dua yaitu dimensi sikap

(afektif) pilihan karir dan dimensi kompetensi (kognitif) pilihan karir.

Dimensi tersebut dapat dipahami dari model-model kematangan karir.

Secara umum, individu yang matang karir adalah mereka yang

menunjukkan kemampuannya dalam menguasai secara efektif tugas-tugas perkembangan sesuai dengan tahap perkembangannya guna

(16)

kompleks (Psynet, 2001). Sebagaimana perkembangan pada umumnya,

mereka yang tidak mampu mengerjakan tugas-tugas perkembangan karir

pada tahap tertentu akan mengakibatkan tahap perkembangan karir

berikutnya tertunda. Setiap terjadi penundaan tahap perkembangan karir akan secara relatif diikuti oleh penundaan tahap perkembangan karir

berikutnya.

Dimensi sikap (afektif) pilihan karir adalah sebagai berikut:

a. Keterlibatan Dalam Pengambilan Keputusan

Proses perkembangan karir dialami oleh semua individu namun

individu yang matang akan menjadi lebih mampu untuk membuat keputusan karir tanpa melibatkan lingkungannya seperti guru, orangtua,

teman dll. Misalnya: jika ada siswa mempunyai sahabat dan bercita-cita

ingin masuk sekolah sekretaris, maka siswa tersebut ingin ikut temannya

yaitu masuk ke sekolah sekretaris.

b. Kemandirian Dalam Pengambilan Keputusan

Individu yang matang karirnya maka dapat mengambil keputusan sendiri dan tidak tergantung dengan orang lain. Pada dimensi ini, individu

yang belum matang karirnya menunjukkan keragu-raguan dalam

membuat keputusan karirnya.

c. Orientasi Menuju Kerja

Individu menyadari harapan sosial yang diinginkan dalam dunia kerja

supaya dapat menyusun pilihan karir yang tepat, karena harapan sosial akan menentukan alasan untuk memilih pekerjaan yang paling cocok

(17)

individu mulai mengembangkan kesadaran dan meningkatkan

orientasinya untuk mengambil keputusan yang berhubungan dengan

kurikulum sekolah, kerja paruh waktu dan bidang pendidikan yang akan

diambil di sekolah. Proses orientasi menuju dunia kerja dapat berupa keikutsertaan anak dalam aktivitas yang berhubungan dengan pekerjaan

yang dipilihnya misalnya siswa jurusan pemasaran, maka sebelum lulus

dapat mengikuti kegiatan ekstrakulikuler koperasi yang ada di sekolah.

d. Konsep Yang Diperlukan Dalam Pengambilan Keputusan

Konsep yang diperlukan dalam pengambilan keputusan akan

mempengaruhi kualitas pemilihan karirnya. Semakin berkembang dan akan terintegrasinya kemampuan dan sikap individu, maka akan semakin

besar untuk menghadapi tugas-tugas perkembangan dalam pengambilan

keputusan yang terkait dengan pilihan minat karirnya.

e. Minat Terhadap Jenis Jenis Pekerjaan

Fantasi karir anak dipengaruhi oleh informasi yang mereka peroleh

tentang dunia dan itu dimulai dari ketertarikan mereka terhadap sesuatu. Pada masa kanak–kanak ketertarikan akan sesuatu terkadang tidak

memperdulikan rintangan yang mereka hadapi untuk dapat memperoleh

apa yang mereka inginkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak

hanya minat membantu perkembangan kompetensi, tetapi kompetensi

diri juga membantu perkembangan minat, minat terhadap sesuatu akan

mendorong seseorang untuk melakukan hal-hal yang mendukung minat tersebut dan mereka menyadari bahwa hal tersebut sangat penting.

(18)

mereka sukai atau tidak sukai, dari sinilah terbentuknya self–concept

yang sangat penting dalam proses pemilihan karir.

Dimensi Kognitif yaitu :

a. Pemecahan Masalah

Individu yang matang karirnya maka akan dapat menyelesaikan

masalah yang berkaitan dengan karir yang dipilihnya. Dimensi yang

berhubungan dengan kemampuan individu untuk menentukan pilihan

yang realistik dan konsisten dengan tugas-tugas pribadinya. Dimensi ini

juga menunjukkan hubungan antara pilihan, kemampuan, aktifitas, minat

terhadap suatu pekerjaan.

b. Perencanaan

Setiap individu mempunyai impian dan harapan tertentu yang

terkadang dikhayalkan dalam fantasinya. Individu melalui khayalan dan

fantasinya akan membayangkan masa depan dan pekerjaannya pada

waktu yang akan datang dan lebih termotivasi untuk mewujudkan impian

karirnya sehingga mempunyai pilihan karir yang lebih pasti dan menetap.

c. Informasi Pekerjaan

Individu belajar mengenal dirinya dengan bertambahnya usia

sehingga semakin banyak informasi yang diperoleh tentang pekerjaan

dan cara mendapatkan pekerjaan. Informasi yang diperoleh akan

meningkatkan relevansi dan spesifikasi yang digunakan untuk mengambil

suatu keputusan. Informasi merupakan hal yang sangat dibutuhkan

dalam perkembangan karir, informasi yang membantu merupakan

(19)

diinternalisasikan dengan mempertimbangkan berbagai hal termasuk

aspek-aspek yang ada dalam diri individu tersebut. Informasi tentang

jenis karir dan informasi tentang kemampuan diri, bisa didapat dari

sekolah melalui layanan informasi. Assesment Psikologi dapat membantu

siswa dalam proses kematangan karirnya sehingga dalam hal ini

diharapkan peran yang maksimal dari sekolah untuk memfasilitasi

kebutuhan siswa. Menurut John Hayes dan Barrie Hopson (dalam Karneli,

2009) Informasi karir adalah informasi yang mendukung perkembangan

bidang pekerjaan, berdasarkan informasi itu memungkinkan seseorang

mengadakan pengujian akan kesesuaian dengan konsep dirinya. Lebih lanjut dikatakan informasi karir tidak hanya sekedar merupakan objek

faktual, tetapi sebagai kemampuan proses psikologis untuk

mentransformasikan informasi itu dikaitkan dengan pilihan dan tujuan

hidup masa depan.

d. Penilaian Diri

Pada masa kanak–kanak individu tidak merasa bertanggung jawab terhadap perilakunya, mereka melakukan sesuatu tugas seperti apa yang

diminta oleh guru/orang tuanya dengan kata lain mengikuti aturan yang

berlaku. Mereka mengendalikan lingkungan mereka. Dugaan bahwa

kontrol diri berpengaruh pada penilaian diri dan juga kemampuan

seseorang mengambil keputusan karir merupakan suatu hal yang

menarik. Menyeimbangkan kontrol diri dan kontrol dari luar bisa dilakukan dengan adanya konseling untuk mengendalikan emosi. Mengendalikan

(20)

yang mereka tidak sukai. Naidoo (1998) melakukan review terhadap

beberapa penelitian mengenai Locus of control dan hasilnya terbukti

efektif mempengaruhi kematangan karir seseorang.

e. Pilihan Tujuan

Merupakan dimensi sikap yang menentukan pilihan akhir

pekerjaannya. Individu sudah mengetahui secara pasti apa yang menjadi

pilihan karirnya dengan mempertimbangkan berbagai hal dan

menggunakan informasi pekerjaan yang dimilikinya untuk menentukan

pilihan pekerjaan dan fokus pada pilihan pekerjaannya tersebut.

Dari dimensi kematangan Crites (1986) dan temuan di lapangan, dapat disimpulkan bahwa yang termasuk faktor-faktor yang

mempengaruhi kematangan karir pada remaja adalah : a) keterlibatan

dalam pengambilan keputusan, b) orientasi menuju kerja, c) konsep

dalam pengambilan keputusan, d) kemandirian dalam pengambilan

keputusan, e) minat terhadap jenis jenis pekerjaan, f) pemecahan

masalah, g) perencanaan, h) informasi pekerjaan, i) penilaian diri, dan j) pilihan tujuan.

(21)

Career choice competence Career Choice attitude

Planning Self Appraisal orientation Preference

Problem

Solving Involvement Independence Conception

Informational Goal Selectioan occopational

Bagan 1

Model Kematangan Karir Remaja (Crites,1986)

Jadi, dapat disimpulkan bahwa individu yang matang karirnya adalah individu yang memiliki kemampuan kognitif dan afektif yang baik

sehingga dapat melakukan pilihan karir secara tepat dan objektif.

3. Tahap Perkembangan Karir Remaja

Tugas perkembangan karir pada tahap yang satu berbeda dengan

tugas perkembangan karir tahap lainnya. Siswa Sekolah Menengah

tergolong pada tahap perkembangan eksplorasi dengan tugas

perkembangan memilih pekerjaan secara tentatif (Super dalam Jhonson,

2001). Pada tahap ini, remaja mulai banyak melakukan penjajagan atau

mengeksplorasi karir apa yang cocok dengan dirinya. Tugas

perkembangan pada tahap ini adalah mengkristalisasi, menspesifikasi dan

(22)

kematangan karir yang baik jika mereka telah memiliki pilihan karir dan

memiliki perencanaan yang matang. 

Remaja memiliki tugas-tugas perkembangan karir yang mengarah

pada persiapan memenuhi tuntutan dan peran orang dewasa. Menurut Havinghurst tugas perkembangan karir remaja adalah memilih dan

mempersiapkan diri untuk menjalankan suatu pekerjaan (Sukadji, 2000).

Pada saat ini remaja juga telah masuk pada tahap membuat keputusan

karir (Bardick, Bernes, Magnusson & Wiko. 2006; Creed, Patton, &

Priedeaux, 2006). Remaja membuat rencana karir dengan cara eksplorasi

dan mencari informasi tentang sejumlah pekerjaan yang diminati (Bardick, Bernes, Magnusson & Witko, 2006). Remaja dihadapkan pada

situasi yang membuat mereka dituntut membuat pilihan karir tanpa

memiliki banyak pengalaman aktual/nyata di dalam dunia kerja (Newman

& Newman, 1979). Studi ini melibatkan remaja pada tingkat SMK karena

siswa SMK berada pada tahapan eksplorasi.

Remaja pada tahap ini, banyak melakukan penjajagan atau mengeksplorasi karir apa yang cocok dengan dirinya. Menurut Super

(1990) tugas perkembangan remaja adalah mengkristalisasi,

menspesifikasi dan mengimplementasikan pilihan karir.

Tahap ini dibagi menjadi tiga sub tahap, yaitu:

a. Sub Tahap Sementara (14–17 thn). Tugas perkembangan pada sub

tahap ini adalah mengkristalisasi pilihan pekerjaan. Individu mulai dapat

menggunakan self-preference untuk melihat kesesuaian suatu bidang

(23)

b. Sub Tahap Peralihan (17–21 thn). Perkembangan pada sub tahap ini

adalah mengkhususkan pilihan pekerjaan.

c. Sub Tahap Ujicoba (21–24 thn). Tugas perkembangan pada sub tahap

ini adalah mengimplementasikan pilihan pekerjaan.

Masa remaja merupakan masa di mana mereka membuat komitmen

mengenai jenjang pendidikan mereka sesuai dengan pilihan karirnya.

Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan karir adalah

berpikir abstrak. Kemampuan berpikir abstrak ini penting sebagai salah

satu faktor yang memfasilitasi perencanaaan karir seseorang. Peaget

(1977), pada tahap ini remaja mulai menjalankan proses yang gradual dalam mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dan

membuat perencanaan jangka panjang. Proses memasuki suatu

pekerjaan dan menyeleksi pekerjaan yang dirasa sesuai, dapat menolong

remaja untuk lebih realistis dalam berpikir (Inhelder & Piaget, 1958).

Menurut Ginzberg (Sharf, 2006) remaja sesuai dengan tahap

perkembangan karir termasuk dalam tahap tentative. Pada tahap ini ada

beberapa faktor yang mempengaruhi kematangan karir, di antaranya :

a. Perkembangan Minat ( Development of interest)

Perkembangan minat seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal

yang ada di lingkungannya, misalnya tokoh panutan atau informasi yang

dimiliki. Perkembangan minat ini merupakan hal yang penting dalam

perkembangan karir seseorang. Oleh karena itu perkembangan ini harus di stimulus dengan hal-hal yang dapat membantu seseorang dalam

(24)

b. Perkembangan Kemampuan (Development of capacities)

Untuk menentukan pilihan karir yang tepat seseorang sebaiknya

terlebih dahulu mengenali kemampuan yang dimilikinya. Proses belajar

baik formal di sekolah ataupun informal merupakan salah satu faktor yang bisa membantu seseorang dalam mengenali kemampuannya.

Melalui proses belajar tersebut mereka bisa mengenali mana yang

menjadi kelemahan dan kekuatan yang mereka miliki, sehingga

berpengaruh terhadap ketepatan dalam menentukan pilihan karir.

c. Perkembangan Nilai (Development of value)

Ketika memasuki masa remaja, individu biasanya mulai menentukan pilihan karirnya sesuai dengan tujuan dan nilai yang mereka miliki.

Perkembangan nilai ini biasanya dapat dilihat motiv seseorang dalam

melakukan atau menentukan suatu pilihan. Misalnya jika seorang remaja

menentukan pilihan pekerjaan hanya atas dasar keinginan atau minat

maka remaja perkembangannya lambat laun akan menentukan pilihan

karir dengan mempertimbangkan berbagai hal seperti kemampuan, minat dan nilai-nilai yang mereka pegang.

Komponen kamatangan karir yang dikemukakan oleh Crites (1986)

dapat digunakan sebagai acuan pokok dalam mengindentifikasi ciri-ciri

utama kematangan karir. Perkembangan siswa sekolah menengah berada

pada tahap eksplorasi (Super, 1994; Employments Service, 2001). Ciri-ciri

siswa sekolah menengah yang memiliki kematangan karir yang baik adalah: (a) pilihan karirnya relatif konsisten, (b) pilihan karirnya lebih

(25)

menerima sikap yang positif dalam melakukan pilihan karir. Keajegan

pilihan karir dapat ditilik dari segi waktu, bidang dan tingkat. Segi waktu

mengacu pada masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang. Bidang

pilihan menunjuk pada jenis-jenis sekolah, jurusan atau program studi dan pekerjaan yang dipilih. Tingkat pilihan berkaitan dengan persyaratan

urutan pilihan pekerjaan, yakni tingkat pekerja kasar, setengah terampil,

terampil, menengah sampai pekerjaan profesional.  

Berdasarkan Ciri-ciri yang dimaksud, data yang ditemukan oleh

peneliti pada siswa SMKN I Depok antara lain: (a) belum memiliki

perencanaan ketika lulus sekolah, (b) belum mampu menilai dirinya sendiri dengan tepat, (c) kurangnya info mengenai bidang pekerjaan, (d)

pemikiran tentang karir masih belum mantap, dan (e) belum mandiri

dalam mengambil keputusan berkaitan dengan karir yang dipilihnya.

B. Pelatihan Perencanaan Karir 1. Pelatihan Perencanaan Karir

Perencanaan adalah alat yang penting yang digunakan oleh guru dalam proses relajar mengajar (Parkay & Mass, 2000 dalam Santrok,

2007). Desain instruksional adalah keseluruhan proses analisis kebutuhan

dan tujuan belajar serta pengembangan teknik mengajar dan materi

pengajarannya untuk memenuhi kebutuhannya tersebut termasuk di

dalamnya paket pelajaran kegiatan uji coba, revisi dan kegiatan

mengevaluasi hasil belajar (Syukur, 2008). Pelatihan ini menggunakan model pengembangan instruksional yang dikembangkan oleh Gerlack dan

(26)

Langkah-langkah tersebut diantaranya: (1) merumuskan tujuan instruksional, (2)

merumuskan isi materi yang telah disesuaikan dengan tujuan

instruksional khusus, (3) menentukan kemampuan awal peserta didik

dengan melakukan pretest, (4) menentukan teknik dan strategi, (5)

pengelompokan belajar, (6) menentukan media pembelajaran, (7)

menentukan ruang, (8) memilih media intruksional yang sesuai, (9)

mengevaluasi hasil belajar, (10) menganalisis umpan balik (dalam Syukur,

2008).

Pelatihan perencanaan karir merupakan proses pembelajaran

student centered. Proses pembelajaran berubah dari teacher-centered ”Instruction paradigm” menuju student-centered ”Learning paradigm”. Paradigma pembelajaran melibatkan penciptaan lingkungan dan

pengalaman yang memungkinkan para siswa mencari, menemukan dan

mengkonstruksi pengetahuan. Pendidikan memberikan kesempatan dan

pengalaman dalam proses pencarian informasi, menyelesaikan masalah

dan membuat keputusan bagi kehidupannya sendiri. Melalui proses pembelajaran yang berpusat pada siswa maka fungsi guru berubah dari

pengajar (teacher) menjadi mitra pembelajaran (fasilitator).

Pendekatan teori belajar yang digunakan pada pelatihan ini adalah menggunakan teori kognitif sosial Bandura. Teori kognitif sosial

menekankan bahwa faktor kognitif, faktor sosial dan faktor perilaku

berperan penting dalam proses pembelajaran (Santrok, 2007). Faktor kognitif menekankan pada keyakinan siswa telah menguasai ketrampilan

(27)

modeling dan imitasi, di dalam proses pengamatan di antaranya meliputi:

atensi, retensi, reproduksi motorik (umpan balik) dan proses motivasi.

Faktor perilaku kognitif menekankan pada siswa untuk dapat memonitor,

mengelola dan mengatur perilakunya sendiri, dalam hal ini termasuk juga model pembelajaran regulasi diri. Dalam pembelajaran regulasi diri akan

menentukan tujuan dan ”self evaluation”. Hal tersebut merupakan

dorongan untuk meraih harapan. Bandura (1986, 1997, 2000, 2001

dalam Santrok, 2007) menyatakan bahwa siswa ketika belajar dapat

mentransformasikan pengalaman secara kognitif.

Pelatihan perencanaan karir meliputi berbagai macam aktifitas yang melibatkan peserta secara langsung, misalnya menggunakan metode

ceramah, mengisi lembar kerja, diskusi, persentasi, role play serta

permainan. Melalui metode ceramah peserta diberikan pengetahuan yang

bertujuan untuk mengubah strutur kognitif yang ada dalam diri sehingga

sesuai dengan tujuan pelatihan. Melalui aktivitas problem solving, peserta diminta untuk mencoba menempatkan diri dalam situasi dan kemudian diminta untuk mempraktekkan pengetahuan dan ketrampilan yang

diajarkan sebelumnya.

Pelatihan perencanaan karir dirancang berdasarkan teori experiental learning. Menurut Afiatin (2004), melalui pendekatan belajar dan pengalaman, proses pembelajaran akan menjadi semakin efektif karena

individu mendapatkan stimulasi yang berulang melalui berbagai indera, baik penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman dan perabaan

(28)

proses penglihatan dan perabaan. Akan tetapi juga meningkatkan kualitas

penglihatan, sehingga pelatihan perencanaan karir ini mampu mengubah

struktur kognitif, sikap serta ketrampilan yang dimiliki oleh peserta.

Menurut experential learning, individu akan dapat menerima materi

dan keterampilan dengan lebih baik jika berada dalam suatu kelompok

dibandingkan dengan saat menerima materi seorang diri. Menurut

Jhonson dan Jhonson (2001) metode pelatihan berdasarkan prinsip

experiental learning, merupakan hasil pengalaman yang terlebih dahulu dimodifikasi untuk menambah efektifitas dan semakin lama perilaku kita

menjadi suatu kebiasaan dan berjalan dengan otomatis serta individu semakin berusaha memodifikasi perilaku yang sesuai dengan berbagai

situasi.

Melalui pelatihan perencanaan karir, siswa diajak untuk dapat

memahami diri dan lingkungannya serta kemampuan untuk dapat

membuat rencana yang sesuai agar dapat mengelola diri lebih efektif

untuk memilih pekerjaan, mempersiapkan diri dalam memasuki dunia kerja. Perencanaan karir merupakan suatu aktivitas yang bertujuan untuk

menyiapkan jenis pekerjaan dan jenjang pekerjaan (karir) di masa

mendatang, yang meliputi: pemilihan jenis pekerjaan, jenis penugasan

kerja, dan jenjang karir maksimal yang ingin dicapai oleh orang yang

bersangkutan. Perencanaan karir mempunyai manfaat bagi siswa untuk

menyelidiki minat, motivasi, mengembangkan kemampuan pribadi, meningkatkan ketrampilan, mengubah perilaku, mampu memasarkan diri

(29)

membangun relasi, mengumpulkan informasi dan membuat pilihan atas

karirnya. Perencanaan karir akan membuat siswa berusaha untuk

mengelaborasi lebih jauh mengenai dirinya, terutama mengenai

kelebihan-kelebihan, hal-hal yang disukai dan nilai-nilai yang diyakini dalam diri atau bahkan kekurangan diri dan hal-hal yang tidak bisa kita

lakukan. Perencanaan karir adalah sebuah aktivitas yang dilakukan secara

terarah dan terfokus dengan berdasarkan pada potensi

(minat/bakat/kemampuan/keyakinan/nilai-nilai) yang dimiliki.

Jadi dapat di simpukan bahwa pelatihan perencanaan karir adalah

proses pembelajaran experiential learning yang bertujuan untuk

membantu siswa agar mampu menyeleksi tujuan karir dan arah untuk mencapai tujuan karir tersebut.

2. Metode Bimbingan Perencanaan Karir

Ada beberapa metode yang bisa digunakan untuk memberikan

bimbingan karir, di antaranya (Blum & Balinsky, 1970) :

a. Tes psikologi

Tes psikologi yang digunakan untuk memberikan bimbingan karir

adalah :

 Tes intelegensi yang digunakan untuk mengetahui kemampuan

dasar yang dimiliki individu.

 Tes kepribadian yang digunakan untuk menentukan seberapa baik

seseorang individu melakukan pekerjaan yang berhubungan

(30)

b. Konseling

Konseling yang diberikan dalam bimbingan karir bisa

menggunakan metode konseling individual maupun konseling

kelompok.

c. Pelatihan/Training

Individu yang diberikan melalui training atau pelatihan, belajar

tidak hanya sekedar mendengarkan materi yang dipelajari tetapi

juga ikut mengalami dan melakukan sesuatu yang dipelajari.

Individu yang mengikuti training selain diberikan materi juga

diberi kesempatan untuk mempraktekkan materi yang dipelajari. Berdasarkan pendapat Blum dan Balinsky (1970) ada tiga metode

bimbingan karir, yaitu tes psikologi, konseling dan training/pelatihan.

Metode pelatihan melibatkan sekelompok peserta sehingga cukup efektif

dan efisien dari segi waktu, tenaga dan biaya jika dibandingkan dengan

metode tes psikologi dan konseling.

3. Tujuan Perencanaan Karir

Menurut Holland (1973) tujuan dari pencernaan karir meliputi :

1. Mencocokkan individu dengan pekerjaan, baik dalam segi pemilihan

pekerjaan maupun pemilihan training/pelatihan yang sesuai.

2. Membantu individu dalam merencanakan aktivitas karir untuk

meningkatkan kualitas individual.

3. Membantu individu dalam membuat keputusan karir yang tepat dan

efektif.

(31)

5. Membantu individu untuk mendapatkan kepuasan kerja.

Perencanaan yang matang menuntut pemikiran tentang segala tujuan

yang hendak dicapai dalam jangka waktu panjang (long–range goals) dan

semua tujuan yang hendak dicapai dalam jangka waktu pendek (short–

range goals). Yang termasuk dalam jangka waktu panjang adalah gaya

hidup yang ingin dicapai, dan nilai nilai kehidupan (values) yang ingin

direarilisasikan dalam hidup. Yang termasuk dalam jangka waktu pendek

misalnya diploma atau sertifikat yang ingin diperoleh dalam rangka

mempersiapkan diri memegang jabatan tertentu kelak di kemudian hari.

Kegunaan dari perencanaan yang matang adalah meminimalkan kemungkinan membuat kesalahan yang berat dalam memilih diantara

alternative-alternative yang tersedia. Hasil dari perencanaan karir adalah

keputusan tentang sesuatu yang dipilih secara sadar, biasanya diantara

sejumlah alternative yang dapat dipilih (Winkel: 2004).

4. Program Perencanaan Karir

a. Program Bimbingan Perencanaan Karir Menurut Lapan dan Konscluek (2001)

Program bimbingan karir harus mampu merancang suatu sistem

yang mampu mengatasi hambatan dan membuka kesempatan bagi siswa

untuk membuat pilihan karir yang tepat dengan mempertimbangkan

keadaan atau demografis, geografis, tingkat sosial ekonomi atau status

kesehatan. Bimbingan karir sebaiknya bukan hanya untuk siswa atau mahasiswa yang sudah lulus saja, namun juga bagi mahasiswa yang

(32)

Bluestin, philips, Jabin-Davis. Fiinkelberg dan Roarke (dalam Lapan &

Konsciuek, 2001) menekankan pentingnya eksplorasi diri dan pemahaman

diri individu sebelum memutuskan suatu pilihan karir agar mampu

beradaptasi dengan karir yang dipilihnya. Individu sering mengalami kesulitan dalam masa transisi saat menentukan pilihan karir.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bluestin, Philips,

Jabin-Davis. Fiinkelberg dan Roarke (dalam Lapan & Konsciuek, 2001)

menunjukkan individu yang berhasil melewati masa transisi dengan baik

adalah individu yang matang secara fisik maupun emosional, yaitu

individu yang aktif mengikuti berbagai macam permasalahan atau tantangan yang muncul pada masa remaja akhir dan masa dewasa awal.

Model pengembangan karir yang baik adalah sistem pengembangan

karir yang mengutamakan pentingnya pemahaman individu akan

pemahaman diri, pemahaman pekerjaan serta orientasi terhadap dunia

kerja, sehingga akan menghasilkan suatu keputusan pilihan karir yang

relatif menetap, yang biasa disebut dengan kristalisasi pilihan karir. Astin, Bezt dan Hackett, Bluestein, Farmer, Fassinger, Hyot, Lent,

Brown, Richardson (dalam Lapan & Konsciuek, 2001) merancang suatu

program pengembangan karir untuk dapat menolong individu agar dapat

memahami diri dalam hubungannya dengan dunia kerja, isinya :

a. Motivasi dan harapan

b. Komitmen dan kematangan karir

c. Kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki

(33)

e. Berkembangnya pilihan karir dengan arah tujuan yang jelas

f. Pemahaman akan kelemahan dan kelebihan yang dimiliki.

Program perencanaan karir yang dirancang mempertimbangkan lima

komponen utama, yaitu (Lapan & Konsciuek, 2001) :

a. Prestasi akademik

b. Self efficacy

c. Pemilihan tujuan dan aksi, perilaku kesiapan kerja dan ketrampilan

sosial.

d. Job-self compatibility judment, yaitu perbandingan antara

kemampuan yang dimiliki individu dengan kemungkinan keberhasilan

karir yang dicapai.

e. Minat terhadap suatu pekerjaan atau karir tertentu.

Pada pelatihan perencanaan karir yang disusun oleh peneliti pada

siswa SMK menggunakan komponen pemilihan tujuan dan aksi, Job-self

compatibility judment, minat terhadap suatu pekerjaan atau karir tertentu.

b. Program Bimbingan Karir Siswa Menengah Tingkat Atas Berdasarkan Kurikulum Pendidikan Bimbingan Karir dalam Walgito

Untuk sekolah lanjutan tingkat atas, program bimbingan karir meliputi

a. Pemahaman diri di antaranya :

1. Pengantar pemahaman diri

2. Bakat, potensi dan kemampuan

(34)

4. Cita cita atau gaya hidup

c. Nilai nilai, di antaranya :

1. Nilai–nilai kehidupan

2. Saling mengenal nilai nilai orang lain 3. Pertentangan nilai nilai dalam diri sendiri

4. Pertentangan nilai nilai sendiri dengan nilai nilai orang lain

5. Nilai nilai yang bertentangan dengan kelompok atau masyarakat

6. Menemukan alternative

7. Bertindak atas nilai nilai sendiri

d. Pemahaman lingkungan di antaranya :

1. Informasi pendidikan

2. Kekayaan daerah dan pengembangannya

3. Informasi jabatan

e. Hambatan dan mengatasi hambatan di antaranya :

1. Faktor pribadi

2. Faktor lingkungan

3. Manusia dan hambatan

4. Cara-cara mengatasi hambatan

f. Merencanakan masa depan, di antaranya

1. Menyusun informasi diri

2. Mengelola informasi diri

3. Mempertimbangkan alternative

4. Keputusan dan rencana

(35)

Jadi, dapat disimpulkan bahwa perencanaan karir adalah suatu

rancangan untuk membantu individu dalam membuat pilihan karir yang

tepat dengan mempertimbangkan kondisi diri internal dan kondisi diri

eksternal.

C. Pengaruh Pelatihan Perencanaan Karir dalam Meningkatkan Kematangan Karir bagi Siswa SMK

Karir tidak serta merta dicapai dengan mudah, tetapi harus direncanakan

sejak duduk dibangku sekolah. Pada masa remaja, proses perkembangan

karir merupakan masa transisi dari tahap fantasi pada anak-anak menjadi

pengambilan keputusan realistik pada remaja (Santrock, 1998; Rice & Dolgin, 2008). Bekerja merupakan salah satu penanda masuknya seseorang kedalam

gaya hidup orang dewasa (adult life style). Remaja dihadapkan pada situasi

diharuskan membuat pilihan karir tanpa memiliki banyak pengalaman

aktual/nyata di dalam dunia pekerjaan (Newman & Newman, 1979). Pada

tahap ini, salah satu tugas perkembangan remaja menurut Havighurst adalah

memilih dan mempersiapkan diri untuk menjalankan suatu pekerjaan (Sukadji, 2000). Siswa Sekolah Menengah tergolong pada tahap

perkembangan eksplorasi dengan tugas perkembangan memilih pekerjaan

secara tentatif (Super dalam oleh Jhonson, 2001). Siswa SMK kelas tiga

memiliki kematangan karir yang baik jika mereka mampu mengambil

keputusan yang tepat dalam memilih pekerjaan setelah lulus sekolah.

Kematangan karir merupakan kesiapan sikap dan kompetensi individu dalam melakukan pilihan karir secara tepat (Crites, 1974), dan kesiapan

(36)

Kematangan karir sebagai sebuah konstruk memiliki dua dimensi, yakni

afektif dan kognitif (Crites, 1986). Dimensi afektif kematangan karir

dilukiskan oleh sikap terhadap proses pengambilan keputusan karir,

sedangkan dimensi kognitif digambarkan oleh kompetensi pilihan karir, yakni ketrampilan mengambil keputusan karir.

Salah satu cara yang dapat membentuk kematangan karir dengan baik

adalah dengan memberikan bimbingan karir. Blum dan Balinsky (1970)

berpendapat bahwa ada tiga metode bimbingan karir, yaitu tes psikologi,

konseling, dan training/pelatihan. Metode pelatihan melibatkan sekelompok

peserta sehingga cukup efektif dan efisien dari segi waktu, tenaga, dan biaya jika dibandingkan dengan metode tes psikologi dan konseling. Menurut

Kirtpatrick (dalam Salas & Bowers, 2001), pelatihan adalah suatu metode

pembelajaran yang efektif dan bertujuan mengubah aspek kognitif, afektif,

serta hasil ketrampilan dan keahlian. Metode tes psikologi dan konseling

membutuhkan waktu cukup lama sehingga tidak menghemat waktu, biaya,

dan tenaga. Metode bimbingan perencanaan karir melalui tes psikologi meliputi pemberian alat tes, skoring, interpretasi, dan pembuatan laporan

individual yang membutuhkan waktu dan tenaga yang cukup banyak. Metode

konseling individual bagi bimbingan perencanaan karir memerlukan beberapa

kali pertemuan tatap muka dan hanya melibatkan seorang klien sehingga

waktu dan tenaga yang dibutuhkan cukup banyak. Oleh karena itu, studi ini

memberikan intervensi pelatihan perencanaan karir kepada siswa. Hal ini didukung oleh pendapat Bluestein (1998) bahwa faktor yang dapat

(37)

disimpulkan bahwa dengan perencanaan karir yang baik maka seorang siswa

akan yakin dan lebih cepat memutuskan pilihan karirnya. Perencanaan karir

yang matang akan mengurangi resiko kegagalan karena menetapkan

beberapa pilihan dalam urutan prioritas (Winkel, 2004).

Penelitian tentang pelatihan perencanaan karir sebelumnya pernah

dilakukan oleh Hamizar (1996) pada siswa SMA, dan hasilnya membuktikan

bahwa pelatihan perencanaan karir efektif dalam meningkatkan kematangan

karir pada siswa SMA kelas tiga. Pelatihan perencanaan karir juga pernah

dilakukan, dalam meningkatkan kejelasan arah pilihan minat karir pada

mahasiswa UAD semester 3 Fakultas Psikologi. Penelitian eksperimental

tersebut menggunakan desain pretest dan postest. Jumlah subjek 22 orang

kelompok eksperimen dan 22 orang kelompok kontrol. Hasil penelitian

menunjukkan ada perbedaan signifikan antara kelompok yang diberikan

pelatihan perencanaan karir dengan kelompok yang tidak diberikan pelatihan

perencanaan karir dalam kejelasan arah pilihan bidang minat karir. Penelitian

seperti ini dengan subjek siswa SMK belum pernah dilakukan.

Pelatihan perencanaan karir disusun berdasarkan kerangka berpikir yang

dibuat oleh Brown & Krane (2004) yang secara garis besar dibagi menjadi

sembilan sesi dalam pelatihan, meliputi fantasi masa depanku, pemahaman

diri I (pentingnya memahami diri), pemahaman diri II (memahami diri),

pemahaman diri III (mengenali fisik), pemahaman diri IV (mengenali

kemampuan dan kepribadian), pemahaman diri V (mengenali keterampilan), memahami dunia kerja, keluargaku inspirasiku, dan merancang masa

(38)

yang melibatkan peserta secara langsung, misalnya menggunakan metode

ceramah, mengisi lembar kerja, menonton film, diskusi, persentasi, role play,

dan permainan. Melalui metode ceramah peserta diberi pengetahuan dengan

tujuan mengubah struktur kognitif yang ada dalam diri individu sehingga sesuai dengan tujuan pelatihan. Peserta yang sebelum mengikuti pelatihan

mempunyai anggapan negatif dan tidak mampu menyadari pentingnya

membuat sebuah perencanaan karir yang diharapkan dapat mengubah pola

berpikir dengan menyadari perlunya membuat sebuah perencanaan karir.

Metode ceramah digunakan untuk memberikan materi tentang "wawasan

karir”, “ pengenalan diri internal dan diri eksternal”, “memahami dunia kerja”,

“Antisipasi masalah karir dan problem solving”, “pembuatan keputusan karir”

dan “menyusun perencanaan masa depan”.

Melalui aktivitas dalam pelatihan yang melibatkan partisipasi aktif,

peserta diminta mempraktekkan pengetahuan dan keterampilan yang

diajarkan sebelumnya melalui metode ceramah. Kegiatan-kegiatan yang

sifatnya aktif, misalnya mengisi lembar kerja yang telah disediakan, peserta diminta menggali potensi diri yang dimiliki (kelemahan dan kelebihan yang

dimiliki, kepribadian, ketrampilan, minat, kemampuan dan pengalaman),

menggali kondisi eksternal di luar dirinya (informasi pekerjaan, dukungan

keluarga dan lingkungan), mempersentasikan kondisi dirinya, serta meminta

umpan balik dari teman dalam diskusi (kelompok besar dan kelompok kecil).

Melalui pelatihan perencanaan karir, siswa diajak berpikir realistik dengan cara membandingkan antara kemampuan dasar yang dimiliki (kelebihan,

(39)

kondisi setiap bidang minat karir. Kerealistikan pilihan karir berhubungan

dengan kemampuan diri individu (sesi mengenali kemampuan dan

kepribadian). Siswa yang matang karir menunjukkan bahwa pilihan karirnya

sesuai dengan kemampuan dirinya sehingga siswa tidak akan memilih karir di luar kemampuannya. Berkaitan dengan minat, maka pilihan karir yang

realistik harus didukung oleh minatnya. Karakteristik kepribadian merupakan

salah satu unsur dalam kerealistikan pilihan karir. Oleh karena itu, pilihan

karir seharusnya disesuaikan dengan ciri-ciri kepribadian. Kemampuan

melakukan pilihan karir yang bijaksana ditunjukkan oleh kecakapan individu

dalam memecahkan masalah karir (sesi keluargaku inspirasiku). Individu harus mampu membuat perencanaan karir, baik jangka pendek maupun

jangka panjang. Kemampuan lainnya adalah penguasaan terhadap informasi

karir, termasuk di dalamnya syarat-syarat memasuki pekerjaan (sesi

memahami dunia kerja). Individu diminta melakukan penilaian terhadap

dirinya sendiri, sehingga individu akan menyadari segi-segi kelebihan diri dan

segi kelemahan dirinya sendiri (sesi merancang masa depanku). Siswa SMK, dengan perencanaan yang baik diharapkan dapat memutuskan pilihan karir

dan mampu memanfaatkan sumber-sumber informasi yang tepat sebagai

sarana informasi tentang karir dan pekerjaan sehingga siswa setelah lulus

sekolah siap untuk bekerja sesuai dengan kompetensinya (sesi perencanaan

tindakan).

Siswa yang mengikuti pelatihan perencanaan karir mengalami peningkatan kematangan karirnya karena siswa tidak mengalami kesulitan

(40)

memiliki kemampuan menyeleksi tujuan dan arah untuk mencapai tujuan

karir tersebut. Siswa yang mengikuti pelatihan perencanaan karir mampu

memahami kondisi pribadi dan mempunyai gambaran luas tentang berbagai

macam bidang pilihan karir. Siswa dapat memahami karakteristik personalnya dengan baik, mampu memahami kondisi pribadi dan mempunyai gambaran

yang luas tentang berbagai macam bidang minat karir dan lapangan kerja

yang tersedia.

Pelatihan perencanaan mampu meningkatnya lima kompetensi

kematangan karir siswa SMK yang meliputi: (a) dapat merencanakan karir

masa depan, (b) menilai kemampuan dirinya dengan tepat, (c) dapat mengumpulkan informasi mengenai bidang kerja, (d) dapat menyeleksi

tujuan karir, dan (e) dapat mengambil keputusan berkaitan dengan karir

yang dipilih.

III. METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel tergantung: Kematangan Karir (siswa SMK)

2. Variabel bebas: Pelatihan Perencanaan Karir

B. Subyek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMKN I Depok, DIY.

Pengambilan sampel menggunakan subjek dengan kriteria siswa subjek

pada penelitian ini adalah :

1. Remaja usia 17/18 tahun.

(41)

3. Siswa yang mempunyai skor kematangan karir yang rendah dan

sedang.

C. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode skala kematangan karir. Inventory Kematangan Karir

Crites edisi revisi (Crites & Savickas, 1995) merupakan adaptasi kedalam

budaya Indonesia oleh Kurniati dkk (2009) dengan koefisien reliabilitas

pada skala sikap 0.78 (Alpha Cronbach), sedangkan koefisien pada skala

kompetensi pada 50 item adalah 0,702 (Kuder-Richarson 20). CMI terdiri

dari dua instrumen, yakni skala sikap pilihan karir dan tes kompetensi. Skala sikap pilihan karir terdiri dari 30 pertanyaan. Kemungkinan skor

yang diperoleh individu adalah 0-30. Tes kompetensi pilihan karir, terdiri

dari 50 pertanyaan, Kemungkinan skor yang diperoleh individu tiap

bagian 0 – 50. Nilai total diperoleh dari penjumlahan seluruh skor yang

diperoleh oleh subjek. Total skor menunjukkan tinggi rendahnya tingkat

kematangan karir subjek. Semakin tinggi nilai total yang didapat semakin tinggi pula tingkat kematangan karir subjek, begitu pula sebaliknya.

D. Metode Analisa Data

Analisis data yang digunakan untuk pengujian hipotesis penelitian ini

adalah dengan analisis statistik, karena statistik bekerja dengan angka–

angka yang bersifat objektif dan universal. Teknik analisis yang

digunakan teknik analisis Uji-t Sampel Independen (Independent-Sampels

(42)

IV. HASIL, PEMBAHASAN dan EVALUASI A. Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan analisis data diketahui bahwa terdapat perbedaan

kematangan karir antara kelompok ekperimen yang mengikuti pelatihan perencanaan karir dengan kelompok kontrol yang tidak mengikuti pelatihan

perencanaan karir. Kelompok eksperimen yang telah diberikan pelatihan

perencanaan karir mengalami peningkatan kematangan karir bila

dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak mengikuti pelatihan

perencanaan karir. Peningkatan kematangan karir pada kelompok

eksperimen setelah pelatihan diperkuat dengan terpenuhinya syarat validitas internal penelitian, yaitu pertama sebelum penelitian dilakukan pengukuran

awal (pretest) pada kedua kelompok dan diperoleh rerata skor kematangan

karir yang sama yaitu berada pada kategori sedang dan rendah. Kedua,

peneliti mengacak urutan aitem dalam skala kematangan karir yang disajikan

dalam pre-test dan post-test agar dapat meminimalisir proses belajar pada

saat subjek mengisi dua kali skala kematangan karir. Ketiga, alat ukur yang digunakan dalam penelitian memiliki reabilitas yang tinggi.

Peserta pelatihan perencanaan karir dibimbing untuk membuat sebuah

keputusan karir yang realistik dan obyektif serta menyusun langkah-langkah

pencapaian tujuan karir setelah terlebih dahulu mempertimbangkan potensi

diri, minat, ketrampilan, pengalaman dengan rencana karirnya, dukungan

keluarga, dukungan lingkungan sekitar (guru, teman dan lain-lain) menemukan masalah karir yang dihadapi serta pemecahan masalah.

(43)

Hasil uji perbedaan kematangan karir antara kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol pada pre test dan post test menunjukkan adanya

perbedaan dalam kematangan karir yang sangat signifikan. Siswa yang

masuk dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum pelatihan mempunyai skor kematangan karir yang rendah dan sedang berdasarkan

data empiris. Mean skor kematangan karir anggota kelompok eksperimen

sebesar 41,56 dan kelompok kontrol sebesar 40,28. Selisih rerata kelompok

eksperimen dengan kelompok kontrol adalah 1.28 sehingga tidak

menunjukkan perbedaan yang cukup berarti dan berdasarkan uji normalitas

dapat dikatakan bahwa kedua kelompok mempunyai kondisi yang sama. Materi pelatihan perencanaan karir diberikan dengan tujuan untuk

membantu peserta pelatihan agar memiliki kemampuan dalam proses

pengambilan keputusan karir dan ketrampilan dalam mengambil keputusan

karir. Hal ini sesuai dengan pendapat Crites (1986) bahwa kematangan karir

sebagai sebuah konstruk memiliki dua dimensi, yakni dimensi afektif

(digambarkan oleh sikap terhadap proses pengambilan keputusan karir) dan dimensi kognitif (digambarkan dengan ketrampilan mengambil keputusan

karir). Materi wawasan karir, mengenali diri (pemahaman diri I, pemahaman

diri II, pemahaman diri III, pemahaman diri IV, pemahaman diri V)

membantu peserta dalam melakukan analisa potensi diri dengan melakukan

penilaian diri sendiri berkaitan dengan kondisi diri internal (kelemahan,

kelebihan, kepribdian, kemampuan, fisik, ketrampilan minat dan pengalaman) serta kondisi diri eksternal (dukungan keluarga, informasi

(44)

setiap keputusan lebih realistik dan objektif, menemukan masalah karir

dalam mencapai tujuan karir serta berusaha mencari pemecahannya. Selain

itu, peserta pelatihan dibimbing menyusun rencana tindakan terhadap

pilihan karirnya. Hal tersebut menyebabkan skor kematangan karir pada anggota kelompok eksperimen mengalami peningkatan skor yang cukup

besar sehingga menunjukkan perubahan yang cukup berarti (rerata mean

dimensi kognitif pre test = 22.06 dan rerata mean dimensi kognitif post test

= 32,67 sedangkan rerata mean dimensi afektif pre test = 19,50 dan rerata

mean dimensi afektif post test = 25,06). Hal ini menunjukkan peningkatan

yang terjadi pada kelompok eksperimen cukup tinggi. Dapat disimpulkan (berdasarkan materi yang diberikan dalam pelatihan) bahwa pelatihan

perencanaan karir mampu meningkatkan kematangan karir bagi siswa SMK.  

Siswa SMK kelas XII yang tidak mengikuti pelatihan perencanaan karir

mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan terhadap pilihan karirnya

karena bingung, ragu-ragu dan belum mantap, sehingga kematangan

karirnya tidak meningkat. Hal tersebut menyebabkan skor kematangan karir pada anggota kelompok kontrol, walaupun ada mengalami peningkatan skor,

namun tidak mengalami perubahan yang berarti.

Hasil uji perbedaan kematangan karir antara kelompok eksperimen dan

kontrol pada pre test dan post test menunjukkan adanya perbedaan dalam

kematangan karir yang sangat signifikan. Perbedaan tersebut disebabkan

karena adanya efek pelatihan. Siswa SMK kelas XII yang tidak mengikuti pelatihan perencanaan karir ada yang mengalami peningkatan dalam

(45)

tidak mengalami peningkatan sama sekali. Siswa yang tidak mengikuti

pelatihan perencanaan karir tidak melakukan penilaian diri untuk mengambil

pilihan karirnya, sehingga kematangan karirnya tidak meningkat. Anggota

kelompok kontrol sama sekali belum mempunyai rencana tindakan berkaitan dengan perencanaan karirnya sehingga menyebabkan skor kematangan

karirnya tidak mengalami peningkatan, tetapi justru mengalami penurunan.

Pengaruh pelatihan menurut Salas dan Cannon-Bowers (2001)

dipengaruhi oleh kondisi awal peserta pelatihan, kesungguhan peserta dalam

mengikuti pelatihan, partisipasi aktif peserta dalam pelatihan, materi

pelatihan, metode pelatihan, media pelatihan, karakteristik situasional serta karakteristik trainer, kesungguhan dan keaktifan peserta pelatihan dapat

dilihat dari keikutsertaan peserta dalam semua sesi pelatihan serta seluruh

rangkaian kegiatan pelatihan dari mulai focus group discussion, pre test, pra

pelatihan, pelatihan sampai dengan post test. Seluruh peserta pelatihan

diwajibkan mengikuti semua rangkaian kegiatan pelatihan, sehingga semua

peserta memiliki pengalaman yang sama. Selain itu, kesungguhan dan keaktifan peserta pelatihan dapat dilihat dari kesungguhan peserta dalam

mengerjakan lembar kerja pelatihan, keaktifan peserta dalam membaca

handout pelatihan, keaktifan peserta dalam diskusi kelompok besar maupun kelompok kecil, keaktifan peserta dalam memberikan tanggapan atau

sanggahan tentang materi pelatihan dan keaktifan dalam memberikan

umpan balik.

Peserta pelatihan memiliki semangat dan mempunyai motivasi tinggi

(46)

trainer menyampaikan materi, peserta yang aktif tampak memiliki inisiatif

tinggi, mengajukan pertanyaan ataupun menyampaikan pendapat. Peserta

yang aktif terlihat bersemangat mengerjakan lembar kerja, walaupun lembar

kerja yang diisi cukup banyak, peserta berusaha menyelesaikannya sampai akhir. Selama kegiatan diskusi dalam kelompok kecil, peserta yang aktif

selalu membuka diri mempersentasikan deskripsi dirinya kepada

teman-teman kelompoknya dan bersedia memberikan umpan balik kepada orang

lain, baik dengan menyampaikan ide, pendapat maupun tanggapan.

Jika dilihat dari perubahan skor dalam pre test dan post test dalam skala kematangan karir, peserta yang aktif dalam kegiatan pelatihan menunjukkan peningkatan skor cukup tinggi. Hal tersebut terlihat dari 12 orang subjek

yang mengalami peningkatan skor antara 17 sampai dengan 26. Selama

pelatihan berlangsung, mereka menunjukkan keaktifan dalam mengikuti

rangkaian kegiatan pelatihan. Peserta yang kurang aktif dalam pelatihan,

kurang bersemangat dalam mengikuti aktifitas pelatihan berjumlah 6 orang

subjek dengan kenaikan skor hanya berkisar 9 sampai dengan 15.

Perbedaan kenaikan skor peserta pelatihan dalam pre test dan post test

antara peserta yang aktif dengan peserta yang kurang aktif dalam kegiatan

pelatihan dijelaskan melalui teori experiential learning. Experiential learning

(Johnson & Johnson, 2001) menyatakan bahwa metode pelatihan

merupakan metode yang cukup efektif untuk menambah keahlian dan

keterampilan peserta dalam domain yang spesifik. Pelatihan merupakan metode belajar yang sangat efektif untuk mengubah struktur kognitif,

(47)

proses belajar yang aktif. Semakin seseorang berpartisipasi aktif dalam

kegiatan pelatihan, semakin banyak keterampilan dan keahlian baru yang

dimilikinya, semakin banyak informasi yang diperoleh dan peserta mampu

berlatih untuk menerapkan keterampilan secara langsung.

Usaha yang dilakukan untuk mengoptimalkan hasil pelatihan antara

lain, subjek penelitian dipilih berdasarkan karakteristik yang sama, yaitu

siswa yang memiliki kematangan karir rendah dan sedang, memberikan

tugas-tugas yang bersifat terapan (misalnya dengan memberikan kasus dan

ilustrasi yang hampir sesuai dengan yang dialami oleh siswa), memberikan

modeling dengan menampilkan tokoh-tokoh sukses di bidangnya, seperti seseorang yang mempunyai keterbatasan fisik, tetapi bisa sukses di bidang

marketing. Selain itu, peserta pelatihan diberikan lembar pelaporan diri tiap–

tiap sesi dengan tujuan untuk melihat informasi dari tiap-tiap sesi yang

diberikan.

Pelatihan perencanaan karir ini memberikan pengetahuan baru dan

keterampilan baru bagi peserta. Hal ini dapat dicermati dari hasil evaluasi pengetahuan mengenai karir yang menunjukkan bahwa peserta yang

mengikuti pelatihan perencanaan karir, mengalami peningkatan

pengetahuan dari sebelum mengikuti pelatihan. Selain itu, hasil wawancara

dengan beberapa orang peserta pelatihan mengindikasikan bahwa pelatihan

ini bermanfaat untuk meningkatkan rasa percaya diri, siswa menjadi lebih

memahami kelebihan dan kekurangannya, sehingga dalam mengambil keputusan (berkaitan dengan karir yang akan ditekuni) lebih objektif dan

Referensi

Dokumen terkait

Sementara dalam artian sempit (mikro), Liliwery mendefinisikan sosiologi komunikasi sebagai cabang dari sosiologi yang mempelajari atau yang menerangkan mengenai

0erilaku seseorang %asien dengan fugue disosiatif adalah lebih bertu&#34;uan dan terintegrasi dengan amnesian$a dibandingkan %asien dengan amnesia disosiatif 0asien dengan

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober sampai November 2004 dan Juli 2005 sampai Maret 2006 ini ialah iradiasi pangan, dengan judul Aplikasi

Proses komunikasi yang terjadi pada masyarakat Tionghoa dan Betawi di Kawasan Pecinan Mayor Oking Bekasi merupakan proses komunikasi secara primer (primery

Metode penyelesaian yang paling efektif untuk siswa kelas VIII-C MTs Negeri Bandung tahun pelajaran 2011-2012 dalam menyelesaikan Sistem Persamaa Linear Dua Variabel (SPLDV)

Hasil tes kemampuan komunikasi matematika tulis siswa dalam pembelajaran penemuan terbimbing pada materi Teorema Pythagoras menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi

Ketika struktural fungsional mengatakan bahwa perubahan sosial dalam masyarakat itu selalu terjadi pada titik ekulibrium, teori konflik melihat perubahan sosial disebabkan karena

Pelatihan perencanaan karir untuk meningkatkan efikasi diri mahasiswa dalam keputusan karir bidang kewirausahaan diketahui efektif dilaksanakan melalui model e-learning