6
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Rambutan (Nephelium lappaceum L.)
Rambutan (Nephelium lappaceum) merupakan buah-buahan tropis yang berasal dari Asia Tenggara. Dalam perkembangan selanjutnya, tanaman rambutan banyak dibudidayakan dibeberapa Negara yang beriklim tropis, antara lain Malaysia, Thailand, dan Filipina. Di Indonesia, daerah penanaman rambutan tersebar diberbagai wilayah terutama di Jawa, Kalimantan, dan Sumatra (Rukmana dan Yuyun, 2002). Gambar 1 menyajikan gambar buah rambutan.
Gambar 1. Buah Rambutan
Klasifikasi Botani dari Buah Rambutan dalam Plantamor (2008) adalah : Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Subdivisio : Spermatophyta Divisio : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub-kelas : Rosidae Ordo : Sapindales Famili : Sapindaceae Genus : Nephelium
Spesies : Nephelium lappaceum L.
Nama umum : Indonesia adalah Rambutan, Filipina adalah Rambutan, dan Inggris adalah Rambutan.
tahun 2002 meningkat menjadi 476.941 ton. Pada tahun 2003 sampai 200 meningkat 2 kali lipat, seperti ditunjukkan pada
Malayan Red, Malayan Yellow berdasarkan
galur murni maupun hasil okulasi atau penggabungan dari dua jenis dengan galur yang berbeda. Ciri
buah (dari daging buah,
sejumlah jenis rambutan diatas hanya beberapa varietas rambutan yang digemari orang dan dibudidayakan dengan memilih nilai ekonomis relatif tinggi menurut Warintek
1. 2. 3.
Produksi buah rambutan
tahun 2002 meningkat menjadi 476.941 ton. Pada tahun 2003 sampai 200 meningkat 2 kali lipat, seperti ditunjukkan pada
Gambar Jenis
Malayan Red, Malayan Yellow berdasarkan
galur murni maupun hasil okulasi atau penggabungan dari dua jenis dengan galur yang berbeda. Ciri
buah (dari daging buah,
sejumlah jenis rambutan diatas hanya beberapa varietas rambutan yang digemari orang dan dibudidayakan dengan memilih nilai ekonomis relatif tinggi menurut Warintek(2001)
1. Rambutan Rapiah buah tidak terlalu lebat tetapi mutu buahnya tinggi, kulit berwarna hijau
daging buah manis dan agak kering, kenyal, ngelotok dan daging buahnya tebal, dengan daya tahan dapat mencapai
2. Rambutan Aceh Lebak bulus pohonnya tinggi dan lebat buahnya dengan hasil rata-rata 160
rasanya segar manis
dipetik, buah ini tahan dalam pengangkutan.
3. Rambutan Cimacan, kurang lebat buahnya dengan rata per pohon, kulit berwarna merah
Produksi (ton)
Produksi buah rambutan
tahun 2002 meningkat menjadi 476.941 ton. Pada tahun 2003 sampai 200 meningkat 2 kali lipat, seperti ditunjukkan pada
Gambar 2. Produksi buah rambutan periode tahun 2001
Jenis-jenis rambutan dari Sri Langka yaitu jenis Malayan Special, Malayan Red, Malayan Yellow
berdasarkan survey yang te
galur murni maupun hasil okulasi atau penggabungan dari dua jenis dengan galur yang berbeda. Ciri-ciri yang membedakan setiap jenis rambutan dilihat dari sifat buah (dari daging buah,
sejumlah jenis rambutan diatas hanya beberapa varietas rambutan yang digemari orang dan dibudidayakan dengan memilih nilai ekonomis relatif tinggi menurut
2001) diantaranya:
Rambutan Rapiah buah tidak terlalu lebat tetapi mutu buahnya tinggi, kulit berwarna hijau-kuning
daging buah manis dan agak kering, kenyal, ngelotok dan daging buahnya tebal, dengan daya tahan dapat mencapai
Rambutan Aceh Lebak bulus pohonnya tinggi dan lebat buahnya dengan hasil rata 160-170 ikat per pohon, kulit buah berwarna merah kuning, halus, rasanya segar manis-asam banyak air dan ngelotok daya simpan 4 hari setelah
tik, buah ini tahan dalam pengangkutan.
Rambutan Cimacan, kurang lebat buahnya dengan rata per pohon, kulit berwarna merah
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 Produksi (ton)
Produksi buah rambutan tahun 2001
tahun 2002 meningkat menjadi 476.941 ton. Pada tahun 2003 sampai 200 meningkat 2 kali lipat, seperti ditunjukkan pada
. Produksi buah rambutan periode tahun 2001
jenis rambutan dari Sri Langka yaitu jenis Malayan Special, Malayan Red, Malayan Yellow (Agridept
survey yang telah dilakukan terdapat 22 jenis,
galur murni maupun hasil okulasi atau penggabungan dari dua jenis dengan galur ciri yang membedakan setiap jenis rambutan dilihat dari sifat buah (dari daging buah, kandungan air, bentuk, warna kulit, panjang rambut). Dari sejumlah jenis rambutan diatas hanya beberapa varietas rambutan yang digemari orang dan dibudidayakan dengan memilih nilai ekonomis relatif tinggi menurut
diantaranya:
Rambutan Rapiah buah tidak terlalu lebat tetapi mutu buahnya tinggi, kulit kuning-merah tidak merata dengan berambut agak jarang, daging buah manis dan agak kering, kenyal, ngelotok dan daging buahnya tebal, dengan daya tahan dapat mencapai
Rambutan Aceh Lebak bulus pohonnya tinggi dan lebat buahnya dengan hasil 170 ikat per pohon, kulit buah berwarna merah kuning, halus, asam banyak air dan ngelotok daya simpan 4 hari setelah tik, buah ini tahan dalam pengangkutan.
Rambutan Cimacan, kurang lebat buahnya dengan rata per pohon, kulit berwarna merah
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 2001 2002 350.875476.941
tahun 2001 sebanyak 350.875 ton sedangkan pada tahun 2002 meningkat menjadi 476.941 ton. Pada tahun 2003 sampai 200 meningkat 2 kali lipat, seperti ditunjukkan pada
. Produksi buah rambutan periode tahun 2001
jenis rambutan dari Sri Langka yaitu jenis Malayan Special, (Agridept , 2001).
lah dilakukan terdapat 22 jenis,
galur murni maupun hasil okulasi atau penggabungan dari dua jenis dengan galur ciri yang membedakan setiap jenis rambutan dilihat dari sifat air, bentuk, warna kulit, panjang rambut). Dari sejumlah jenis rambutan diatas hanya beberapa varietas rambutan yang digemari orang dan dibudidayakan dengan memilih nilai ekonomis relatif tinggi menurut Rambutan Rapiah buah tidak terlalu lebat tetapi mutu buahnya tinggi, kulit merah tidak merata dengan berambut agak jarang, daging buah manis dan agak kering, kenyal, ngelotok dan daging buahnya tebal, dengan daya tahan dapat mencapai6 hari setelah dipetik.
Rambutan Aceh Lebak bulus pohonnya tinggi dan lebat buahnya dengan hasil 170 ikat per pohon, kulit buah berwarna merah kuning, halus, asam banyak air dan ngelotok daya simpan 4 hari setelah tik, buah ini tahan dalam pengangkutan.
Rambutan Cimacan, kurang lebat buahnya dengan rata
per pohon, kulit berwarna merah kekuningan sampai merah tua, rambut kasar
2002 2003 2004
476.941 815.438
709.857
Tahun
sebanyak 350.875 ton sedangkan pada tahun 2002 meningkat menjadi 476.941 ton. Pada tahun 2003 sampai 200 meningkat 2 kali lipat, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.
. Produksi buah rambutan periode tahun 2001
jenis rambutan dari Sri Langka yaitu jenis Malayan Special, 2001). Jenis rambutan di Indonesia lah dilakukan terdapat 22 jenis,
galur murni maupun hasil okulasi atau penggabungan dari dua jenis dengan galur ciri yang membedakan setiap jenis rambutan dilihat dari sifat air, bentuk, warna kulit, panjang rambut). Dari sejumlah jenis rambutan diatas hanya beberapa varietas rambutan yang digemari orang dan dibudidayakan dengan memilih nilai ekonomis relatif tinggi menurut Rambutan Rapiah buah tidak terlalu lebat tetapi mutu buahnya tinggi, kulit merah tidak merata dengan berambut agak jarang, daging buah manis dan agak kering, kenyal, ngelotok dan daging buahnya
6 hari setelah dipetik.
Rambutan Aceh Lebak bulus pohonnya tinggi dan lebat buahnya dengan hasil 170 ikat per pohon, kulit buah berwarna merah kuning, halus, asam banyak air dan ngelotok daya simpan 4 hari setelah Rambutan Cimacan, kurang lebat buahnya dengan
rata-kekuningan sampai merah tua, rambut kasar
2004 2005
709.857657.579
Tahun
sebanyak 350.875 ton sedangkan pada tahun 2002 meningkat menjadi 476.941 ton. Pada tahun 2003 sampai 200
. Produksi buah rambutan periode tahun 2001-2007
jenis rambutan dari Sri Langka yaitu jenis Malayan Special, Jenis rambutan di Indonesia baik yang berasal dari galur murni maupun hasil okulasi atau penggabungan dari dua jenis dengan galur ciri yang membedakan setiap jenis rambutan dilihat dari sifat air, bentuk, warna kulit, panjang rambut). Dari sejumlah jenis rambutan diatas hanya beberapa varietas rambutan yang digemari orang dan dibudidayakan dengan memilih nilai ekonomis relatif tinggi menurut Rambutan Rapiah buah tidak terlalu lebat tetapi mutu buahnya tinggi, kulit merah tidak merata dengan berambut agak jarang, daging buah manis dan agak kering, kenyal, ngelotok dan daging buahnya
6 hari setelah dipetik.
Rambutan Aceh Lebak bulus pohonnya tinggi dan lebat buahnya dengan hasil 170 ikat per pohon, kulit buah berwarna merah kuning, halus, asam banyak air dan ngelotok daya simpan 4 hari setelah
-rata hasil 90
kekuningan sampai merah tua, rambut kasar
2006 2007
657.579801.077705.823
7
sebanyak 350.875 ton sedangkan pada tahun 2002 meningkat menjadi 476.941 ton. Pada tahun 2003 sampai 2007
2007
jenis rambutan dari Sri Langka yaitu jenis Malayan Special, Jenis rambutan di Indonesia baik yang berasal dari galur murni maupun hasil okulasi atau penggabungan dari dua jenis dengan galur ciri yang membedakan setiap jenis rambutan dilihat dari sifat air, bentuk, warna kulit, panjang rambut). Dari sejumlah jenis rambutan diatas hanya beberapa varietas rambutan yang digemari
orang dan dibudidayakan dengan memilih nilai ekonomis relatif tinggi menurut Rambutan Rapiah buah tidak terlalu lebat tetapi mutu buahnya tinggi, kulit
merah tidak merata dengan berambut agak jarang, daging buah manis dan agak kering, kenyal, ngelotok dan daging buahnya Rambutan Aceh Lebak bulus pohonnya tinggi dan lebat buahnya dengan hasil 170 ikat per pohon, kulit buah berwarna merah kuning, halus, asam banyak air dan ngelotok daya simpan 4 hari setelah rata hasil 90-170 ikat kekuningan sampai merah tua, rambut kasar
705.823
8
dan agak jarang, rasa manis, sedikit berair tetapi kurang tahan dalam pengangkutan.
4. Rambutan Binjai yang merupakan salah satu rambutan yang terbaik di Indonesia dengan buah cukup besar, dengan kulit berwarna merah darah sampai merah tua rambut buah agak kasar dan jarang, rasanya manis dengan asam sedikit, hasil buah tidak selebat aceh lebak bulus tetapi daging buahnya ngelotok.
5. Rambutan Sinyonya, jenis rambutan ini lebat buahnya dan banyak disukai terutama orang Tionghoa, dengan batang yang kuat cocok untuk diokulasi, warna kulit buah merah tua sampai merah anggur, dengan rambut halus dan rapat,rasa buah manis asam, banyak berair, lembek dan tidak ngelotok.
Kandungan nutrisi pada daging buah rambutan sangat tergantung pada : varietas, kesuburan tanah, banyaknya sinar matahari yang diperoleh, curah hujan dan faktor lainnya. Berdasarkan Broto (1981) didalam Rukmana dan Yuyun (2002) tentang kandungan nutrisi buah rambutan per 100 gram daging buah seperti ditunjukkan pada Tabel 1 adalah air sebanyak 80,4 g, protein 1 g, lemak 0,3 g, karbohidrat berupa glukose 2,8 g, fruktose 3 g, sukrosa 9,9 g, serat makanan 2,8 g, asam malat 0,05 g, asam sitrat 0,31 g, yang dapat menghasilkan energi sebanyak 297 kal. Menurut Depkes RI (1981) kandungan nutrisi buah rambutan per 100 gram terdiri dari air sebanyak 80,5 g, protein 0,9 g, lemak 1 g, karbohidrat 18,1 g, vitamin C 58 mg, yang dapat menghasilkan energi sebanyak 69 kalori dan bahan yang dapat dimakan sebesar 40%.
Tabel 1. Kandungan Nutrisi Buah Rambutan per 100 gram Daging Buah Komponen Wisnu Broto (1981) Depkes RI (1981) Air (g) 80,40 80,50 Protein (g) 1,00 0,90 Lemak (g) 0,3 1,0 Abu (g) 0,3 -Karbohidrat - Glucose (g) - Fructose (g) - Sucrose (g) - Pati (g) - 2,8 3,0 9,9 0,0 18,10 - - - -Asam malat (g) 0,05 -Asam sitrat (g) 0,31 -Serat makanan (g) 2,8
-9
Tabel 1 (lanjutan). Kandungan Nutrisi Buah Rambutan per 100 gram Daging Buah
Komponen Wisnu Broto (1981) Depkes RI (1981) Energi 297,00 (kal) 69 kal Vitamin C (mg) 66,75 58.00 Niacin (mg) 0,5 -Thiamin (mg) 0,01 -Riboflavin (mg) 0,07 -Mineral - K(mg) - Na(mg) - Ca (mg) - Mg (mg) - Fe (mg) - Zn (mg) - P (mg) - 140,00 2,00 13,00 10,00 0,80 0,60 16,00 16,00 - - - - 0,50 - 16,00 Bahan yang dapat dimakan (%) 40 40,00 Sumber : Rukmana dan Yuyun (2002)
Ket : (-) tidak dianalisa
2.2.Sari Buah
Sari buah didefinisikan sebagai cairan hasil perasan atau tekanan alat mekanis. yang dikeluarkan dari bagian buah yang dapat dimakan. Cairan dapat keruh atau bening tergantung dari jenis buah yang digunakan. Metode yang digunakan untuk mengektraksi sari buah dari buah-buahan tropis sangat bervariasi tergantung dari struktur dan kompisisi buah (Polland dan Timberlake, 1971). Selanjutnya (Pujimulyani, 2009) menyatakan bahwa Sari buah adalah cairan yang diambil atau diperas dari bagian buah yang dapat dimakan (edible portion) dengan pengepresan atau cara mekanis yang lain sehingga sari buah mempunyai cita rasa yang sama dengan buah aslinya.
Satuhu (2003), menjelaskan bahwa perdagangan internasional membedakan sari buah berdasarkan kandungan sari buah murninya. yaitu :
1. Fruit juice adalah minuman dengan 100% buah tanpa pengawet. Memerlukan
tambahan air dalam ukuran tertentu untuk bisa dikonsumsi. Jenis sari buah ini biasanya diimpor oleh industri minuman untuk selanjutnya diolah menjadi sari buah (fruit juice drink).
10
2. Fruit juice nectar adalah minuman dengan kadar 25-30% ditambah air dan
gula. Mengandung 50% sari buah untuk sari buah jeruk dan apel, 40% untuk sari buah apricot dan 25% untuk buah markisa dan jambu.
3. Fruit juice drink adalah jenis minuman yang memiliki kadar sari buah
10%-12%, kadang-kadang minuman ini ditambah asam sitrat, asam sorbat, aroma dan zat pengawet.
4. Multi fruit dan multi vitamin beverage adalah jenis minuman yang dicampur
berbagai jenis sari buah seperti sari buah jeruk, apel, nenas dan apricot.
Sari buah dalam SNI (1995) adalah minuman ringan yang dibuat dari sari buah dan air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Tabel 2 menyajikan syarat mutu minuman sari buah. Tabel 2. Syarat mutu minuman sari buah
No. Uraian Satuan Persyaratan
1. 1.1 1.2 Keadaan Aroma Rasa - - Normal Normal
2. Bilangan formol ml N NaOH
100 ml Min. 15 3. 3.1 3.2 3.3 Bahan tambahan makanan Pemanis buatan Pewarna tambahan Pengawet -
Sesuai dengan SNI 01-0222-1995
Sesuai dengan SNI 01-0222-1995
Tidak boleh ada Sesuai dengan SNI
01-0222-1995 Sesuai dengan SNI
01-0222-1995 4. 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 Cemaran logam Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Timah (Sn) Raksa (Hg)
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
Maks 0,3 Maks 5,0 Maks 5,0 Maks 40/250,0* Maks 0,03
5. Cemaran arsen (AS) mg/kg Maks 0,2
6. 6.1 6.2 6.3 6.4 6.5 6.6 6.7 6.8 Cemaran mikroba Angka lempeng total Bakteri koliform E. coli Salmonella S. aureus Vibrio.sp Kapang Khamir Koloni/gram APM/ml APM/ml Koloni/25 ml Koloni/ml Koloni/ml Koloni/ml Koloni/ml Maks 2 x 102 Maks 20 3 Negative 0 Negative Maks 50 Maks 59 Sumber : SNI 01-3719-1995
11
Syarat mutu minuman sari buah berdasarkan SNI (1995) adalah aroma dan rasa yang normal, bilangan formol minimal 15 ml N NaOH/ 100 ml, bahan tambahan makanan berupa pemanis buatan yang tidak boleh ada, pewarna tambahan dan pengawet yang pengaturannya sesuai dengan SNI 01-0222-1995. Serta beberapa persyaratan tentang cemaran logam dan cemaran mikroba.
Faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sari buah antara lain, buah yang digunakan haruslah segar, banyak tersedia dan mengandung kadar air yang tinggi (juicy), tidak hambar, serta tidak rusak dan tidak busuk (Ashurst, 1995). Untuk buah-buahan tertentu, dapat dilakukan modifikasi terhadap proses pengolahan tersebut, tergantung pada sifat buah dan sari buah yang diinginkan (Makfoeld, 1982).
Tahap-tahap pengolahan sari buah secara umum adalah pemilihan dan penentuan kematangan buah, pencucian dan sortasi, ekstraksi, homogenisasi, penyaringan, deaerasi, pengawetan, dan pembotolan atau pengalengan (Makfoeld, 1982). Pasteurisasi bertujuan untuk membunuh mikroorganisme patogen dan menginaktifkan enzim. Pasteurisasi bukan bertujuan untuk membunuh spora bakteri, tapi untuk mencegah agar spora tersebut tidak berkembang. Pasteurisasi terdiri dari beberapa metode, seperti flash pasteurisation yang menggunakan plate
heat exchanger, batch pasteurisation, dan in pack pasteurisation (hot filling)
(Ashurst, 1995).
Sari buah dalam kemasan selanjutnya disimpan dingin. Penyimpanan dingin (chilling storage) merupakan cara penyimpanan bahan atau produk pangan dibawah 15o
C dan di atas titik beku bahan / produk. Penyimpanan dingin merupakan salah satu cara menghambat turunnya mutu sari buah, disamping penambahan zat-zat pengawet kimia dan konsentrasi gula yang tinggi. Pendinginan akan menurunkan laju pertumbuhan mikroba pada bahan produk yang disimpan. Penurunan ini disebabkan terjadinya denaturasi enzim dan
penghambatan sintesa enzim yang dibutuhkan mikroba. Menurut Pollard dan Timberlake (1974), bahwa suhu penyimpanan yang ideal bagi sari
buah adalah 5,4-14,4oC. Suhu rendah diatas suhu pembekuan dan dibawah 15oC dapat mengurangi laju metabolisme. Menyimpan bahan pangan pada suhu sekitar -2oC sampai 10oC diharapkan dapat memperpanjang masa simpan bahan pangan.
12
Suhu rendah dapat memperlambat aktivitas metabolisme dan menghambat pertumbuhan mikroba.
2.2.1. Karakteristik Sari Buah
Karakterisasi sari buah dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa parameter, hal tersebut dilakukan untuk menentukan kualitas sari buah yang dihasilkan. Beberapa parameter mutu sari buah yang umumnya menjadi ukuran mutu suatu jenis minuman sari buah yaitu viskositas (kekentalan), kekeruhan, total padatan terlarut dan pH.
Viskositas (kekentalan) merupakan sifat suatu cairan yang menunjukkan adanya tahanan dalam atau gesekan pada cairan yang bergerak. Pada zat cair viskositas disebabkan oleh gaya kohesif antar molekulnya sedangkan pada gas
viskositasnya berasal dari tumbukan-tumbukan antar molekulnya (Giancoli, 1998).
Total padatan terlarut adalah total padatan yang terlarut dari seluruh komponen yang ada yaitu asam sitrat, asam malat, asam tartarat, asam, dan gula. Penentuan total padatan terlarut sari buah rambutan dilakukan dengan menggunakan hand refraktometer. Satu tetes sari buah rambutan tanpa filtrasi diteteskan ditengah kaca contoh pada hand refraktometer dan tunggu beberapa saat, nilai besar total padatan terlarut dengan satuan °Brix akan segera muncul secara otomatis.
Kejernihan sangat dipengaruhi oleh kekeruhan dan warna air. Kekeruhan merupakan suatu ukuran berdasarkan sinar yang dihamburkan atau dibelokkan oleh adanya butir-butir partikel yang terdispersi dalam larutan. Kekeruhan dapat disebabkan oleh bahan-bahan tersuspensi yang bervariasi dari ukuran koloid sampai dispersi kasar, tergantung dari derajat turbulensinya (Saeni, 1989).
Nilai pH merupakan singkatan dari pondus hydrogenii. pH didefinisikan sebagai negatif logaritma sepuluh konsentrasi ion hidrogen. dapat ditulis sebagai berikut :
pH = -log [H+
]
Konsentrasi ion hidrogen yang aktif biasanya dinyatakan dengan pH dan sering digunakan untuk menentukan jenis mikroba yang tumbuh dalam makanan
13
dan produk yang dihasilkan (Saeni, 1989). Setiap mikroba masing-masing mempunyai nilai pH maksimum untuk pertumbuhannya, sebagai contoh bakteri yang dapat tumbuh baik pada pH mendekati netral, tetapi beberapa bakteri menyukai suasana asam dan yang lain dapat tumbuh dalam sedikit asam atau dalam suasana basa (Fardiaz, 1989).
2.2.2. Gula
Sukrosa atau gula pasir terdapat dalam jumlah besar dalam banyak tumbuhan yaitu tebu (Saccharum officinarum) dan bit gula (Beta vulgaris). Sukrosa sangat mudah larut dalam rentang suhu yang lebar. Sifat ini menjadikan sukrosa bahan yang sangat baik untuk sirop dan makanan lain yang mengandung gula (deMan, 1997).
Gula adalah suatu istilah umum yang sering diartikan bagi setiap karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya digunakan untuk menyatakan sukrosa yang diperoleh dari bit atau tebu. Gula berfungsi untuk memberikan rasa manis dan kelembutan yang mempunyai daya larut tinggi, mempunyai kemampuan menurunkan aktivitas air (Aw) dan mengikat air (Hidayat dan Ikariztiana, 2004).
Gula terlibat dalam pengawetan dan pembuatan aneka ragam produk-produk makanan, diantaranya pada sari buah pekat dan sirup buah-buahan. Kadar gula yang tinggi bersama dengan kadar asam yang tinggi (pH rendah), perlakuan dengan pasteurisasi secara pemanasan, penyimpanan pada suhu rendah, dehidrasi dan bahan-bahan pengawet kimia merupakan teknik-teknik pengawetan pangan yang penting (Buckle et al., 1987).
2.2.3. Asam Sorbat dan Garamnya (Na, K dan Ca)
Asam sorbat dan garamnya akan lebih efektif pada pH rendah dan pada kondisi yang tidak terdisosiasi. Apabila ditambahkan pada bahan pangan dengan pH rendah sangat efektif dalam menghambat pertumbuhan khamir dan kapang (Cahyadi, 2006).
Asam sorbat dan sorbat merupakan senyawa antifungus yang efektif dan dipakai dalam produk sari buah, minuman anggur, dan makanan lain. Senyawa
14
ini aktif terhadap pertumbuhan khamir dan jamur sampai pH 6,5. Sorbat di metabolisme sebagai asam lemak (deMan, 1997).
Asam sorbat umumnya digunakan dalam bentuk garam kaliumnya, mempunyai aktivitas dengan spektrum yang lebar terhadap khamir dan kapang. tetapi tidak seefektif terhadap bakteri. Lactobacilli, Staphyloccocci clostridia
(termasuk Clostridium botulinum) tidak dihambat oleh sorbat. Asam sorbat akan
lebih efektif pada pH yang lebih tinggi daripada asam benzoat (Buckle et al., 1987).
2.2.4. Asam Benzoat dan Garamnya (Na dan K)
Mekanisme kerja senyawa antimikroba berbeda-beda antara senyawa yang satu dengan yang lain, meskipun tujuan akhirnya sama yaitu menghambat atau menghentikan pertumbuhan mikroba. Asam benzoat dan garamnya relatif kurang efektif sebagai bahan pengawet pada pH lebih besar, tetapi kinerjanya sebagai pengawet meningkat dengan turunnya pH sampai di bawah 5. Turunnya pH medium akan menaikkan proporsi asam yang tidak terdisosiasi karena asam yang tidak terdisosiasi penentu utama peranan pengawet. Asam benzoat sangat efektif dalam menghambat pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan dengan pH rendah seperti sari buah dan minuman penyegar (Cahyadi, 2006).
Asam benzoat dan garam-garamnya adalah suatu kelompok zat pengawet kimia yang sudah digunakan secara luas. Biasanya untuk pengawetan bahan yang bersifat asam karena lebih efektif pada pH 3. Benzoat efektif terhadap khamir dan jamur daripada bakteri pada kadar 0,1 % atau kurang dari jumlah yang diperkenankan (Desrosier, 1988).
2.2.5. Karagenan
Karagenan dipasaran merupakan tepung yang berwarna kekuning-kuningan. mudah larut dalam air dan membentuk larutan kental atau gel. Sifat-sifat karagenan meliputi kelarutan, stabilitas pH, pembentukan gel dan viskositas (Suryaningrum 1988). Spesifikasi kemurnian karagenan yang dikeluarkan oleh FAO (food and agriculture organization), FCC (Federal Communications Commission) dan EEC (european economic community ) disajikan pada Tabel 3.
15
Tabel 3. Spesifikasi mutu karagenan
Spesifikasi FAO FCC EEC Zat volatil (%)
Sulfat (%)
Viskositas pada larutan 1,5% Abu (%)
Abu tidak larut asam (%) Logam berat :
- Pb (ppm) - As (ppm) - Cu + Zn (ppm) - Zn (ppm)
Kehilangan karena pengeringan
Maks 12 15-40 Min 5 cps 15-40 - Maks 10 Maks 3 - - - Maks 12 18-40 Min 5 cps Maks 35 Maks 1 Maks 10 Maks 3 - - - Maks 12 15-40 Min 5 cps 15-40 Maks 2 Maks 10 Maks 3 Maks 50 Maks 25 - Sumber : A/S Kobenhvns Pektifabrik, 1978
Spesifikasi mutu karagenan berdasarkan FAO, FCC dan EEC dalam A/S Kobenhavsn Pektifabrik (1978) adalah zat volatil maksimal 12 %, viskositas pada larutan 1,5% minimal 5 cps, logam berat berupa Pb maksimal 10 ppm, As maksimal 3 ppm, Cu + Zn maksimal 50 ppm, Zn maksimal 25 ppm, sulfat berada pada kisaran 15-40%, abu berada pada kisaran 15-40 %, dan abu tidak larut asam maksimal 2.
Karagenan diperoleh dari ekstrak rumput laut merah Chondrus sp,
Gigartina sp, dan Eucheuma sp, sampai 86 spesies telah dimanfaatkan. Setiap
spesies memiliki susunan polimer karagenan yang beragam, dan hal itu juga tergantung umur rumput laut, musim, dan sebagainya. Karagenan terdapat pada tanaman. Umumnya dalam bentuk sejumlah polimer yang sangat mirip, atau fraksi-fraksi yang perbandingan jumlahnya tergantung pada asal spesies. Karagenan larut dalam air, tetapi sedikit larut dalam pelarut lainnya, umumnya perlu pemanasan agar karagenan larut semuanya. Biasanya pemanasan dilakukan sampai suhu 50-80oC, tergantung adanya kation yang dapat mendorong pembentukan gel seperti ion-ion merupakan dasar dalam penggunaannya dibidang pangan. Sifat-sifat karagenan yang unik sebagai hidrokoloid adalah reaktivitasnya dengan beberapa jenis protein, khususnya dengan protein susu yang menyebabkan timbulnya sifat-sifat yang menjadi alasan banyak penggunaannya dalam pangan (Cahyadi, 2006).
Karagenan merupakan salah satu koloid hidrofilik yang penting (mampu mengikat air). Faktor terpenting dalam pengamatan kelarutan karagenan adalah
16
sifat hidrofilik molekul yaitu kelompok ester-sulfat dan unit galaktopironosa. Sedangkan unit 3.6 anhidrogalaktosa bersifat hidrofobik. Kappa karagenan memiliki ester-sulfat dalam jumlah yang rendah, tetapi mengandung 3.6 anhidrogalaktosa yang bersifat hidrofobik seperti kalium. Keseimbangan antara ion-ion yang larut dengan yang tidak larut akan terganggu seperti terbentuknya gel (Stanley, 1987).
Karagenan dapat membentuk gel yang secara irreversibel atau bolak balik. Kekuatan gel yang terbentuk tergantung pada suhu dan senyawa lainnya seperti kalium dan amonium kation. Karagenan merupakan pensuspensi yang sangat efektif. Karagenan sering dipakai dengan campuran pati, kedua senyawa ini membentuk kompleks yang mempunyai sifat yang berguna dalam bahan makanan (deMan, 1997).
2.2.6. Carboxil Metil Cellulosa (CMC)
Na-CMC adalah turunan dari selulosa dan sering dipakai dalam industri pangan, atau digunakan dalam bahan makanan untuk mencegah terjadinya
retrogradasi. Pembuatan CMC adalah dengan cara mereaksikan NaOH dengan
selulosa murni, kemudian ditambahkan Na-kloro asetat (Fennema, 1996).
Na-CMC merupakan zat dengan warna putih atau sedikit kekuningan, tidak berbau dan tidak berasa, berbentuk granula yang halus atau bubuk yang bersifat higroskopis (Inchem 2002). Menurut (Tranggono et al., 1991), CMC ini mudah larut dalam air panas maupun air dingin. Pada pemanasan dapat terjadi pengurangan viskositas yang bersifat dapat balik (reversible). Viskositas larutan CMC dipengaruhi oleh pH larutan, kisaran pH Na-CMC adalah 5-11 sedangkan pH optimum adalah 5, dan jika pH terlalu rendah (<3), Na-CMC akan mengendap (Anonim, 2004).
Na-CMC akan terdispersi dalam air, kemudian butir-butir Na-CMC yang bersifat hidrofilik akan menyerap air dan terjadi pembengkakan. Air yang sebelumnya ada di luar granula dan bebas bergerak, tidak dapat bergerak lagi dengan bebas sehingga keadaan larutan lebih mantap dan terjadi peningkatan viskositas (Fennema, 1996). Hal ini akan menyebabkan partikel-partikel terperangkap dalam sistem tersebut dan memperlambat proses pengendapan
17
karena adanya pengaruh gaya gravitasi. Menurut Fardiaz et al., (1987), ada empat sifat fungsional yang penting dari Na-CMC yaitu untuk pengental, stabilisator, pembentuk gel dan beberapa hal sebagai pengemulsi. Didalam sistem emulsi hidrokoloid (Na-CMC) tidak berfungsi sebagai pengemulsi tetapi lebih sebagai senyawa yang memberikan kestabilan.
Mekanisme bahan pengental dari Na-CMC mengikuti bentuk konformasi
extended atau streched ribbon (tipe pita). Tipe tersebut terbentuk dari 1,4 D
glukopiranosil yaitu dari rantai selulosa. Bentuk konformasi pita tersebut karena bergabungnya ikatan geometri zig-zag monomer dengan jembatan hydrogen dengan 1,4 D glukopiranosil lain, sehingga menyebabkan susunannya menjadi stabil. Na-CMC yang merupakan derivat dari selulosa memberikan kestabilan pada produk dengan memerangkap air dengan membentuk jembatan hydrogen dengan molekul Na-CMC yang lain (Belitz dan Grosch, 1986).
Belizt dan Grosch (1986) mengatakan penggunaan Na-CMC sebagai derivat dari selulosa antara 0,01%-0,8% akan mempengaruhi produk pangan seperti jelli buah, sari buah, mayonaise dan lain-lain. Menurut Fennema (1996), semua zat pengental adalah hidrofil dan terdispersi dalam larutan yang dikenal sebagai hidrokoloid.
2.2.7. Asam sitrat
Asam sitrat adalah asam organik berbentuk hablur, berwarna putih, berasa masam terdapat pada buah - buahan seperti limau dan nanas. Asam organik yang sering dipakai sebagai pengasam atau asidulan adalah asam sitrat, yang biasanya terdapat pada buah dan sayuran. Sifat-sifat lain seperti kehigroskopikan, kelarutan dan biaya nisbi, menentukan pemakaiannya dalam berbagai makanan (deMan, 1997).
Asam sitrat diklasifikasikan sebagai GRAS (generally recognized as safe) oleh FDA untuk berbagai tujuan pengawetan. Pada beberapa produk asam sitrat digunakan sebagai asidulan pada berbagai macam produk minuman dan sari buah. Asam sitrat digunakan sebagai penegas rasa pada beberapa bahn pangan. Asam sitrat diproduksi secara komersil dengan proses fermentasi, dimana larutan molases diinkubasi dengan Aspergilli niger (Furia, 1972).
18
Jumlah asam sitrat yang ditambahkan pada sari buah tergantung dari jenis buahnya. Bila buah yang digunakan sangat asam, maka penambahan asam sitrat cukup 1-1,5 gram untuk setiap liter sari buah yang dihasilkan, sedangkan untuk buah yang manis seperti jambu biji mangga dan pepaya penambahan asam sitrat sekitar 2-2,5 gram setiap liter sari buah (Satuhu, 2003).
Kelebihan asam sitrat merupakan suatu asidulan, yaitu senyawa kimia yang bersifat asam yang ditambahkan pada proses pengolahan makanan untuk dapat bertindak sebagai penegas rasa dan warna atau menyelubungi rasa after taste yang tidak disukai (Hidayat dan Ikarisztiana, 2004).
2.3.Membran
Membran adalah interfase antara dua fase yang berdekatan yang bertindak sebagai selektif barrier antara dua kompartemen. Keuntungan utama dari teknologi membran dibandingkan dengan unit operasi lain dalam keteknikan kimia adalah prinsip pemisahannya yang unik, seperti selektivitas transport. Pemisahan dengan membran tidak memerlukan bahan tambahan, dapat dilakukan pada suhu rendah sehingga memerlukan energi yang lebih sedikit, serta perbesaran dan pengecilan skala serta integrasinya dengan proses pemisahan yang lain dapat dilakukan dengan mudah (Ulbricht, 2006).
Membran dapat didefinisikan sebagai suatu lapisan tipis semipermiabel diantara dua fasa yang berbeda karakter. Fasa pertama adalah feed atau larutan pengumpan dan fasa kedua adalah permeate atau hasil pemisahan. Fungsi utama dari suatu membran sebagai penahan semipermiabel yang dapat melewatkan dan menahan komponen tertentu dalam suatu campuran (Djumali dan Darnoko, 1990).
Beberapa keuntungan teknologi membran menurut (Liu, 2005), yaitu: 1. Sistemnya sederhana, modular, fleksibel dalam mode operasi, dan kompatibel
dengan subsistem dari proses yang ada sekarang.
2. Produk pangan tidak dipanaskan sehingga kehilangan kualitas nutrisi makanan dan senyawa volatil dapat diabaikan.
3. Proses membran menggunakan energi yang efisien.
19
5. Membran dapat digunakan untuk meningkatkan nilai ekonomis proses pasca panen buah-buahan dan sayuran.
Pada prakteknya, laju permeasi membran menurun dengan adanya fouling, yaitu terhalangnya permukaan dan pori-pori membran oleh partikel material. Laju
fouling tergantung dari cairan yang difiltrasi, jenis membran, laju cross - flow dan
tekanan yang diaplikasikan, dimana peningkatan laju cross-flow mengakibatkan penurunan laju fouling. Menurut Mulder (1995), metode yang paling praktis untuk mengurangi fouling adalah dengan membersihkan membran. Frekuensi pembersihan membran dapat diperkirakan dari optimisasi proses. Pemilihan metode pembersihan terutama tergantung pada konfigurasi modul, resistensi membran terhadap bahan kimia dan partikel penyebab fouling. Ada empat metode dalam pembersihan membran. yaitu
1. Pembersihan hidrolik
Metode pembersihan hidrolik meliputi back-flushing (hanya cocok untuk membran mikrofiltrasi dan ultrafiltrasi terbuka), perlakuan back shock,
aplikasi kenaikan dan penurunan tekanan dan dengan pembalikan arah aliran dengan frekuensi tertentu.
2. Pembersihan mekanik
Metode ini hanya dapat diterapkan pada sistem turbular menggunakan bola sponge.
3. Pembersihan kimiawi
Metode pembersihan dengan cara kimiawi paling penting dalam mengurangi
fouling. Konsentrasi bahan kimia dan waktu pembersihan juga sangat penting
dalam hubungannya dengan resistensi bahan kimia dari membran. Bahan kimia yang dapat digunakan untuk membersihkan membran yaitu golongan asam kuat (HNO3), asam lemah (asam sitrat), basa (NaOH), detergen (alkali,
non-ionik), enzim, senyawa kompleks (EDTA) dan desinfektan (H2O2).
4. Pembersihan elektrik
Metode ini dilakukan dengan memberikan medan listrik yang menyebabkan perpindahan partikel atau molekul dari membran. Metode ini dapat dilakukan tanpa mengganggu proses filtrasi. Tetapi metode ini membutuhkan desain
20
modul khusus dan membran yang dapat menghantarkan listrik (membran logam).
2.3.1. Aplikasi Membran Mikrofiltrasi
Aplikasi utama dari membran filtrasi dalam industri sari buah adalah untuk klarifikasi dan konsentrasi. Menurut Cheryan (1998) aplikasi membran dalam pengolahan sari buah yaitu klarifikasi, contohnya pada penggunaan mikrofiltrasi (MF) dalam produksi sparkling clear beverages. Beberapa penelitian tentang pemurnian dan pengkonsentrasian sari buah dengan menggunakan membran telah dilakukan. Aplikasi membran proses yang digunakan antara lain mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, reverse osmosis dan evaporasi osmosis.
Venturini et al., (2003) telah melakukan penelitian dengan mengaplikasikan teknik mikrofitrasi tangensial (TMF) pada sari buah jeruk. Penggunaan membran MF dengan ukuran 0,8 µm menghasilkan fluksi yang paling tinggi yaitu lebih dari 50 Liter/jam.m2, yang merupakan nilai minimum yang direferensikan untuk penggunaan teknik ini secara komersial. Tekanan yang digunakan sebesar 2,5 bar. Peningkatan suhu dari 20ºC menjadi 35ºC selama TMF pada sari buah jeruk menyebabkan penurunan kandungan vitamin C di dalam permeate dan retentate secara proporsional. Tetapi sebaiknya menggunakan membran TMF dengan ukuran 0,1 µm untuk jaminan kesterilan sari buah.
Casani dan Jorgensen (2000) telah melakukan penelitian untuk klarifikasi sari buah cherry menggunakan membran MF berukuran pori 0,5 dan 0,8 µm dengan teknik cross flow. Hasil menunjukkan bahwa fluksi tertinggi dicapai setelah 10 jam yaitu sebesar 200 300 Lh-1m-2 pada suhu 2 ºC dengan tekanan 0,3 bar setelah itu terjadi penyumbatan pori.
Kualitas konsentrat sari buah atau sari buah yang diklarifikasi umumnya tidak mengalami penurunan, kalaupun ada nilainya tidak signifikan. Hasil penelitian Cisse et al., (2005) menunjukkan bahwa komposisi kimia secara umum dari sari buah jeruk setelah mengalami proses mikrofiltrasi tidak mengalami perubahan.
Penelitian tentang pemurnian sari buah dengan menggunakan membran telah dilakukan sejak beberapa waktu yang lalu dan sampai sekarang masih
21
dikembangkan. Tabel 4 menyajikan beberapa penelitian terdahulu tentang aplikasi filtrasi membran pada sari buah.
Tabel 4. Ringkasan hasil penelitian aplikasi membran pada sari buah No. Peneliti (tahun) Hasil penelitian
1. Chamchong dan Noomhorm (1991)
mikrofiltrasi sari buah jeruk tangerine menggunakan membrane polisulfon. kendalanya terdapat pada polarisasi konsentrasi dan fouling terjadi pada tekanan tinggi dan lajur alir rendah
2. Chang et al., (2000)
Ultrafiltrasi pada sari buah leci mampu merejeksi prekursor leukosianidin yang menyebabkan perubahan warna merah muda.
3. Venturini et al., (2003)
Mikrofiltrasi sari buah jeruk menggunakan membran dari keramik. menghasilkan sari buah yang tidak mengalami perubahan pada total padatan terlarut, pulp, ph, total asam dan terjadi kehilangan vitamin C sebanyak 28%. 4. Cisse et al.,
(2005)
Mikrofiltrasi sari buah jeruk Valencia menggunakan membran dari keramik, menghasilkan sari buah yang tidak mengalami perubahan vitamin C, total asam, konsentrasi gula, aroma. Total padatan terlarut di retentat lebih besar daripada dipermeat dan Padatan tersuspensi senyawa terpen dan karotenoid tertahan 5. Agitsni (2008) Mikrofiltrasi sari buah jeruk menghasilkan sari buah
jeruk dengan kandungan limonin berkurang sebesar 92,54% dan naringin berkurang 71,34%. Kondisi operasi terbaik dengan tingkat pengurangan limonin dan naringin tertinggi adalah pada tekanan transmembran 1,74 bar dan laju alir 0,08 m detik-1 dengan fluksi sebesar 63,16 m-2 jam -1
6. Posisi penelitian Mikrofiltrasi pada sari buah rambutan dengan menggunakan membran polietersulfon
Pemurnian sari buah jeruk dengan Cross Flow Microfiltration (CFM) memberikan hasil bahwa senyawa yang mengandung oksigen seperti alkohol, ester, aldehid dan terpenol terutama ditemukan di dalam permeate, sedangkan senyawa terpen dalam jumlah besar tertahan oleh membran. Lebih dari 60 % etanol, heksanal, dekanal, benzaldehida linalool, dan terpeniol dari sari jeruk segar ditemukan di dalam permeate, sedangkan lebih dari 75% limonen, terpinolen, dan valencen, ditemukan di retentat (Cisse et al., 2005).
22
2.4.Aspek Finansial dan Ekonomi dari Studi Kelayakan
Analisis finansial dan evaluasi finansial dapat memastikan bahwa penentuan tujuan oleh pengambil keputusan dan kevalidan tinggi, yaitu mempunyai biaya paling rendah dalam waktu yang sama (Behrens dan Hawrane, 1991). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam analisa finansial yaitu diantaranya modal investasi, modal kerja dan penyusutan. Menurut Kadariah et al., (1999), analisis finansial suatu proyek melihat perbandingan pengeluaran uang dan perolehan keuntungan dari proyek tersebut. Bila analisis tersebut menunjukkan net benefit yang bernilai positif, maka rencana proyek dapat dilanjutkan. Bila sebaliknya yaitu bernilai negatif, maka rencana investasi tersebut sebaiknya dibatalkan.
Analisis finansial dilakukan untuk mengetahui tingkat kelayakan ekonomis suatu proyek. Beberapa kriteria investasi yang digunakan dalam menentukan kelayakan suatu usaha adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefi-Cost Ratio (net B/C), Break Even Point (BEP), Pay Back
Period (PBP) (Gittinger, 1986)
Net Persent Value (NPV) adalah nilai sekarang dari arus pendapatan yang
ditimbulkan oleh kegiatan investasi. Jika NPV sama dengan nol atau lebih besar dari nol. maka suatu industri dinyatakan layak karena biaya yang dikeluarkan lebih kecil dari pada nilai keuntungan atau hasil yang diperoleh. Sedangkan pada kondisi sebaliknya, maka suatu industri dinyatakan tidak layak karena biaya yang dikeluarkan lebih besar dari pada nilai keuntungan atau hasil yang di peroleh (Gittinger, 1986).
NPV ...(1) Keterangan :
Bt = Benefit bruto pada tahun ke-t (Rp) Ct = Biaya bruto pada tahun ke-t (Rp) N = Tingkat suku bunga (%)
T = Tingkat investasi (t = 1. 2. 3. ... n)
IRR tingkat investasi adalah tingkat suku bunga (discount rate) yang menunjukkan nilai sekarang netto (NPV) sama dengan jumlah keseluruhan investasi proyek. Nilai IRR yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat suku
23
bunga yang berlaku menunjukkan proyek layak untuk dilaksanakan (Home, 1977). Secara matematis IRR dirumuskan sebagai berikut :
IRR =0 ..(2) Keterangan :
n = umur ekonomi
Bt = penerimaan kotor tahun ke-t
Ct = biaya kotor tahun ke-t
Net B/C merupakan perbandingan antara nilai total sekarang dan pendapatan bersih pada periode saat pendapatan bersih bernilai positif dengan nilai total sekarang pendapatan bersih pada periode saat pendapatan bersih negative. Jika nilai Net B/C lebih besar dari satu maka proyek atau industri
dinyatakan layak. Rumus perhitungan B/C adalah sebagai berikut (Blank dan Tarquin, 2002) :
Net .(3) Keterangan :
n = umur ekonomi
Bt = penerimaan kotor tahun ke-t
Ct = biaya kotor tahun ke-t
i = tingkat suku bunga
PBP adalah waktu yang diperlukan untuk mengembalikan sejumlah dana yang telah diinvestasikan (Thuesen dan Fabricky, 1993). Satuan dalam perhitungan PBP yang digunakan adalah dalam tahun atau bulan. Semakin pendek PBP semakin kecil resiko yang dihadapi oleh investor. Rumus perhitungan PBP (pay back periode) adalah sebagai berikut :
PBP = (4) Perhitungan BEP merupakan cara yang paling sering digunakan untuk mengetahui tingkat penjualan dan produksi dalam keadaan seimbang (tidak untung maupun rugi). Variabel yang sangat menentukan adalah biaya dan penerimaan total. Kondisi usaha dikatakan baik jika total penjualan tinggi sehingga nilai titik impas atau BEP rendah. BEP dirumuskan sebagai berikut :
24
BEP =
.. ..(5) Analisis sensitivitas diperlukan untuk mengantisipasi kemungkinan kesalahan perkiraan nilai biaya atau manfaat serta mengantisipasi kemungkinan terjadinya perubahan suatu harga saat proyek sedang dilaksanakan sehingga mengubah asumsi-asumsi yang ditetapkan di awal proyek. Pada umumnya analisis sensitivitas dilakukan pada kisaran 10-50% dari nilai yang berlaku saat ini (Gray et al., 1992). Pada bidang pertanian, proyek sensitif berubah-ubah akibat empat masalah utama. Keempat masalah tersebut adalah adanya perubahan harga. keterlambatan pelaksanaan, kenaikan biaya dan adanya kesalahan dalam perkiraan hasil (Gittinger, 1986).
Suatu variasi dari analisis sensitivitas adalah nilai pengganti (switching
value). Menurut Gittinger (1986), pengujian ini dilakukan sampai dicapai tingkat
minimum dimana proyek dapat dilaksanakan dengan menentukan berapa besarnya proporsi manfaat yang akan turun akibat manfaat bersih sekarang menjadi nol (NPV=0). NPV sama dengan nol akan membuat IRR sama dengan tingkat suku bunga dan Net B/C sama dengan satu. Analisis dilakukan pada perubahan harga input dan output yang terdiri dari empat perubahan harga, yaitu :
1. Penurunan harga output 2. Kenaikan biaya total 3. Kenaikan biaya investasi 4. Kenaikan biaya operasional.
2.5.Analisa Nilai Tambah
Sifat perishable (mudah rusak) dan bulky (kamba) yang dimiliki produk pertanian memberikan motivasi terhadap petani untuk melakukan penanganan yang tepat sehingga produk pertanian tersebut siap dikonsumsi oleh konsumen. Di dalam sistem komoditas pertanian terjadi arus komoditas yang mengalir dari hulu ke hilir, yang berawal dari petani dan berakhir pada konsumen akhir. Dalam perjalanan tersebut, komoditas pertanian mendapat perlakuan-perlakuan seperti pengolahan, pengawetan, dan pemindahan untuk menambah kegunaan atau menimbulkan nilai tambah (Sudiyono, 2002).
25
Nilai tambah merupakan salah satu kriteria dalam perancangan atau pengembangan suatu produk. Menurut Gittinger (1985), nilai tambah (added
value) adalah jumlah nilai ekonomi yang ditimbulkan oleh kegiatan yang
diselenggarakan di dalam masing-masing satuan produksi dalam perekonomian.
Value added menurut Gumbira-Said dan Intan (2000), adalah nilai tang tercipta
dari kegiatan mengubah input pertanian menjadi produk pertanian atau yang tercipta dari kegiatan mengolah hasil pertanian menjadi produk akhir.
Menurut Hayati et al., (1987) dalam Sudiyono (2002), ada dua cara untuk menghitung nilai tambah yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah untuk pengolahan dapat dikategorikan menjadi dua yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang digunakan dan tenaga kerja. Sedangkan faktor pasar yang berpengaruh adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku dan nilai input lain.
Menurut Sudiyono (2002), besarnya nilai tambah karena proses pengolahan didapat dari pengurangan biaya bahan baku dan input lainnya terhadap nilai produk yang dihasilkan, tidak termasuk tenaga kerja. Dengan kata lain, nilai tambah menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal dan manajemen yang dapat dinyatakan secara matematik sebagai berikut:
Nilai Tambah = f { K. B. T. U. H. h. L } dimana, K = Kapasitas produksi
B = Bahan baku yang digunakan T = Tenaga kerja yang digunakan U = Upah tenaga kerja
H = Harga output h = Harga bahan baku
L = Nilai input lain ( nilai dan semua korbanan yang terjadi selama proses perlakuan untuk menambah nilai).
Kelebihan dari analisis nilai tambah oleh Hayati et al., (1987) dalam (Sudiyono, 2002). adalah:
1. Dapat diketahui besarnya nilai tambah.
26
3. Dapat diterapkan di luar subsistem pengolahan, misalnya kegiatan pemasaran Langkah-langkah yang dilakukan (Sudiyono, 2002) adalah:
a. Membuat arus komoditas yang menunjukkan bentuk-bentuk komoditas, lokasi, lamanya penyimpanan dan berbagai perlakuan yang diberikan.
b. Mengidentifikasi setiap transaksi yang terjadi menurut perhitungan parsial c. Memilih dasar perhitungan, yaitu satuan input bahan baku bukan satuan output.
Perhitungan nilai tambah dalam penelitian ini menggunakan metode Hayami dan Kawagoe (1993) karena nilai tambah yang diperoleh dapat lebih mewakili besarnya nilai tambah yang diterima dari kegiatan pengolahan. Tabel 5 menyajikan model perhitungan nilai tambah dari Hayami dan Kawagoe (1993). Tabel 5. Model perhitungan nilai tambah dari hayami dan kawagoe (1993)
No. Variabel Perhitungan
I.
II.
III.
Output, input dan harga
1. Output (kg/th) 2. Bahan baku (kg/th) 3. Tenaga kerja (HOK/th) 4. Faktor konversi (1:2)
5. Koefisien tenaga kerja (HOK/kg) 6. Harga output (Rp/kg)
7. Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/HOK)
Pendapatan dan Keuntungan
8. Harga bahan baku (Rp/kg) 9. Sumbangan input lain (Rp/kg) 10. Nilai output (Rp/kg)
11.a. Nilai tambah (Rp/kg) b. Rasio nilai tambah (%) 12.a. Imbalan tenaga kerja (Rp/kg)
b. Bagian tenaga kerja (%) 13.a. Keuntungan (Rp/kg)
b. Tingkat keuntungan (%)
Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi
14. Marjin keuntungan (Rp/kg) a. Pendapatan tenaga kerja (%) b. Sumbangan input lain (%) c. Keuntungan perusahaan (%) a b c d = a / b e = c / b f g h i j = d x f k = j - I - h i (%) = k / j x 100% m = e x g n (%) = m / k x 100% o = k - m p (%) = o / j x 100% q = j - h r (%) = m / q x 100% s (%) = i / q x 100% t (%)=o/qx100%
Konsep pendukung dalam analisis nilai tambah menurut Hayami dalam (Sudiyono, 2002) untuk subsistem pengolahan adalah sebagai berikut:
27
b. Koefisien tenaga kerja langsung, menunjukkan jumlah tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu satuan input
c. Nilai output, menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu satuan input Pengukuran nilai tambah dengan menggunakan metode Hayami dan Kawagoe (1993) dilakukan dengan menghitung nilai tambah produk yang diakibatkan oleh pengolahan dan tidak memasukkan penggunaan tenaga kerja dan faktor produksi lain. Jika faktor tenaga kerja dimasukkan maka nilai yang didapatkan adalah keuntungan perusahaan dan bukan nilai tambah dari suatu proses.