• Tidak ada hasil yang ditemukan

: Organisasi dan Sumber Daya Manusia : Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan ": Organisasi dan Sumber Daya Manusia : Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

Mata Kuliah : Organisasi dan Sumber Daya Manusia Dosen : Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS

Tugas Akhir Mata Kuliah Organisasi dan Sumber Daya Manusia

KOPERASI SEBAGAI PENUNJANG PEREKONOMIAN

BANGSA

Struktur Organisasi, Gaya Kepemimpinan, dan Budaya Organisasi

Studi Kasus pada Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan

Disusun Oleh:

NOVINA EKA S.

PO56111291.47

MAGISTER MANAJEMEN DAN BISNIS

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

I.1 Latar Belakang ... 1

I.2 Perumusan Masalah ... 2

I.3 Tujuan Penulisan ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

II.1 Koperasi ... 4

II.2 Budaya Indonesia ... 5

II.3 Budaya Organisai ... 6

II.4 Konsep Kepemimpinan ... 7

BAB III. PEMBAHASAN DAN PEMECAHAN MASALAH ... 12

III.1 Profil Perusahaan ... 12

III.2 Struktur Organisasi ... 15

III.2.1 Rapat Anggota ... 17

III.2.2 Pengurus Koperasi ... 17

III.2.3 Pengawas Koperasi ... 18

III.2.4 Manajemen KPBS Pangalengan ... 18

III.3 Gaya Kepemimpinan ... 19

III.4 Budaya Organisasi Pada Koperasi ... 20

III.5 Perkembangan Koperasi Indonesia ... 21

BAB IV. PENUTUP ... 25

IV.1 Kesimpulan ... 25

IV.2 Saran ... 25

(3)

BAB I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Pemerintah menyatakan bahwa perekonomian Indonesia tumbuh sampai 6.6% pada tahun 2011, bahkan inflasi dapat ditekan stabil pada 4.4%, sehingga dinyatakan secara general bahwa pemerintahan SBY sukses (Priyambodo, 2011). Pada kenyataannya memang benar pernyataan tersebut, namun penyebab pertumbuhan ekonomi bukan dari aktivitas sektor riil tetapi aktivitas konsumsi masyarakat Indonesia yang sangat berlebihan. Investasi di pasar modal juga berputar cepat, dan dipandang jauh lebih menguntungkan dibanding bermain investasi di sektor riil. Kondisi ini memang menyelamatkan perekonomian Indonesia, tapi merupakan bom waktu yang dapat menghancurkan budaya bangsa.

Pada tahun 2011, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 30 juta orang, dimana 37% dari jumlah tersebut terdapat di perkotaan, dan 63% berada di pedesaan. Masalah nasional lainnya adalah pengangguran. Total angkatan kerja Indonesia adalah 118,67 juta orang dan penganggurannya adalah 32,8 juta orang dengan estimasi total pengangguran adalah 7%. Solusi cepat yang bisa menolong sementara adalah mengirimkan 6 juta orang ke luar negeri sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Pengiriman TKI memang mampu memasukkan devisa sebesar Rp 70 triliun di tahun 2010, namun sebagian besar dari TKI adalah pembantu rumah tangga (PRT) yang diperlakukan layaknya budak di negeri orang (Eriyatno, 2011).

Kondisi Indonesia saat ini, menurut Eriyatno (2011) merupakan salah satu indikasi menuju perekonomian neoliberalis dan sangat bertentangan dengan budaya Indonesia. Neoliberalisme sendiri adalah suatu filosofi ppolitik dan ekonomi yang cenderung mengangkat pasar pada posisi yang dominan, serta memprioritaskan privatisasi, efisiensi, dan pertumbuhan ekonomi daripada tujuan-tujuan lainnya termasuk redistribusi dan keadilan sosial (Pettifor, 2003). Indonesia sesungguhnya belum siap untuk menghadapi perekonomian jenis ini yang dilandasi dengan masuknya sistem pasar bebas. Keterpaksaan menghadapi keadaan, membuat bangsa Indonesia kocar-kacir dan kalah saing dengan bangsa asing, kehilangan identitas diri, sehingga kekayaan hanya terpusat pada titik tertentu.

Prof. Dr. Eriyatno (2011) mencoba menyampaikan pemikiran beliau untuk masalah ini, yaitu dengan menerapkan sistem ekonomi komparatif. Sebuah tatanan

(4)

perekonomian yang berbasis lokal, berorientasi pada masyarakat, mengabdi untuk membangun kehidupan yang lebih baik bagi semua dan tidak hanya berorientasi pada peningkatan keuntungan. Dengan dijiwai semangat patriotic, dinamika sistem tersebut membutuhkan keberanian dan perubahan yang kreatif dari cara mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi serta mengatur sektor finansial.

Sistem ekonomi komparatif ini, sesungguhnya telah diterapkan oleh Indonesia dengan sebutan koperasi. Namun sekarang budaya ini mulai pudar dan dianggap tidak efektif untuk menghadapi pasar bebas. Benarkah anggapan ini? Masih mampukah koperasi menjadi pegangan perekonomian bangsa? Tentu saja koperasi mampu, dan masih bisa diandalkan untuk menunjang perekonomian bangsa.

II.2 Perumusan Masalah

Kondisi perekonomian Indonesia yang meningkat namun tidak merata, ternyata disebabkan oleh tingginya tingkat konsumsi masyarakat. Investasi terpusat pada pasar finasial dan tidak melibatkan pergerakan sektor riil. Kondisi ini dipandang sudah mulai merujuk pada perekonomian neoliberal, dan menyerahkan penngendalian harga pada mekanisme pasar. Akibatnya pembagian keuntungan tidak merata, orang kaya semakin kaya dan orang miskin semakin miskin.

Koperasi yang sudah menjadi budaya bangsa Indonesia, diharapkan bisa menjadi penggerak perubahan untuk kembali ke sistem ekonomi kerakyatan dengan menggunakan pedoman sistem ekonomi komparatif. Berbagai sumber memandang kontra bahwa sekarang koperasi sudah tidak tepat lagi untuk diterapkan, karena mental masyarakat juga sudah berubah. Benarkah pernyataan ini? Apa sesungguhnya permasalahan yang terjadi? Paper ini mencoba untuk melihat peluang keberhasilan koperasi menunjang perekonomian Indonesia di era globalisasi dan ditinjau dari gaya kepemimpinan, struktur organisasi, dan budaya organisasi di koperasi. Masih mampukah koperasi bertahan?

Sebagai contoh nyata, penulis mengangkat keberhasilan KPBS Pangalengan dalam mengelola kegiatannya untuk keuntungan bersama. Data organisasi diambil dari Laporan Praktek Lapang mengenai Manajemen Produksi yang ditulis oleh Khairunnisa (2011). Diharapkan studi kasus tersebut dapat menjadi percontohan keberhasilan mempertahankan budaya bangsa sebagai budaya organisasi dengan gaya kepemimpinan yang tepat sehingga dapat bertahan di era globalisasi.

(5)

II.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan paper ini adalah fokus pada dunia koperasi Indonesia, yang dibagi ke dalam beberapa bagian yaitu:

1. Mengidentifikasi desain struktur organisasi yang diterapkan oleh koperasi 2. Mengidentifikasi gaya kepemimpinan dalam koperasi

3. Mengidentifikasi budaya organisasi pada koperasi yang dihubungkan dengan budaya Indonesia.

4. Melihat perkembangan koperasi di Indonesia, dan mengaitkannya sebagai solusi permasalahan perekonomian bangsa.

(6)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1 Koperasi

Koperasi adalah organisasi bisnis yang dimiliki dan dioperasikan oleh orang seorang demi kepentingan bersama (O’Sullivan, 2003). Koperasi melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip gerakan ekonomi rakyat yang berlandaskan asas kekeluargaan. Prinsip koperasi adalah suatu sistem ide-ide abstrak yang merupakan petunjuk untuk membangun koperasi yang efektif dan tahan lama. Prinsip koperasi terbaru yang dikembangkan oleh International Cooperative Alliance (Federasi koperasi non-pemerintah internasional) adalah:

1. Keanggotaan bersifat terbuka dan sukarela 2. Pengelolaan yang demokratis

3. Partisipasi anggota dalam ekonomi 4. Kebebasan dan otonomi

5. Pengembangan pendidikan, pelatihan, dan informasi

Indonesia sendiri telah mengatur desain organisasi koperasi pada UU No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian. Prinsip koperasi menurut UU tersebut adalah:

1. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka 2. Pengelolaan dilakukan secara demokrasi

3. Pembagian SHU dilakukan secara adil sesuai dengan jasa usaha masing-masing anggota

4. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal 5. Kemandirian

6. Pendidikan perkoperasian 7. Kerjasama antar koperasi

Kewirausahaan koperasi adalah suatu sikap mental positif dalam berusaha secara kooperatif, dengan mengambi prakarsa inovatif serta keberanian mengambil resiko dan berpegang teguh pada prinsip identitas koperasi, dalam mewujudkan terpenuhinya kebutuhan nyata serta peningkatan kesejahteraan bersama. Tugas utama dari seorang wirausaha koperasi adalah mengambil prakarsa inovatif, artinya berusaha mencari, menemukan, dan memanfaatkan peluang yang ada demi kemungkinan bersama (Anonim, 2012).

(7)

II.2 Budaya Indonesia

Budaya adalah gabungan kompleks dari asumsi, tingkah laku, cerita, mitos, metafora, dan berbagai ide lain yang menjadi satu untuk menentukan apa arti menjadi anggota menyarakat tertentu. Budaya mengandung semua cara yang telah terorganisasi, kepercayaan, norma, nilai-nilai budaya implisit serta premis-premis mendasar yang mengandung perintah (Stoner dan Freeman 1996). Setiap negara pasti memiliki kebudayaan yang terbentuk selama ratusan tahun sehingga terus melekat pada sebuah bangsa.

Indonesia sudah terkenal sebagai negara yang memiliki banyak budaya bangsa bahkan untuk menyatukan semua perbedaan tersebut, terbentuk sebuah slogan “Bhineka Tunggal Ika” yang tercantum jelas di lambing negara. Slogan ini berarti bahwa perbedaan tidak akan mempengarui kesatuan bangsa, walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu. Ternyata meskipun memiliki beraneka ragam budaya, ada satu hal yang pasti ada disetiap budaya tersebut, yaitu semangat kebersamaan dan gotong royong. Setiap suku bangsa memiliki kegiatan bekerja bersama-sama untuk kepentingan bersama, biasa dikenal dengan istilah gugur gunung, kerja bakti, gotong royong, arisan, sinoman, dan sebagainya. Gotong royong merupakan suatu kegiatan sosial yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Rasa kebersamaan ini muncul karena adanya sikap sosial tanpa pamrih dari masing-masing individu untuk meringankan beban yang sedang dipikul. Gotong royong merupakan cermin yang membuat bagsa Indonesia bersatu dari Sabang hingga Marauke, inilah salah satu budaya bangsa yang membuat Indonesia dipuji oleh bangsa lain (Arsavin, 2011)

Gambar 1. Gotong Royong

Jadi sesungguhnya budaya bangsa Indonesia adalah bekerja bersama untuk mencapai tujuan tertentu, tidak egois hanya untuk kepentingan individu, namun

(8)

untuk kepentingan bersama. Budaya ini kemudian semakin memudar saat perekonomian dunia berubah menjadi pasar bebas, seluruh dunia dapat masuk ke Indonesia untuk memperjualbelikan barang atau jasa. Efek samping dari aktivitas perdagangan tersebut adalah masuknya budaya-budaya bangsa lain ke Indonesia. Seharusnya Indonesia tidak terpengaruh dan bisa menyaring budaya apa yang diambil dan harus dibuang. Rasa nasionalisme yang rendah serta iming-iming kekayaan membuat Indonesia melupakan budaya bangsanya sendiri. Budaya hidup individualis yang jauh lebih mementingkan kepentingan individu di atas kepentingan bersama semakin merajalela, membuat masyarakat terpecah belah, bahkan sampai timbul perumpamaan “susah melihat orang senang, senang melihat orang susah”.

II.3 Budaya Organisasi

Budaya organisasi adalah suatu falsafah yang didasari oleh pendangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu masyarakat atau organisasi, kemudian tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat, dan terwujud sebagai organisasi (Triguno 2005).

Schein dalam Moelyono (2003) menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan pola dari suatu asumsi dasar yang dipelajari oleh kelompok atau organisasi selama proses pemecahan persoalan dan pengambilan keputusan dalam rangka melakukan adaptasi dengan lingkungan eksternal dan melakukan integrasi internal yang selama ini telah terbukti efektif, sehingga dirasa perlu untuk diajarkan pada anggota baru sebagai cara memandang, berpikir, merasa, dan bertindak dengan benar. Jadi dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi mengendalikan interaksi antar anggotanya serta komunikasi antara anggota dengan pihak-pihak eksternal seperti pemasok, pelanggan, dan pesaing.

Robbins (2003) memberikan tujuh karakteristik budaya organisasi sebagai berikut:

1. Inovasi dan keberanian mengambil resiko. Sejauh mana para karyawan didorong untuk inovatif dan mengambil resiko.

2. Perhatian terhadap rincian. Sejauh mana karyawan diharapkan memperlihatkan presisi, analisis, dan perhatian terhadap tugas secara terperinci.

(9)

3. Kemampuan untuk berorientasi kepada hasil. Sejauh mana manajemen fokus pada hasil, lebih dari teknik dan proses untuk mencapai hasil tersebut.

4. Berorientasi pada sumber daya manusia (SDM), menggambarkan bagimana keputusan perusahaan mempengaruhi SDM yang terlibat dalam organisasi. 5. Berorientasi pada tim, sejauh mana perusahaan membagi tugas terhadap tim

dan individu.

6. Agresif, bagaimana tingkah laku SDM dalam perusahaan, apakah cenderung agresif dan komprehensif, atau tidak.

7. Kemantapan. Sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo sebagai perbandingan dari pertumbuhan organisai.

Dapat disimpulkan dari penjabaran di atas bahwa budaya organisasi adalah nilai-nilai yang dianut oleh seluruh anggota organisasi dan menggambarkan bagaimana organisasi berjalan, baik itu interaksi internal ataupun interaksi dengan pihak eksternal. Budaya organisasi akan menentukan bagaimana perusahaan mencapai tujuannya. Oleh karena itu Kreitner dan Kinicky (1991) menyatakan bahwa budaya organisasi memiliki fungsi sebagai berikut:

1. Memberikan identitas organisasi kepada karyawannya. 2. Memudahkan komitmen kolektif.

3. Mempromosikan stabilitas sistem sosial.

4. Membentuk perilaku dengan membantu manajer merasakan peranannya. Budaya organisasi menentukan bagaimana posisi organisasi di mata khalayak luas, memudahkan perusahaan membentuk komitmen dengan pegawai dan stakeholders, mendukung terjadinya stabilitas sosial, dan pasti menentukan perilaku anggota organisasi, baik itu karyawan atau pimpinan.

II.4 Konsep Kepemimpinan

Dessler (1997) menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan salah satu fungsi dari manajemen sumberdaya menusia yaitu membuat orang lain menyelesaikan pekerjaan, mempertahankan semangat kerja, dan memotivasi bawahan. Kepemimpinan dibutuhkan karena adanya keterbatasan dan kelebihan pada manusia. Kepemimpinan menjadi faktro yang sangat penting dalam mempengaruhi prestasi suatu organisasi kerena kepemimpinan merupakan suatu aktivitas yang

(10)

utama untuk mencapai tujuan organisasi.

Siagian (2004) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain sedemikian rupa sehingga mau melakukan kehendak pemimpin meskipun secara pribadi hal tersebut tidak ingin dilakukan. Sumber lain menyakini bahwa kepemimpinan adalah suatu proses dalam mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwa bagi para pengikut, pilihan dari sasaran bagi kelompok dan organisasi, pengorganisasian dari aktivitas-aktivitas kerja untuk mencapai sasaran, pemeliharaan hubungan kerjasama dan team work, serta perolehan dukungan dan kerjasama dari orang-orang yang berada di luar kelompok dan organisasi (Yukl, 1998).

French dan Raven dalam Kreitner dan Kinicky (1991) menyatakan bahwa kepemimpinan identik dengan power atau kuasa. Melalui kuasa inilah pemimpin dapat mempengaruhi anggota organisasi, dimana sumber kuasa terbagi ke dalam lima bagian, yaitu:

1. Reward power, didasari atas persepsi bawahan bahwa pemimpin memiliki kemampuan dan sumberdaya untuk memberikan penghargaan kepada bawahan yang mengikuti arahan-arahannya.

2. Coercive power, didasari atas persepsi bawahan bahwa pemimpin memiliki kemampuan memberikan hukuman bagi bawahan yang tidak mengikuti arahan-arahan pemimpinnya. Skema ini memberikan pengaruh negatif bagi pihak penerima.

3. Legitimate power, didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai kuasa untuk mempengaruhi bawahan karena perbedaan otoritas. Otoritas sendiri berhubungan dengan posisi atau jabatan. Semakin tinggi jabatan maka otoritas yang dimiliki jua semakin besar.

4. Referent power, didasarkan pada identifikasi (pengenalan) bawahan terhadap sosok pemimpin. Para pemimpin memiliki kuasa untuk mempengaruhi dikarenakan karakteristik pribadi, reputasi atau charisma yang dikagumi oleh bawahan.

5. Expert power, didasarkan pada persepsi bawahan bahwa pemimpin adalah seseorang yang memiliki keterampilan, pengetahuan yang kemudian menjadi

(11)

kompetensinya, dibutuhkan orang lain, sehingga menjadi keistimewaan tersendiri.

Pemimpin di dalam organisasi mempunyai peranan, setiap pemimpin menbawa serta harapan para bawahan yang dipengaruhinya. Fakta bahwa organisasi mengidentifikasi pekerjaan yang harus dilakukan dan perilaku peran yang diinginkan berjalan sesuai pekerjaan yang dilakukan, maka harapan mengenai peran penting dalam mengatur perilaku bawahan.

Peran kepemimpinan menurut Rivai (2005) dapat diartikan sebagai seperangkat perilaku yang diharapkan dilakukan oleh seseorang sesuai dengan kedudukannya sebagai pemimpin. Peran ini dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu:

1. Pencarian alur (Pathfinding), sebuah peran untuk menentukan visi dan misi organisasi.

2. Penyelarasan (Aglining), sebuah peran untuk memastikan bahwa struktur, sistem, dan proses operasional organisasi memberikan dukungan untuk pencapaian visi dan misi.

3. Pemberdayaan (Empowering), sebuah peran untuk menggerakkan semangat dalam diri seseorang untuk menunjukkan bakat, kecerdikan, dan kreativitas untuk mampu mengerjakan apapun dan konsisten dalam prinsip-prinsip yang disepakati.

Peran dari kepemimpinan hanya dapat berjalan jika seorang pemimpin organisasi memperhatikan hal-hal berikut:

 Dasar utama dalam efektivitas kepemimpinan seseorang bukan pengangkatan atau penunjukkan selaku “kepala”, akan tetapi penerimaan orang lain terhadap kepemimpinan yang bersangkutan.

 Efektivitas kepemimpinan tercermin dari kemampuannya untuk tumbuh dan berkembang.

 Efektivitas kepemimpinan menuntut kemahiran untuk “membaca” situasi.

 Perilaku seseorang tidak terbentuk begitu saja, melainkan melalui proses pertumbuhan dan perkembangan.

 Kehidupan organisasi yang dinamis dan serasi dapat tercipta bila setiap anggota mau menyesuaikan cara berpikir dan bertindaknya untuk mencapai tujuan organisasi.

(12)

Hershey dan Blanchard (1993) mendefinisikan kepemimpinan sebagai perilaku seseorang pada saat mengarahkan aktivitas kelompok pada pencapaian tujuan, akhirnya mempersempit uraian perilaku pemimpin ke dalam dua dimensi: struktur inisiasi dan konsiderasi. Struktur inisiasi mengacu pada perilaku pemimpin dalam menggambarkan hubungannya antara dirinya sendiri dengan anggota kelompok kerja dan dalam upaya membentuk pola organisasi, saluran komunikasi, dan metode atau prosedur yang diterapkan dengan baik. Struktu konsiderasi mengacu pada perilaku yang menunjukkan persahabatan, kepercayaan timbal balik, rasa hormat, dan kehangatan dalam hubungan antara pemimpin dengan anggotanya. Contoh perilaku pemimpin berdasarakn struktur inisiasi dan konsiderasi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Dimensi Perilaku dalam Struktur Inisiasi dan Konsiderasi

Struktur Inisiasi Konsiderasi

Pemimpin menugaskan tugas tertentu kepada anggota kelompok

Pemimpin menyediakan waktu untuk menyimak anggota kelompok

Pemimpin meminta anggota kelompok mematuhi tata tertib dan peraturan standar

Pemimpin mau mengadakan perubahan

Pemimpin memberitahu anggota kelompok tentang hal-hal yang diharapkan dari mereka

Pemimpin bersikap bersahabat dan dapat didekati

Sumber: Hersey dan Blanchard (1993)

Pemimpin memiliki kekuasaan dalam organisasi yang dimanfaatkan untuk mendukung perannya, melengkapi perilakunya, dengan tetap memperhatikan kepentingan dan kebutuhan anggota. Seorang pemimpin memiliki karakter masing-masing dan akan berpengaruh pada gaya kepemimpinan mereka. Menurut Siagian (2007), semakin berkembang peradaban suatu bangsa maka semakin banyak juga gaya kepemimpinan sebuah organisasi. Masing-masing gaya memiliki karakteristik sendiri, sebagian bersifat positif dan sebagian lagi bersifat negatif. Karakteristik tersebut dikatakan positif atau negatif tergantung dari sudut pandang apa yang ingin diamati. Salah satu cara untuk menilai gaya kepemimpinan seseorang dilihat dari:

(13)

 Pemeliharaan hubungann antara atasan dan bawahan.

 Pandangan tentang tingkat kematangan atau kedewasaan para bawahan, baik dalam arti psikologis maupun teknis.

 Orientasi dalam pemenuhan kebutuhan bawahan.

 Persepsi tentang pelaksanaan tugas dikaitkan dengan hubungan dengan para bawahan.

Beberapa contoh gaya kepemimpinan yang sangat popular adalah otokratik, paternalistic, kharismatik, Laissez Faire, Situasional, dan demokratik. Pemimpin sebagai penggerak, pengatur, dan penanggungjawab organisasi tentu saja menentukan kemana arah dan identitas organisasi. Oleh karena itu gaya kepemimpinan akan berpengaruh pada budaya organisasi dan kinerja bawahan. Karakteristik organisasi yang berbeda-beda tentu saja memerlukan gaya kepemimpinan yang berbeda juga, belum tentu gaya kepemimpinan yang sukses di perusahaan A bisa berjalan dengan baik di perusahaan B. Pengaruh ini juga yang kemudian menyebabkan kinerja pegawai terpengaruh, bahkan budaya organisasi dapat berubah jika pemimpin mau merubahnya.

(14)

BAB III. PEMBAHASAN DAN PEMECAHAN MASALAH III.1 Profil Perushaan

Sejak zaman penjajahan Belanda di Pangalengan sudah dikenal peternakan sapi perah yang dikelola oleh perusahaan Belanda, perusahaan tersebut :

1. De Friesche Terp, 2. Almanak,

3. Van Der Els, 4. Big Man.

Perusahaan mendirikan BMC (Bandungche Melk Center) untuk pemasaran hasil produksinya. Sewaktu pendudukan Jepang, perusahaan tersebut dihancurkan dan sapinya dipelihara oleh penduduk sekitar sebagai usaha keluarga.

Bulan November 1949 didirikan koperasi dengan nama GAPPSIP (Gabungan Petani Peternak Sapi Indonesia Pangalengan) dengan tujuan untuk meningkatkan populasi sapi perah serta meningkatkan pendapatannya. Mulai tahun 1961, GAPPSIP tidak mampu menghadapi labilnya perekonomian Indonesia, sehingga tataniaga persusuan sebagian besar diambil alih oleh kolektor (tengkulak). Dengan kondisi demikian peternak mengalami kerugian karena harga susu yang diterima sangat rendah bahkan tidak sedikit jerih payah peternak tidak dibayar. Dengan situasi dan kondisi tersebut, tahun 1963 GAPPSIP tidak mampu melakukan kegiatannya sebagai koperasi. Menyadari keadaan tersebut, atas prakarsa beberapa tokoh masyarakat yang disepakati oleh peternak pada tanggal 22 Maret 1969 didirikan koperasi yang diberi nama KOPERASI PETERNAKAN BANDUNG SELATAN disingkat KPBS

Pangalengan. Bersamaan dengan dimulainya REPELITA I tanggal 1 April 1969

KPBS Pangalengan diberi Badan Hukum dan tanggal tersebut merupakan Hari Jadi KPBS Pangalengan. Sejak saat itu mulai mendapat pembinaan dari Pemerintah Kabupaten DT II Bandung, Gubernur Jawa Barat, Dirjen Peternakan dan mendapat bantuan dari UNICEF.

Pada tahun 1969 – 1979, koperasi mendapat tantangan sangat berat hal tersebut disebabkan :

1. Penerimaan susu oleh Industri Pengolahan Susu (IPS) hanya pada hari-hari kerja;

(15)

2. Permintaan dari Pabrik Susu adalah produksi susu yang telah diproses dengan pendinginan atau Pasteurisasi;

3. Pemasaran susu ke konsumen langsung cukup sulit disebabkan kualitas susu tidak terjamin serta adanya pemalsuan susu oleh pengecer;

4. Tingkat kerusakan susu di koperasi dan di peternak cukup tinggi.

Rapat Anggota Tahunan 1976 dan 1977 memutuskan untuk mendirikan Milk

Treatment untuk mengatasi situasi dan kondisi yang tidak menguntungkan tersebut.

Didasari keputusan Rapat Anggota Tahunan tersebut KPBS Pangalengan menjalin kemitraan dengan PT. Ultra Jaya untuk membangun Milk Treatment dengan jangka waktu pembayaran 5 tahun dengan angsuran saham anggota sebesar Rp. 25/liter.

Pada tanggal 1 Januari 1979 dimulai pembangunan Milk Treatment dan diresmikan pada tanggal 16 Juli 1979 oleh Menteri Muda Urusan Koperasi. Pada bulan November 1982 disaksikan Menteri Koperasi dan Wakil Gubernur Propinsi Jawa Barat dilaksanakan penandatangan peralihan manajemen dari PT. Ultra Jaya dan Juli 1983 angsuran dapat dilunasi.

Koperasi menyadari terdapat banyak manfaat dengan dioperasionalkannya

Milk Treatment. Adapun manfaatnya adalah sebagai berikut :

1. Produksi susu dapat diserap setiap hari walaupun IPS hanya menerima susu pada hari kerja;

2. Kerusakan susu dapat ditekan baik di tingkat koperasi maupun di tingkat peternak;

3. Meningkatnya Pelayanan dan Usaha dalam bentuk investasi untuk mempercepat kesejahteraan anggota;

4. Tahun 1980 – 1983 KPBS dapat membantu penerimaan susu dari Koperasi/KUD susu di Jawa Barat.

Perkembangan koperasi sampai tahun 1988 yaitu pemerintah memberikan perhatian dan bantuan kredit sapi perah dari New Zealand, Australia dan Amerika. Kredit sapi tersebut yang direncanakan 7 tahun dapat dilunasi dalam waktu 5 tahun. Dalam rangka peningkatan mutu genetik dan skala kepemilikan tahun 1994 mendatangkan sapi dari New Zealand secara mandiri sebanyak 2.400 ekor dara bunting dan 1 ekor pejantan unggul.

(16)

susu pasteurisasi dalam kemasan “Cup dan Bantal” dengan merk “KPBS Pangalengan”. Perkembangan sampai dengan tahun ini dalam Pelayanan dan Usahanya menerapkan pola Agribisnis dan Agroindustri dengan tahapan:

1. Pra-Budidaya; 2. Proses Budidaya;

3. Pemasaran Hasil Budidaya; 4. Penunjang Usaha.

Dalam melaksanakan pelayanan dan usahanya disamping mendapatkan pembinaan dari instansi terkait juga dari unsur Perguruan Tinggi, Badan-badan Usaha, Mitra Usaha, Pakar, Tokoh baik tokoh peternak maupun tokoh koperasi.

KPBS Pangalengan dengan wilayah kerja yang cukup luas mampu dengan konsisten mewujudkan visi, misi, dan pilar yang dilandasi nilai-nilai moral dan agama sehingga anggota merasakan manfaat yang nyata dalam wadah KPBS Pangalengan. Visi dan Misi KPBS Pangalengan adalah:

Visi:

“Menjadi koperasi yang amanah, modern, sehat organisasi, sehat usaha, sehat mental serta unggul di tingkat regional dan nasional”

Misi:

1. Taat dan Patuh terhadap Pancasila, UUD 1945, Undang-Undang Perkoperasian serta Peraturan Pelaksanaannya dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, serta melaksanakan amanah keputusan rapat anggota. 2. Memotivasi anggota secara mandiri untuk meningkatkan harkat, derajat

sendiri, sekaligus mengangkat citra perkoperasiaan. 3. Memingkatkan kompetensi sumberdaya koperasi.

4. Melaksanakan tata kelola operasional dengan baik, efektif, dan efisien. 5. Menjadi laboratorium koperasi persusuan.

6. Mengimplementasikan inovasi, ilmu pengetahuan, teknologi tepat guna yang ramah lingkungan.

Adapun tujuan didirikannya KPBS Pangalengan adalah:

1. Mengajak, memotivasi dan mendidik anggota untuk bekerja dan hidup berkoperasi

(17)

2. Meningkatkan pelayanan dan usaha sehingga anggota menjadi “tata tengtrem kerta raharja, salieuk beh”

3. Memenuhi kebutuhan ternak dan anggota koperasi.

4. Meningkatkan skala kepemilikan sapi induk produktif dengan jumlah produksi yang memenuhi skala ekonomis.

5. Memperbaiki genetik sapi perah

6. Memelihara kelestarian dan mencegah pencemaran lingkungan wilayah kerja dan daerah sekitarnya.

7. Berperan aktif membangun kehidupan beragama, pendidikan, ekonomi, sosial, dan budaya di wilayah kerja dan sekitarnya serta aktif meningkatkan kualitas sumberdaya manusia Indonesia.

Ketujuh tujuan dibentuknya KPBS Pangalengan tersebut didukung oleh pilar-pilar koperasi yaitu:

1. Berdoa dan mensyukuri

2. Menjaga dan meningkatkan kepercayaan anggota

3. Menjaga dan meningkatkan silahturahmi serta kebersamaan 4. Memberikan harga susu atau imbalan yang wajar

5. Terpenuhinya kebutuhan ternak dan anggota

6. Berpihak pada keadilan, keseimbangan, dan kebenaran 7. Menjadikan koperasi sebagai rumah bersama.

Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan memiliki sistem penerimaan tenaga kerja yang sedikit berbeda karena lebih mengutamakan anggota. Oleh sebab itu sebagian besar karyawan KPBS Pangalengan merupakan anggota atau keluarga dari anggota koperasi. Seleksi penerimaan karyawan baru dilakukan secara bertahap. Pada tahap awal, calon karyawan menjalani masa percobaan selama 6 bulan dengan diberikan upah sebesar 80% dari gaji pokok. Calon karyawan yang berdedikasi tinggi, disiplin, dan memiliki kinerja yang baik akan diangkat menjadi karyawan tetap dan diberikan beberapa fasilitas diantaranya berbagai macam tunjangan.

III.2 Struktur Organisasi

Wilayah kerja KPBS Pangalengan terdiri dari tiga kecamatan, yaitu: Kecamatan Pangalengan, Kecamatan Pacet, dan Kecamatan Kertasari. Wilayah

(18)

kerja yang sangat luas ini membuat KPBS membagi wilayah kerja ke dalam 35 Komisariat Daerah (KOMDA). Setiap KOMDA tediri dari 3-10 kelompok peternak dan satu kelompok peternak terdiri dari 15-30 peternak.

KPBS Pangalengan Komisariat Daerah (KOMDA) Komisariat Daerah (KOMDA) Komisariat Daerah (KOMDA) Komisariat Daerah (KOMDA) Kelompok Peternak Kelompok Peternak Kelompok Peternak Kelompok Peternak Kelompok Peternak Kelompok Peternak Peternak Peternak Peternak Peternak Peternak Peternak Peternak Peternak

Gambar 2. Struktur Wilayah Kerja KPBS Pangalengan

Sebagai sebuah koperasi yang memiliki beberapa unit usaha dalam upaya mencapai sasaran dan juga untuk menjalankan roda organisasi serta usaha koperasi, maka KPBS Pangalengan membentuk struktur organisasi yang dapat menjamin mekanisme kerja yang efektif dan efisien. Struktur organisasi menunjukkan kedudukan, wewenang, dan tanggung jawab dari masing-masing unsur yang ada dalam struktur organisasi tersebut. Berdasarkan undang-undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 1992 Tentang perkoperasian pada pasal 21, disebutkan bahwa perangkat koperasi terdiri dari:

 Rapat Anggota

 Pengurus

 Pengawas

Secara umum, sesuai dengan misi KPBS Pangalengan, struktur organisasi KPBS juga seperti itu, dimana kekuasaan tertinggi terletak pada rapat anggota. Proses penetapan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga KPBS adalah sebagai berikut:

(19)

III.2.1 Rapat Anggota

KPBS Pangalengan dengan rutin mengadakan rapat anggota setiap tahun. Minimal rapat anggota dilaksanakan satu kali dalam setahun akan tetapi dalam kondisi tertentu pengurus dapat melaksanakan rapat anggota di luar rapat anggota tahunan (RAT). Agar RAT berjalan efektif, KPBS memilih untuk membagi rapat harian berdasarkan pembagian rayon. Diharapkan jumlah anggota yang hadir dari setiap kelompok tersebar dan terwakili merata, dan materi RAT dapat tersampaikan dan diterima dengan baik oleh seluruh anggota.

Hal yang ditetapkan dalam rapat anggota adalah:

1. Anggaran dasar, mencakup kebijakan umum di organisasi, manajemen, dan usaha koperasi.

2. Pemilihan, pengangkatan, serta pemberhentian pengurus dan atau pengawas. 3. Rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi.

4. Pengesahan laporan keuangan selama periode tertentu

5. Pengesahan pertanggungjawaban pengurus dalam pelaksanaan tugasnya 6. Pembagian sisa hasil usaha

7. Penggabungan, peleburan, pembagian dan atau pembubuaran koperasi. III.2.2 Pengurus Koperasi

Pengurus koperasi merupakan personifikasi badan hukum koperasi. Menurut pasal 29 Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 1992, pengurus koperasi adalah orang-orang yang dipilih dari dan oleh anggota koperasi dalam rapat anggota serta diberi mandate untuk mengelola kegiatan usaha dan organisasi koperasi. Apabila suatu saat rapat anggota tidak berhasil memilih pengurus, maka rapat anggota mengangkat orang ketiga sebagai pengurus dengan jumlah maksimum tidak lebih dari sepertiga anggota.

Pada KPBS Pangalengan pengurus ditetapkan dalam rapat anggota tahunan, dimana masa kerja pengurus berlangsung selama lima tahun terhitung sejak rapat pemilihan sampai rapat pemilihan berikutnya berlangsung. Pengurus KPBS Pangalengan berjumlah tujuh orang yang terdiri dari Ketua Umum, Ketua I (Bidang Pra Budidaya dan Penunjang Pelayanan Usaha), Ketua II (Bidang Proses Budidaya dan Pemasaran Hasil Budidaya), Ketua III (Bidang Produksi Makanan Ternak), Ketua IV (Bidang Sarana dan Prasarana), Sekretaris, dan Bendahara. Pengurus yang

(20)

dipilih mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berbeda tetapi saling menunjang dan bersama-sama menjalankan roda kegiatan koperasi.

PRA BUDIDAYA:

1. Unit pelayanan barang dan pakan ternak

2. Unit pelayanan pabrik makanan ternak

3. Unit pelayanan pembibitan sapi dan hijauan makanan

PROSES BUDIDAYA:

1. Unit pelayanan produksi dan pengolahan

2. Unit pelayanan kesehatan hewan dan anggota

PEMASARAN DAN HASIL BUDIDAYA

1. Unit pelayanan angkutan dan pemasaran

PENUNJANG USAHA

1. Unit pelayanan kesehatan hewan dan anggota 2. Unit pelayanan pembinaan, pengembangan, dan pendampingan kelompok

3. Unit usaha PT Bank Perkreditan Rakyat Bandung Kidul

Gambar 3. Unit Usaha pada KPBS Pangalengan III.2.3 Pengawas Koperasi

Pengawas bertujuan untuk membantu anggota mengawasi organisasi koperasi agar berjalan efektif. Secara khusus, pengawas bertujuan untuk mengamankan asset, mengecek akurasi, mempromosikan efisiensi operasi dan usaha, serta menyempurnakan kebijakan-kebijakan organisasi. Pada KPBS Pangalengan sendiri, tugas pengawas adalah:

1. Melakukan pemerikasaan terhadap tata kehidupan koperasi, termasuk organisasi usaha-usaha dan pelaksanaan kebijakan pengurus.

2. Membuat laporan tertulis tentang hasil pemeriksaan. Sedangkan wewenang pengawas adalah:

1. Meneliti catatan yang ada pada koperasi

2. Mendapatkan segala keterangan yang diperlukan III.2.4 Manajemen KPBS Pangalengan

Dalam rangka menciptakan koperasi yang sehat, perlu dilaksanakan manajemen guna mendukung jalannya sebuah organisasi. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian pasal 32, dinyatakan bahwa pengurus koperasi dapat mengangkat pengelola yang diberi wewenang dan kuasa untuk mengelola usaha. Hal tersebut juga diterapkan oleh KPBS Pangalengan dalam mengelola usaha. KPBS menunjuk

(21)

orang-orang yang kompeten dibidangnya untuk membantu para pengurus, yaitu:

1. Manajer dan Kepala Bagian, Setiap manajer bertanggung jawab terhadap semua kegiatan dari satu unit usaha yang mereka pimpin, sementara kepala bagian memiliki kewajiban pada bidang perkerjaan yang mereka pimpin. KPBS memiliki 7 jabatan manajer dan 3 kepala bagian.

2. Koordinator Tempat Pengumpulan Koperasi (TPK), koordinator TPK bertugas untuk mengawasi dan mencatat penerimaan susu dari anggota, menampung keluhan-keluhan anggota, serta mencatat dan mengatur pembagian logistik untuk anggota di masing-masing rayon. Setiap koordinator TPK membawahi KOMDA.

Dapat disimpulkan bahwa KPBS Pangalengan sebagai salah satu koperasi terbaik di Indonesia sangat mengutamakan kesejahteraan anggotanya, ditunjukkan dari kekuasaan tertinggi pada koperasi ini terletak pada rapat anggotanya. Setiap pengurus inti, manajer, serta kepala bagian wajib bekerja sebaik mungkin untuk mendapatkan hasil yang efektif dan efisien. Kepentingan anggota juga dijamin dengan adanya badan pengawas, yang mengawasi seluruh tindak-tanduk pengurus. Semua langkah organisasi dan pengeluaran dana harus dipertanggungjawabkan dihadapan anggota pada saat rapat anggota tahunan.

III.3 Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan adalah berbagai tingkah laku yang diterapkan oleh pemimpin dalam proses mengarahkan dan mempengaruhi pekerja (Stoner dan Freeman, 1996). Koperasi memilih pemimpin yang berasal dari anggotanya sendiri, lalu diberikan tanggung jawab dan wewenang terhadap kepengurusan koperasi. Hal ini menunjukkan bahwa keputusan bisnis diputuskan bersama, ditetapkan pada rapat anggota tahunan (RAT), begitu pula yang terjadi di KPBS Pangalengan. Hubungan antara seluruh komponen sistem dalam koperasi berjalan dengan baik, memiliki kedudukan yang sama, diposisikan sebagai sebuah pekerjaan dari dan untuk anggota, sehingga semua anggota merasa memiliki dan wajib menjaga keberlangsungan usaha tersebut.

Pemenuhan kebutuhan anggota sangat diutamakan, pengurus wajib memenuhi kebutuhan anggota, dan pekerjaannya diawasi oleh pengawas. Pelaksanaan tugas berlangsung sesuai dengan fungsi dan wewenangnya

(22)

masing-masing. Setiap pengurus, pengawas, dan anggota boleh saling mengontrol pekerjaan satu dan lainnya. Namun Ketua Umum memiliki wewenang dan tanggung jawab yang lebih besar, Ketua diberikan kuasa untuk mengatur jalannya koperasi sesuai dengan ketetapan RAT.

Gaya kepemimpinan seperti ini adalah gaya kepemimpinan demokratik. Pengambilan keputusan mengikutsertakan seluruh pendapat anggota organisasi, sehingga setiap anggota memilki tanggung jawab dalam pelaksanaan tugas, karena merasa ikut andil untuk menentukan kebijakan. Namun proses pengambilan keputusan yang melibatkan anggota ini juga memiliki sisi lemah, proses menjadi lebih lambat. Pemimpin harus mempertimbangkan semua sudut pandang anggota, dan pemimpin harus memikirikan faktor psikologis anggota yang berbanding terbalik dengan kecepatan pengambilan keputusan. Gaya kepemimpinan demokratik dalam pemeliharaan hubungan dengan setiap anggota akan menjaga keseimbangan hubungan antara semua stakeholders yang terlibat.

III.4 Budaya Organisasi pada Koperasi

KPBS Pangalengan selalu berusaha menempatkan diri sebagai organisasi yang mengutamakan kepentingan anggota, bekerja secara gotong royong agar semua anggota mendapatkan kesejahteraan yang sama. Budaya ini dipertahankan secara turun menurun oleh semua anggota, disampaikan melalui rapat anggota atau rapat harian pada setiap KOMDA. KPBS tidak segan-segan mengeluarkan anggotanya ketika menyalahi aturan organisasi. Pada KPBS kepentingan bersama jauh lebih penting dari kepentingan pribadi, jadi tidak boleh keuntungan diambil sendiri oleh pengurus. Sebagai langkah preventif, KPBS memiliki pengawas yang harus mengawasi kinerja pengurus. Hasil keuntungan dibagikan kepada seluruh anggota, dengan nama Sisa Hasil Usaha (SHU).

Bertahannya budaya ini juga didukunga oleh gaya kepemimpinan koperasi yang menerapkan gaya demokratik. Anggota percaya penuh kepada pengurus karena setiap kebijakan dibentuk atas pemikiran bersama. Setiap anggota merasa terlibat langsung dalam kinerja usaha, dan ikut bertanggungjawab atas jalannya organisasi. Sifat bertanggung jawab ini yang membuat seluruh anggota ikut menjaga hubungan internal dan eksternal koperasi. Kebersamaan kepentingan juga membuat anggota merasa tidak pernah rugi jika bekerja keras untuk koperasi, karena nanti semua

(23)

keuntungan juga kembali kepada anggota.

III.5 Perkembangan Koperasi di Indonesia

Koperasi adalah organisasi bisnis yang para pemilik atau anggotanya adalah pelanggan utama organisasi itu juga (Ropke, 1987). Berdasarkan definisi tersebut menurut Hendar dan Kusnadi (2005) kegiatan koperasi secara ekonomis harus mengacu pada prinsip identitas (hakikat ganda) yaitu anggota sebagai pemilik yang sekaligus sebagai pelanggan. Organisasi koperasi dibentuk oleh sekelompok orang yang mengelola perusahaan bersama yang diberi tugas untuk menunjang kegiatan ekonomi individu para anggotanya.

Di Indonesia pengenalan koperasi memang dilakukan oleh dorongan pemerintah, bahkan sejak pemerintahan penjajahan Belanda telah mulai diperkenalkan. Gerakan koperasi sendiri mendeklarasikan sebagai suatu gerakan sudah dimulai sejak tanggal 12 Juli 1947 melalui Kongres Koperasi di Tasikmalaya. Pengalaman di tanah air kita lebih unik karena koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh secara alami di jaman penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan diberikan kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar. Dan atas dasar itulah kemudian melahirkan berbagai penafsiran bagaimana harus mengembangkan koperasi (Soetrisno, 2003).

Lembaga koperasi sejak awal diperkenalkan di Indonesia memang sudah diarahkan untuk berpihak kepada kepentingan ekonomi rakyat yang dikenal sebagai golongan ekonomi lemah. Strata ini biasanya berasal dari kelompok masyarakat kelas menengah kebawah. Eksistensi koperasi memang merupakan suatu fenomena tersendiri, sebab tidak satu lembaga sejenis lainnya yang mampu menyamainya, tetapi sekaligus diharapkan menjadi penyeimbang terhadap pilar ekonomi lainnya. Lembaga koperasi oleh banyak kalangan, diyakini sangat sesuai dengan budaya dan tata kehidupan bangsa Indonesia. Di dalamnya terkandung muatan menolong diri sendiri, kerjasama untuk kepentingan bersama (gotong royong), dan beberapa esensi moral lainnya. Sangat banyak orang mengetahui tentang koperasi meski belum tentu sama pemahamannya, apalagi juga hanya sebagian kecil dari populasi bangsa ini yang mampu berkoperasi secara benar dan konsisten. Sejak kemerdekaan diraih, organisasi koperasi selalu memperoleh tempat sendiri dalam struktur perekonomian dan mendapatkan perhatian dari pemerintah (Tambunan, 2008).

(24)

Sebagai gerakan ekonomi rakyat yang menyatukan kaum ekonomi lemah, koperasi telah membantu membangun ekonomi negara-negara di dunia baik negara maju maupun negara berkembang. Bahkan sekarang koperasi di negara maju tidak hanya sebagai unit ekonomi kecil lagi, tetapi sudah berkembang menjadi unit ekonomi yang besar, strategis, dan punya daya saing dengan perusahaan besar. Begitu pula di Indonesia, koperasi mencoba untuk bangkit dan bermain sebagai pemain inti dalam perekonomian, namun ternyata perkembangannya jauh lebih buruk dibanding negara maju. Menurut Moenisa (2011), penyebab lemahnya koperasi di Indonesia adalah:

1. Image koperasi sebagai ekonomi kelas dua masih tertanam dalam benak bangsa Indonesia, sehingga dianggap tidak punya daya saing.

2. Perkembangan koperasi di Indonesia dimulai dari atas (top-down), bukan dari rakyat (bottom-up). Koperasi timbul bukan dari kesadaran rakyat, tetapi pemaksaan pemerintah.

3. Tingkat partisipasi anggota koperasi masih rendah, ini disebabkan oleh sosialisasi yang belum optimal. Masyarakat yang menjadi anggota hanya sebatas tahu koperasi hanya untuk melayani konsumen seperti biasa. Masyarakat tidak mengetahui esensi dari koperasi sendiri.

4. Manajemen koperasi belum professional, akhirnya koperasi hanya dijadikan sebagai tepat korupsi saja.

5. Pemerintah terlalu memanjakan koperasi. Koperasi terlalu banyak dibantu dana oleh pemerintah, tanpa ada pengawasan jelas untuk apa dana tersebut dipakai.

Candraningrum (2011) mengatakan bahwa kelemahan koperasi di Indonesia adalah: 1. Pembinaan hubungan antara alat perlengkapan koperasi, khususnya antara

pengurus dan manajer, yang masih perlu ditingkatkan. Hal ini antara lain mengingat perlunya koordinasi yang mantab dan pembagian tugas serta tanggung jawab yang jelas. Harus dihindarkan apabila ada pengurus yang mengambil wewenang manajer melaksanakan tugas operasional.

2. Kebijaksanaan dan program kerja koperasi masih cenderung timbul sebagai prakarsa pemerintah. Program-program yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan anggota masih ada yang belum sepenuhnya dipadukan dengan

(25)

program-program yang timbul dari prakarsa pemerintah. Keputusan koperasi yang mandiri masih belum dapat berkembang.

3. Organisasi tingkat sekunder, seperti Pusat Koperasi dan Induk koperasi, tampak belum sepenuhnya dapat memberikan pelayanan kepada koperasi primer, khususnya meningkatkan kemampuan dalam bidang organisasi, administrasi, dan manjemen.

4. Kerja sama koperasi dan lembaga non-koperasi telah ada yang berlangsung atas landasan saling menguntungkan antara kedua belah pihak. Tetapi, apabila kurang hati-hati dalam membinannya ada kerjasama yang cenderung mengarah pada hilangnya kemandirian koperasi.

5. Kemampuan pemupukan modal usaha yang bersumber dari anggota dan hasil usaha koperasi, walaupun cukup memadai perkembangannya namun ternyata masih sangat terbatas.

6. Dalam usaha memperoleh kredit dari bank, koperasi masih menghadapi kesulitan untuk memenuhi persyaratanyang ditentukan. Demikianlah, maka pemupukan modal koperasi walaupun cepat perkembangannya hasilnya masih terbatas juga.

7. Keterpaduan gerak, pengertian, pembinaan, dan pengawasan terhadap gerakan koperasi dari berbagai instansi masih perlu ditingkatkan.

8. Masalah lain yang dihadapi dalam pelaksanaan pembinaan koperasi pada tingkat perkembangan seperti sekarang ini adalah masih kurangnya petugas pembina koperasi, baik dalam jumlah maupun mutunya.

9. Masalah permodalan, penguasaan teknologi, akses informasi, permasalahan pemasaran, dan perlindungan hukum.

10. Kurangnya dana sehingga fasilitas-fasilitas yang sudah ada tidak dirawat, hal ini menyebabkan koperasi tertinggal karena kemajan teknologi yang sangat cepat.

Semua kelemahan dan penyebab terhambatnya perkembangan koperasi di Indonesia sesuangguhnya masih bisa diperbaiki dengan memperkuat dan membangkitkan kembali semangat kebersamaan dan gotong royong bangsa. KPBS Pangalengan masih bisa berjalan dengan baik, dan survive bertanding dengan perusahaan pengelola peternakan lainnya.

(26)

Esensi globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas yang sedang berlangsung saat ini dan yang akan terus berubah dengan cepat membuat batasan dan hambatan untuk masuk ke dalam perdagangan nasional semakin hilang. Prospek koperasi di Indonesia ke depan sangat tergantung pada dampak dari proses tersebut terhadap sektor bisnis yang dianut oleh koperasi. Kegiatan koperasi sesuai dengan ilmu ekonomi dengan dua alasan utama:

1. Tujuan utama seseorang menjadi anggota koperasi adalah untuk meningkatkan kesejahteraannya, sesuai dengan prinsip ekonomi.

2. Dasar pemikiran ekonomi adalah dengan biaya seminimal mungkin dapat menghasilkan profit sebesar-besarnya. Koperasi adalah salah satu alternatif usaha, yang juga mengutamakan profit namun dibagikan kepada seluruh anggotanya.

Menurut Tambunan (2008) terdapat dua hal yang sangat mempengaruhi kemampuan koperasi untuk bisa bertahan atau tidak dalam persaingan modern, yaitu: kemampuan menetapkan harga dan struktur pasar. Perusahaan atau koperasi dapat survive karena harga dan struktur pasar yang dihadapi juga berbeda. Koperasi dapat bertahan dalam kondisi perekonomian apapun kecuali pasar monopoli, karena sebuah usaha ditentikan oleh kualitas dan efisiensi produknya.

Koperasi Indonesia akan menghadapi tantangan bahkan ancaman serius dari globalisasi, terutama pada faktor kemampuan koperasi dan pemanfaatan peluang yang masih rendah. Jika komoditas pertanian Indonesia masih kalah dari komoditas impor, maka peluang jalannya koperasi juga rendah.

(27)

BAB IV. PENUTUP IV.1 Kesimpulan

1. Struktur organisasi koperasi terpusat pada Rapat Anggota Tahunan (RAT), pada rapat ini ditentukan kepengurusan koperasi dan agenda kegiatan. Pengurus dipilih dari anggota koperasi dan diberi tugas dan wewenang. Selama melaksanakan tugas, pengurus diawasi oleh badan pengawas, serta wajib mempertanggungjawabkan seluruh kegiatan operasional dan pemakaian dana pada RAT.

2. Gaya kepemimpinan yang diterapkan pada koperasi adalah gaya kepemimpinan demokratik. Seluruh anggota ikut menentukan dan bertanggungjawab atas semua kebijakan koperasi.

3. Budaya organisasi pada Koperasi tentu saja bersifat gotong royong dan kebersamaan. Kepentingan anggota lebih penting di atas kepentingan pribadi. Sesuai dengan budaya bangsa Indonesia, yang tanpa pamrih mau membantu sanak saudaranya.

4. Koperasi bisa dikatakan sebagai salah satu penunjang perekonomian komparatif dan tentu saja dapat bertahan dalam perekonomian modern, dan sesuai dengan keterbatasan kemampuan individual bangsa Indonesia. Jauh lebih baik bekerja berkelompok, dibanding berdiri sendiri menghadapi globalisasi. Namun diperlukan berbagai perbaikan dalam pengelolaan koperasi, termasuk pengetahuan tentang koperasi sendiri.

IV.2 Saran

1. Pemerintah wajib memberikan penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran berkoperasi masyarakat Indonesia, bukan hanya memberikan dana segar saja. 2. Pengawasan penggunaan dana koperasi harus ditingkatkan, agar tidak

menjadi lahan korupsi pengurus.

3. Tingkatkan pemahaman bangsa, bahwa dengan koperasi kesejahteraan bersama bisa meningkat jauh lebih baik dibanding perusahaan lainnya.

4. Indonesia sebaiknya belajar tentang pengelolaan koperasi dari berbagai negara maju.

(28)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Koperasi. http://id.wikipedia.org/wiki/Koperasi. [21 Maret 2012]

Arsavin. 2011. Budaya Gotong Royong.

http://arsavin666.blogspot.com/2011/08/budaya-gotong-royong.html. [21 Maret 2012]

Candraningrum, Dyah Kirana. 2011. Faktor Penghambat Perkembangan Koperasi.

http://kikizone.wordpress.com/2011/10/25/faktor-penghambat-perkembangan-koperasi/#comment-3. [20 Maret 2012]

Dessler, G. 1997. Manajemen Sumberdaya Manusia. Prenhallindo. Jakarta.

Eriyatno. 2011. Membangun Ekonomi Komparatif: Strategi Meningkatkan

Kemakmuran Nusa dan Resiliensi Bangsa. PT Elex Media Komputindo.

Jakarta.

Hendar dan Kusnadi. 2005. Ekonomi Koperasi. Edisi kedua. Lembaga Penerbit FE-UI. Jakarta.

Hersey, P dan KH. Blanchard. 1993. Manajemen Perilaku Organisasi:

Pendayagunaan Sumber Daya Manusia. Erlangga. Jakarta.

Khairunnisa. 2011. Manajemen Produksi di KPBS Pangalengan - Bandung. Laporan Praktek Lapangan. Departemen Teknologi Industri Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kreitner dan Kinicky. 1991. Organizational Behaviour 2nd edition. Richard D. Irwin, Inc. Homewood, Boston.

Moelyono, D. 2003. Budaya Korporasi sebagai Keunggulan Korporasi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Moenisa, Eva. 2011. Penyebab Lemahnya Koperasi di Indonesia. http://www.formasi-indonesia.or.id/forum.php?halaman=detail&id=10. [20 Maret 2012]

O’Sullivan, Arthur. 2003. Economics: Principles in Action. Upper Saddle River, New Jersey 07458. Pearson Prentice Hall. Page 202. ISBN 0-13-063085-3. Petifor, A. 2003. World Economic Outlook the Legally of Globalization: Debt and

Deflation. Jubilee Research at the New Economic Foundation.

(29)

6.6%. http://www.antaranews.com/berita/286280/pertumbuhan-ekonomi-indonesia-2011-capai-66-persen. [20 Maret 2012]

Rivai, V. 2005. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Robbins, SP. 2003. Organizational Behaviour. Prentice Hall. New Jersey.

Ropke, Jochen. 1985. The Economic Theory of Cooperative Enterprises in

Developing Countris with Special Reference of IndonesiaI. University of

Marburg. Marburg.

Siagian, SP. 2007. Fungsi-Fungi Manajerial. Bumi Aksara, Jakarta.

Soetrisno, Noer. 2003. Pasang Surut Perkembangan Koperasi di Dunia dan

Indonesia. Makalah. Jakarta.

Stoner, J dan R. Freeman. 1996. Manajemen. Intermedia. Jakarta.

Tambunan, Tulus. 2008. Prospek Perkembangan Koperasi di Indonesia ke depan:

Masih Relevankah Koperasi dalam Era Modernisasi Ekonomi? Pusat Studi

Industri dan UKM. University of Trisakti. Jakarta. Triguno. 2005. Budaya Kerja. PT Golden Trayon Press. Jakarta.

Gambar

Gambar 1. Gotong Royong
Tabel 1. Dimensi Perilaku dalam Struktur Inisiasi dan Konsiderasi
Gambar 2. Struktur Wilayah Kerja KPBS Pangalengan
Gambar 3. Unit Usaha pada KPBS Pangalengan  III.2.3 Pengawas Koperasi

Referensi

Dokumen terkait

Bapak Yuliyus(Ko Bengli) selaku Supervisor di PT Kurnia Persada Mitra Mandiri Palembang yang telah membantu memberikan data-data yang diperlukan penulis untuk

fasilitas bangunan Servis maintenance gedung Privat, tertutup, tidak pengap Gudang, ruang istirahat, unit hunian Melayani urusan teknis dalam. pengoperasian apartemen

c) Mendata hal-hal penting novel dan mewakili apa yang ditulis kemudian dicatat dalam kartu data. d) Data yang terkumpul didokumentasikan untuk dipergunakan sebagai

pada penelitian ini tidak berbeda secara nyata antara perlakuan PHT dan konvensional, sedangkan jumlah populasi imago pada perlakuan PHT lebih tinggi secara nyata

Jadi beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan di atas adalah Pertama, aliran Pantekosta sama dengan denominasi Protestan lainnya; percaya bahwa

Berdasarkan hasil penilaian tim seleksi makalah (call for papers) yang diajukan kepada panitia Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) ke-13,

Krakatau Steel (Persero), Tbk sebesar Rp.850,-per lembar saham terlalu rendah dan tidak wajar serta alokasi penjatahan saham yang tidak transparan, yang menjadi permasalahan

xviii Tabel 4.43 - Nilai Modus, Skor total dan Skor Ideal Keramahtamahan Staff Administrasi Dalam Memberikan Pelayanan Kepada Mahasiswa .. 111 Tabel 4.44 - Nilai