• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN PEMBINA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN PEMBINA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN DOSEN PEMBINA

ANALISIS RAGAM BAHASA MASYARAKAT DAERAH PESISIR

DITINJAU DARI PERSPEKTIF SOSIOLINGUISTIK

TIM PENGUSUL

Ketua Tim : Iin Tjarsinah, M.Pd./ 0006075101 Anggota : 1. Yuni Ertinawati, M.Pd./ 0007068501

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(2)

UNIVERSITAS SILIWANGI TASIKMALAYA

AGUSTUS 2015 HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Analisis Ragam Bahasa Masyarakat Daerah Pesisir Ditinjau dari Perspektif Linguistik

Kode/Nama Rumpun Ilmu : 521 /Ilmu Linguistik

Ketua Peneliti

a. Nama Lengkap : Iin Tjarsinah, M.Pd.

b. NIDN : 0006075101

c. NPWP : 77.299.012.3.423.000 d. Jabatan Fungsional : IVa/ Penata Muda

e. Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia f. Nomor Hp : 082120857440

g. E-mail : iin.tjarsinah@yahoo.co.id Anggota Penelti (1)

a. Nama Lengkap : Yuni Ertinawati, M.Pd.

b. NIDN : 0007068501

c. NPWP : 71.397.921.9-425.000 d. Perguruan Tinggi : Universitas Siliwangi

Biaya Tahun : Rp. 10.000.000

diketahui Dekan FKIP UNSIL,

Dr. H. Cucu Hidayat, M.Pd. NIP 19630409191989111001

Tasikmalaya, 18 November 2015 Ketua Peneliti,

Iin Tjarsinah, Dra., M.Pd. NIDN 0006075101

disetujui, Ketua LP2M USIL

Prof. H. Aripin, Ph.D. NIP 1967081611996031001

(3)

i DAFTAR ISI Daftar Isi ... i Lampiran-Lampiran... ii RINGKASAN ... iii ABSTRAK ... iv PENDAHULUAN A. Latar belakang ... 1 B. Permasalahan ... 2 METODE PENELITIAN ... 2 PEMBAHASAN ... 3

SIMPULAN DAN SARAN ... 11

(4)

ii

Lampiran-Lampiran

1. Justifikasi anggaran penelitian (untuk tahun berjalan) 2. Susunan organisasi tim peneliti dan pembagian tugas 3. Biodata ketua dan anggota tim peneliti

(5)

iii RINGKASAN

Bahasa merupakan alat komunikasi dan interaksi yang hanya dimiliki oleh manusia. Sebagai fungsi, bahasa dapat dikaji secara internal dan eksternal. Secara internal maksudnya pengkajian bahasa hanya dilakukan terhadap struktur intern bahasa itu saja seperti morfologis dan fonologi. Terjadinya ragam ujaran di masyarakat, selain karena dipengaruhi faktor perbedaan geografis, latar belakang sejarah, budaya juga disebabkan oleh perbedaan sosial seperti status sosial, tingkat pendidikan, umur, jenis kelamin dan lain-lain. Kajian mengenai hubungan antara tingkat sosial dan penggunaan bahasa yang pernah dilakukan, misalnya oleh C. R. J Ross tahun 1956 yang menemukan adanya perbedaan ucapan, perbedaan tatabahasa, dan pilihan kata dari ragam bahasa Inggris lapisan atas (upper class) dan yang bukan lapisan atas (nonupper class).

Tujuan penelitian ini adalah; mengetahui tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan (status sosial) menimbulkan keragaman penggunaan bahasa dalam berkomunikasi. Adapun luaran penelitian diantaranya: menghasilkan Jurnal ilmiah yang akan diterbitkan di salah satu Jurnal ber ISSN dan menghasilkan draft rancangan materi ajar pada mata kuliah Ilmu Linguistik. Penelitian yang akan dilakukan berjenis kualitatif yang memusatkan analisis pada kualitas data. Analisis data yang dilakukan merupakan analisis penelitian lapangan. Tahapan penelitian meliputi: (1) menggunakan lingkungan alamiah sebagai sumber data langsung, (2) sifatnya deskriptif analitik, (3) tekanan penelitian ada pada proses bukan pada hasil, (4) sifatnya induktif, (5) mengutamakan makna.

(6)

iv

ANALISIS RAGAM BAHASA MASYARAKAT DAERAH PESISIR

DITINJAU DARI PERSPEKTIF SOSIOLINGUISTIK

Iin Tjarsinah, M.Pd.1, Yuni Ertinawati 2

1,2Program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Siliwangi E-mail : iin.tjarsinah@yahoo.co.id

ABSTRAK

Bahasa merupakan alat komunikasi dan interaksi yang hanya dimiliki oleh manusia. Sebagai fungsi, bahasa dapat dikaji secara internal dan eksternal. Secara internal maksudnya pengkajian bahasa hanya dilakukan terhadap struktur intern bahasa itu saja seperti morfologis dan fonologi. Terjadinya ragam ujaran di masyarakat, selain karena dipengaruhi faktor perbedaan geografis, latar belakang sejarah, budaya juga disebabkan oleh perbedaan sosial seperti status sosial, tingkat pendidikan, umur, jenis kelamin dan lain-lain. Kajian mengenai hubungan antara tingkat sosial dan penggunaan bahasa yang pernah dilakukan, misalnya oleh C. R. J Ross tahun 1956 yang menemukan adanya perbedaan ucapan, perbedaan tatabahasa, dan pilihan kata dari ragam bahasa Inggris lapisan atas (upper class) dan yang bukan lapisan atas (nonupper class). Tujuan penelitian ini adalah; mengetahui tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan (status sosial) menimbulkan keragaman penggunaan bahasa dalam berkomunikasi. Adapun luaran penelitian diantaranya: menghasilkan Jurnal ilmiah yang akan diterbitkan di salah satu Jurnal ber ISSN dan menghasilkan draft rancangan materi ajar pada mata kuliah Ilmu Linguistik. Penelitian yang dilakukan berjenis kualitatif yang memusatkan analisis pada kualitas data. Analisis data yang dilakukan merupakan analisis penelitian lapangan. Tahapan penelitian meliputi: (1) menggunakan lingkungan alamiah sebagai sumber data langsung, (2) sifatnya deskriptif analitik, (3) tekanan penelitian ada pada proses bukan pada hasil, (4) sifatnya induktif, (5) mengutamakan makna. Penggunaan ragam bahasa tersebut dipengaruhi oleh profesi masyarakat yang berbeda-beda. Masyarakat yang berprofesi sebagai pedagang cenderung menggunakan istilah khas perdagangan dalam bahasa Sunda, seperti ngararisan yang memiliki arti melariskan. Dalam hampir setiap percakapan yang dilakukan oleh masyarakat penduduk asli Pangandaran, selalu memunculkan kata-kata khas kesundaan seperti mah dan da.

(7)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bahasa merupakan alat komunikasi dan interaksi yang hanya dimiliki oleh manusia. Sebagai fungsi, bahasa dapat dikaji secara internal dan eksternal. Secara internal maksudnya pengkajian bahasa hanya dilakukan terhadap struktur intern bahasa itu saja seperti morfologis dan fonologi. Hasil yang diperoleh dari kajian ini merupakan perian-perian bahasa saja tanpa ada kaitannya dengan masalah lain di luar bahasa. Sebaliknya kajian bahasa secara eksternal berarti kajian itu dilakukan terhadap hal-hal atau faktor yang berada di luar bahasa yang berkaitan dengan pemakaian bahasa itu oleh para penuturnya di dalam kelompok-kelompok sosial kemasyarakatan.

Mengingat bahasa hanya hidup melalui interaksi sosial, dan dalam berinteraksi selalu tampak pengaruh maka dalam penggunaan bahasa akan terjadi banyak ragam bahasa. Ragam bahasa yaitu variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara dan orang yang dibicarakan, serta medium yang digunakan. Maka mengkaji penggunaan bahasa dalam hubungannya dengan masyarakat digunakan kajian bahasa secara eksternal.

Terjadinya ragam ujaran di masyarakat, selain karena dipengaruhi faktor perbedaan geografis, latar belakang sejarah, budaya juga disebabkan oleh perbedaan sosial seperti status sosial, tingkat pendidikan, umur, jenis kelamin dan lain-lain. Perbedaan-perbedaan ini menyebabkan terjadinya variasi bahasa (Aslinda dan Leni Syafyahya, 2007: 17). Misalnya kita mengunjungi suatu tempat seperti pelabuhan atau pasar, kita akan mendengar pemakaian bahasa yang bervariasi. Penyebab adanya variasi bahasa tersebut bukanlah lokasi tetapi disebabkan adanya perbedaan tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan. Akan tetapi, Alwasilah (1989:65) menyatakan, meskipun para penutur memakai bermacam-macam bentuk bahasa yang berbeda, tetapi bentuk-bentuk itu merupakan satu bahasa yang sama, misalnya dialek. Bagaimana untuk mengetahui adanya ragam bahasa dan tingkatan sosial masyarakat, tentunya kajian penggunaan bahasa ini akan dianalisis secara eksternal.

Kajian mengenai hubungan antara tingkat sosial dan penggunaan bahasa yang pernah dilakukan, misalnya oleh C. R. J Ross tahun 1956 yang menemukan adanya perbedaan ucapan, perbedaan tatabahasa, dan pilihan kata dari ragam bahasa Inggris lapisan atas (upper class) dan yang bukan lapisan atas (nonupper class). Hasil penelitian Trudgill (dalam Ohoiwutun, 1997: 51) juga menyatakan hal senada bahwa seolah-olah tingkat dan kedudukan sosial seseorang di tengah masyarakat turut menciptakan perbedaan atau variasi bahasa.

(8)

2

Berdasarkan uraian di atas, dikorelasikan dengan masalah penelitian yang akan diteliti yaitu mengenai perbedaan ragam bahasa disebabkan oleh perbedaan lapisan sosial, dan tingkat pendidikan akan mempengaruhi pemilihan jenis pekerjaan. Kemudian jenis pekerjaan akan menimbulkan ragam bahasa pada masyarakat pemakai bahasa. Berdasarkan fenomena yang terjadi, penulis ingin melakukan pengamatan terhadap pengunaan bahasa tersebut.

Permasalahan

Permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian lanjutan ini adalah:

1. Bagaimanakah penggunaan ragam bahasa masyarakat daerah pesisir di Pangandaran berdasarkan tingkat pendidikan?

2. Bagaimanakah penggunaan ragam bahasa masyarakat daerah pesisir di Pangandaran berdasarkan jenis pekerjaan?

3. Apakah tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan (kelas sosial) menimbulkan keragaman penggunaan bahasa pada masyarakat daerah pesisir di Pangandaran?

METODE PENELITIAN

Penelitian yang akan dilakukan berjenis kualitatif yang memusatkan analisis pada kualitas data. Analisis data yang dilakukan merupakan analisis penelitian lapangan. Tahapan penelitian meliputi: (1) menggunakan lingkungan alamiah sebagai sumber data langsung, (2) sifatnya deskriptif analitik, (3) tekanan penelitian ada pada proses bukan pada hasil, (4) sifatnya induktif, (5) mengutamakan makna.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif analitis. Metode deskriptif analitik dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta, yang kemudian disusul dengan analisis. Karakteristik penelitian kualitatif, yakni mengutamakan latar alamiah sebagai sumber data. Penelitian sosiolinguistik memiliki karakteristik latar alamiah sebab data penelitian dikumpulkan secara langsung dari lingkungan nyata. Situasi yang diperoleh dalam penelitian sosiolinguistik, tampak secara alami sebagaimana adanya penggunaan bahasa pada masyarakat untuk mendapatkan tuturan secara utuh termasuk tuturan yang bersifat sistemik atau hanya berupa ujaran.

Penelitian akan dilakukan di daerah Kawasan Pesisir Pantai Pangandaran Kabupaten Pangandaran Provinsi Jawa Barat. Pangandaran dipilih menjadi lokasi penelitian untuk mendapatkan deskripsi penggunaan bahasa pada masyarakat yang didasarkan atas kondisi geografis yang berada pada wilayah perbatasan dan pesisir. Selain itu, sesuai dengan topik

(9)

3

penelitian, wilayah tersebut dipilih untuk mendapatkan deskripsi mengenai ragam bahasa yang digunakan oleh masyarakat penutur bahasa.

PEMBAHASAN

Deskripsi Wilayah Penelitian

Secara administratif Kabupaten Pangandaran terletak di Wilayah Pesisir Pantai Selatan Pulau Jawa yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia dengan ketinggian rata-rata antara 0-8 meter diatas permukaan laut.

Kabupaten Pangandaran secara geografi s berada pada koordinat 108º 41 - 1090 Bujur Timur dan 07041-07050 Lintang Selatan memiliki luas wilayah mencapai 61 km² dengan luas laut dan pantai dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kabupaten Ciamis dan Kota Madya Banjarsari Sebelah Barat : Kecamatan Parigi

Sebelah Timur : Kabupaten Cilacap Sebelah Selatan : Samudera Hindia

Kabupaten Pangandaran merupakan Kabupaten yang perkembangan penduduknya sangat cepat sehingga kepadatan penduduknya tidak dapat dihindari, yang tentunya diikuti dengan kepadatan pemukiman/ rumah tinggal penduduk. Penduduk Kabupaten Pangandaran pada tahun 2010 tercatat 9.169 jiwa dengan penduduk laki-laki berjumlah 4.617 jiwa dan penduduk perempuan yang berjumlah 4.552. adapun jumlah Kepala Keluarga Kabupaten Pangandaran adalah 2.558 kepala keluarga.

Analisis Ragam Bahasa

Wilayah Pangandaran terletak di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. wilayah Pangandaran merupakan kawasan pantai yang menjadi salah satu andalan Provinsi Jawa Barat sebagai salah satu objek wisata yang cukup populer. Letaknya yang berada pada perbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah menyebabkan adanya terjadinya penggunaan ragam bahasa yang berbeda dengan wilayah lainnya yang ada di Provinsi Jawa Barat.

Ragam bahasa yang khas yang digunakan oleh masyarakat setempat (baik penduduk asli maupun pendatang) dipengaruhi ragam bahasa daerah seperti bahasa Sunda dan Jawa. Kecenderungan masyarakat yang berasal dari Jawa tengah menggunakan ragam bahasa yang bercampur dengan bahasa Jawa dan Sunda sebab mayoritas sudah lama menetap di Pangandaran sehingga sedikitnya dapat menguasai bahasa Sunda. Adapun penduduk asli wilayah Pangandaran menggunakan bahasa Indonesia yang bercampur dengan unsur-unsur bahasa Sunda seperti mah, atuh, da, dan penggunaan imbuhan bahasa Sunda.

(10)

4

Data yang diperoleh merupakan hasil percakapan antara masyarakat pesisir yang berada di kawasan pantai pangandaran, masyarakat dengan masyarakatn dan masyarakat dengan peneliti bahasa. Pada umumnya bahasa yang digunakan di kawasan pantai pesisir Pangandaran adalah bahasa Sunda dan bahasa jawa yang juga hidup berdampingan dengan bahasa Sunda.

Faktor Penggunaan Bahasa

Berdasarkan data bahasa yang diperoleh, data bahasa tersebut dapat mencerminkan faktor sosial penggunanya. Faktor sosial ini dapat berupa usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan status sosial. Berikut ini adalah analisis yang dilakukan oleh peneliti:

a. Usia

Faktor usia dapat menjadi kekhasan dari data analisis. Usia dapat mencerminkan penggunaan bahasa. Dari data analisis, adanya usia yang berbeda pada pedagang yang diamati. Pada penelitian ini, peneliti tidak menanyakan usia pedagang melalui wawancara, peneliti hanya mengamati pedagang dengan raut wajah yang dimiliki. Pada analisis ini, peneliti menemukan adanya dua golongan usia. Golongan tersebut adalah golongan usia muda ( pada golongan ini, usia yang dimiliki adalah sekitar kurang lebih 40 tahunan) sedangkan pada golongan tua (golongan yang mempunyai kisaran usia sekitar kurang lebih 40 tahunan). Pada golongan usia muda, seperti pedagang pakaian dan asongan. Golongan usia muda ini, pedagang pakaian dan asongan menggunakan bahasa yang dapat menyesuaikan dengan pembeli. Sebagai contoh, ketika pembeli menggunakan bahasa gaul atau tidak baku, para pedagang tersebut dapat memahami dan menyesuaikan dengan bahasa yang digunakan oleh pembeli.

Pada golongan usia tua pada data analis ini, contoh yang diperoleh adalah pedagang sembako, pedagang pakaian dan pedagang alat masak. Pada golongan usia tua, para pedagang umumnya menggunakan bahasa daerah yaitu bahasa Sunda yang diselingi dengan bahasa Indonesia begitu pula sebaliknya, ketika para pedagang menggunakan bahasa Indonesia diselingi dengan dialek bahasa Sunda. Pada umumnya, pada golongan usia ini, para pedagang tidak dapat menyesuaikan bahasa dari para pembeli selain bahasa Indonesia, bahasa Sunda dan bahasa Ibu yang dimiliki oleh para pedagang.

b. Jenis kelamin

Dari data penelitian yan dimiliki oleh peneliti, peneliti memiliki lima data yaitu tiga orang perempuan dan dua orang laki-laki. Faktor jenis kelamin ini dapat mencerminkan ciri khas ragam bahasa pasar. Perempuan biasanya lebih banyak bertutur dengan pembeli untuk membangun keakraban dengan pembeli. Sedangkan para

(11)

5

pedagang laki-laki dalam peristiwa tutur lebih bertutur seperlunya. Hal ini sangat berbeda dengan pedagang perempuan yang sering memancing pembicaraan.

c. Pendidikan

Faktor pendidikan ini menjadi iri khas dalam ragam bahasa pasar. Pada data yang diperoleh oleh peneliti, sebanyak lima orang pedagang mempunyai pendidikan yang bervariasi. Dari kosakata yang dimiliki oleh penutur dapat dijadikan sebagai cermin pendidikan yang dimiliki oleh penutur. Sebagai contoh, pedagang yang menggunakan atau memahami bahasa Indonesia dengan kosakata yang benar, setidaknya pernah merasakan bersekolah di bangku pedidikan. Dari data yang dianalisis oleh peneliti, ada empat orang pedagang (dua pedagang pakaian, pedagang aksesoris dan pedagang sembako) yang menggunakan kosakata sederhana dalam penuturannya. Sedangkan satu orang pedagang lainnya yaitu pedagang alat masak di dalam penuturannya menggunakan kosakata yang luas dan memiliki wawasan yang luas. Hal ini dapat ditunjukkan dari tuturan pedagang di dalam peristiwa tutur yang berlangsung.

Melihat hal tersebut, dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa keempat orang pedagang yaitu kedua pedagang pakaian, pakaian aksesoris dan pedagang sembako mempunyai tingkat pendidikan yang rendah sedangkan pedagang alat masak mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi dibandingkan dengan keempat pedagang lainnya.

d. Pekerjaan

Dalam hal ini, faktor pekerjaan sangat dapat menjadi kekhasan dari ragam bahasa pasar di dalam penelitian ini. Penggunaan kosakata dan tema pembahasan yang ditututrkan oleh penutur sangat berhubungan dengan pekerjaannya sebagai pedagang dan identik dengan jenis barang dagangan. Contohnya: pedagang pakaian sangat paham dengan kosakata dan tema pembahasan mengenai pakaian, pedagang askesoris dengan kosakata dan tema aksesoris, pedagang sembako dengan kosakata dan tema sembako dan begitu juga dengan pedagang alat masak yang begitu paham dengan kosakata dan tema mengenai alat masak yang dijualnya.

e. Status sosial

Faktor sosial dapat menjadi kekhasan dalam ragam bahasa pasar ini. Faktor sosial ini dapat dilihat dari segi ekonomi barang yang dijualnya. Selain dari segi ekonomi barang yang dijual, tempat berjualan juga dapat menjadi faktor sosial dalam penelitian ini. Contohnya adalah pedagang yang menjual pakaian dan alat masak yang mempunyai bahasa yang berbeda dengan pedagang yang menjual aksesoris dan sembako.

(12)

6

Berdasarkan tempat berjualan, para pedagang yang terdapat di dalam data bahasa ada yang berjualan di toko dan kios. Toko dan kios akan mempunyai nilai harga tempat yang berbeda yang akan menjadi perbedaan di dalam status sosial pedagang tersebut. Pedagang yang berjualan di toko akan menggunakan bahasa yang menarik untuk menarik perhatian pembeli.

Pemertahanan Bahasa

Data-data bahasa di atas mencerminkan adanya keragaman atau variasi bahasa penutur dan mitra tutur dalam berkomunikasi. Kecenderungan tersebut terlihat pada penggunaan bahasa Sunda atau bahasa Ibu (B1) oleh sejumlah penutur dari suatu masyarakat bahasa dalam hal ini masyarakat pasar Inpres Pagaden yang bilingual bahkan multilingual cenderung menurun akibat adanya bahasa 2 atau bahasa pemersatu yaitu bahasa Indonesia (B2) yang mempunyai fungsi lebih superior daripada B1. Namun, ada kalanya penggunaan B1 yang jumlah penuturya tidak banyak dapat bertahan pada pengaruh B2 yang lebih dominan dan jangkauan pemakaiannya bersifat nasional.

Pemertahanan bahasa Sunda di pasar Inpres Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang masih terasa kuat dengan pemilihan kosakata bahasa sunda karena latar belakang pedagang lebih banyak yang berdomisili asli orang subang yang memiliki bahasa ibu yaitu bahasa Sunda sebagai bahasa pergaulan sehari-hari mereka. Adanya toleransi penduduk pendatang terhadap bahasa Sunda. Hal ini tercermin dari penggunaan bahasa para pedagang, sementara bahasa yang digunakan pembeli dominan mempertahankan bahasa Indonesia karena dirasa bahasa Indonesia ini sebagai bahasa pemersatu yang dipahami semua orang di Indonesia.

Adanya loyalitas yang tinggi dari masyarakat pasar Inpres terhadap bahasa Sunda sebagai konsekuensi kedudukan atau status bahasa ini yang menjadi lambang identitas diri masyarkat Subang yang relatif menggunakan bahasa Sunda.

Berdasarkan pemaparan di atas pemertahanan bahasa pedagang dan pembeli memiliki pemertahan yang berbeda yaitu pedagang mempertahankan bahasa Sunda sementara pembeli mempertahankan bahasa Indonesia.

1. Analisis Data Lapangan a. Nama : Rahminah

Usia : 37 tahun

Profesi : Penjual suvenir

Pen : Silakan, Teh. Lihat-lihat dulu boleh. Pem : Ada tas, Bu?

(13)

7

Pem : Ohh, bukan, bukan yang kayak gini, yang dari rotan. Pen : Oh, ga punya, Teh. Adanya yang dari akar aja. Pem : Mmmhhh… berapa ini, Bu?

Pen : Itu, 40.000 Teh.

Pem : Ah, ga mau ah, 20.000 ya. Pen : Belum bisa, Teh.

Pem : Bisain aja ya.

Pen : Belum bisa,Teh. Soalnya buat sendiri ini mah. Pem : Ya, 20 ya, saya beli dua lho.

Pen : 30-lah sok, Teh, dikasihin. Pem : Enggak ah, yah 40 dua. Pen : 50 dua soklah, ngararisan. Pem : Pengen 40 ah….

Pen : Ngararisan, Teh. Buat teteh mah 50 aja dua soklah. Pem : Tapi pengen yang bagus.

Pen : Mangga, semuanya juga bagus kok, dipilih aja sok, Teh. b. Nama : Harun

Usia : 43 tahun

Profesi : Fotografer keliling

F : Difoto, Teh? Mumpung lagi bagus cuacanya cerah. Sepuluh ribu aja. Ayo, Teh. Mau di mana?

P : Enggak, Pak. Makasih.

F : Langsung jadi, 10.000 aja, Teh. Nanti dapatnya ukurannya besar, 8R. P : Enggak ah, Pak.

F : Difotonya lima kali, nanti dipilih yang bagusnya yang mana. Sepuluh ribu. Ukurannya 8R. mau dicetak satu juga ga apa-apa cuma bayar 10.000. Bisa dikasih tulisan, mau apa terserah. Rombongan juga difotonya dicetaknya satu bayarnya 10.000. Bisa ditunggu hasilnya.

P : Hah? Rombongan sepuluh ribu?

F : Iya, Teh. Tergantung yang mau cetak berapa orang. P : Berapa lama jadinya?

F : Dua menit, Teh.

P : Dua menit? Cepet amat.

(14)

8 P : Tapi bener ini cuma 10.000?

F : Iya, Teh. Nanti dapat satu foto seukuran ini, Teh, 8R. P : Oh, kalau yang lain mau gimana?

F : Bayar lagi 10.000 Teh. Satu foto 10.000.

P : Oh, ya udah deh. Tapi pengen bagus ya hasilnya.

F : Iya, Teh. Nanti dilihat dulu hasilnya kalau bagus baru dibayar. Kalau kurang bagus difoto lagi.

P : Kalau ga ada yang bagus, rugi dong, difoto terus tapi ga bayar-bayar. F : Heehhheeh, enggak, Teh. Pasti ada yang bagus, kan dipilih dulu sebelum

dicetak.

P : Oh, ya udah deh. Ayo. c. Nama : Ahmad Solihin

Usia : 58 tahun Profesi : Pemilik Hotel

P : Dari Bandung, ya? Dari UPI? T : Betul, Pak.

P : Berhubung kamarnya masih isi, baru kosong jam 12 nanti, untuk sementara di kamar yang kecil dulu.

T : Oh, iya, Pak. Ga apa-apa.

P : Ini masih ada tamunya, baru keluar nanti siang. Ini semuanya kepala sekolah sedang ada acara.

T : Oh. Kepala sekolah….

P : Kepala sekolah SD se-Pangandaran. Sebentar ya. Gus, Gus. Ini diantar ke kamar. Yang itu saja 201, sementara di sana dulu.

Peg : Iya, Pak.

P : Dua lagi nanti di atas. Di ujung kan kosong dua kamar. Peg : Iya, Pak.

P : Nanti siapkan makannya di gazebo aja. Lauknya tiga macam. Peg : Berapa porsi, Pak?

P : 18 ya?

T : Eh, iya, Pak. 18 orang.

P : Nanti makannya di sana aja ya. Di gazebo. Di sini masih ada rombongan kepala sekolah. Kan ga enak nyampur.

(15)

9 Peg : Mari.

T : Permisi, Pak.

P : Oya, silakan, silakan. d. Nama : Iwan

Usia : 23 tahun Profesi : Pegawai Hotel

T : Dulu hotel ini kena tsunami?

Peg : Iya, kena juga, kan dekat pantai, jadi kena juga. T : Oh, rusak semua?

Peg : Kebetulan enggak, cuma kerendem aja. Tapi sebagian lagi retak-retak. T : Ini hasil renovasi?

Peg : Iya, sedikit. Kalau bagian belakang sana yang dekat gazebo dibangun lagi soalnya kan bambu jadi rusak semua.

T : Mmmmhhh, ada korban jiwa dari pihak hotel ini?

Peg : Kebetulan ga ada. Semuanya Alhamdulillah selamat. Soalnya semuanya langsung pada lari pas ada gempa. Ini kamarnya, silakan. Ini kamar mandinya.

T : Dikasih sabun ga? Peg : Sabun hotel?

T : Sabun apa aja, yang penting licin dan berbusa. Peg : Oh, ada. Nanti diantar.

T : Cepat ya, saya sudah ga tahan. Kok senyum? Peg : Eh, enggak, ga apa-apa. Permisi.

T : Oh iya, jangan lupa sabunnya, saya tunggu. Hati-hati licin tuh lantainya.

Tabel 4.1 Analisis Sosiolinguistik

NO KORPUS ANALISIS DATA TERJEMAHAN

(RAGAM BAKU) CIRI VARIASI BAHASA KATA FRASA KALIMAT

1 Korpus 1 Kalimat 7 Kalimat 9 Kalimat 11

ngararisan

Ini mah Mangga, semuanya juga bagus kok. - ini - melariskan - Silakan, semuanya juga bagus.

Kosa kata penutur sesuai dengan profesinya sebagai pedagang. Terjadi campur kode dengan bahasa daerah karena pengaruh lingkungan budaya dan geografis. 2 Korpus 2

(16)

10

Kalimat 2 Nanti

dapatnya ukurannya besar, 8R.

Nanti dapat ukuran besar, 8R.

Penutur tidak menggunakan campur kode. Secara keseluruhan, penutur cenderung dapat melakukan komunikasi dengan

menggunakan bahasa Indonesia dengan baik. 3 Korpus 3 Kalimat 6 Nanti siapkan makannya di gazebo aja. Nanti siapkan makannya di gazebo aja.

Penutur dalam berbicara dapat melakukan alih kode dengan baik dengan bahasa asing (gazebo). Kemungkinan hal tersebut disebabkan profesinya sebagai pemilik hotel yang memiliki banyak relasi. 4 Korpus 4 Kalimat 2 Kalimat 4 - - Kebetulan enggak, cuma kerendem aja. - Soalnya semuanya langsung pada lari pas ada gempa.

- Kebetulan tidak, hanya terendam saja. - Soalnya semua

langsung lari ketika ada gempa.

Kosa kata penutur, khas kosa kata perdagangan. Karena pengaruh lingkungan budaya, dalam berbicara penutur banyak melakukan campur kode dengan bahasa daerah.

5 Korpus 5 6 Kalimat 2 Korpus 6 Kalimat 4 Kalimat 5 mah ga apa-apa da - Eh si eneng mah. - Liat dulu geura neng. - Liat nih, baragus gini masih saleger.

- Tidak apa-apa kok - (konjungsi)

Eh, si eneng. Lihat dulu, neng. Lihat, bagus masih segar.

Penutur menggunakan campur kode dengan bahasa Sunda.

Penutur menggunakan campur kode dengan bahasa Sunda.

Hasil Penelitian Tahun 2015

Dari hasil temuan di lapangan, dapat diketahui bahwa penggunaan ragam bahasa tersebut dipengaruhi oleh profesi masyarakat yang berbeda-beda. Masyarakat yang berprofesi sebagai pedagang cenderung menggunakan istilah khas perdagangan dalam bahasa Sunda, seperti ngararisan yang memiliki arti melariskan. Dalam hampir setiap percakapan yang dilakukan oleh masyarakat penduduk asli Pangandaran, selalu memunculkan kata-kata khas

(17)

11

kesundaan seperti mah dan da. Dua kata tersebut cenderung digunakan oleh masyarakat yang berprofesi sebagai pedagang. Pada masyarakat yang berprofesi sebagai pemilik hotel dan karyawan hotel, dua kata dalam bahasa Sunda tersebut tidak muncul/digunakan meskipun pemilik hotel bersuku Sunda dan karyawannya merupakan penduduk setempat. Dari temuan data di lapangan, diketahui bahwa faktor pekerjaan mempengaruhi penggunaan ragam bahasa masyarakat pesisir Pangandaran.

Penggunaan ragam yang berbeda pada pemilik hotel dan karyawannya dengan para pedagang mendeskrisikan adanya upaya pemertahanan bahasa yang dilakukan oleh para pedagang. Kesan keakraban antara pedagang dan pembeli yang menguasasi bahasa Sunda pun semakin terasa dalam penggunaan ragam tersebut. Sementara penggunaan ragam bahasa pada pemilik hotel dan karyawan hotel tidak menunjukkan penggunaan bahasa yang lebih mempertimbangkan unsur bahasa yang universal yaitu bahasa Indonesia. Hal tersebut dimungkinkan karena wilayah bisnis yang berbeda antara pedagang hasil laut dan bisnis properti.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Penggunaan ragam bahasa tersebut dipengaruhi oleh profesi masyarakat yang berbeda-beda. Masyarakat yang berprofesi sebagai pedagang cenderung menggunakan istilah khas perdagangan dalam bahasa Sunda, seperti ngararisan yang memiliki arti melariskan. Dalam hampir setiap percakapan yang dilakukan oleh masyarakat penduduk asli Pangandaran, selalu memunculkan kata-kata khas kesundaan seperti mah dan da. Dua kata tersebut cenderung digunakan oleh masyarakat yang berprofesi sebagai pedagang. Pada masyarakat yang berprofesi sebagai pemilik hotel dan karyawan hotel, dua kata dalam bahasa Sunda tersebut tidak muncul/digunakan meskipun pemilik hotel bersuku Sunda dan karyawannya merupakan penduduk setempat. Dari temuan data di lapangan, diketahui bahwa faktor pekerjaan mempengaruhi penggunaan ragam bahasa masyarakat pesisir Pangandaran.

Saran

Sangat penting sebagai masyarakat intelek kita lebih bisa mengkritisi berbagai teori yang berkembang. Sebagai salah satu kajian dari Sosiolinguistik, sikap bahasa sepertinya kurang mendapat perhatian dari para linguis. Perlu adanya berbagai referensi yang menunjang. Kajian tentang sikap bahasa juga masih jarang dilakukan oleh mahasiswa.

(18)

12

Kedepannya, sangat perlu dikembangkan kajian mengenai sikap bahasa, sehingga lebih memiliki peranan dalam dunia pendidikan.

Pemilihan bahasa merupakan hal yang sangat penting. Anak-anak di wilayah pesisir pantai Pangandaran ternyata tidak bisa berbahasa Sunda dengan baik karena dalam masyarakat sudah tercampur dengan berbagai bahasa para pendatang wisatawan dan masyarakat yang berdekatan dengan daerah Cilacap yang umumnya berbahasa Jawa. Terkait dengan hal tersebut maka guru di sekolah-sekolah hendaknya mengajarkan bahasa Sunda dengan baik.

(19)

13

DAFTAR PUSTAKA

Aslinda dan Leni Syafyahya. (2007). Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: Refika Aditama. Djajasudarma, T Fatimah. (2006). Metode Linguistik-Ancangan Metode Penelitian dan

Kajian. Bandung: Refika Aditama.

Gowdy, John. 2006. Hunter-gatherers and the mythology of the market - The Cambridge Encyclopedia of Hunters and Gatherers. New York: Cambridge University Press. Habermas, J. 2006. The European Nation State - Its Achievments and Its Limits. On the Past

and Future Sovereignty and Citizenship. London: Vernon.Marjohan, Asril. (1988). An Introduction to Sociolinguistics. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pateda, Mansoer. (1987). Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa.

Gambar

Tabel 4.1   Analisis Sosiolinguistik

Referensi

Dokumen terkait

Arti tanda negatif pada konstanta adalah apabila tidak ada variabel country of origin, kualitas produk dan kelompok acuan maka tidak akan terjadi niat beli

Jagung merupakan bahan makanan yang mempunyai nilai gizi yang baik bagi kesehatan dan dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan. Salah satu produk dari jagung yaitu dapat

Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa selain kepercayaan, kepuasan juga merupakan factor penting dalam menentukan apakah konsumen akan

Untuk mengetahui manakah dari ketiga variabel tersebut yang berpengaruh paling dominan terhadap loyalitas pelanggan kartu prabayar Telkomsel pada mahasiswa STIE

[r]

Karena cepat rambat bunyi pada suhu dingin lebih kecil daripada suhu panas maka kecepatan bunyi dilapisan udara atas lebih kecil daripada dilapisan bawah, yang berakibat

60, yang merupakan peninggalan (Alm) ST dengan (Almh) S alias T akan dilakukan pembagian harta warisan oleh Para Penggugat, namun ternyata Para Tergugat menolak

lampu pijar adalah 69,69 watt. Pada pengujian generator menggunakan beban lampu pijar dan lampu hemat energi terjadi drop tegangan beserta hunbungan frekuensi dengan beban.