• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Kajian pustaka bertujuan untuk melihat hubungan antara arsitektur vernakular Rumah Gadang dengan kehidupan masyarakat minangkabau serta gambaran umum kondisi alam dan budaya masyarakat minangkabau dan Nagari Seribu Rumah Gadang secara khusus.

2.1 Pengertian Arsitektur Vernakular

Arsitektur Vernakular merupakan suatu pemahaman tentang arsitektur yang berasal dari masyarakat lokal atau pribumi yang memiliki unsur yang primitif ,tidak dikenal dan cendrung spontan yang dipengaruhi oleh budaya lokal masing- masing (Victor Papanek ,1995 :114).

Arti kata Vernakular itu sendiri berasal dari bahasa latin yaitu verna yang berarti domestic, indigenous, native slave, atau home-born slave pertama kali dikenalkan oleh (Bernard Rudofsky, 1910 – 1987) memamerkan karya sekaligus peluncuran bukunya yang berjudul “Arsitektur tanpa Arsitek “ pada tahun 1964 di New York, membahas tentang arsitektur vernakular itu berasal dari kejeniusan masyarakat lokal yang menghasilkan suatu seni bangunan yang tentunya dipengaruhi oleh budaya serta alam dimana masyarakat itu berada.

Bernard menganalisa berbagai jenis pemukiman di belahan dunia ,yang di bahas dalam buku tersebut dengan kesimpulan bahwa pemahaman tetang arsitektur Vernakular harus dipertimbangkan dan di sejajarkan dengan arsitektur

(2)

bangunan yang bersifat istana ,kerajaan dan keagamaan.(Gatot Suharjanto -2011 :594).

Vernakular lahir dari masyarakat yang tidak dilatih atau amatir dalam mendesain suatu bangunan (Brunskill [ed], 2000: 27-28) kemudian menghasilkan karya seni bangunan yang dipengaruhi oleh kehidupan sosial budaya masyarakat setempat dan juga bahan serta teknologi (Ravi S. Singh, 2006) yang dapat dipertanggung jawabkan dan memiliki cirikhas tersendiri.

2.2 Gambaran Umum Kawasan Minangkabau 2.2.1 Wilayah

Sumatera Barat merupakan suatu profinsi yang berada di kawasan Indonesia dan termasuk kedalam NKRI yang mempunyai 15 daerah tingkat II, terdiri dari 9 daerah tingkat II yang tercakup dalam kapupaten, dan 6 daerah yang tercakup dalam Kota Madya. Delapan (8) kabupaten terdiri dari kabupaten Agam, Tanah Datar, Pesisir Selatan, Pasaman, Solok, Solok Selatan Pariaman, Sawah Lunto Sijunjung, 50 Kota, dan Padang Pariaman. Enam (6) Kota Madya terdiri dari Kota Madya Padang, Solok, Sawah Lunto, Payakumbuh, Padang Panjang dan Bukittinggi. Batas-batas propinsi yang berbatasan dengan Sumatera Barat adalah:

sebelah barat : berbatasan dengan Samudra Indonesia; sebelah utara : berbatasan dengan Sumatera Utara;

sebelah selatan : berbatasan dengan propinsi Bengkulu dan propinsi Jambi;

(3)

Minangkabau dalam pengertian sosial budaya merupakan suatu daerah kelompok etnis yang mendiami daerah Sumatera Barat, Boestanoel Arifin Adam mengatakan: Daerah suku bangsa Minangkabau ditandai dengan masyarakatnya yang menganut adat istiadat Minangkabau, dan masyarakat Minangkabau itu umumnya bermukim di pulau Sumatera bagian tengah, meliputi propinsi Sumatera Barat (tidak termasuk kepulauan Mentawai di samudra Hindia), sebagian hulu sungai Rokan, Kampar dan Kuantan di propinsi Riau, kemudian Batang Tebo dan Muaro Bungo di propinsi Jambi, serta hulu sungai Marangin di Muko-Muko di propinsi Bengkulu (Adam, 1987:2). Daerah yang didiami suku bangsa Minangkabau tersebut di atas, merupakan wilayah budaya Minangkabau. Masyarakat Minangkabau menyebut wilayah tersebut dengan ”Alam Minangkabau”.¹

Gambar 2.1 Peta Wilayah Suku Minangkabau Sumber: Soeroto (Minangkabau, 2005, hlm.29)

(4)

Pada masa dahulu, daerah Minangkabau meliputi dua kawasan utama yaitu darek (darat) dan rantau. Kedua kawasan tersebut terdiri dari luhak nan tigo (luhak yang tiga) dan rantau nan duo (rantau yang dua). Luhak Nan Tigo terletak di daerah pegunungan yang menjadi basis Minangkabau. Ketiga luhak tersebut adalah, Luhak Tanah Datar terletak di lembah dan dataran tinggi sekitar gunung merapi, gunung Singgalang dan gunung tandikek; Luhak Agam terletak di lembah dan dataran sekitar gunung merapi dan gunung Singgalang; dan Luhak Lima Puluh Koto terletak di lembah dan dataran tinggi sebelah Timur Gunung Sago (Soeroto Minangkabau, 2005 : 29).

2.2.2 Gambaran Umum Kawasan Nagari Seribu Rumah Gadang, Kabupaten Solok Selatan

Kawasan kajian terletak di Kabupaten Solok Selatan terdapat Nagari Seribu Rumah Gadang berlokasi di Kecamatan Sungai Pagu Nagari Koto Baru berjarak sekitar 150 km dari pusat Kota Padang mendorong pemerintah daerah untuk menjadikan Nagari Seribu Rumah Gadang ini menjadi salah satu objek wisata yang sudah banyak dikenal oleh masyarakat Minangkabau khususnnya yang berada di Sumatera Barat.

Memasuki kawasan perbatasan Kabupaten Solok Selatan dengan Kecamatan Pantai Cermin , terdapat gerbang selamat datang dengan tulisan

Nagari Saribu Rumah Gadang dimana menjadi suatu kebanggan tersendiri bagi

masyarakat minangkabau yang memasuki kawasan ini karna sepanjang jalan raya Muara Labuah menuju Kec Sungai Pagu dimana kawasan Negeri Seribu Rumah Gadang berada, masih-

(5)

banyak Rumah Gadang yang masih berdiri kokoh dan dipakai sebagai sarana tempat tinggal.

Gambar 2.2 Peta penyebaran Rumah Gadang pada kawasan Nagari Seribu Rumah Gadang. Sumber: Digambar Ulang

Memasuki kawasan Muara Labuah Nagari Seribu Rumah Gadang, terdapat setidaknya lebih dari 174 Rumah Gadang yang masih bertahan dan di dilestarikan , setiap Rumah Gadang memiliki niniak mamak tersendiri yang merupakan turunan dari keluarga yang bersangkutan yang berdasarkan dari hasil wawancara Dt, Jadil Yusuf 16 November 2016 salah satu Niniak Tetua suku Melayu .Di kawasan kajian ,setidaknya ada 11 suku minang yang menghuni kawasan ini diantarnya Suku Malayu, Koto Kociak, Durian, Panai ,Tigo Lareh dan Sikumbang.

Rumah Gadang dikawasan ini terbagi atas dua jenis yaitu Rumah Gadang adat dan Rumah Gadang kaum ,Rumah Gadang adat merupakan Rumah Gadang

(6)

yang diperuntungkan untuk urusan musyawarah dan perkumpulan seluruh niniak mamak dan kepentingan lainnya yang mencakup adat ,sedangkan Rumah Gadang kaum untuk ditempat tinggali oleh keluarga .

Terdapat satu Rumah Gadang adat yang terbesar memiliki 5 ruang dan 2 anjuang , sudah berumur ratusan tahun lamanya tidak diketahui umur pasti dari Rumah Gadang ini, yang bernama Gajah Maram pemilik dari suku malayu Dt. Lelo Panjang , bangunan serta Kontruksi yang masih kokoh membuktikan bahwa Rumah Gadang ini ndag lapuak dek hujan ndag lekang dek paneh , perubahan yang terjadi hanya terdapat pada tangga yang disemen dan atap yang diganti dengan Seng.

Gambar 2.3 Rumah Gadang Adat Milik suku Melayu Dt.Lelo Panjang (dan 2.4) dengan 5 Rangkiang didepannya.

Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)

Perbedaannya pada Rumah Gadang Kaum yaitu sebagian dari wujud arsitektur nya sudah banyak direnovasi mengikuti perkembangan aristektur modern seperti material dinding, fasad, dan tata ruang ,serta sebagian dari Rumah Gadang Kaum juga digandengkan dengan rumah minimalis untuk menambah akan kebutuhan ruang bagi pemiliknya, tidak semuanya direnovasi ada juga yang

(7)

masih mempertahankan kemurniannya tapi sudah tidak terawat dan banyak yang lapuk terutama dibagian belakang jalan utama.

Gambar 2.5 Rumah Gadang Kaum yang sudah direnovasi dan yang tidak direnovasi. Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016).

2.3 Kehidupan Budaya

2.3.1 Hukum Adat Dan Agama

Sebelum masuknya Islam ke Minangkabau masyarakat Minangkabau hidup secara keseluruhan dengan menggunakan hukum adat Minangkabau mulai awal abad ke 7 masehi ajaran Islam sudah mulai masuk ke Minangkabau melalui Pasai dan Perlak, secara berangsur-angsur, akhirnya semua masyarakat Minangkabau menganut ajaran Islam yang juga mengajarkan hukum Islam.

Ajaran Islam sebagai ajaran agama menyangkut semua aspek kehidupan manusia. tetapi yang paling utama adalah mengenai akhlak. Dengan ajaran akhlak itu termasuk ajaran- ajaran mengenai ibadah , hubungan manusia dengan Tuhan tetapi juga berupa ajaran tentang kesusilaan , kesopanan, dan ajaran tentang hukum, akhirnya agama Islam diterima oleh masyarakat Minangkabau terutama ajaran ajaran mengenai akhlak tersebut.

Sementara ajaran mengenai hukum, terutama yang menyangkut dengan pola pola kemasyarakatan belum dapat diterima masyarakat Minangkabau,

(8)

terutama mengenai ajaran sistim garis keturunan , hukum Islam mengajarkan sistim Patrilineal adalah suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak ayah , sedangkan masyarakat Minangkabau menganut sistem garis keturunan Matrilineal yaitu alur keturunan berasal dari ibu, karna peran perempuan dalam keluarga di minangkabau sangat lah istimewa ,mereka berhak untuk harta pusaka dan berhak tinggal di Rumah Gadang dan menjadi enerus keturunan kelurga kaumnya. Dan akhirnya diadakan musyawarah yang menghasilkan suatu ungkapan: Adat basandi syarak ,syarak basandi kitabullah (adat bersendi syarak ,syarak bersendi kitabullah).

Islam sendiri adalah agama satu satunya yang dianut oleh masyarakat minangkabau maka jika masyarakat minangkabau keluar dari ajaran Islam maka ia tidak lagi menjadi masyarakat minangkabau sesuai dengan makna syarak sendiri yaitu kepercayaan terhadap tuhan dan agama, maka makna dari pada adat bersendikan syarak itu adalah adat yang harus disesuaikan dengan ketentuan dari agama Islam yaitu berpedomankan pada kitab suci Al-Quran dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Masyarakat Minangkabau mempunyai alam fikiran nyata sesuai dengan pepatah adat :

Panakiak pisau sirauik Panabang batang lintabuang Salodang ambiak ka niru Satitiak jadikan lauik Sakapa jadikan Gunuang Alam takambang jadikan guru

(9)

Alam takambang jadikan guru ialah : Menunjukkan bahwa masyarakat Minang belajar dari sifat sifat alam sehingga filsafat hidup mereka adalah Filsafat hidup Empiris/Naturalis untuk menjalankan segala aspek kehidupan nya ,oleh karna itu ketentuan alam akan mempengaruhi setiap tindakan masyarakat minangkabau dan salah satunya adalah cara mereka berarsitektur.

2.3.2 Pola Perkampungan

Perkampungan tradisional minangkabau berdasarkan kelengkapannya terbagi atas beberapa tingkatan mulai dari yang terendah sampai yaang teringgi yaitu taratak , dusun , koto dan nagari.

Sedangkan secara administratif terbagi atas jorong setingkat desa sebagai satuan terkecil dan nagari (setingkat kecamatan ) sebagai satuan terbesar. Taratak satuan terkecil yang terdiri dari sebagian kecil wilayah perkebunan dan terdiri dari bangunan yang berua gubuk-gubuk sementara dan ada juga yang permanen. Dusun setingkat lebih besar dari taratak ,sudah tersedia beberapa fasilitas seperti jalan setapak untuk akses dan sirkulasi masyarakat. Koto sudah lengkap dari dusun dan sudah memiliki fasilitas umum seperti surau tempat beribadah, MCK dan jalan umum.

Nagari merupakan satuan terbesar dari perkampungan terbesar yang sudah mempunya kelengkaan fisisk sebagai suatu permukiman dan kelengkapan secara sempurna berdasarkan hukim adat.dan sudah selaras dengan apa yang Doxiadis sebutkan sebagai elemen-elemen yang harus dipenuhi oleh sebuah pemukiman ,yaitu elemen ekistik yang terdiri dari nature (alam) , man (manusia) , society

(10)

(masyarakat) ,shell (naungan) dan network (jaringan). Dengan menata perkampungan secara baik masyarakat minangkabau sangat peka akan perubahan alam sekitar mereka seperti pepatah yang mengatakan:

Nan data kaparumah Nan lereng tanami tabu Nan payua karanang itiak Nan barayie jadikan sawah Nan munggu kapakuburan

Tanah yang datar untuk perumahan Tanah yang lereng untuk ditanami tebu Tanah rawa untuk itik berenang

Tanah berair untuk persawahan Tanah yang tinggi untuk berkuburan

Dengan adanya pepatah Minang tersebut dapat dilihat bahwa masyarakat minang sangat pandai dalam mengolah lahan yang akan di jadikan suatu fungsi yang tentunya akan berpengaruh terhadap pemukiman Rumah Gadang (Prof . Dr. Hamka ,Islam dan Adat Minangkabau)

(11)

2.4 Rumah Gadang

2.4.1 Sejarah singkat Rumah Gadang

Rumah Gadang sudah ada sejak sebelum Islam masuk ke daerah ,dan sudah menjadi bagian dari masyarakat minangkabau itu sendiri ,setelah Islam masuk pengaruh terhadap Rumah Gadang tidak lah banyak karna adat dan ajaran Islam yang saling memiliki nilai-nilai dan akhlak yang selaras, seperti kekeluargaan , mengajarkan tentang akhlak yang baik, jarak yang harus dibatasi antara perempuan dan laki-laki dan nilai gotong royong .

Rumah Gadang merupakan suatu bentuk hasil dari kebudayaan masyarakat minangkabau yang memiliki unsur-unsur serta proses berbudaya yang telah mengalami banyak penyesuaian terhadap kondisi masyarakat dan kondisi alam , sehingga kita bisa melihat jati diri masyarakat minangkabau tersebut dalam bentuk arsitektural.

Rumah Gadang merupakan salah satu hasil dari faktor matrilineal dimana yang berhak hanya keluarga besar segaris keturunan ibu termasuk anak dan suaminya untuk sebuah tempat tinggal.sedangkan kenyataannya Rumah Gadang tidak hanya berperan sebagai tempat tinggal tetapi juga merupakan bagian dari unsur kelengkapan adat.

Pada umumnya perbedaan Rumah Gadang tiap daerah tidak lah begitu signifikan yang membedakan yaitu ada ruangan yang bernama Anjuang yang memiliki fungsi sebagai anak gadis untuk beristirahat serta tempat menenun, gaya anjuang ini berasal dari Koto piliang dan yang tidak memiliki anjuang berasal dari gaya Bodi Caniago.

(12)

Dan pada abad ke 18 masuk pengaruh saudagar Aceh ke Minangkabau ,dan terjadi sedikit perubahan terhadap Rumah Gadang adalah tambahan beranda pada bagian tengah Rumah Gadang yang berfungsi sebagai tempat menjamu tamu jauh dan bukan untuk keluarga, daerah yang paling banyak mendapat pengaruh aceh adalah kawasan pasisia (pesisir) .

Gambar 2.6 Serambi Aceh pada Rumah Gadang di Nagari Seribu Rumah Gadang dan tampak denah nya

Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)

Bagian-bagian Rumah Gadang digambarkan secara rinci dalam pantun sebagai berikut: Rumah Gadang basandi batu, Sandi banamo alua adat, Tonggak banamo kasadaran, Atok ijuk dianding baukieh, Gonjong ampek bintang bakilatan, Tonggak gaharu lantai cindano, Tarali gadian baliriak. Bubungan burak katabang, Tuturan labah mangirok, Gonjong rabuang membacuik, Paran gamba ula ngiang, Batatah dengan aie ameh, Salo manyalo aie perak, ... dan seterusnya. (Soeroto, Minangkabau, 2005)

(13)

Dalam pantun tersebut terlihat aturan dalam membuat bagian dari rumah. Rumah Gadang bersendi batu atau berpondasi batu, penempatan tonggak, gonjong dan bubungan. Dengan demikian, pantun tersebut menggambarkan sistem konstruksi Rumah Gadang dan sang arsitek tradisional harus mengikuti pola tersebut. Hasil Laporan Kerja Praktek ITB (1979) menjelaskan karakteristik rumah tradisional minangkabau berdasarkan dua keselarasan sebagai berikut:

Laras Koto Piliang Mempunyai jalan masuk dibagian tengah badan bangunan pada sisi yang terpanjang. Memiliki ruang tambahan yaitu anjung di tempat bermain putri-putri. Anjung ini terletak dikedua ujung bangunan dan mempunyai gonjong tersendiri. Pada anjung deretan tiang paling ujung hanya sebuah yang sampai ke tanah yaitu bagian tengah dalam deretan tersebut. Kamar terhormat di ujung sebelah kiri pintu masuk.

Gambar 2.7 Sketsa Rumah Gadang laras Koto Piliang Gajah Maharam Sumber: Laporan KKL ITB (1979, hlm.76) dan tampak anjuang pada Rumah Gadang

(14)

Gambar 2.8 Denah Rumah Gadang 5 ruang 4 anjuan Laras Koto Piliang Disebut juga Rumah Gadang 9 ruang

Sumber: Soeroto (Minangkabau, 2005, hlm.72)

Laras Bodi Caniago Pintu masuk Rumah Gadang laras ini terletak di sisi pendek bangunan. Pada tipe sitinjau lauik , kedua ujung rumah diberi pengakhiran atap berbentuk setengah perisai untuk penjorokan atap atau overstek. Sedangkan tipe gajah maharam pengakhiran ujung bangunan berupa bidang dinding yang diawali dari ujung gonjong sampai ke tanah yang berbentuk bidang segitiga.

(15)

Gambar 2.9 Sketsa Rumah Gadang laras Bodi Caniago

Sumber: Laporan KKL ITB (1979, hlm.77) dan foto Rumah Gadang yang tidak memiliki anjuang (Dokumentasi Pribadi)

Gambar 2.10 Denah Rumah Gadang 7 Ruang Laras Bodi Caniago Sumber: Soeroto (Minangkabau, 2005, hlm.72)

(16)

Konstruksi rumah berbentuk panggung tersebut beridiri di atas lempengan batu dengan tiang-tiang yang ditegakkan dengan kemiringan 91-94°dari sumbu x, Jajaran tiang dalam Rumah Gadang terdiri atas 4 lanjar dengan 5 baris tiang, yaitu: tiang api, tiang temban, tiang tangah, tiang dalam dan tiang saliuk . Nama tersebut disesuaikan dengan fungsi dan perannya, digambarkan pada pantun adat yang berbunyi: tiang tapi penegur helat, tiang temban suko mananti, tiang tangah manti delapan, tiang dalam puti bakuruang, tiang panjang si Majolelo. (Soeroto, Minangkabau, 2005 : 38)

Cara pendirian Rumah Gadang dikerjakan dengan tahapan awal menyusun kerangka rumah terlebih dahulu .Pertama-tama setelah disiapkan lahan dan batang kayu, disusun 1 baris kolom yang terdiri dari 5 tiang. Setelah diberi ikatan balok lantai dan balok ring, barisan tiang didirikan dengan cara ditarik beramai-ramai. Selanjutnya, barisan tiang dirangkai menjadi satu kesatuan dengan memberi ikatan balok lantai dan balok ring pada arah membujur rumah.

Gambar 2.11 Sketsa Tahap Pembangunan Rumah Gadang Sumber: Laporan KKL ITB (1979, hlm.278)

(17)

2.5 Kesimpulan

Dengan adanya tinjauan pustaka yang telah penulis paparkan ,kita dapat melihat bahwasanya potensi serta nilai –nilai budaya leluhur dari arsitektur vernakular minangkabau lebih tepatnya Rumah Gadang dapat kita jadikan suatu pelajaran bahwa Rumah Gadang itu lahir dengan proses yang sangat panjang mulai dari kebudayaan masyarakat minangkabau itu yang bersifat matrilineal dimana wanita menjadi peran penting dalam kehidupan bermasyarakat minangkabau serta pengaruh alam sekitar.

Dan dengan proses tersebut hendaknya kita bisa melihat nilai- nilai leluhur dari arsitektur Rumah Gadang itu sendiri sebagai tolak ukur dari kehidupan kita di era modern ini, dan ini menjadi tanggung jawab bersama antara masyarakat dan tentunya pemerintah demi melestarikan Rumah Gadang sebagai jati diri masyarakat minangkabau.

Gambar

Gambar 2.1 Peta Wilayah Suku Minangkabau   Sumber:  Soeroto (Minangkabau, 2005, hlm.29)
Gambar 2.2 Peta penyebaran Rumah Gadang pada kawasan Nagari Seribu Rumah Gadang.
Gambar 2.3 Rumah Gadang Adat Milik suku Melayu Dt.Lelo Panjang (dan 2.4) dengan 5
Gambar 2.5 Rumah Gadang Kaum yang sudah direnovasi dan yang tidak direnovasi.
+6

Referensi

Dokumen terkait

Palembang setelah mendapat dengan model pembelajaran Picture and picture.. Kesimpulan hasil penelitian menunjukkan; 1 ) dengan penambahan Ulat Hongkong pada pakan ikan

Atlikus tyrimą paaiškėjo, kad jauni žmonės, leidžiantys laiką gatvėje, labai dažnai pastebi savo „gerą“ ir „blogą“ elgesį ir žino, kaip jie „turėtų“ gyventi.. „

Oleha karena itu, sebagaimana Model pembelajaran kooperatif tipe STAD ( student team achievement divisions ) adalah model pembelajaran yang memberikan peluang dan

Sebagai bagian dari hasil survai pendasaran Proyek Peningkatan Pendapatan Petani Miskin melaui Inovasi (P4MI) di Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat, tulisan

Melalui hospitalitas sebagai jalan alternatif, maka nilai-nilai kearifan lokal direvitalisasi untuk diaktualkan dalam dialog antar agama yang tidak hanya mengajarkan umat

Sistem Informasi Geografis (SIG) / Geographic Information System (GIS) adalah suatu sistem informasi berbasis komputer, yang digunakan untuk memproses data spasial

Rosmadewi, A.N., 2010, Studi Kemampuan Adsorpsi Zeolit Alam Terimobilisasi Dithizon terhadap Ion Logam Cd(II) bersama-sama Ion Logam Mg(II) dan Cu(II), Skripsi, Jurusan

Amalan perkahwinan (mengikat thali), mengikut pasangan kekasih (udanpokku), membawa bekal nasi (kaddushoru), perkiraan masa dan hari (naaligai kanakkidutal, naal