• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI IDENTIFIKASI PENYEBAB DAN UPAYA PENGURANGAN AFTERTASTE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI IDENTIFIKASI PENYEBAB DAN UPAYA PENGURANGAN AFTERTASTE"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

IDENTIFIKASI PENYEBAB DAN UPAYA PENGURANGAN AFTERTASTE PAHIT PADA COOKIES UBI JALAR (Ipomoea batatas L.)

DENGAN KARAKTERISTIK TEKSTUR MENYERUPAI COOKIES KELADI

ENNY RAHMAWATI SEPTIANINGRUM F24051564

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2009

(2)

IDENTIFIKASI PENYEBAB DAN UPAYA PENGURANGAN AFTERTASTE PAHIT PADA COOKIES UBI JALAR (Ipomoea batatas L.)

DENGAN KARAKTERISTIK TEKSTUR MENYERUPAI COOKIES KELADI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

ENNY RAHMAWATI SEPTIANINGRUM F24051564

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

IDENTIFIKASI PENYEBAB DAN UPAYA PENGURANGAN AFTERTASTE PAHIT PADA COOKIES UBI JALAR (Ipomoea batatas L.)

DENGAN KARAKTERISTIK TEKSTUR MENYERUPAI COOKIES KELADI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

ENNY RAHMAWATI SEPTIANINGRUM F24051564

Dilahirkan pada tanggal 8 September 1987 di Blora

Tanggal lulus : 4 September 2009

Menyetujui, Bogor, 6 September 2009

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen

(4)

Enny Rahmawati Septianingrum. F24051564. Identifikasi Penyebab dan Upaya

Pengurangan Aftertaste Pahit pada Cookies Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) dengan Karakteristik Tekstur Menyerupai Cookies Keladi. Di bawah bimbingan Dahrul

Syah dan Sutrisno Koswara.

RINGKASAN

Ubi jalar merupakan tanaman palawija yang mudah dibudidayakan dan memiliki tingkat produktifitas cukup tinggi. Ubi jalar mengandung karbohidrat dalam jumlah tinggi sehingga berpotensi besar dikembangkan sebagai bahan pangan sumber karbohidrat dalam upaya diversifikasi pangan. Cookies merupakan makanan ringan sumber karbohidrat yang umumnya diolah dengan bahan baku tepung terigu. Oleh karena itu, pemanfaatan ubi jalar dalam upaya diversifikasi pangan dapat dilakukan melalui penggunaannya sebagai bahan baku cookies, menggantikan tepung terigu. Cookies keladi merupakan salah satu cookies buatan Malaysia yang digemari konsumen karena memiliki rasa yang enak serta tekstur yang renyah. Beberapa penelitian telah dilakukan dalam hal pengolahan ubi jalar menjadi produk cookies, diantaranya oleh Rianti (2008), pengolahan ubi jalar menjadi cookies menghasilkan produk akhir yang memiliki aftertaste pahit.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan : (1) mengidentifikasi sumber masalah penyebab aftertaste pahit pada cookies ubi jalar dan memberi solusi untuk meminimumkan aftertaste pahit pada cookies ubi jalar, (2) mendapatkan standar kelas ubi jalar optimum yang dapat digunakan sebagai bahan baku cookies ubi jalar dengan aftertaste pahit minimum pada produk akhir, dan (3) mempelajari pengaruh penambahan flavor coklat untuk mengurangi atau menyamarkan

aftertaste pahit pada cookies ubi jalar.

Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Tahapan pada penelitian pendahuluan yaitu analisis fisikokimia tepung ubi jalar, pembuatan cookies ubi jalar, dan pemisahan ubi jalar ke dalam kelas mutu tertentu. Penelitian utama meliputi identifikasi penyebab aftertaste pahit, penentuan kelas mutu ubi jalar optimum dengan aftertaste pahit minimum, pengaruh flavor coklat untuk mengurangi aftertaste pahit cookies ubi jalar, penentuan tingkat kesukaan cookies ubi jalar, penetapan standar tekstur cookies ubi jalar, dan evaluasi kesesuaian tekstur cookies ubi jalar dengan cookies keladi, profil tekstur cookies keladi, dan analisis produk.

Berdasarkan hasil uji pembedaan sederhana, aftertaste pahit pada cookies ubi jalar disebabkan karena penggunaan ubi jalar yang terserang hama lanas (boleng) dan adanya kulit luar ubi jalar pada proses pembuatan tepung ubi jalar. Dari uji ranking intensitas aftertaste pahit dan uji rating hedonik diketahui bahwa

cookies ubi jalar yang dibuat dari tepung ubi jalar yang memiliki bagian yang

boleng dan tidak dilakukan penghilangan kulit ubi jalar, memiliki tingkat

aftertaste pahit paling tinggi serta mempunyai tingkat kesukaan paling rendah.

Hal ini berarti adanya aftertaste pahit pada cookies ubi jalar dapat menurunkan tingkat penerimaan konsumen terhadap cookies ubi jalar. Bagian ubi jalar yang boleng lebih kuat memberikan aftertaste pahit pada cookies dibandingkan dengan kulit ubi jalar.

Hasil uji rating atribut aftertaste pahit cookies ubi jalar menunjukkan, ubi jalar dengan persentase bagian ubi jalar yang boleng (x) sebesar 0<x≤5%

(5)

merupakan kelas ubi jalar optimum yang dapat dijadikan sebagai bahan baku dalam pembuatan tepung ubi jalar, karena menghasilkan cookies ubi jalar dengan

aftertaste pahit sangat rendah pada taraf signifikansi 5% (α=0.05). Dengan

menghubungkan data tingkat kesukaan dan persentase bagian ubi jalar yang boleng, diperoleh informasi bahwa pada persentase bagian ubi jalar yang boleng sebesar 6.75%, masih dapat dihasilkan cookies ubi jalar dengan tingkat kesukaan yang cukup namun memiliki tingkat aftertaste pahit yang rendah.

Penambahan flavor coklat (cocoa powder) dengan konsentrasi 1% dan 2% pada cookies ubi jalar yang terbuat dari tepung ubi jalar dengan persentase bagian ubi jalar yang boleng sebesar 0<x≤5%, terbukti dapat menurunkan tingkat

aftertaste pahit pada cookies ubi jalar. Hal ini diduga karena adanya komponen

theobromin dalam flavor coklat yang mampu menutupi aftertaste pahit pada

cookies ubi jalar dengan citarasa khas coklat yang disukai konsumen. Penggunaan

flavor coklat sebesar 2% dapat meningkatkan tingkat kesukaan pada atribut aroma

cookies ubi jalar. Selain itu, penggunaan flavor coklat sebesar 2% juga

menghasilkan cookies ubi jalar dengan tingkat kesukaan terhadap atribut rasa dan atribut keseluruhan yang tidak berbeda nyata dengan cookies ubi jalar tanpa flavor coklat pada taraf signifikansi 5%. Karakteristik kesukaan panelis terhadap coklat juga diduga menjadi faktor yang akan mempengaruhi respon kesukaan panelis terhadap cookies ubi jalar yang ditambah flavor coklat.

Evaluasi kesesuaian tekstur cookies ubi jalar yang dihasilkan pada penelitian ini dengan cookies keladi (Rianti, 2008) menghasilkan nilai koefisien korelasi sebesar 0.930 dengan point matched within +/- sebesar 60.26%. Pengukuran parameter kesesuaian tekstur lainnya, yaitu puncak maksimum dan luas area, menunjukkan bahwa cookies keladi memiliki puncak maksimum dan luas area berturut-turut sebesar 796.6 g dan 1.214 x 104 g.s, sedangkan cookies ubi jalar memiliki nilai puncak maksimum dan luas area berturut-turut sebesar 780.2 g dan 1.304 x 104 g.s. Dari nilai keempat parameter kesesuaian tekstur diatas, dapat diperoleh informasi bahwa cookies ubi jalar yang dihasilkan memiliki tingkat kesesuaian yang tinggi dengan cookies keladi. Hal ini berarti, perbedaan perlakuan penepungan dan teknik pengeringan (metode oven) yang dilakukan pada penelitian ini tidak berpengaruh nyata terhadap tekstur cookies ubi jalar yang dihasilkan.

Cookies ubi jalar yang dihasilkan memiliki Aw rendah yaitu sebesar 0.450,

berasa dibawah Aw kritis bahan pangan, sehingga relatif aman dari kerusakan mikroorganisme. Cookies ubi jalar memiliki kadar air sebesar 2.51%, abu 1.49%, protein 4.70%, lemak 36.11%, dan karbohidrat sebesar 57.70%. Cookies ubi jalar yang dihasilkan termasuk kategori pangan berkalori karena mampu menghasilkan kalori sebesar 574.59 kkal/100 gram atau menyumbang 28.73% dari kebutuhan kalori orang dewasa per hari.

(6)

melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor, melalui jalur USMI. Pad bulan Agustus tahun 2006, penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor, dengan mayor Teknologi Pangan dan

Supporting Course sebagai penunjang.

Selama masa perkuliahan, penulis pernah menjadi panitia Wisuda Sarjana dan Wisuda Diploma FATETA (2006

pada bimbingan belajar GUMATIKA (2006) dan Himitepa

panitia HACCP dan ISO 22000 (2007), panitia BAUR Departemen ITP (2007), panitia suksesi HIMITEPA (2007), pengurus

Keuangan dan HRD (2007

22000:2005 (2008), dan trainer pengolahan

seminar yang pernah diikuti penulis selama kuliah antara lain Seminar “

Preparation vs Agrotechnopreneur

(2008), Pelatihan ISO 9001:2000 dan 22000:2005 (2008), Seminar Mahasiswa Teknologi Pangan dan Gizi Tingkat Nasional (2008), dan Pelatihan “

Vegetable Juice for Health

Untuk menyelesaikan tugas akhir perkuliahan, penulis mengerjakan penelitian dan skripsi dengan judul “Identifikasi Penyebab dan Upaya Pengurangan Aftertaste

Karakteristik Tekstur Menyerupai

Dahrul Syah, MSc. dan Ir. Sutrisno Koswara, MSi. RIWAYAT HIDUP

Penulis yang bernama lengkap Enny Rahmawati Septianingrum dilahirkan pada tanggal 8 September 1987 dan merupakan anak pertama dari pasangan Sri Gunarti dan Sunardi (Alm.). Penulis menempuh pendidikan di SD Tempelan I Blora (1993 1999), SMP Negeri I Blora (1999-2002), dan SMA Negeri I Blora (2002-2005). Pada tahun 2005 penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor, melalui jalur USMI. Pad bulan Agustus tahun 2006, penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor, dengan mayor Teknologi Pangan dan

sebagai penunjang.

Selama masa perkuliahan, penulis pernah menjadi panitia Wisuda Sarjana n Wisuda Diploma FATETA (2006-2007), pengajar mata kuliah Kalkulus I pada bimbingan belajar GUMATIKA (2006) dan Himitepa Corporation

panitia HACCP dan ISO 22000 (2007), panitia BAUR Departemen ITP (2007), panitia suksesi HIMITEPA (2007), pengurus majalah pangan “Emulsi” divisi Keuangan dan HRD (2007-2008), panitia pelatihan ISO 9001:2000 dan 22000:2005 (2008), dan trainer pengolahan Bakery BEM F (2008). Pelatihan dan seminar yang pernah diikuti penulis selama kuliah antara lain Seminar “

Agrotechnopreneur” (2007), Pelatihan Sistem Manajemen Halal

(2008), Pelatihan ISO 9001:2000 dan 22000:2005 (2008), Seminar Mahasiswa Teknologi Pangan dan Gizi Tingkat Nasional (2008), dan Pelatihan “

Vegetable Juice for Health” (2008).

uk menyelesaikan tugas akhir perkuliahan, penulis mengerjakan penelitian dan skripsi dengan judul “Identifikasi Penyebab dan Upaya

Pahit pada Cookies Ubi Jalar (Ipomoea batatas

Karakteristik Tekstur Menyerupai Cookies Keladi”, dibawah bimbingan Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. dan Ir. Sutrisno Koswara, MSi.

Penulis yang bernama lengkap Enny Rahmawati Septianingrum dilahirkan pada tanggal 8 September 1987 dan merupakan anak pertama dari arti dan Sunardi (Alm.). Penulis menempuh pendidikan di SD Tempelan I Blora

(1993-2002), dan SMA 2005). Pada tahun 2005 penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor, melalui jalur USMI. Pada bulan Agustus tahun 2006, penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor, dengan mayor Teknologi Pangan dan

Selama masa perkuliahan, penulis pernah menjadi panitia Wisuda Sarjana 2007), pengajar mata kuliah Kalkulus I

Corporation (2007),

panitia HACCP dan ISO 22000 (2007), panitia BAUR Departemen ITP (2007), majalah pangan “Emulsi” divisi 2008), panitia pelatihan ISO 9001:2000 dan BEM F (2008). Pelatihan dan seminar yang pernah diikuti penulis selama kuliah antara lain Seminar “Job ” (2007), Pelatihan Sistem Manajemen Halal (2008), Pelatihan ISO 9001:2000 dan 22000:2005 (2008), Seminar Mahasiswa Teknologi Pangan dan Gizi Tingkat Nasional (2008), dan Pelatihan “Fruit and

uk menyelesaikan tugas akhir perkuliahan, penulis mengerjakan penelitian dan skripsi dengan judul “Identifikasi Penyebab dan Upaya L.) dengan di”, dibawah bimbingan Dr. Ir.

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil alamin, puji syukur dan berjuta terima kasih kepada Alloh Subhanahu wa ta’alla atas rahmat, karunia, dan kemudahan yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat meyelesaikan penelitian dengan judul “Identifikasi Penyebab dan Upaya Pengurangan Aftertaste Pahit pada

Cookies Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) dengan Karakteristik Tekstur Menyerupai Cookies Keladi” sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Tekonologi

Pertanian. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rosululloh Muhammad Solallohu alaihi wassalam.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih pada semua yang telah membantu, mendukung, dan membimbing penulis baik secara langsung maupun tidak langsung hingga skripsi ini selesai, terutama kepada :

1. Orang tua, Ibu, atas sayang, doa, nasehat, dan semangat yang tiada henti. 2. Dr. Ir. Dahrul Syah selaku Dosen Pembimbing I atas kesabaran dalam

membimbing, membantu, dan mendukung penulis selama 3 tahun menempuh pendidikan di Departemen Ilmu dan Tekonologi Pangan IPB. Semoga Bapak dan keluarga selalu dalam limpahan RahmatNya.

3. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Selaku Dosen Pembimbing II atas saran, bimbingan, dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama penelitian. Semoga Bapak dan keluarga selalu dalam limpahan RahmatNya.

4. Dra. Waysima, MSc. atas nasehat dan kesediaan menjadi dosen penguji. 5. Seluruh Dosen dan staf Departemen Ilmu dan Tekonologi Pangan atas

ilmu-ilmu yang telah diajarkan.

6. Adik, Muhammad Habib Hawari, atas semua yang diberikan selama menemani orang tua sampai saat ini. Mbah Yi, Lek To, Lek Yun, Lek Lis, Lek Har, matur suwun doane.

7. Pak Warto dan Pak Ghofar atas bantuan dalam mendapatkan bahan baku penelitian.

8. Sahabatku, Marina Noor Prathivi, Riyanti Ekafitri, RH. Fitri Faradilla, Rika Novayanti, Dewi Kurniasih, dan Riska Rudiyanti, makasih banget

(8)

atas semua bantuan, dukungan, semangat, dan waktu kalian. Makasih sudah mengertiku yang susah dimengerti ini. Semoga kita selalu dalam limpahan kasih sayang-Nya. I will miss u full.

9. Joko Rurianto, sahabat, kakak, adik, makasih atas semua dukungan dan semangatmu, serta contoh kesabarannya. Sahabat, Ragil Andika Yuniawan, terima kasih atas ilmu, waktu, guyonan, dan kesebelan yang kamu berikan. Makasih atas semuanya. ^^

10. Kakak tingkat sebimbingan, Mbak Anggita, Mbak Angel, Kak Gilang, dan teman sebimbingan, Rizal Fahmi_dun, makasih atas bantuan, masukan, dan pengalaman yang telah diberikan.

11. Temen-temen kos SQ, Siti Natasha, Puty Jubedah, Lina Dorami, Una Jelita, Mumpita Aurelia, dan Cham2 Cempaka. Temen-temen kos Bisma, Fatma, Faiz, Mega, Mala, Laras.

12. Sahabat di kampung halaman, Wulan, Esthi, Khalimi, Windi, Aan, Ocha, Imam faruq, Mundi, Panda, Isni, Ninik. Miss u all.

13. Para Laboran Departemen ITP, Bu Rub, Pak Wahid, Pak Jun, Pak Iyas, Pak Deni, Pak Gatot, Bu Antin, Bu Sri, Pak Nur, dan Pak Sob.

14. Teman-teman seperjuangan ITP’42, icha cendol, ike, fera, haris, om, basil, papa aji, veni, shanty, bombay, muji, witong, uni, tiu, twi, tiwi, wahyu, khrisia, galih jawa, galih pinky, kamlit, tata, irene, eping, uci, cha2, syam, arya, susan, nina, dan semuanya yang nggak bisa disebut satu-satu, makasih atas pengalaman dan kenangan hidup yang begitu berharga. We are the best.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, oleh sebab itu saran serta kritik yang membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, September 2009

(9)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara agraris dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Menurut catatan Badan Pusat Statistik, pada tahun 2008 jumlah penduduk Indonesia mencapai ±470 juta jiwa (BPS, 2008). Bahan pangan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia masih didominasi oleh beras dan tepung terigu. Di lain sisi, sampai tahun 2009 ini tepung terigu merupakan barang impor yang mencapai 5.5 juta ton/tahun dan harganya selalu mengalami kenaikan dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, diperlukan diversifikasi pangan sumber karbohidrat, yang merupakan bagian terbesar pangan yang dikonsumsi masyarakat Indonesia, untuk mengurangi tingkat ketergantungan terhadap beras dan tepung terigu sehingga juga dapat meningkatkan ketahanan pangan Indonesia.

Ubi jalar merupakan komoditi pangan penting di Indonesia dan diusahakan penduduk mulai dari daerah dataran rendah sampai dataran tinggi. Di Indonesia ubi jalar merupakan salah satu tanaman pangan palawija sumber karbohidrat yang penanamannya tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan hampir seluruh produksi ubi jalar nasional digunakan sebagai bahan makanan (Deptan, 2006).

Menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1993) dan Suismono (1995), dari 100 gram ubi jalar dapat dihasilkan 123-360 kalori dan protein sebanyak 1.1-1.8%. Ubi jalar memiliki kandungan nutrisi yang baik, umur relatif pendek, tingkat produksi tinggi, dan beberapa potensi lain. Dalam bentuk tepung, tepung ubi jalar diketahui memiliki kadar karbohidrat dan kalori yang setara dengan tepung terigu (Antarlina, 1998).

Produktivitas ubi jalar cukup tinggi dibandingkan dengan beras maupun ubi kayu. Ubi jalar dengan masa panen 4 bulan memiliki tingkat produktivitas rata-rata mencapai 12 ton/Ha, lebih besar daripada produktivitas gabah (±4.5 ton/Ha) atau ubi kayu (±8 ton/Ha) yang masa panennya lebih lama dibandingkan dengan masa panen ubi jalar. Menurut catatan Badan

(10)

Pusat dan Statistik (BPS) tahun 2008, produksi ubi jalar dari tahun ke tahun tidak mengalami kenaikan yang signifikan dan jumlah produksinya jauh di bawah tanaman umbi-umbian lain seperti ubi kayu, tetapi cenderung naik setiap tahun. Ubi jalar mempunyai prospek yang baik bila dikelola dengan pola agribisnis dan agroindustri yang baik. Data perkembangan produksi ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Data tingkat produksi ubi jalar di Indonesia dari tahun 2004 hingga tahun 2008 Tahu n Tingkat produksi (ton) 2004 1.889.222 2005 1.991.478 2006 1.973.642 2007 1.995.070 2008 1.997.551 Sumber : BPS (2008)

Sebagai sumber karbohidrat, ubi jalar berpeluang menjadi bahan pangan penting dalam upaya penganekaragaman pangan dan dapat mengurangi konsumsi beras pada saat krisis pangan seperti sekarang, meskipun konsumsi beras tidak semuanya dapat disubstitusi oleh ubi jalar. Dari gambaran diatas terlihat bahwa ubi jalar mempunyai potensi untuk dikembangkan dalam menunjang program diversifikasi pangan dengan berbasiskan pada produk tepung.

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa tepung ubi jalar bisa digunakan sebagai bahan pengganti tepung terigu yang saat ini harganya semakin mahal, seperti pada pembuatan roti dan cookies. Cookies merupakan salah satu produk pengan berbahan dasar tepung, sehingga dapat menjadi prospek bagi pemanfaatan bahan pangan non-terigu yang mengandung banyak karbohidrat, khususnya ubi jalar.

Cookies keladi merupakan cookies yang berasal dari Malaysia yang

terbuat dari tepung terigu dan umbi keladi. Cookies keladi dikenal memiliki rasa yang enak, aroma yang khas umbi keladi, kemasan yang praktis dan unik, serta tekstur yang renyah dan sangat disukai. Karena beberapa alasan tersebut, pada penelitian sebelumnya, cookies keladi digunakan sebagai

(11)

standar bagi cookies ubi jalar untuk diserupakan teksturnya. Dari penelitian Rianti (2008) yang berjudul “Kajian Formulasi Cookies Ubi Jalar (Ipomoea

batatas L.) dengan Karakteristik Tekstur Menyerupai Cookies Keladi”,

diperoleh informasi bahwa cookies ubi jalar yang dihasilkan memiliki

aftertaste pahit. Hal ini merupakan masalah yang harus diselesaikan terlebih

dulu sebelum dapat memproduksi cookies ubi jalar secara komersial.

B. TUJUAN

Secara umum tujuan penelitian ini adalah mengurangi aftertaste pahit pada cookies ubi jalar tanpa mengubah karakteristik teksturnya. Secara umum tujuan ini dapat dirinci menjadi 3 tujuan khusus berikut :

1. mengidentifikasi penyebab aftertaste pahit dan memberi solusi untuk meminimumkan aftertaste pada cookies ubi jalar.

2. mendapatkan standar kelas ubi jalar optimum yang dapat digunakan sebagai bahan baku cookies ubi jalar dengan aftertaste pahit minimum. 3. mempelajari pengaruh penambahan flavor coklat untuk mengurangi atau

(12)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. COOKIES KELADI

Cookies keladi atau yam cookies merupakan cookies yang berasal

dari Malaysia yang dibuat menggunakan tepung terigu sebagai bahan baku utama. Nama keladi diperoleh karena penggunaan umbi keladi sebagai salah satu indgredien dalam pembuatan cookies tersebut. Pada cookies keladi, umbi keladi yang digunakan sebagai ingredien ditambahkan pada adonan cookies tidak dalam bentuk tepung tetapi dalam bentuk konsetrat umbi keladi atau serbuk umbi keladi. Penambahan umbi keladi dalam bentuk tersebut akan mempengaruhi karakteristik aroma dan tekstur cookies keladi yang dihasilkan. Beberapa cookies keladi produksi Malaysia dapat dilihat pada Gambar 1.

(a) (b)

Gambar 1. Cookies keladi : (a) produksi Teck Seong Food Industries, (b)produksi Ever Delicious Food Industries.

Di Malaysia sendiri, cookies ini merupakan salah satu makanan ringan yang sangat digemari masyarakat Malaysia karena memiliki rasa yang enak, aroma wangi khas umbi keladi, cara konsumsi yang mudah karena dikemas satu per satu dengan praktis, serta memiliki tekstur yang renyah. Karena alasan-alasan tersebut, cookies keladi ini ingin diukur karakteristik teksturnya kemudian dijadikan sebagai standar tekstur agar dapat dihasilkan

cookies berbahan baku lain yang memiliki tekstur menyerupai cookies keladi.

Di Indonesia sendiri, cookies keladi sangat terkenal dan banyak dijumpai terutama di daerah-daerah di pulau Sumatera yang banyak berbatasan dengan

(13)

Malaysia, namun cookies ini juga sudah mulai tersedia di pasar-pasar makanan ringan di Jakarta.

B. UBI JALAR

1. Botani Ubi Jalar

Ubi jalar (sweet potato) atau ketela rambat diduga berasal dari Benua Amerika. Para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar adalah Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika bagian tengah. Dalam bahasa latin ubi jalar disebut Ipomoea batatas. Tanaman ini masuk dalam ordo Solanaceae dengan famili Convolvulaceae. Dalam famili ini, hanya ubi jalar yang merupakan tanaman penghasil pati, memiliki umbi yang manis, dan ditanam dengan area panen sangat luas (Woolfe,1992). Gambar umbi ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 2.

(a) (b)

Gambar 2. Ubi jalar : (a) varietas Cilembu, (b) varietas Emen

Umbi ubi jalar adalah akar yang membesar sebagai tempat menyimpan cadangan makanan bagi tanaman ubi jalar. Warna kulit dan daging umbi bervariasi mulai dari putih, krem, merah muda, jingga, kuning, dan ungu tua tergantung jenis dan kandungan pigmen yang terdapat pada kulit dan daging umbi.

Rukmana (1997) menyebutkan bahwa tanaman ubi jalar membutuhkan hawa panas dan udara yang lembab untuk pertumbuhan, dimana daerah paling ideal untuk budidaya ubi jalar adalah daerah bersuhu 21-27oC dengan kelembaban udara antara 50-60%. Di Indonesia yang beriklim tropik, tanaman ubi jalar cocok ditanam di dataran rendah hingga ketinggian 500 m dpl (Najiati, 1998). Pertumbuhan dan produksi yang

(14)

optimal untuk usaha tani ubi jalar tercapai pada musim kering (kemarau). Pada musim kemarau, varietas yang sama akan menghasilkan kadar tepung yang lebih tinggi dibandingkan pada musim hujan.

Di beberapa daerah tertentu, ubi jalar merupakan salah satu komoditi bahan makanan pokok. Ubi jalar merupakan komoditi pangan penting di Indonesia dan diusahakan penduduk mulai dari daerah dataran rendah sampai dataran tinggi. Tanaman ini mampu beradaptasi di daerah yang kurang subur dan kering. Dengan demikian tanaman ini dapat diusahakan sepanjang tahun.

2. Komposisi Kimia Ubi Jalar

Ubi jalar merupakan salah satu komoditas tanaman pangan penghasil karbohidrat, protein, lemak, serat yang tinggi diantara jenis umbi-umbian. Kandungan zat gizi dalam 100 gram umbi-umbian dan padi disajikan pada Tabel 2. Selain untuk pangan, ubi jalar juga digunakan untuk pakan, bahan baku industri pembuatan tepung, gula cair, makanan ternak, alkohol, dan makanan siap saji. Sedangkan umbi segar juga telah di ekspor ke Singapura, Malaysia dan Jepang (Widodo et al., 1996).

Tabel 2. Kandungan gizi utama umbi-umbian dan padi (per 100 gram)

Tanaman Berdasarkan berat kering (%) Energi

(kj) Karbohidrat Protein Lemak Serat

Ubi Jalar Ubi Kayu Talas Padi 85,5 92,5 83,8 88,6 5,0 1,8 6,6 8,0 1,0 0,5 - 0,9 3,3 2,5 1,7 0,2 479 643 475 1.478 Sumber: Widodo et al. (1996)

Ubi jalar merupakan tanaman pangan yang berpotensi sebagai pengganti beras dalam program diversifikasi pangan karena efisien dalam menghasilkan energi, vitamin, dan mineral, serta efisien berdasarkan produktivitas per hektar per hari dibandingkan dengan tanaman pangan lain. Komposisi kimia ubi jalar dipengaruhi oleh varietas, lokasi, dan musim tanam (Lingga et. al., 1996). Dari segi nutrisi, ubi jalar merupakan sumber energi yang baik, mengandung sedikit protein, tetapi merupakan bahan pangan sumber vitamin dan mineral berkualitas tinggi (Horton et al., 1999).

(15)

Ubi jalar merah mengandung vitamin A dalam bentuk provitamin A sampai 7000 IU/100g, sedangkan ubi jalar kuning mengandung provitamin A sebesar 900 IU/100g (Damarjati dan Widowati, 1994). Kandungan mineral kalsium dan vitamin A pada ubi jalar merupakan yang terbaik dibandingkan dengan beras, ubi kayu, dan jagung kuning (Woolfe, 1992). Komponen gizi dalam ubi jalar selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Komponen gizi ubi jalar per 100 gram bahan segar

Sumber : a Direktorat Gizi Depkes RI (1993) b

Suismono (1995)

Selain mengandung zat-zat gizi yang sangat diperlukan oleh tubuh, ubi jalar juga mengandung zat anti gizi yakni tripsin inhibitor, dengan jumlah 0,26-43,6 IU/100g ubi jalar segar. Adanya tripsin inhibitor akan menutup gugus aktif enzim tripsin sehingga aktivitas enzim tersebut terhambat dan tidak dapat melakukan fungsinya sebagai pemecah protein. Namun, aktivitas tripsin inhibitor ini dapat dihilangkan dengan pengolahan sederhana yakni dengan pengukusan, perebusan, dan pemasakan. (Santosa,

et al., 1994)

3. Karbohidrat Ubi Jalar

Ubi jalar merupakan sumber energi yang baik dalam bentuk karbohidrat. Hal ini ditunjukan dengan kadar protein dan lemak pada ubi jalar jumlahnya rendah, tetapi mengandung karbohidrat dalam jumlah cukup banyak (Lingga et al., 1996). Kandungan karbohidrat pada ubi jalar bervariasi antara 6,17% sampai 38,75% tergantung kultivar. Komponen karbohidrat utama pada ubi jalar adalah amilosa dan amilopektin. Rasio

Kandungan gizi Ubi jalar

meraha Ubi jalar putiha Ubi jalar kuningb Kalori (kal) 123 123 360 Karbohidrat (g) 27,9 27,9 32,3 Protein (g) 1,8 1,8 1,1 Lemak (g) 0,7 0,7 0,4 Air (g) 68,5 68,5 68,5 Serat kasar (g) 0,9 1,2 1,4 Abu (g) 0,4 1,2 0,3 Kadar gula (g) 0,4 0,4 0,3

(16)

amilosa dan amilopektin pada ubi jalar secara umum adalah 1 : 3 atau 1 : 4. Kandungan amilopektin yang tinggi dan amilosa yang rendah diduga bertanggung jawab terhadap karakteristik tekstur ubi jalar (Hammet dan Barrantine di dalam Woolfe, 1999).

Menurut Woolfe (1999), kandungan total gula pada ubi jalar akan mengalami perubahan setelah pemasakan dan jumlahnya berbeda-beda tergantung kultivar. Kandungan total gula ubi jalar setelah pemasakan cenderung meningkat dibandingkan dengan ubi jalar mentah. Hidrolisis pati menjadi dekstrin akan menyebabkan peningkatan kadar maltosa secara drastis. Akan tetapi gula dalam ubi jalar tetap didominasi oleh sukrosa.

Setelah mengkonsumsi ubi jalar, karbohidrat didalamnya memiliki kecenderungan menyebabkan timbulnya flatulensi. Menurut Damardjati (2003), flatulensi ini disebabkan oleh gas flatus yang merupakan hasil samping dari fermentasi karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh mikroflora usus, antara lain resistant starch, oligosakarida tak tercerna, dan polisakarida non pati seperti serat makanan. Karbohidrat yang dikandung ubi jalar masuk dalam klasifikasi Low Glycemix Index (LGI, 54) sehingga sangat cocok untuk penderita diabetes. karena tidak secara drastis menaikkan gula darah, berbeda halnya dengan sifat karbohidrat dengan

glycemix index tinggi, seperti beras dan jagung. Sebagian besar serat ubi

jalar merupakan serat larut, yang menyerap kelebihan lemak/kolesterol darah, sehingga kadar lemak/kolesterol darah tetap normal (Muchtadi, 2001).

4. Tepung Ubi Jalar

Proses pembuatan tepung ubi jalar cukup sederhana. Pembuatan tepung ubi jalar meliputi proses pembersihan, pengupasan, penghancuran (pengirisan), dan pengeringan sampai kadar air tertentu. Menurut Sugiyono (2003), tepung ubi jalar dapat dibuat dengan dua cara yaitu pertama ubi diiris tipis lalu dikeringkan (chips/sawut kering) kemudian ditepungkan, dan kedua ubi jalar diparut atau dibuat pasta lalu dikeringkan dan ditepungkan.

(17)

Tepung ubi jalar dapat dibuat dengan menggunakan beberapa metode pengeringan, diantaranya pengeringan menggunakan sinar matahari (Santosa et. al., 1994) dan pengeringan menggunakan alat pengering seperti mesin pengering sawut ubi jalar (Sutrisno dan Ananto, 1999), oven, serta

drum drier (Koswara et al., 2003). Tepung ubi jalar juga dapat diproduksi

dengan pengering semprot ataupun pengering bertingkat dari irisan-irisan ubi jalar yang telah dibuat (Rukmana, 1997). Metode pengeringan yang digunakan mempengaruhi mutu tepung ubi jalar yang dihasilkan. Tabel 4 memperlihatkan perbedaan komposisi kimia tepung dari dua varietas ubi jalar dengan metode pengeringan oven dan drum drier.

Tabel 4. Komposisi kimia tepung ubi jalar dua varietas dengan dua cara pengeringan

Komposisi kimia (% berat basah)

Ubi jalar SQ-27 Ubi jalar Ceret

drum drier oven drum drier oven

Air 3,95 6,31 5,06 8,91 Abu 2,65 1,70 2,80 2,33 Protein 4,75 3,63 4,55 3,76 Lemak 4,44 1,01 5,32 1,26 Serat 1,91 4,99 2,13 5,90 Karbohidrat (by different) 82,30 82,36 80,14 77,84

Sumber : Koswara et al. (2003)

Tepung ubi jalar memiliki kegunaan yang sangat beragam, baik sebagai bahan baku industri pangan maupun industri kimia. Kandungan gizi tepung ubi jalar dibandingkan dengan tepung gandum dan tepung jagung dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan gizi tepung ubi jalar, tepung terigu, dan tepung jagung

Kandungan gizi Tepung ubi

jalara Tepung terigua Tepung jagungb Air (%) 7,00 7,00 - Protein (%) 5,12 13.13 16,04 Lemak (%) 0,58 1,29 4,28 Abu (%) 3,22 0.54 1,32 Karbohidrat (%) 85,26 85,04 74,27 Serat (%) 1,95 0,62 - Kalori (kal/100g) 366,89 375,79 -

Keterangan : - tidak tercantum data tentang kandungan gizi yang bersangkutan Sumber : a Antarlina (1998)

b

(18)

C. RASA PAHIT

1. Penyakit pada Ubi Jalar

Penyakit pada ubi jalar dapat disebabkan karena serangan serangga, fungi/cendawan, virus, nematoda, dan kondisi lingkungan tempat tumbuh. Penyakit-penyakit tersebut dapat terjadi pada tanaman ubi jalar sehingga menyebabkan umbi menjadi pahit dan berbau busuk, layu, mengalami kebusukan/kerusakan tanaman dan umbi, pengkerdilan tanaman, serta ketidaknormalan lainya. Umbi yang terserang penyakit juga dapat mengkontaminasi umbi yang sehat pada saat penyimpanan sehingga menyebabkan pengkisutan atau pengeriputan kulit serta pecahnya jaringan internal umbi (Elmer, 1987).

Kumbang Cylas formicarius F. merupakan hama utama pada ubi jalar di dunia, baik di daerah tropika maupun subtropika. Hama Cylas

foemicarius F. ini dikenal juga dengan sebutan hama lanas. Hama lanas

terdapat pada hampir seluruh pertanaman ubi jalar di Amerika, Afrika, Asia Selatan, Asia Timur, Asia Tenggara, dan kepulauan Pasifik. Di Indonesia, hama ini terdapat di semua daerah penghasil ubi jalar (Supriyatin, 2001). Hama ini dapat merusak umbi di lapangan dan pada saat penyimpanan. Menurut Supriyatin (2001), pada musim kemarau, kehilangan hasil akibat serangan hama lanas berkisar antara 10% hingga 80%. Kerusakan yang ditimbulkan ditandai oleh adanya lubang-lubang kecil pada umbi dan mengeluarkan bau busuk yang khas.

Larva Cylas formicarius merusak umbi dengan menggerek, membuat lorong-lorong dan sisa gerekan ditumpuk di sekitar lubang gerekan dalam umbi. Bagian umbi yang rusak karena serangan hama lanas sering disebut sebagai bagian yang boleng. Ubi jalar yang terserang hama lanas dapat dilihat pada Gambar 3.

(19)

Umbi yang rusak akibat serangan hama akan menghasilkan terpen yang menyebabkan umbi terasa pahit sehingga tidak dapat dikonsumsi dan dikhawatirkan berbahaya bagi kesehatan.

Black rot juga merupakan penyakit pada ubi jalar. Penyakit ini

disebabkan oleh fungi Ceratocystis fimbriata dan bersifat sangat dekstruktif. Ciri ubi jalar terinfeksi black rot adalah terdapat sesuatu pada permukaaan ubi berbentuk agak bundar, berukuran kecil, agak cekung, disertai spot berwarna gelap (coklat). Jika basah, spot gelap ini akan berubah warna menjadi hitam kehijauan sampai hitam dan menjadi keabu-abuan jika kering Menurut Sikora (2004), jaringan umbi yang dekat dengan spot berwarna gelap di atas akan memiliki rasa yang pahit dan akhirnya bagian dalam umbi akan busuk. Ubi jalar yang kelihatan sehat saat dipanen dapat terserang kebusukan ini pada saat penyimpanan, selama transportasi, atau saat berada di pasar.

Di Indonesia sendiri, areal pertanian ubi jalar lebih sering mengalami serangan hama lanas dibandingkan dengan serangan fungi black rot. Serangan hama lanas dapat mengalami peningkatan yang sangat signifikan terutama pada saat musim kemarau.

2. Komponen Penyebab Rasa Pahit

Secara umum, rasa pahit biasanya disebabkan oleh senyawa kimia seperti alkaloid dan fenolik. Tetapi beberapa komponen organik seperti amida dan thiourea (thioamida) serta terpen juga berkontribusi menyebabkan rasa pahit (Shallenberger, 1993).

a. Alkaloid

Alkaloid merupakan kelompok senyawa yang mengandung atom nitrogen basa dan dapat diekstrak menggunakan asam encer (Fessenden dan Fessenden, 1995). Alkaloid mengandung C, H, N, dan pada umumnya mengandung atom O. Menurut Hart (1990), alkaloid merupakan senyawa nitrogen heterosiklik atau secara umum mengandung paling sedikit satu buah atom nitrogen yang bersifat basa dan merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Kebanyakan alkaloid

(20)

berbentuk padatan kristal dengan titik lebur tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Alkaloid dapat juga berbentuk amorf atau cairan. Sebagian besar alkaloid bersifat larut air. Alkaloid banyak ditemukan pada akar, biji, kayu, serta daun pada tumbuhan dan umbi-umbian. Kegunaan alkaloid bagi tumbuhan adalah sebagai pelindung dari serangan hama dan pengatur kerja hormon.

Alkaloid dapat diproduksi oleh berbagai jenis organisme termasuk bakteri, fungi, tumbuhan, dan hewan sebagai produk alami (metabolit sekunder) organisme tersebut dan sebagai cadangan bagi biosintesis protein. Menurut Dewanti dan Nuraida (2007), metabolit sekunder merupakan hasil metabolisme makhluk hidup yang dikeluarkan dan pada umumnya dihasilkan untuk mempertahankan hidup. Metabolit sekunder ini dapat berupa flavor, antibiotik, dan toksin. Karena alkaloid merupakan metabolit sekunder, banyak alkaloid yang dihasilkan organisme bersifat toksik bagi organisme lain.

Beberapa alkaloid mempunyai rasa yang pahit. Steroid alkaloid (yang termasuk dalam terpenoid) seperti solanin dan tomatin pada kentang dan tomat juga merupakan alkaloid. Solanin terbukti secara ilmiah memberikan rasa pahit pada kentang.

b. Komponen Fenolik

Komponen fenolik telah terbukti menghasilkan rasa pahit pada serealia dan sayur-sayuran. Kebanyakan senyawa fenolik merupakan ester yang terbentuk dari quinic acid dan caffeic acid. Menurut Gibe (2005), ubi jalar mengandung ester fenolik yang berfungsi sebagai antioksidan seperti asam klorogenat, asam isoklorogenat dan asam kaffeat. Komponen fenolik pada ubi jalar ini berfungsi untuk melawan kehadiran free radical dan senyawa toksik. Kandungan komponen fenolik dalam ubi jalar disajikan dalam Tabel 6.

(21)

Tabel 6. Kandungan komponen fenolik ubi jalar (mg/100g berat basah) Bagian Asam klorogenat Asam isoklorogenat Asam kaffeat Total Umbi 11,2 7,1 0,3 18,6 Kulit 30,6 25,5 0,0 56,1 Daun 56,0 35,5 1,5 93,0 Sumber : Gibe (2005) c. Phytoalexin

Phytoalexin adalah senyawa antimikroba dengan berat molekul

yang kecil yang yang terakumulasi dalam tanaman sebagai akibat dari infeksi atau cekaman (Kuc 1995). Lebih dari 350 phytoalexin telah dikarakterisasi secara kimia dari sekitar 30 famili tanaman. Phytoalexin phenylpropanoid terdistribusi diantara famili Leguminosae, Solanaceae,

Convolvulaceae, Umbelliferae, dan Gramineae. Phytoalexin isoflavonoid

umum terdapat pada Leguminosae, sedangkan phytoalexin

sesquiterpenoid umum terdapat pada Solanaceae dan Convolvulaceae.

Phytoalexin terakumulasi pada situs infeksi dan menghambat

pertumbuhan dan bakteri in vitro, sehingga phytoalexin menjadi senyawa pertahanan tanaman untuk melawan penyakit. Phytoalexin tidak selalu bersifat antimikroba, meskipun terakumulasi pada saat infeksi hingga level yang cukup untuk menghambat perkembangan beberapa fungi dan bakteri (Kuc, 1995). Beberapa senyawa dalam kelompok alkaloid seperti terpenoid dan glikosteroid termasuk dalam phytoalexins (Suwarno, 2008)

d. Terpenoid

Terpenoid atau isoterpenoid atau isoprenoid merupakan hidrokarbon yang dihasilkan dari kombinasi beberapa unit isoprene (Anonim, 2009). Struktur kimia isoprena dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Struktur kimia isoprena

Menurut Shallenberger (1993), terpenoid merupakan golongan senyawa turunan karbohidrat yang beberapa berperan membentuk flavor suatu

(22)

bahan pangan. Beberapa senyawa dalam salah satu kelompok terpen, diterpen, merupakan senyawa yang bertanggung jawab terhadap rasa pahit (bitter). Beberapa senyawa sesquiterpen seperti (+) 6S 1’S –

hernandulcin berkontribusi memberikan rasa manis hingga tingkat

kemanisan 1000 kali sukrosa. Akan tetapi epimernya, (+) 6S, 1R –

epihernandulcin sama sekali tidak manis

Sesquiterpen termasuk dalam salah satu kelas terpen, yang terdiri dari 3 unit isoterpene dengan rumus molekul C15H24. Sesquiterpen dapat

bersifat asiklik, monosiklik, bisiklik, dan trisiklik. Oleh karena itu, beberapa sesquiterpen berperan memberi rasa manis, sedangkan beberapa yang lainnya bertanggung jawab terhadap hadirnya rasa pahit. Selain (+) 6S, 1R – epihernandulcin, masih banyak senyawa sesquiterpen lain yang bertangung jawab terhadap rasa pahit atau menjadi prekursor biosintesis senyawa penghasil rasa pahit (Shallenberger, 1993). Sebagai contohnya adalah dehydroipomeamarone, sesquiterpeoid pada ubi jalar, yang merupakan prekursor ipomaemarone (Oguni dan Uritani,2003 ).

Ipomaemarone adalah phytoalexin, berbentuk furano-terpenoid, pada ubi jalar yang terkena penyakit black rot akibat infeksi dari fungi

Ceratocystis fimbriata (Oguni dan Uritani, 2003). Ubi jalar yang terkena

serangan hama kumbang penggerek Cylas formicarius pada ubi jalar dapat menghasilkan phytoalexin dalam bentuk senyawa sesquiterpen yang rasanya pahit (Palaniswami dan Chattopadhyays, 2005). Menurut Uritani et. al. (1995), larva Cylas formicarius merusak umbi ubi jalar secara internal dan menyebabkan terjadinya produksi senyawa terpenoid yang berkontribusi menghasilkan rasa pahit pada umbi ubi jalar. Sampai saat ini belum diketahui secara rinci nama senyawa terpenoid pada ubi jalar yang terserang hama lanas, namun senyawa sesquiterpen dapat bersifat toksik apabila dikonsumsi oleh mamalia.

D. COOKIES

Cookies termasuk jenis biskuit, yang biasanya mengandung kadar lemak dan gula yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis biskuit lainnya, seperti biskuit keras, crakers, dan wafer. Cookies memiliki kadar air yang

(23)

rendah (kurang dari 5%) sehingga teksturnya renyah, bila dikemas akan terlindung dari kelembaban, dan memiliki umur simpan yang lama (Brown, 2000).

Cookies merupakan jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak

dengan sifat yang lebih renyah karena teksturnya yang kurang padat. Menurut SNI (1992), cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah bila dipatahkan, dan penampang potongannnya bertekstur padat. Cookies berbahan dasar non terigu termasuk dalam golongan short dough (Manley, 2001). Syarat mutu cookies sampai saat ini mengacu pada syarat mutu biskuit. Syarat mutu biskuit menurut Standar Nasional Indonesia (SNI-01-2973-1992) dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Syarat mutu biskuit menurut SNI 01-2971-1992

Kriteria Syarat

Energi (kkal/100g) Minimum 400

Air (%) Maksimum 5

Protein (%) Minimum 9

Lemak (%) Minimum 9,5

Karbohidrat (%) Minimum 70

Abu (%) Maksimum 1,5

Serat kasar (%) Maksimum 0,5

Logam berbahaya Negatif

Bau dan rasa Normal dan tidak tengik

Warna Normal

Sumber : BSN (1992)

1. Bahan Baku Cookies

Menurut Matz dan Matz (1978), bahan baku yang biasa digunakan dalam pembuatan cookies antara lain tepung, gula, lemak, susu skim, telur, garam, leavening agent (baking soda), dan flavor.

a. Tepung

Tepung merupakan komposisi dasar pada produk bakery. Dalam adonan, tepung berfungsi sebagai pembentuk tekstur, pengikat bahan-bahan lain dan mendistribusikanya secara merata, serta berperan dalam membentuk cita rasa (Matz dan Matz, 1978). Umumnya, cookies dibuat dari tepung terigu. Tepung terigu yang biasanya digunakan untuk membuat cookies adalah tepung terigu lunak, dengan kadar protein rendah (7-9%). Tepung

(24)

terigu lunak digunakan karena cenderung membentuk adonan yang lebih lembut dan lengket. Adonan cookies memang tidak diinginkan terlalu mengembang selama pemanggangan. Oleh karena itu, pada produk cookies, tepung lain yang tidak mengandung gluten berpotensi sangat besar untuk menggantikan tepung terigu (Manley, 1998).

b. Gula

Gula ditambahkan dengan tujuan memberi rasa manis. Gula dalam bentuk sukrosa berfungsi lain sebagai pembentuk tekstur (pelembut), pemberi warna, dan pengontrol penyebaran cookies. Karena gula dapat menurunkan Aw bahan pangan, maka gula juga berfungsi sebagai pengawet. Dalam pembuatan produk cookies, gula yang biasa digunakan adalah gula halus. Penggunaan gula pasir dapat membuat tekstur cookies yang dihasilkan menjadi lebih kasar karena rekristalisasi butiran gula yang ukurannya lebih besar, sedangkan gula halus akan menghasilkan tekstur cookies yang lebih halus (Matz dan Matz, 1978). Jumlah gula yang ditambahkan akan mempengaruhi tekstur dan penampakan cookies. Menurut Matz dan Matz (1978), semakin tinggi jumlah gula yang ditambahkan dalam adonan maka semakin keras pula produk yang dihasilkan.

c. Lemak

Menurut Matz dan Matz (1978), lemak berfungsi untuk memberikan efek shortening dengan memperbaiki struktur fisik cookies seperti volume pengembangan, tekstur, kelembutan, dan memberi flavor karamel. Jenis lemak yang digunakan akan mempengaruhi penyebaran dan penampakan

cookies. Menurut Almond (1992), penggunaan margarin akan menghasilkan cookies dengan volume pengembangan yang lebih besar dan rasa yang lebih

lembut dan halus dibandingkan dengan butter yang menghasilkan akan

cookies dengan butiran-butiran yang lebih kasar serta volume cookies lebih

rendah.

d. Telur

Telur mempengaruhi tektur cookies karena memiliki sifat pengemulsi, pengaerasi, pelembut, dan pengikat. Telur juga berfungsi meningkatkan nilai gizi produk. Telur dapat mempengaruhi warna, rasa, dan melembutkan

(25)

tekstur cookies dengan daya emulsi yang terdapat pada kuning telur. Pembentukan adonan yang kompak terjadi karena daya ikat dari putih telur. Dalam pembuatan cookies, penggunaan kuning telur tanpa putih telur akan menghasilkan cookies yang lembut dengan kualitas cita rasa yang sangat baik. Tetapi tekstur cookies tidak sebaik jika ditambahkan telur secara keseluruhan. Oleh karena itu, agar adonan lebih kompak sebaiknya ditambahkan putih telur secukupnya (Matz dan Matz, 1978).

e. Garam

Garam digunakan untuk membentuk efek rasa dan peningkat rasa. Menurut Matz dan Matz (1978), penggunaan garam dalam sebagian besar formula cookies paling banyak sebesar 1%.

f. Susu skim

Selain meningkatkan nilai gizi, susu berfungsi untuk memperbaiki tekstur, memberi aroma, dan memperbaiki warna permukaan. Laktosa dalam susu merupakan gula pereduksi yang dapat bereaksi dengan protein melalui reaksi Maillard dan proses pemanasan, memberikan warna coklat yang menarik pada permukaan cookies setelah dipanggang.

g. Bahan pengembang

Menurut Codex Alimentarius Commission (2001) dikutip oleh Branen

et al. (2002), bahan pengembang merupakan senyawa kimia atau kombinasi

senyawa kimia yang akan terurai menghasilkan gas di dalam adonan sehingga dapat meningkatkan volume adonan. Bahan pengembang berfungsi untuk mengembangkan dan memperbaiki tekstur cookies. Bahan pengembang yang biasa digunakan untuk membuat cookies adalah baking powder dan ammonium bikarbonat. Menurut Matz dan Matz (1978), baking powder bersifat cepat larut dalam suhu kamar dan tahan selama pengolahan. Ammonium bikarbonat larut dalam air dan dapat terdekomposisi pada suhu 104oC (Stauffer, 2000). Ammonium bikarbonat biasa digunakan untuk produk dengan kadar air kurang dari 5% seperti cookies dan crakers.

(26)

2. Proses Pembuatan Cookies

Proses pembuatan cookies meliputi tahap pembuatan adonan, pencetakan, dan pemanggangan (Matz, 1992). Metode yang digunakan untuk pencampuran adonan adalah metode krim. Pada metode ini bahan baku dicampur secara bertahap. Pertama, pencampuran lemak dan gula, kemudian ditambah pewarna dan flavor, lalu susu dan bahan kimia aerasi berikut garam. Penambahan tepung dilakukan di paling akhir. Metode krim baik digunakan dalam pembuatan cookies karena menghasilkan adonan yang bersifat membatasi pengembangan gluten yang berlebihan seperti pada pembuatan roti (Matz, 1992).

Pada tahap pencetakan, adonan cookies diratakan dengan ketebalan tertentu kemudian dicetak. Adonan yang sudah dicetak ditata dalam loyang yang telah diolesi lemak lalu dipanggang dalam oven. Matz dan Matz (1978) menerangkan bahwa semakin sedikit jumlah gula dan lemak yang digunakan, suhu pemanggangan dapat dibuat semakin tinggi (177-204oC). Suhu dan lama pemanggangan akan mempengaruhi kadar air cookies.

Ketika adonan dimasukkan, suhu oven tidak boleh terlalu panas, karena bagian luar cookies akan cepat matang sehingga menghambat pemanggangan dan mengakibatkan permukaan cookies menjadi retak (Manley,1998). Cookies hasil pemanggangan harus segera didinginkan untuk menurunkan suhu dan mencegah terjadinya pengerasan akibat memadatnya gula dan lemak. Waktu mendinginkan biasanya 2-3 kali lebih lama daripada waktu pemanggangan (Manley, 1998).

E. FLAVOR

Flavor adalah gabungan persepsi yang diterima oleh indera manusia yaitu bau, rasa, penampakan, sentuhan, dan bunyi pada saat mengkonsumsi makanan. Tiga sensasi yang ditimbulkan flavor pada indera kita adalah rasa, bau, dan tekstur (Lindsay di dalam Winarno, 2002).

Istilah flavoring digunakan untuk membedakan pengertian sifat intrinsik produk yang berkaitan dengan flavor dengan bahan-bahan yang ditambah dari luar untuk mengubah atau menghasilkan profil flavor tertentu

(27)

dari produk. Flavoring adalah senyawa kimia tunggal atau campuran, alami atau sintetis, yang digunakan untuk memberikan sebagian atau keseluruhan sensasi flavor tertentu pada makanan dan produk lain yang masuk ke dalam mulut. Tujuan flavoring (Winarno, 2002) diantaranya adalah meningkatkan daya tarik pangan, menstandarisasi flavor produk akhir, dan menguatkan flavor awal yang lemah. Selain itu juga menggantikan flavor yang hilang selama pengolahan, menutupi karakter-karakter yang tidak menyenangkan, dan karena alasan ekonomi.

Menurut Burdock (1991), klasifikasi flavor berdasarkan legal status adalah flavor natural (alami), flavor natural identikal, dan flavor artifisial. Flavor dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu savory flavour, sweet flavour, dan tobacco flavour. Savory flavour banyak digunakan pada industri mie instan, sedangkan sweet flavour biasa digunakan untuk produk-produk industri minuman (sirup dan sari buah), confectionary, dan produk bakery. Untuk produk bakery seperti biskuit, cookies, dan crakers, jenis sweet flavour yang sering dipakai adalah almond, butter, chocolate, vanila, karamel, dan

coconut (Winarno, 2002).

Menurut Manley (1998), biskuit dan produk bakery dapat ditambah flavor dengan tiga metode yaitu : (1) ditambah flavor dalam adonan sebelum dipanggang; (2) ditaburkan atau disemprotkan setelah dipanggang; (3) flavor yang tidak ikut dipanggang seperti pelapisan krim, jam, icing, dan mallow. Karena biskuit dan produk bakery diolah dengan pemanggangan dimana penggunaan panasnya dapat mencapai 250oC, maka flavor yang dipilih harus tahan panas, tidak rusak pada suhu 100oC sampai 300oC.

F.TEKSTUR PRODUK PANGAN 1. Definisi

Tekstur merupakan salah satu faktor penting penentu penerimaan produk pangan oleh konsumen selain penampakan dan flavor. Jika salah satu dari ketiga faktor tersebut tidak memenuhi harapan konsumen, produk menjadi kurang disukai dan bila dikonsumsi akan menimbulkan respon negatif dari konsumen. Menurut Brean (1980) sebagaimana dikutip Faridi

(28)

dan Faubion (1990), tekstur merupakan atribut sensori yang dipersepsikan oleh indera manusia melalui sentuhan, penglihatan, dan pendengaran.

Tekstur bukan merupakan atribut berdimensi tunggal, tetapi merupakan atribut multidimensional, dimana atribut tekstural produk pangan dapat didefinisikan sebagai : (1) merupakan kelompok atribut-atribut fisik, (2) merupakan turunan dari struktur produk, (3) merupakan atribut mekanikal dan reologikal produk, (4) dipersepsikan oleh indera peraba, dan (5) pengukuran objektif dari atribut tekstural biasanya melibatkan fungsi dari massa, jarak, tekanan, dan waktu.

Faridi dan Faubion (1990) mengutip Szczesniak (1963) menyatakan bahwa, parameter-parameter tekstur yang digunakan untuk mengklasifikasikan atribut tekstur secara sensori terdiri dari tiga kategori, yaitu : (1) karekteristik mekanikal, yaitu reaksi bahan pangan terhadap tekanan yang dipersepsikan oleh indera kinestetik, meliputi kekerasan, kohesivitas, viskositas, dan kerenyahan; (2) karakteristik geometrikal, yaitu karakteristik yang berhubungan dengan ukuran, bentuk, dan orientasi partikel yang dipersepsikan oleh syaraf pengecap dalam mulut atau dengan sentuhan, meliputi gritty, grainy, flaky, stringy, dan smooth; dan (3) karakteristik lain, meliputi mouthfeel yang berhubungan dengan persepsi terhadap lemak dan air selama proses pengunyahan dan penelanan.

2. Pengukuran Tekstur Secara Objektif

Menurut Bourne (1989) sebagaimana dikutip Faridi (1994), beberapa langkah efektif dalam evaluasi tekstural produk pangan secara objektif/instrumental, diantaranya : (1) mempertimbangkan semua prinsip yang dapat dilakukan dalam pengukuran tekstur, (2) memilih prinsip pengujian yang paling cocok dengan sifat produk, (3) memilih instrumen yang menggunakan prinsip pengujian di atas, dan (4) melakukan prosedur pengujian dengan benar agar didapatkan korelasi yang tinggi dengan pengukuran tekstur secara sensori. Pengukuran tektur produk pangan secara objektif sangat bervariasi dalam prinsip pengujian dan alat yang digunakan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan metode pengukuran tekstur secara intrumental yang tepat dan akurat yaitu sifat alami produk,

(29)

tujuan pengujian, tingkat ketepatan pengukuran yang diinginkan, jenis pengujian (destruktif atau non-destruktif), biaya yang dibutuhkan, waktu pengujian yang dibutuhkan, dan lokasi pengujian.

Sifat alami produk berkaitan dengan jenis bahan yang digunakan (renyah, berongga, omogen, plastis, berpasir, heterogen, dan lain-lain). Sifat alami produk akan mempengaruhi prinsip pengukuran yang digunakan. Tujuan pengukuran dapat berupa bagian dari proses quality control, pengembangan produk, penentuan standar, atau untuk tujuan penelitian. Ukuran sampel yang besar dan jumlah sampel yang banyak akan memberikan tingkat ketepatan yang lebih tinggi, tetapi membutuhkan banyak produk, menghasilkan rentang gaya yang tinggi, dan membutuhkan waktu yang lama, sehingga dibutuhkan penyesuaian antara biaya dan waktu yang dibutuhkan dengan ketepatan pengukuran yang diinginkan. Jenis uji destruktif akan merusak sampel sehingga sampel tidak bisa digunakan lagi untuk pengukuran selanjutnya atau untuk tujuan lain, sedangkan pengujian non-destruktif tidak merusak sampel sehingga pengukuran selanjutnya dapat menggunakan sampel yang sama. Biaya yang dibutuhkan meliputi biaya pembelian, operasional dan perawatan, serta biaya operator yang mengoperasikan alat.

Scott-Blair (1958) dalam Rosenthal (1999) mengklasifikasikan pengukuran tekstur secara instrumental dalam tiga kategori, yaitu : (1) pengukuran fundamental, yaitu metode yang mengukur atribut reologi atau fisik seperti viskositas dan modulus elastik, (2) pengukuran imitatif, yaitu metode pengukuran yang didesain dengan mengimitasi proses pengunyahan di dalam mulut manusia, dimana proses metode ini paling banyak dilakukan dengan Texture Profile Analysis (TPA), dan (3) pengukuran empiris, yaitu metode yang mengukur atribut mekanik produk dengan mengkombinasikan beberapa tipe prinsip pengujian seperti penetrasi, kompresi, dan pemotongan. Prinsip pengukuran dalam evaluasi produk pangan secara instrumental sangat bervariasi. Beberapa prinsip pengukuran yang biasa digunakan untuk pengukuran tekstur produk bakery, termasuk cookies disajikan pada Tabel 8.

(30)

Selain melakukan pemilihan metode pengukuran secara instrumental yang tepat, faktor-faktor yang mempengaruhi variabilitas data dalam pengukuran tekstur juga harus diperhatikan. Christensen dan Vickers di

dalam Faridi (1994) menyebutkan bahwa ada dua faktor yang

mempengaruhi variabilitas data, yaitu : (1) kondisi pengukuran (kelembaban, suhu, tekanan uap, laju deformasi, dan waktu respon dari recorder), dan (2) faktor internal dari produk itu sendiri yang meliputi umur produk, bahan yang digunakan, kadar air, kandungan lemak, ukuran dan bentuk, keseragaman pemanggangan, dan pencampuran. Faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan perbedaan hasil pengukuran yang dilakukan pada jenis alat yang sama, antar jenis alat yang berbeda, dan antara pengukuran instrumental dengan evaluasi secara sensori.

Tabel 8. Prinsip pengukuran tekstur produk bakery

Prinsip Variabel yang diukur

Produk

Deformation Gaya atau jarak Roti dan produk beragi lainya

Snapping Gaya Crakers dan cookies

Puncture/probing Gaya Sebagian besar produk non-ragi

Sawing Waktu Crakers dan cookies Density Volume Roti dan cake

Texture press Gaya Crakers, pastries Texture profile

analysis

(31)

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

1. BAHAN DAN ALAT

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies ubi jalar pada penelitian ini antara lain ubi jalar, margarin, gula halus, room butter, susu skim, garam, soda kue, serbuk kacang, vanili, air, telur, dan flavor coklat. Bahan-bahan kimia digunakan untuk analisis antara lain n-heksana, K2SO4,

HgO, NaOH, CuSO4 H2SO4 pekat, Na2S2O3, H3BO3, HCl, alkohol 95%,

indikator metylen blue, indikator metylen red ,dan air destilata.

Alat yang digunakan untuk membuat tepung ubi jalar dan cookies ubi jalar antara lain disc mill, ayakan (80 mesh), baskom, mixer, alat cetak, loyang alumunium, timbangan, kuas kue, dan oven pemanggang. Sedangkan alat-alat yang digunakan untuk analisis antara lain texture analyzer, jangka sorong, whiteness meter, kromameter minolta, cawan alumunium, cawan porselen, gelas piala, labu erlenmeyer, sudip, gelas pengaduk, labu kjeldahl, labu soxhlet, pipet mohr, pipet tetes, bulb, neraca analitik, dan alat-alat untuk uji organoleptik.

2. TAHAPAN PENELITIAN

Dari penelitian terkait yang telah dilakukan oleh Rianti (2008), ditemukan permasalahan pada citarasa produk yaitu adanya aftertaste pahit pada cookies ubi jalar. Aftertaste pahit pada produk akhir kemungkinan berasal dari tepung ubi jalar yang digunakan.

Tepung ubi jalar yang digunakan pada penelitian Rianti (2008) diperoleh dari hasil penepungan sawut ubi jalar yang dihasilkan oleh Koperasi Unit Desa (KUD) Sugimukti, Cibungbulang. Ubi jalar yang digunakan dalam penelitian merupakan ubi jalar putih varietas Emen. Ubi jalar varietas Emen merupakan ubi jalar paling baik setelah ubi jalar varietas Sukuh untuk diolah menjadi tepung ubi jalar.

(32)

Sebelum dijadikan sawut, ubi jalar mengalami penyortiran secara manual. Sawut ubi jalar Cibungbulang dibuat dengan tidak membuang bagian ubi yang rusak dan terserang penyakit jika bagian ubi yang rusak dan berpenyakit dirasa masih sedikit. Jika mayoritas bagian ubi jalar telah rusak dan berpenyakit, ubi tersebut dibuang dan tidak dijadikan bahan baku sawut. Selain itu, sawut ubi jalar Cibungbulang juga diolah tanpa melakukan pengupasan kulit. Berawal dari hal tersebut, dibuat beberapa hipotesis yang kemudian ingin dibuktikan pada penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Hipotesis tersebut yaitu :

Hipotesis 1 : aftertaste pahit pada cookies disebabkan karena tepung ubi jalar dibuat dari ubi jalar yang terserang hama lanas

Hipotesis 2 : aftertaste pahit pada cookies disebabkan karena tepung ubi jalar dibuat dari ubi jalar yang tidak mengalami pengupasan kulit umbi

Hipotesis 3 : semakin tinggi tingkat serangan lanas, maka aftertaste pahit pada cookies ubi jalar juga semakin kuat

1. PENELITIAN PENDAHULUAN

a. Analisis Fisikokimia Tepung Ubi Jalar

Pada tahap pendahuluan dilakukan 4 macam perlakuan terhadap ubi jalar yang akan dibuat sawut ubi jalar. Keempat jenis perlakukan tersebut dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Jenis perlakuan pada pembuatan sawut ubi jalar

Jenis perlakuan

Pembuangan bagian ubi yang boleng Pengupasan kulit umbi 1 X X 2 √ X 3 √ √ 4 X √

(33)

Dari 4 macam perlakuan tersebut, akan dibuat tepung ubi jalar sehingga dihasilkan 4 jenis tepung ubi jalar. Diagram alir pembuatan tepung ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Diagram alir pembuatan tepung ubi jalar

b. Pembuatan Cookies Ubi Jalar

Formulasi cookies ubi jalar yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil formulasi cookies ubi jalar pada penelitian Rianti (2008). Rianti (2008) mendapatkan formulasi cookies ubi jalar tepilih berdasarkan tahapan trial and error dengan mempertimbangkan faktor-faktor pembentukan tekstur sehingga

ubi jalar

dilakukan perlakuan terhadap bagian ubi yang boleng dan kulit dicuci

disawut

direndam dalam Na-metabisulfit 3 %, 15 menit

ditiriskan

dijemur dalam rumah kaca, 2 jam

dikeringkan dalam oven, 170oC, 3 jam

Sawut kering

digiling dengan disc mill

diayak 80 mesh

tepung ubi jalar

(34)

dihasilkan cookies ubi jalar dengan tekstur yang sesuai dengan standar tekstur cookies keladi. Diagram alir pembuatan cookies ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Diagram alir pembuatan cookies ubi jalar (Rianti, 2008)

c. Pemisahan Ubi Jalar Kedalam Kelas Mutu Tertentu

Pemisahan ubi jalar kedalam kelas tertentu berdasarkan tingkat serangan hama lanas didasarkan pada banyaknya (%) bagian ubi jalar yang rusak karena hama lanas. Sebelum ubi jalar dapat dipisahkan kedalam kelas-kelas mutu tertentu, dilakukan survei lapang ke areal pertanaman ubi

dicampur dengan mixer kecepatan tinggi, 10 menit

Margarin (80 g) gula halus (45 g) Susu skim (10 g) Room butter (0,5 g)

dicampur dengan mixer kecepatan tinggi, 5 menit

didinginkan dioles dengan putih telur

dicampur dengan mixer kecepatan tinggi, 2 menit

dicetak dicampur dengan mixer kecepatan rendah, 8 menit

dipanggang pada 120oC, 1 jam Tepung ubi jalar (100 g) Kacang (30 g) Cookies ubi Air (30 g) vanili (0,7 g) garam (0,2 g) NaHCO3 (0,5 g)

(35)

jalar Cibungbulang. Penetapan kelas mutu ubi jalar berdasarkan pada hasil survei lapang yang dibuhungkan dengan literature yang mendukung.

2. PENELITIAN UTAMA

Penelitian utama dilakukan dengan tujuan untuk membuktikan hipotesis 1, hipotesis 2, dan hipotesis 3. Pada tahap ini juga dilakukan pengukuran tekstur secara objektif terhadap cookies ubi jalar yang diharapkan tetap memiliki tekstur menyerupai standar, yaitu cookies keladi. Tahapan-tahapan pada penelitian utama yaitu :

A. Identifikasi Penyebab Aftertaste Pahit Cookies Ubi Jalar

Empat macam tepung ubi jalar yang dihasilkan pada tahap pendahuluan digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan cookies, sehingga akan dihasilkan 4 macam cookies ubi jalar yang selanjutnya disebut cookies 1, cookies 2, cookies 3, dan cookies 4. Cookies ini kemudian dijadikan sampel pada beberapa uji organoleptik untuk mengetahui penyebab aftertaste pahit yang ada pada cookies ubi jalar dan melihat pengaruh aftertaste pahit cookies ubi jalar terhadap tingkat kesukaan, beberapa uji organoleptik yang dilakukan yaitu :

1. Uji Pembedaan Sederhana (Simple Different Test)

Cookies 1, 2, 3, dan 4 akan dijadikan sampel untuk diuji aftertaste pahitnya dengan menggunakan uji pembedaan sederhana.

Uji ini dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu antara cookies 1 dan

cookies 2, antara cookies 2 dan cookies 3, dan antara cookies 3 dan cookies 4. Dengan menyamakan semua faktor mempengaruhi citarasa

produk, dalam hal ini cookies ubi jalar, dari uji pembedaan sederhana ini akan diperoleh hasil mengenai pengaruh tepung ubi jalar sebagai penyebab munculnya aftertaste pahit pada cookies ubi jalar. Melalui uji ini, dapat diketahui hipotesis 1 dan hipotesis 2 dapat diterima atau ditolak.

(36)

2. Uji Ranking Sederhana dan Rating Hedonik

Uji ranking sederhana merupakan metode uji organoleptik yang digunakan untuk membandingkan atribut sensori tertentu dari beberapa sampel, misalnya aftertaste pahit. Cookies 1, 2, 3, dan 4 juga akan dijadikan sampel untuk diuji tingkat aftertaste pahitnya menggunakan uji ranking sederhana. Dari uji ini dapat diperoleh data mengenai ranking masing-masing cookies ubi jalar berdasarkan tingkat aftertaste pahitnya, dari yang paling tinggi hingga paling rendah.

Setelah diuji ranking sederhana, cookies 1, 2, 3, dan 4 juga diuji rating hedonik untuk mengetahui tingkat kesukaan terhadap tersebut. Dari uji ini akan diperoleh informasi mengenai skor kesukaan keempat cookies tersebut dan menetahui apakah adanya aftertaste pahit pada cookies ubi jalar mempengaruhi tingkat kesukaan terhadap

cookies ubi jalar.

B. Penentuan Kelas Mutu Ubi Jalar Optimum dengan Aftertaste Pahit Minimum

Penentuan kelas mutu ubi jalar optimum dengan aftertaste pahit minimum diawali dengan pembuatan tepung ubi jalar dari masing-masing kelas mutu ubi jalar berdasarkan tingkat serangan hama boleng (Tabel 9). Ada 3 kemungkinan perlakuan yang akan dilakukan pada penelitian utama seperti terlihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Kemungkinan jenis perlakuan dalam pembuatan tepung ubi jalar pada panelitian lanjutan

Hipotesis yang diterima

Perlakuan dalam pembuatan tepung ubi jalar pembuangan bagian ubi

yang boleng Pengupasan kulit

1 √ X

2 X √

1 dan 2 √ √

Dari proses pembuatan tepung ubi jalar, maka dihasilkan empat jenis tepung dari masing-masing kelas mutu ubi jalar yang selanjutkan disebut tepung ubi jalar A, B, C, dan D (sesuai kelas mutunya). Keempat tepung ubi jalar ini kemudian akan dijadikan sebagai bahan baku dalam

(37)

pembuatan cookies ubi jalar. Terhadap cookies yang dihasilkan kemudian dilakukan uji rating intensitas untuk dapat menentukan kelas mutu ubi jalar optimum yang dapat digunakan sebagai bahan baku cookies tetapi dengan aftertaste pahit minimum. Uji rating intensitas dilakukan terhadap

cookies dari masing-masing kelas ubi jalar, yang selanjutnya disebut cookies A, cookies B, cookies C, dan cookies D. Hipotesis 3 diterima jika

terdapat perbedaan nyata terhadap aftertaste pahit antara cookies A dengan

cookies B, C, dan D. Jika hipotesis 3 diterima, dari hasil uji rating

intensitas akan diperoleh standar kelas maksimal yang menghasilkan

cookies ubi jalar dengan tingkat aftertaste pahit yang rendah dan dapat

diterima. Panelis yang digunakan dalam uji rating intensitas adalah panelis terlatih sebanyak 8 orang.

C. Pengaruh Flavor Coklat untuk Mengurangi Aftertaste Pahit Cookies Ubi Jalar

Uji ranking sederhana dilakukan untuk melihat pengaruh penambahan flavor coklat untuk menyamarkan dan atau mengurangi

aftertaste pahit pada cookies ubi jalar. Penambahan flavor coklat pada cookies dilakukan dalam beberapa konsentrasi, yaitu konsentrasi 1%, 2%,

3%, dan 4% (Pratiwi, 2008). Uji rating hedonik dilakukan terhadap

cookies ubi jalar setelah dilakukan uji ranking sederhana. Panelis yang

digunakan dalam uji ranking sederhana dan uji rating hedonik kali ini adalah panelis terlatih sebanyak 8 orang.

D. Penentuan Tingkat Kesukaan Cookies Ubi Jalar

Uji rating hedonik dilakukan terhadap cookies ubi jalar dari tepung ubi jalar yang telah mengalami penghilangan terhadap penyebab-penyebab

aftertaste pahit pada cookies, dan dilakukan penambahan flavor coklat

dengan konsentrasi 1%, 2%, 3%, dan 4% (Pratiwi, 2008). Panelis yang digunakan dalam uji ranking sederhana ini adalah panelis semi terlatih sebanyak 30 orang. Data hasil uji rating atribut dianalisa dengan ANOVA menggunakan uji lanjut Duncan.

Gambar

Gambar umbi ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 2.
Tabel 3. Komponen gizi ubi jalar per 100 gram bahan segar
Tabel  4.    Komposisi  kimia  tepung  ubi  jalar  dua  varietas  dengan  dua  cara    pengeringan
Gambar 3. Ubi jalar putih yang terserang hama lanas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Widajanto (2018) yang menyatakan bahwa nilai tukar US dolar terhadap Rupiah berpengaruh positif dan

Reliabilitas ini bertujuan untuk mengetahui derajat keajegan skor yang diperoleh oleh subjek penelitian dengan menggunakan instrumen yang sama dalam waktu dan kondisi

Sampel dalam penelitian ini adalah Konsumen Carrefour Lebak Bulus yang melakukan berbelanja di Carrefour Lebak-Bulus, Jakarta karena besar polulasi tidak dapat diketahui secara

Dalam kajian hukumnya, Ibnu Katsîr melakukan pengkajian ulang atas hasil-hasil penafsiran dan istinbâth para ulama terdahulu, termasuk dari kalangan ulama Syafi’iyyah yang

Dari fakta yang telah diperoleh dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar IPA

Pelaksanaan konseling kelompok pada siklus I masih ada siswa yg kurang komunikatif, dan ada siswa yang sudah menjalankan keputusan konseling tetapi masalah tidak

1) Kemiskinan. Penduduk yang miskin selain rentan terhadap perdagangan, tidak memiliki pilihan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tingkat pendidikan yang rendah

Narasumber 2 : Kualitas kerja pegawai sebaiknya harus ditingkatkan terutama masih banyak pegawai yang tidak paham atas uraian tugas masing-masing pegawai. Bimbingan teknis