• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERILAKU SOSIOPATIK PADA SISWA KELAS X DI SMK BOPKRI 1 YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERILAKU SOSIOPATIK PADA SISWA KELAS X DI SMK BOPKRI 1 YOGYAKARTA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERILAKU

SOSIOPATIK PADA SISWA KELAS X DI SMK BOPKRI 1

YOGYAKARTA

Yoga

1

, Wiyani

2

, Indriani

3

INTISARI

Latar Belakang : Siswa termasuk kedalam rentang usia remaja. Siswa dalam usia remaja

merupakan masa mengembangkan identitas diri, jika gagal maka siswa akan mengembangkan perilaku menyimpang. Pada masa perkembangannya siswa (remaja) akan dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah pola asuh orang tua. Berdasarkan studi pendahuluan di SMK BOPKRI 1 Yogyakarta diketahui 10 dari 15 siswa pernah membolos dan 14 siswa dari 15 siswa mengatakan orang tua mereka tidak memberikan kebebasan untuk melakukan kegiatan.

Tujuan Penelitian : Diketahuainya Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perilaku Sosiopatik

Pada Siswa Kelas X di SMK BOPKRI 1 Yogyakarta.

Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan deskristif korelasional non-eksperimental dengan

rancangan penelitian cross sectional. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas X di SMK BOPKRI 1 Yogyakarta berjumlah 105 orang. Data diambil menggunakan teknik Cluster Sampling dengan responden berjumlah 88 orang. Diolah dan dianalisis menggunakan analisis Chi Square dengan α=0,05 dan analisa keeratan menggunakan koefisiensi kontingensi.

Hasil : Mayoritas pola asuh orang tua yang diterapkan masuk kedalam kategori pola asuh

otoriter (53,4%) dengan perilaku sosiopatik mayoritas kedalam kategori perilaku sosiopatik biasa (63,6%). Hasil analisis diperoleh p value=0,01, dengan keeratan kategori rendah (koefisiensi kotingensi 0,35).

Kesimpulan : Ada hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku sosiopatik pada siswa kelas X

di SMK BOPKRI 1 Yogyakarta.

Kata Kunci : Pola asuh, Perilaku Sosiopatik, Siswa

1

Alumni mahasiswa S1 Keperawatan Universitas Respati Yogyakarta 2

Dosen Prodi S1 Ilmu Keperawatan Universitas Respati Yogyakarta 3

(2)

CORRELATION BETWEEN PARENTING PARENTS WITH

SOCIOPATHIC BEHAVIOR OF STUDENT IN TENTH

GRADE IN SMK BOPKRI 1 YOGYAKARTA

Yoga

1

, Wiyani

2

, Indriani

3

ABSTRACT

Background: Students are included into the adolescent age range. Students in adolescence is a

period of developing a self-identity, if it fails then the student will develop deviant behavior. During the development of students (teenagers) will be influenced by many factors one of which is parenting parents. Based on preliminary studies in SMK BOPKRI 1 Yogyakarta, 10 of 15 known the students ever truanted and 14 students from 15 said their parents do not give the freedom to do the activities.

Objective: To identify correlation between Parenting Parents with Sociopathic Behavior of

students in tenth grade in SMK BOPKRI 1 Yogyakarta.

Methods: This study was a non-experimental deskristive correlation with cross-sectional design.

Population of the study consisted of students in tenth grade in SMK BOPKRI 1 Yogyakarta totaled 105 people. The data were taken using a cluster sampling technique with respondents amounted to 88 peoples. Processed and analyzed using Chi Square analysis with α = 0.05 and analysis of closeness of correlation using the contingency coefficient.

Results: The majority of parenting parents who applied in the category of authoritarian parenting

(53.4%) with the majority sociopathic behavior in categories of sosiopatik usual behavior (63.6%). The results of the analysis obtained p value = 0.01, with the closeness in low category (kotingensi coefficient 0.35).

Conclusion: There was correlation between parenting parents with sociopathic behaviors of

students tenth grade in SMK BOPKRI 1 Yogyakarta.

Keywords: Parenting, Sociopathic Behavior, Student

1

Nursing Students of Respati University Yogyakarta. 2

The Lecturer Respati University of Yogyakarta 3

The Lecturer Respati University of Yogyakarta

PENDAHULUAN

Periode pertumbuhan dan perkembangan manusia dimulai sejak ia lahir, tahun pertama, kedua hingga seterusnya. Salah satu periode yang akan dilewati oleh manusia adalah periode peralihan dan perubahan, dimana terjadi perubahan secara fisik dan psikologis dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yaitu fase remaja(1). Ada tiga fase-fase remaja berdasarkan rentang usianya, yaitu fase remaja awal (12-14), fase remaja tengah (15-17) dan fase remaja akhir (18-21) dan dalam fase ini juga merupakan masa dimana anak menuntut

ilmu sebagai siswa(2). Siswa adalah murid (terutama pada tingkat sekolah

dasar dan menengah), pelajar - untuk tingkat SMA(3). Oleh karena itu siswa SMA dalam tahap perkembangannya digolongkan sebagai masa remaja.

Remaja dalam bahasa aslinya disebut adolescence berasal dari bahasa latin adolescere yang artinya “tumbuh untuk

mencapai kematangan”. Dalam artian luas

adolescere mencangkup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik. Remaja apabila gagal dalam mengembangkan rasa identitas maka remaja tersebut akan

(3)

kehilangan arah, dampaknya mereka akan mengembangkan perilaku menyimpang seperti melakukan kriminalitas atau menutup diri (mengisolasi diri) dari masyarakat dan perilaku menyimpang ini disebut juga sebagai perilaku sosiopatik(4).

Para kaum sosiolog mengemukakan perilaku sosiopatik adalah tingkah laku yang berbeda dan menyimpang dari kebiasaan serta norma umum, yang pada satu tempat dan waktu tertentu sangat ditolak, sekalipun tingkah laku tersebut berada di lain waktu dan tempat yang bisa diterima oleh masyarakat lainnya(5). Salah satu contoh kasus perilaku sosiopatik di tahun 2013 yang diakibatkan dari pola asuh permisif dari orang tua adalah kasus cabe-cabean yang melibatkan para remaja putri. Kasus cabe-cabean adalah istilah yang disandangkan kepada remaja putri (ABG) usia SMP dan SMA yang terlibat dalam pergaulan malam terutama di seputar balapan liar dijalanan(6). Ketepatan pola asuh memberikan pengaruh besar terhadap kematangan perkembangan sosial. Kesalahan orang tua dalam menerapkan pola asuh dapat mengakibatkan anak bertindak sehendak hati, tidak mampu mengendalikan diri, pola hidup bebas bahkan nyaris tanpa aturan dan akibat buruk lainnya(7). Pembahasan di atas dapat menunjukkan, bahwa pola asuh orang tua memiliki peran penting dalam memberikan pengaruhnya terhadap proses pembentukan perilaku anak, dalam hal ini peneliti mengambil SMK BOPKRI 1 Yogyakarta sebagai tempat penelitian. Peneliti melakukan studi pendahuluan di SMK BOPKRI 1 Yogyakarta berupa pengambilan data dengan kuesioner kepada

15 siswa kelas XI secara acak, dengan komposisi 7 orang siswa dan 8 orang siswi. Dari kuesioner tersebut didapatkan data 10 dari 15 siswa memberikan informasi bahwa pernah melakukan membolos di jam pelajaran bahkan pernah membolos sekolah, dan pernah merusak fasilitas umum, dan 14 dari 15 siswa didapatkan informasi bahwa orang tua mereka tidak memberikan kebebasan dalam melakukan kegiatan, semua harus mendapatkan izin dari orang tua. Data tersebut sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh Guru Bimbingan Konseling bahwa siswa di SMK BOPKRI 1 Yogyakarta setiap tahunnya ada kejadian membolos sekolah, merokok di jam istirahat dan melanggar aturan sekolah yang telah ditetapkan seperti tidak memakai kaos kaki, baju dikeluarkan, rambut siswi yang panjang tidak diikat dan rambut diwarnai. Guru Bimbingan Konseling mengatakan untuk tindakan penyimpangan perilaku dari norma yang ada, setiap anak yang melanggar aturan pihak sekolah akan memberikan sanksi, mulai dari teguran, pernyataan lisan dan tertulis, sampai dengan pemanggilan orang tua siswa. Dari hasil studi pendahuluan tersebut peneliti menemukan kesenjangan, bahwa ada siswa yang melanggar aturan-aturan yang ada baik di lingkungan sekolah maupun diluar lingkungan sekolah namun mereka masih ada dalam kontrol orang tua (demokratif), maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku sosiopatik pada siswa kelas X di SMK BOPKRI 1Yogyakarta.

(4)

1. Tujuan Umum.

Untuk mengetahui apakah ada hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku sosiopatik pada siswa kelas X di SMK BOPKRI 1 Yogyakarta.

2. Tujuan Khusus.

a. Diketahui pola asuh orang tua pada siswa kelas X di SMK BOPKRI 1 Yogyakarta. b. Diketahui perilaku sosiopatik pada siswa kelas X di SMK BOPKRI 1 Yogyakarta. c. Diketahui sejauh mana keeratan

hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku sosiopatik pada siswa kelas X di SMK BOPKRI 1 Yogyakarta.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif dengan menggunakan rancangan

cross-sectional. Penelitian ini dilaksanakan

pada hari Sabtu, 24 Mei 2014 di SMK BOPKRI 1 Yogyakarta. Populasi pada penelitian ini adalah siswa yang tercatat masih duduk di kelas X di SMK BOPKRI 1 Yogyakarta, pada tahun ajaran 2013/2014 dengan jumlah populasi kelas X yaitu 105 siswa. Pengambilan sampel dengan teknik

Cluster Sampling berjumlah 88 siswa, yang

dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria inklusi pada penelitian ini, adalah : a. Siswa kelas X yang bersekolah di SMK

BOPKRI 1 Yogyakarta. b. Bersedia menjadi responden.

Kriteria ekslusi pada penelitian ini, adalah : a. Siswa tidak hadir/izin saat pengambilan

data.

Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner. Kuesioner dilakukan uji validitas dan reliabilitas dengan bantuan komputerisasi menggunakan rumus Pearson

Product Moment untuk uji validitas dan

rumus Alpha Croanbach untuk uji reliabilitas. Uji statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah uji statistik Chi

square.

HASIL PENELITIAN

Hasil yang didapat pada penelitia “Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan

Perilaku Sosiopatik Pada Siswa Kelas X di SMK BOPKRI 1 Yogyakarta.

Tabel 4.2. Pola Asuh Orang Tua pada Siswa Kelas X di SMK BOPKRI 1 Yogyakarta (n=88).

Sumber: Data primer diolah 2014

Pola Asuh Frekuensi Presentase %

Otoriter 47 53,4

Demokratis 32 36,4

Permisif 9 10,2

(5)

Tabel 4.1 Krakteristik Orang Tua Siswa Kelas X berdasarkan Pekerjaan Ayah, Pekerjaan Ibu, Usia Ayah dan Usia Ibu di SMK BOPKRI 1 Yogyakarta.

Sumber: Data primer diolah 2014.

Tabel 4.3. Perilaku Sosiopatik Pada Siswa Kelas X di SMK BOPKRI 1 Yogyakarta (n=88) No Karakteristik Frekuensi Persentase (%)

1 Pekerjaan Ayah Buruh 19 21.6 Pendeta 2 2.3 Petani 2 2.3 PNS 7 8.0 Swasta 16 18.2 Wiraswasta 42 47.7 Jumlah 88 100 2 Pekerjaan Ibu Buruh 6 6.8 IRT 48 54.5 Pedeta 2 2.3 Petani 2 2.3 PNS 7 8.0 Swasta 6 6.8 Wiraswasta 17 19.3 Jumlah 88 100 3 Usia Ayah Dewasa Dini 16 18,2 Dewasa Madya 70 79,5 Dewasa Lanjut 2 0,3 Jumlah 88 100 4 Usia Ibu Dewasa Dini 51 58 Dewasa Madya 36 40,9 Dewasa Lanjut 1 1,1 Jumlah 88 100

Perilaku Sosiopatik Frekuensi Persentase %

Biasa 56 63.6

Khusus 13 14.8

Kriminal/pidana 19 21.6

(6)

Tabel 4.4. Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perilaku Sosiopatik Pada Siswa Kelas X di SMK BOPKRI 1 Yogyakarta.

Sumber: Data primer diolah 2014

.

Pola asuh Perilaku sosiopatik Total 2 P Biasa Khusus Menjuruskr iminal/ pidana F % F % F % f % Otoriter 32 36,4 8 9,1 7 8,0 47 53,4 12,62 0, 01 Demokratis 22 25 4 4,5 6 6,8 32 36,4 Permisif 2 2,3 1 1,1 6 6,8 9 10,2 Total 56 63,6 13 14, 7 19 21, 6 88 100

(7)

PEMBAHASAN

1.

Pola asuh orang tua siswa kelas X di SMK BOPKRI 1 Yogyakarta.

Hasil analisis data penelitian ini diketahui pola asuh orang tua pada siswa kelas X di SMK BOPKRI 1 Yogyakarta mayoritasnya adalah pola asuh otoriter (53,4%). Hasil penelitian ini mempunyai kesamaan hasil dengan penelitian yang dilakukan oleh Murtiyani (2011) bahwa pola asuh orang tua yang diterapkan pada remaja di RW V Kelurahan Sidokare Kecamatan Sidoarjo sebagian besar masuk kedalam kategori pola asuh otoriter(8). Namun hasil penelitian ini juga memiliki perbedaan dengan hasil penelitian Wahyuni (2012) yang dimana diketahui pola asuh orang tua pada remaja kelas X usia 15-16 tahun di SMA N 1 Payangan, Gianyar, Bali mayoritasnya masuk kedalam kategori pola asuh demokratis(9). Dilihat dari perbedaan penerapan pola asuh orang tua tersebut pasti ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi pemberian pola asuh, diantaranya ada perbedaan tingkat pendidikan orang tua, usia orang tua, keterlibatan ayah, pengalaman

sebelum mengasuh anak, stress orang tua dan hubungan suami istri(10).

Pola asuh otoriter yaitu orang tua yang menghargai kontrol dan kepatuhan tanpa bantahan dari anak. Orang tua dalam tipe ini berusaha membuat anak mematuhi set standar perilaku dan menghukum anak secara tegas jika melanggar(11). Hal ini sesuai dengan hasil dari studi pendahuluan pada siswa kelas XI di SMK BOPKRI 1 Yogyakarta, bahwa 14 dari 15 siswa tidak diberikan kebebasan dalam melakukan kegiatan, semuanya harus mendapatkan izin dari orang tua mereka. Penerapan pola pengasuhan seperti ini dapat disebabkan karena adanya pengalaman di masa lalu. Hal ini didukung dengan pernyataan dari Rahni (2010) bahwa pola asuh yang diterimanya

terdahulu dianggap baik untuk diterapkan kepada anaknya, maka orang tua akan menerapkan pola asuh yang sama seperti yang mereka terima terdahulu(12). Didukung juga oleh Supartini (2004) yang menyebutkan bahwa penerapan pola asuh pada anak dapat dipengaruhi oleh pengalaman orang tua sebelum mengasuh anak(10).

Orang tua dalam penerapan pola asuh pada anak juga tidak terlepas pada faktor status sosial ekonomi mereka(13). Dari hasil karakteritik didapatkan sebagian besar pekerjaan ayah pada siswa kelas X adalah wiraswasta (47,7%), buruh (21,6%), swasta (18,2%), PNS (8%), pendeta (2,3%) dan petani (2,3%). Untuk karakteristik pekerjaan ibu, mayoritas pekerjaan ibu siswa kelas X adalah sebagai ibu rumah tangga (54,5%), kemudian wiraswasta (19,3%), PNS (8%), swasta (6,8%), buruh (6,8%), pendeta (2,3%) dan petani (2,3%). Ada keterkaitan antara status sosial dan ekonomi dengan cara orang tua dalam mengasuh anak, dimana keluarga dengan status ekonomi kelas menengah ke bawah cenderung lebih keras dalam pengasuhan dan sering menggunakan hukuman fisik dalam mengasuh anaknya. Sedangkan untuk orang tua dengan kelas ekonomi menengah atau sedang keatas lebih cenderung memberikan pengawasan dan perhatian sebagai orang tua dan menerapkan kontrol lebih halus(14).

Pengaruh sosial ekonomi pada peran pola asuh orang tua karena keluarga dengan status sosial ekonomi rendah biasanya mengalami tekanan dalam hal ekonomi sehingga mempengaruhi fungsi keluarga, dengan kondisi seperti itu orang tua sering mengalami stress dan depresi dan yang mengakibatkan sifat yang otoriter terhadap anak(15). Sejalan dengan Supartini bahwa dalam peran pengasuhan ada faktor yang mempengaruhi yaitu stress orang tua(10).

(8)

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pola asuh merupakan suatu tindakan atau interaksi orang tua dengan anak-anaknya dengan memberikan perhatian, peraturan, disiplin, serta hadiah atau hukuman. Pola asuh orang tua sangat berkaitan dengan pola asuh orang tua sebelumnya, status sosial ekonomi, usia orang tua.

2.

Perilaku sosiopatik pada siswa kelas X di SMK BOPKRI 1 Yogyakarta.

Hasil analisis data penelitian diketahui mayoritas perilaku sosiopatik pada siswa kelas X di SMK BOPKRI 1 Yogyakarta mayoritas ke kategori perilaku sosiopatik biasa (63,6%). Perilaku sosiopatik adalah tingkah laku yang berbeda dan menyimpang dari kebiasaan serta norma umum, yang pada satu tempat dan waktu tertentu sangat ditolak, sekalipun tingkah laku tersebut berada di lain waktu dan tempat yang bisa diterima oleh masyarakat lainnya(5). Perilaku sosiopatik biasa merupakan istilah untuk perilaku-perilaku yang menjadi masalah atau merugikan dan destruktif bagi orang lain, akan tetapi tidak merasa merugikan diri sendiri. Perilaku sosiopatik biasa diantaranya adalah membolos, berkelahi, keluyuran, merokok, suka menyendiri dan menipu(16). Perilaku sosiopatik biasa pada siswa juga disebabkan karena sebagai remaja, siswa sedang mencari identitas diri. Remaja selalu ingin diakui eksistensinya dan mereka mempunyai kebutuhan untuk diterima dalam kelompok sehingga remaja akan cenderung mengikuti aturan main yang ada dalam kelompok termasuk untuk melakukan perilaku-perilaku yang menyimpang seperti membolos, merokok ataupun berkelahi. Hal ini didukung pendapat dari Ali (2011) menyebutkan remaja apabila gagal dalam mengembangkan rasa identitas maka remaja tersebut akan kehilangan arah, dampaknya mereka akan mengembangkan perilaku menyimpang(4). Siswa dalam tahap perkembangannya sebagai remaja perlu mendapatkan pengawasan dan

pendampingan dari orang tua ketika di rumah. Orang tua perlu untuk mengawasi dan mengontrol lingkungan pergaulan anaknya agar tidak masuk pada lingkungan pergaulan yang kurang baik, sesuai bahwa faktor eksternal mempunyai peran dalam perjalanan pembentukan perilaku sosial anak yaitu lingkungan sosial keluarga(16). Dari pembahasan mengenai perilaku sosiopatik peneliti menyimpulkan bahwa perilaku sosiopatik adalah bentuk tindakan atau aktivitas siswa dalam melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma atau aturan yang ada di lingkungan sekitarnya. Perilaku sosiopatik berkaitan dengan stimulus atau rangsangan dari lingkungan pergaulan (pengaruh kawan sepermainan) dan lingkungan sosial keluarga.

3.

Hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku sosiopatik pada siswa kelas X di SMK BOPKRI 1 Yogyakarta.

Hasil analisis membuktikan ada hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku sosiopatik pada siswa kelas X di SMK BOPKRI 1 Yogyakarta (p

value=0,01). Hasil ini menunjukkan bahwa pola

asuh yang diterapkan oleh orang tua mempunyai peran dalam terbentuknya perilaku sosiopatik pada siswa. Pola asuh yang kurang tepat dan tidak mampu mengontrol pergaulan anak dapat menyebabkan anak menjadi terpengaruh melakukan perilaku sosiopatik.

Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui sebagian besar siswa mendapatkan pola pengasuhan otoriter dan mempunyai perilaku sosiopatik biasa (36,4%). Pola asuh otoriter membuat adanya jarak antara orang tua dengan anak dan kurang hangat dibanding dengan orang tua tipe lainnya, dimana hal ini membuat anak cenderung melakukan perilaku - perilaku yang menyimpang sebagai pelampiasan(11).

Pada penelitian ini didapatkan karakteristik usia ibu siswa kelas X untuk mayoritas berada pada

(9)

usia dewasa dini yaitu 58%, sedangkan karakteristik usia orang tua siswa kelas X, dimana usia ayah mayoritas berada pada usia dewasa madya yaitu 79.5%. Usia dewasa dini (18-40 tahun) merupakan usia reproduksi, terdapat peran pada masa ini antara lain peran sebagai pasangan hidup dan sebagai orang tua yang selalu memberikan waktu untuk mendidik dan merawat anak, namun berbeda halnya dengan usia madya (usia 40-60 tahun) disamping mengalami penurunan fisik, intelektual dan psikologis, pada fase usia ini akan mengalami perbedaan fungsi peran(1). Dari uraian tersebut jelas bahwa usia orang tua mempengaruhi pola pengasuhan pada anak, karena setiap tahap perkembangan mempunyai peran masing-masing, semakin tua usia orang tua maka perannya berbeda pula dari usia sebelumnya dan semakin kecil perbedaan usia antara orang tua dan anak, maka semakin kecil pula perbedaan dan perubahan budaya dalam kehidupan mereka sehingga akan membuat orang tua lebih memahami tentang anaknya.

Siswa yang sedang pada masa peralihan sebagai remaja tentunya memerlukan pengertian, pemahaman bisa berupa pola pengasuhan yang tepat dari orang tuanya. Peran perkembangan yang harus diemban pada masa remaja adalah pencarian identitas dan jati dirinya. Pola pengasuhan yang tidak tepat akan tidak mendukung perkembangan remaja tersebut dan nantinya akan membuat remaja kehilangan arah(4).

Hasil penelitian ini juga diketahui nilai koefisien kontingensi sebesar 0,35. Hasil tersebut menunjukkan keeratan hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku sosiopatik pada siswa kelas X di SMK BOPKRI 1 Yogyakarta kategori rendah. Selain itu berdasarkan hasil penelitian ini juga dapat dilihat hasil perhitungan dan analisa univariat pola asuh orang tua, terdapat jumlah selisih yang cukup dekat antara siswa yang mendapat pola asuh

otoriter dan pola asuh demokratis, dan pada perhitungan dan analisis univariat perilaku sosiopatik 56 dari 88 siswa melakukan perilaku sosiopatik biasa, berarti terdapat siswa dari pengasuhan orang tua yang demokratis masuk kedalam jumlah siswa yang melakukan perilaku sosiopatik biasa. Dari keeratan hubungan antara dua variabel yang kategorinya rendah dan adanya selisih yang dekat mengenai jumlah siswa dengan pengasuhan otoriter dan pengasuhan demokratis dapat diartikan bahwa terbentuknya perilaku sosiopatik tidak hanya dipengaruhi oleh pola asuh saja, melainkan dipengaruhi juga oleh faktor lain seperti usia orang tua, pendidikan orang tua, pengalaman sebelum menikah, stress yang dialami orang tua, keterlibatan ayah dalam pemberian pengasuhan dan hubungan suami istri antara kedua orang tua(10), ditambah dengan adanya pengaruh eksternal dari individu (siswa/remaja) yaitu bisa dari pengaruh kawan sepermainan, lingkungan pendidikan dan penggunaan waktu(16).

Dari hasil tabulasi silang antara pola asuh orang tua dengan perilaku sosiopatik didapatkan bahwa ketiga pola asuh tersebut menghasilkan siswa yang melakukan perilaku sosiopatik yang menjurus kearah kriminal/pidana dengan selisih yang dekat, kemudian dari data skoring pola asuh dapat dilihat bahwa terdapat beberapa individu (siswa) yang mendapatkan hasil skoring yang sama dari ketiga pola asuh, hal ini menandakan bahwa penerapan salah satu pola asuh oleh orang tua akan menghasilkan individu yang terlepas dari perilaku sosiopatik dan tidak semua orang tua dalam mengasuh anaknya murni hanya menggunakan satu pola asuh saja. Penjelasan ini didukung oleh Dariyo (2004) yang menyatakan bahwa ada yang namanya pola asuh situsional, dimana orang tua tidak hanya menerapkan salah satu tipe pola asuh tertentu. Tetapi kemungkinan orang tua menerapkan pola asuh secara fleksibel, luwes dan disesuaikan

(10)

dengan situasi dan kondisi yang berlangsung saat itu(17).

Penelitian ini menghasilkan nilai yang signifikan dan positif dimana nilai p-value 0,01

(p-value<0,05) yang berarti ada hubungan yang positif

antara variabel bebas dan terikat, yang artinya bahwa pola pengasuhan orang tua memiliki andil dalam terbentuknya perilaku sosiopatik, namun masih ada faktor internal dan eksternal lainnya yang mempengaruhi terbentuknya perilaku sosiopatik tersebut. Serta penerapan pola asuh yang tepat tidaklah harus dengan penerapan satu pola asuh, pemberian ketiga bentuk pola asuh pada anak baik itu pola asuh demokratis, permisif maupun otoriter bisa diterapkan dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang terjadi.

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis data penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pola asuh orang tua pada siswa kelas X di SMK BOPKRI 1 Yogyakarta mayoritas kedalam kategori pola asuh otoriter (53,4%). 2. Perilaku sosiopatik pada siswa kelas X di SMK

BOPKRI 1 Yogyakarta mayoritas kedalam kategori perilaku sosiopatik biasa (63,6%). 3. Ada hubungan pola asuh orang tua dengan

perilaku sosiopatik pada siswa kelas X di SMK BOPKRI 1 Yogyakarta (p value=0,01). 4. Keeratan hubungan pola asuh orang tua dengan

perilaku sosiopatik pada siswa kelas X di SMK BOPKRI 1 Yogyakarta kategori rendah (koefisien kontingensi sebesar 0,35).

SARAN

Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: 1. Bagi SMK BOPKRI 1 Yogyakarta.

Pihak sekolah dengan orang tua bersama-sama menciptakan pola asuh yang mendukung pembentukan perilaku siswa yang baik, misalnya dengan menerapkan atau memberikan pola asuh yang fleksibel, luwes dan disesuaikan degan situasi dan kondisi yang berlangsung pada saat itu, agar nantinya perilaku menyimpang (sosiopatik) pada anak bisa dicegah dan bahkan bisa di kendalikan. 2. Bagi Institusi Pendidikan UNRIYO.

Sebagai tambahan dan sumber referensi atau literatur berkaitan dengan pola asuh dan perilaku sosiopatik pada siswa remaja yang dijadika bahan ajar untuk dosen dan bisa dijadikan bahan pendidikan kesehatan saat dilapangan oleh kalangan mahasiswa.

3. Bagi Penelitian Selanjutnya.

Peneliti selanjutnya diharapkan mampu untuk mengembangkan penelitian dengan tema yang sama atau bisa dengan menambahkan variabel faktor-faktor lain yang mempengaruhi terbentuknya perilaku sosiopatik, faktor-faktor yang tidak ikut diteliti pada penelitian ini maka sebaiknya diikut sertakan dalam penelitian selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Hurlock

, E.B. 2012. Psikologi

Perkembangan, Edisi 5. Jakarta: Erlangga

2. Gunarsa, S. (2008). Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta: Gunung Mulia 3. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan

Nasional. (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi 3. Jakarta: Balai Pustaka 4. Ali, M. (2011). Psikologi Remaja. Jakarta: PT

Bumi Akasara

5. Kartono, K.Dr. (2013). Patologi Sosial (jilid 1). Jakarta: Rajawali Pers

6. Irawan, Dhani. (2013). Internet.Orang Tua Yang Permisif Membuat Tren Cabe-cabean Menjamur. http://news.detik.com. 19 Desember 2013

7. Surbakti, M. (2009). Kenalilah Anak Remaja Anda. Jakarta: PT Elex Media Komputindo

(11)

8. Murtiyani, N. (2011). Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Kenakalan Remaja di RW V Kelurahan Sidokare Kecamatan Sidoarjo.

Jurnal. Akademi Keperawatan

9. Wahyuni, Kamesa. (2012). “Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Kecerdasan Emosional Remaja Kelas X (Usia 15-16) di SMA N 1 Payangan, Gianyar, Bali”. Skripsi. Universitas Respati Yogyakarta

10. Supartini. (2004). Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC

11. Papalia, D.E, Sally, W.O, Rust, D.F. (2009).Human Development: Perkembangan Manusia Edisi 10. Jakarta: Salemba Humanika 12. Rahni, S. 2010. Hubungan PolaAsuh Orang

Tua dan Peran Kelompok Sebaya Terhadap Perkembangan Sosial Remaja di SLTP Negeri 1 Gamping Yogyakarta. Skripsi. Fakultas Kedokteran. Universitas Gajah Mada Yogyakarta

13. Nasution, H. (2012). Internet. Pola Asuh Orang Tua. Tersedia dalam: http://11006nh.blogspot.com/2012/06/poa-asuh-orang-tua.html. 19 Desember 2013 14. Yusuf, S. (2004). Psikologi Perkembangan

Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

15. Mubarak, WI dan Chayatin N. (2007). Buku Ajar Keperawatan Dasar Manusia, Teori dan Aplikasi dalam Praktik. Jakarta: EGC

16. Fitriah, Ida. (2010). “Perilaku Sosiopatik pada Kalangan Mahasiswa Muslim Falkutas Ilmu Sosial dan Humaniora di Universitas Islam Yogyakarta”. Skripsi. Universitas Islam Yogyakarta

17. Dariyo, Agoes. (2004). Psikologi Perkembangan Remaja. Jakarta: Ghalia

Gambar

Tabel 4.2. Pola Asuh Orang Tua pada Siswa Kelas X di SMK BOPKRI 1 Yogyakarta (n=88).
Tabel 4.1 Krakteristik Orang Tua Siswa Kelas X berdasarkan Pekerjaan Ayah, Pekerjaan Ibu, Usia  Ayah dan Usia Ibu di SMK BOPKRI 1 Yogyakarta
Tabel 4.4.   Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perilaku Sosiopatik Pada Siswa Kelas X di  SMK BOPKRI 1 Yogyakarta

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis statistik yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1) ada perbedaan kemampuan koneksi matematis siswa sebelum

Bahwa Perawatan Metode Kanguru (PMK) adalah salah satu intervensi yang dapat dilakukan dalam mengurangi kematian neonatal pada bayi dengan Berat Badan

Kewarganegaraan, diketahui bahwa di sekolah ini telah menerapkan praktik belajar Kewarganegaraan dalam pembelajaran PKn melalui model pembelajaran praktik belajar

3 Adapun penafsiran yang dimaksud adalah adakah pengaruh model pembelajaran Team Games Tournament (TGT) dan Student Teams Achievement Division (STAD) terhadap

Sampai tahun 2013, jumlah tenaga kependidikan untuk menunjang kegiatan administrasi akademik, administrasi keuangan dan kepegawaian serta administrasi umum pada

Puji syukur serta banyak terima kasih penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas segala pertolongan dan lindunganNya bagi penulis selama masa studi di

Kisi-kisi ini disajikan dengan maksud untuk memberikan informasi mengenai butir-butir yang didrop dan setelah dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas serta analisis

If this is the first time that we are writing the buffer corresponding to the letter 'A', we need to position the output file to the first place where records whose keys contain the