• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum PT. Kusuma Agrowisata Letak Geografi atau Letak Wilayah Administratif

PT. Kusuma Agrowisata (PT. KA) terletak di Desa Ngaglik, Kecamatan Batu, Kota Administratif Batu, Jawa Timur. Lokasi ini terletak sekitar 19 km dari kota Malang dan berada pada ketinggian antara 680 - 1 700 m di atas permukaan laut. Lokasi PT. KA berbatasan dengan Desa Ngaglik di sebelah utara, gunung Panderman di sebelah selatan, Desa Pesanggrahan di sebelah timur, dan Desa Sisir di sebelah barat.

Keadaan Tanah dan Iklim

Jenis tanah pada tempat ini adalah tanah andosol. Tipe iklim di daerah ini termasuk tipe D (sedang) berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson dengan rata-rata tinggi curah hujan 1539.8 mm/tahun (Lampiran 6). Suhu rata-rata berkisar antara 16 - 30 °C. Kondisi klimatologi kota Batu selama bulan Januari sampai April 2009 terdapat dalam Tabel 1.

Tabel 1. Data Klimatologi Kota Batu Bulan Januari - April 2009

No Unsur Klimatologi Satuan Januari Februari Maret April 1 Curah Hujan mm 336 358 191 74 2 Hari Hujan hari 27 26 15 11 3 Lembab Nisbi Rata-Rata % 85 84 78 76 Sumber : Stasiun Klimatologi Karangploso Malang, 2009

Luas Areal dan Tata Guna Lahan

Total luas areal perusahaan adalah 62 ha dengan pemanfaatan utama untuk areal budidaya dan sisanya untuk bangunan kantor dan fasilitas pendukung lainnya. Areal budidaya terdiri atas tanaman tahunan dan tanaman semusim. Tanaman tahunan meliputi apel, jeruk, jambu biji merah, kopi, dan buah naga sedangkan tanaman semusim meliputi stroberi, rosella, paprika, tomat ceri, dan tanaman hidroponik. Luas areal budidaya tanaman tahunan dan tanaman semusim dapat dilihat pada Tabel 2 sedangkan pembagian areal kebun PT. KA dapat dilihat melalui peta kebun yang terdapat pada Lampiran 7.

(2)

Tabel 2. Luas Areal Budidaya Tanaman di PT. Kusuma Agrowisata

Areal Luas (m2) Areal Luas (m2)

Apel 71 891 Stroberi 20 000

Jeruk 66 000 Paprika 3 893

Jambu Biji Merah 34 000 Tomat Ceri 350 Buah Naga 16 000 Hidroponik 1 134

Kopi 90 000 Rosella 8 500

Sumber : Arsip Departemen Budidaya Tanaman PT. Kusuma Agrowisata, 2009, diolah.

Keadaan Tanaman dan Produksi

Apel sebagai komoditas andalan untuk tujuan agrowisata menempati areal seluas ±7.2 ha, terdiri atas 32 blok dan terbagi dalam 7 blok besar yakni blok A, B, C, D, E, F, dan G (Lampiran 8). Tanaman terdiri dari tanaman belum menghasilkan (TBM) dan tanaman menghasilkan (TM) karena ditanam pada tahun tanam yang bervariasi dari tahun 1991 sampai tahun 2009. Secara umum jarak tanam yang digunakan adalah 3 m x 3 m, tetapi pada beberapa areal pertanaman terdapat juga jarak tanam 3 m x 3.25 m dan 2.5 m x 2.5 m sehingga rata-rata populasi tanaman antara 1 111 - 1 500 tanaman/ha.

Produksi apel tahun 2007 mencapai 58.85 ton kemudian di tahun 2008 menurun menjadi 50.70 ton. Penurunan produksi masih terjadi pada tahun 2009, selama Januari - Maret 2009 diketahui jumlah produksi apel sebesar 14.676 ton lebih sedikit dari produksi pada bulan yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 20.515 ton (Lampiran 9). Hal ini terjadi disebabkan banyak tanaman yang sudah mengalami penurunan produksi karena umur tanaman sudah tua atau terserang penyakit yang sudah tidak dapat dikendalikan lagi.

Varietas yang ditanam antara lain Manalagi, Rome Beauty, Anna, dan Wanglin tetapi pertanaman yang ada didominasi oleh varietas Manalagi. Apel Manalagi memiliki rasa manis, daun lebar dan berwarna hijau tua, bunga berwarna putih, kulit buah berwarna hijau kekuningan jika dibungkus sedangkan jika dibiarkan terbuka maka akan muncul warna semburat merah. Apel Rome Beauty memiliki rasa segar dan sedikit asam, daun panjang menyempit dan berwarna hijau tua, bunga berwarna putih, dan kulit buah berwarna hijau kemerahan. Anna memiliki rasa asam, daun meruncing dan berwarna hijau kelabu, bunga berwarna putih kemerahan, dan kulit buah berwarna kuning kemerahan. Apel Wanglin memiliki rasa manis, daun oval dengan ujung

(3)

meruncing, bunga berwarna putih, dan kulit buah mulus berwarna hijau berbintik. Gambar 1 menunjukkan jenis varietas apel yang ditanam di PT. Kusuma Agrowisata.

Gambar 1. Varietas Apel di PT. Kusuma Agrowisata : a) Anna, b) Manalagi, c) Rome Beauty, d) Wanglin

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan

Perusahaan merupakan badan usaha milik perseorangan yang dipimpin oleh seorang direktur utama. Perusahaan terdiri atas lima divisi yakni divisi agrowisata, hotel, estat, agro industri, serta divisi klinik agribisnis dan agrowisata (KAA). Masing-masing divisi terbagi dalam beberapa departemen (Lampiran 10).

Divisi agrowisata terdiri dari enam departemen yakni departemen Budidaya Tanaman Tahunan (BTT), Budidaya Tanaman Semusim (BTS), Trading, Pemasaran Wisata, Keuangan Umum dan Administrasi (KUA) dan Food and Beverage dan

Entertainment. Setiap departemen dipimpin seorang kepala departemen.

Jumlah karyawan di setiap departemen divisi agrowisata berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan pekerjaan. Tabel 3 menunjukkan jumlah karyawan pada setiap

a

d c

(4)

departemen di divisi agrowisata. Departemen BTT memiliki jumlah karyawan terbanyak karena banyaknya kegiatan yang dilakukan terutama kegiatan di lapangan.

Tabel 3. Jumlah Karyawan Divisi Agrowisata PT. Kusuma Agrowisata

Departemen Jumlah (orang)

Keuangan Umum dan Administrasi (KUA) 35

Trading 15

Pemasaran Agrowisata 16

Food and Baverage dan Entertainment 25

Budidaya Tanaman Semusim (BTS) 20

Budidaya Tanaman Tahunan (BTT) 53

Total 164

Sumber : Arsip Departemen Keuangan Umum dan Administrasi PT. Kusuma Agrowista, 2009, diolah Departemen BTT menangani budidaya tanaman apel, jeruk, buah naga, jambu biji merah, dan kopi. Departemen ini yang mengatur jenis buah dan area pertanaman yang akan dijadikan kawasan petikan. Departemen BTT dipimpin oleh seorang kepala departemen yang membawahi 3 pengawas kebun dan 1 staf administrasi, serta memiliki 44 karyawan harian lepas (KHL) (Tabel 4 dan Lampiran 11).

Tabel 4. Jumlah Karyawan Departemen Budidaya Tanaman Tahunan

Jabatan Jumlah

Laki-Laki Perempuan Total

Kepala Departemen 1 0 1

Pengawas Kebun 3 0 3

Staff Administrasi 1 0 1

KHL 44 4 48

49 4 53

Sumber : Departemen Budidaya Tanaman Tahunan PT. Kusuma Agrowisata, 2009, diolah

Pengelolaan Tenaga Kerja Tingkat Staf

Pengelolaan manajemen departemen BTT dipimpin oleh kepala departemen yang dibantu oleh pengawas kebun dan staf administrasi. Kepala departemen memiliki tugas dan tanggung jawab untuk membuat dan melaksanakan anggaran pendapatan dan belanja yang telah disetujui, membuat rencana kerja tahunan, bulanan, dan harian, bertanggung jawab terhadap keseluruhan kegiatan produksi di kebun, serta mampu mengarahkan pengawas dan staf administrasi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.

Pengawas kebun bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pengelolaan kebun pada seluruh komoditas tanaman tahunan yang ada. Tugas pengawas kebun

(5)

antara lain mengecek kelengkapan alat dan bahan, memberikan pengarahan kepada karyawan harian, mengawasi, mengontrol dan menilai pekerjaan karyawan, mengamati dan memperhatikan pengaruh hasil kerja yang dilakukan terhadap kondisi pertanaman, menganalisis dan mengevaluasi dengan tepat, melaporkan, dan mendiskusikan dengan kepala departemen.

Staf administrasi bertanggung jawab terhadap pengelolaan kegiatan administrasi kebun. Tugas staf administrasi antara lain menyiapkan buku absensi karyawan, menyiapkan bahan dan alat yang dibutuhkan, menerima, memeriksa dan mencatat pengiriman atau pengeluaran dan penerimaan barang, memeriksa buku laporan pengawas dan membuat laporan gaji harian, mingguan, dan bulanan. Staf administrasi juga diberi tanggung jawab dalam pengawasan kegiatan pengendalian hama dan penyakit tanaman (PHPT). Staf administrasi menyiapkan kebutuhan bahan-bahan untuk kegiatan PHPT, mengawasi pelaksanaan kegiatan, mengontrol hasil kegiatan, dan melihat pengaruhnya terhadap kondisi pertanaman. Pengelolaan Tenaga Kerja di Lapangan

Pengawas memberikan pengarahan setiap pagi sebelum ke lapangan kepada KHL mengenai kegiatan yang akan dilakukan dan membagi mereka ke dalam beberapa kegiatan tersebut. Jam kerja berlangsung selama enam jam dari pukul 06.00 - 12.30 dengan waktu istirahat pada pukul 09.00 - 09.30.

Kegiatan yang dilakukan terbagi atas sistem harian dan sistem borongan. Sistem ini menentukan upah yang diberikan. Pada sistem harian upah didasarkan pada banyaknya jumlah hari kerja, Rp 21 000 untuk karyawan pria dan Rp 18 500 untuk karyawan wanita. Jika dilakukan lembur maka diberikan upah tambahan sebesar Rp 3 500 per jam, baik karyawan pria maupun wanita. Sistem borongan dilakukan dengan pertimbangan efisiensi waktu dan biaya. Upah pada sistem borongan didasarkan pada prestasi yang telah dicapai karyawan berupa luasan lahan atau jumlah pohon yang telah dikerjakan.

Kegiatan pengelolaan yang dilakukan oleh KHL antara lain pemupukan, pemangkasan, pengendalian hama dan penyakit tanaman, serta panen. Kegiatan yang dilakukan dengan sistem borongan antara lain pengolahan tanah, perompesan, dan persiapan pemupukan. Kegiatan pengolahan tanah dilakukan

(6)

oleh KHL tetapi upah diberikan dengan sistem borongan sesuai dengan luasan lahan yang dikerjakan. Kegiatan perompesan biasanya dilakukan oleh tenaga kerja dari luar dengan sistem upah didasarkan pada luasan lahan yang dikerjakan.Upah kegiatan persiapan pemupukan didasarkan pada jumlah dan jenis pohon untuk TBM Rp 300 per pohon sedangkan TM Rp 400 per pohon.

Berdasarkan pengamatan di lapangan diketahui bahwa produktivitas karyawan belum mencapai standar yang ditetapkan perusahaan pada beberapa kegiatan budidaya yang dilakukan. Tabel 5 menunjukkan prestasi kerja karyawan untuk kegiatan pemupukan, pewiwilan, penyemprotan, pelengkungan, dan panen masih jauh dari standar prestasi kerja perusahaan, tetapi prestasi kerja pada kegiatan

perompesan yang telah mencapai standar prestasi kerja perusahaan yakni 10 pohon per HOK. Kegiatan pemangkasan dengan prestasi kerja antara 8 - 10 pohon

per HOK karyawan hampir mencapai standar prestasi kerja perusahaan yakni 12 pohon per HOK .

Tabel 5. Produktivitas Karyawan dalam Budidaya Apel di Kusuma Agrowisata

Keterangan ; HOK : Hari Orang Kerja (1 HOK = 6 jam/hari) Kegiatan

Prestasi Kerja

Standar Karyawan Mahasiswa

--- ( Pohon/HOK) --- Pemupukan 1600 1320 525 Perompesan 10 8 - 10 5 - 6 Pemangkasan 12 8 - 10 5 Pewiwilan 30 20 12 Penyemprotan 0.37 Ha 0.1 Ha - Pelengkungan 50 TBM 30 TBM 30 TBM Panen 300 kg 160 kg 160 kg

(7)

Budidaya Tanaman Apel di PT. Kusuma Agrowisata

Budidaya tanaman apel yang dilakukan PT. Kusuma Agrowisata (PT. KA) berhubungan dengan fungsi pertanaman untuk petikan wisata yang membutuhkan produksi secara kontinyu. Kegiatan budidaya dilakukan secara rutin dan bergilir antara blok yang satu dengan yang lain sejak bibit ditanam sampai tanaman berproduksi. Kegiatan budidaya yang dilakukan antara lain pengolahan tanah, pemupukan, perompesan, pemangkasan, pelengkungan cabang, pengendalian hama dan penyakit tanaman, panen, dan pasca panen.

Pengolahan tanah

Kegiatan pengolahan tanah yang dilakukan yakni sengkreng dan silep. Sengkreng dan silep dilakukan sebelum pemupukan untuk membersihkan lahan dari gulma di bawah tajuk pohon agar pupuk yang diberikan lebih efektif. Pada kegiatan sengkreng gulma yang telah dibersihkan dijadikan mulsa (Gambar 2a) sedangkan pada kegiatan silep gulma dimasukkan kembali ke dalam tanah (Gambar 2b).

Kegiatan pengolahan tanah selain memperbaiki struktur dan tekstur tanah juga sebagai bentuk sanitasi lahan. Sanitasi lahan dapat mengurangi kompetisi tanaman dengan gulma dalam memperoleh makanan sehingga tanaman dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

Gambar 2. Jenis Pengolahan Tanah di PT. Kusuma Agrowisata: a) Sengkreng, gulma yang telah dibersihkan dijadikan mulsa b) Silep, gulma yang telah dibersihkan dimasukkan kembali ke dalam tanah.

b a

(8)

Pemupukan

Pemupukan yang dilakukan oleh PT. KA menggunakan pupuk organik dan pupuk anorganik. Sebelum dilakukan pemupukan dilakukan persiapan pemupukan yakni pembuatan alur pupuk. Menurut Soelarso (1996) pupuk di berikan mengelilingi tanaman dengan membuat alur sedalam 20 cm dan pada jarak selebar tajuk daun. Jarak untuk TM sekitar 1 m dan untuk TBM sekitar 0.5 m (Gambar 3).

Gambar 3. Alur Pupuk pada Tanaman Apel: a) TBM, b) TM

Pupuk organik diberikan melalui tanah. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang dengan dosis 40 kg per tanaman dan pupuk hijau dari sisa tanaman di sekitar pertanaman apel. Pupuk kandang diberikan satu kali dalam setahun. Pupuk anorganik yang diaplikasikan dapat berupa pupuk padat atau pupuk cair. Pupuk padat seperti NPK dan ZA diaplikasikan melalui tanah sedangkan pupuk cair seperti gandasil D, gandasil B, dan mono kalium fosfat (MKP) diaplikasikan melalui daun.

Gandasil D diaplikasikan bersamaan dengan penyemprotan pestisida untuk sedangkan gandasil B diaplikasikan bersamaan dengan penyemprotan ZPT. Gandasil B diberikan setelah perompesan sampai menjelang berbunga sebanyak 4 sampai 5 kali sedangkan gandasil D diberikan 2.5 bulan setelah rompes sampai menjelang panen sebanyak 2 sampai 4 kali. Aplikasi pupuk anorganik cair dilakukan bersamaan dengan aplikasi penyemprotan pestisida dan zat pengatur tumbuh. MKP diberikan dengan konsentrasi 10 g/l untuk merangasang pertumbuhan akar dan pembungaan.

a

(9)

Tabel 6 menunjukkan jenis dan dosis pupuk padat yang diberikan pada tanaman. Kusumo (1986) menyatakan bahwa jenis dan dosis pupuk pada tanaman apel dibedakan untuk tanaman belum berbuah (TBM) dan telah berbuah (TM). TBM membutuhkan lebih banyak unsur N untuk mendorong pertumbuhan vegetatifnya sedangkan TM membutuhkan pupuk dengan kandungan unsur lebih komplek yakni N, P, K untuk mendukung produksi buah yang dihasilkan.

Tabel 6. Pemupukan Anorganik di PT. Kusuma Agrowisata

Umur Jenis Dosis (g/pohon)

TBM1 ZA 100

TBM II ZA 200

TBM III ZA 300

TBM IV ZA 300

TM I NPK 500

Sumber : Pengamatan di lapang Perompesan dan Pelengkungan

Perompesan merupakan kegiatan menggugurkan daun secara buatan untuk mematahkan dormansi mata tunas yang disebabkan oleh perbedaan iklim yang terjadi. Di daerah asalnya yakni daerah temperate tanaman apel mampu mematahkan dormansi secara alami karena adanya musim gugur.aMenurut Soelarso (1997) perompesan dapat menstimulasi terbukanya kuncup lateral dan terminal. Perompesan di PT. KA dilakukan secara manual dengan tangan (Gambar 4a). Pelaksanaan perompesan di PT. KA biasanya satu bulan setelah panen dan dilakukan secara rutin dan bergilir mengikuti jadwal pemetikan yang ada.

Menurut Kusumo dan Verheij (1997) gabungan antara pelengkungan, perompesan, dan pemangkasan pucuk akan memicu pertumbuhan pucuk lateral secara maksimum untuk mengisi kerangka pohon. Pelengkungan dilakukan untuk mengatur arah percabangan, membentuk kerangka pohon, dan memicu pertumbuhan tunas lateral sehingga dapat tumbuh merata di sepanjang cabang. Pelengkungan dilakukan setelah tanaman dirompes dan dipangkas. Pelengkungan di PT. KA membentuk pohon tetap pendek sehingga memudahkan pemetikan.. Pelengkungan mulai dilakukan pada tahun ke-2 sampai tahun ke-4 dengan mengikatkan tali rafia pada cabang utama (Gambar 4b).

(10)

Gambar 4. Kegiatan perompesan (a) dan Pelengkungan (b) di PT. Kusuma Agrowisata

Pemangkasan

Secara umum pemangkasan dilakukan untuk memperbaiki bentuk tanaman dan meningkatkan produksi dan kualitas buah. Pemangkasan pada tanaman apel dibedakan atas pangkas bentuk dan pangkas pemeliharaan. Aspek teknis ini selanjutnya akan dibahas tersendiri pada bab berikutnya.

Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman (PHPT)

Pengendalian hama dan penyakit tanaman (PHPT) merupakan kegiatan penting dalam budidaya tanaman apel di PT. KA karena hama dan penyakit yang menyerang pertanaman mempengaruhi pertumbuhan dan produksi buah yang dihasilkan. Kegiatan PHPT yang dilakukan meliputi monitoring, sanitasi dan penggunaan pestisida.

Kegiatan PHPT intensif dilakukan karena hama dan penyakit dapat menyerang kapan saja bahkan di setiap fase pertumbuhan tanaman. Kegiatan monitoring setiap blok dilakukan 2 atau 3 hari sekali. Jika dalam monitoring ditemukan gejala serangan hama atau penyakit maka dilakukan tindakan sanitasi sebagai bentuk pengendalian tahap awal. Sanitasi dilakukan dengan memangkas bagian yang terserang, membuangnya dari kebun atau dibakar. Penyemprotan dengan bahan kimia dilakukan jika pengendalian tahap awal tidak dapat mencegah serangan hama dan penyakit.

Dosis dan jenis pestisida yang digunakan untuk penyemprotan disesuaikan dengan fase pertumbuhan tanaman karena jenis hama dan penyakit yang

(11)

menyerang hampir tidak pernah sama di setiap fase pertumbuhan. Penyemprotan dilakukan dengan menggunakan power sprayer (Gambar 5a).

Bentuk pengendalian hama dan penyakit yang lain adalah pengolesan fungisida pada batang tanaman (Gambar 5b). Fungisida yang diberikan adalah fungisida berbahan aktif tembaga oksida 56 % dengan dosis 2 g/liter air dan sulfur 15 % berdosis 3 – 6 ml/liter air. Pengolesan dilakukan untuk mencegah penyakit terutama jamur yang disebabkan oleh kelembaban yang tinggi pada saaat musim hujan atau yang disebabkan oleh perlakuan pemangkasan.

Gambar 5. Kegiatan PHPT di PT. Kusuma Agrowisata: a) Penyemprotan Pestisida, b) Pengolesan Fungsida

Penyemprotan pada setiap blok dilakukan dengan intensitas yang cukup tinggi yakni setiap satu minggu sekali. Meskipun demikian kegiatan ini kurang berfungsi optimal karena siklus serangan hama dan penyakit tidak dapat terputus. Perbedaan fase tumbuh tanaman antara blok yang satu dengan yang lain yang menyebabkan perbedaan siklus kegiatan budidaya yang dilakukan, seperti perompesan dan pemangkasan. Perbedaan tersebut menyebabkan penyebaran hama dan penyakit sangat mudah terjadi.

Gambar 6 menunjukkan beberapa jenis hama dan penyakit yang menyerang pertanaman apel di PT. KA. Jenis hama utama yang menyerang yakni kutu daun (Aphis pomi) dan ulat daun (Spodoptera litura (Rhagoletis pomonella). Penyakit utama yang menyerang yakni bercak daun (Marssonina coronaria) dan jamur upas (Corticium salmonicolor).

(12)

Gambar 6. Hama dan Penyakit Pertanaman Apel di PT. Kusuma Agrowisata: a) Kutu Daun (Aphis pomi), b) Ulat Daun (Spodoptera litura) c) Bercak Daun (Marssonina coronaria), e). Jamur Upas (Corticium salmonicolor).

Panen

Panen yang baik dilakukan pada umur panen yang tepat karena hal ini akan berpengaruh terhadap kondisi dan kualitas buah yang dihasilkan. Menurut Childers (1973) apel yang dipanen sebelum matang biasanya berukuran lebih kecil, warna kurang cerah, asam, keras, hambar, dan mudah terserang penyakit. Sebaliknya, apel yang dipanen terlalu matang maka buah tersebut tidak tahan simpan, dan cepat busuk. Sunarjono (2006) menyatakan bahwa tanda-tanda buah yang sudah tua antara lain kulit mengkilap licin, pangkal buah padat rata, tangkai buah retak, dan daun kelopak pada ujung regang.

Beberapa varietas apel memiliki perbedaan waktu panen. Menurut Yuniarti et al. (1990) apel Manalagi mulai matang pada umur 114 hari setelah bunga mekar sedangkan apel Rome Beauty siap petik ketika berumur 120 - 135 hari setelah bunga mekar, saat diameter buah mencapai ± 7 cm dan warna merah hampir mencapai 45 %. Tabel 7 menunjukkan waktu panen beberapa varietas apel di PT. KA.

a b

(13)

Tabel 7. Waktu Panen beberapa Varietas Apel di PT. Kusuma Agrowisata

Varietas Waktu Panen (BSR*)

Manalagi 4.5 - 5

Anna 4 - 4.5

Rome Beaty 5 - 5.5

Wanglin 5 - 5.5

Sumber : Hasil diskusi dengan pengawas departemen Budidaya Tanaman Tahunan (BTT), 2009 * Bulan setelah rompes

Kegiatan panen di PT. KA terdiri atas panen untuk petikan wisata oleh pengunjung dan panen sisa petikan oleh karyawan. Pengunjung diberikan kebebasan memilih buah yang ingin dipetik. Panen sisa petikan dilakukan setelah blok tersebut selesai dijadikan kawasan petik. Buah sisa petikan biasanya langsung disortir di kebun. Buah kemudian dibawa ke departemen trading untuk dijual ke konsumen atau ke divisi industri untuk dijadikan bahan baku olahan. Pasca Panen

Kegiatan pasca panen dilakukan hanya untuk buah sisa petikan wisata. Kegiatan pasca panen yang dilakukan antara lain penyortiran, pengkelasan, pengemasan, dan pengepakan. Penyortiran dapat langsung dilakukan di kebun. Sortasi dilakukan dengan memisahkan buah yang layak dikonsumsi dan buah yang akan dijadikan bahan baku produk olahan.

Kriteria buah untuk konsumsi yakni berbentuk normal, ukuran sesuai standar, tidak busuk, atau cacat sedangkan kriteria buah untuk produk olahan yakni berukuran kecil, bentuk abnormal dan tidak busuk. Buah yang layak konsumsi dapat langsung dijual kepada konsumen tanpa dikelaskan terlebih dahulu seperti pada pedagang apel pada umumnya. Buah dihargai berdasarkan jumlah kilogram buah yang dibeli. Pedagang apel pada umumnya mengkelaskan berdasarkan varietas dan jumlah buah per kilogram, yakni kelas A, B, dan C. (Tabel 8).

Table 8. Kelas Apel berdasarkan Varietas dan Jumlah Buah per Kilogram Varietas A (Buah/kg) B (Buah/kg) C (Buah/kg) Rome Beauty 4 5 - 6 7 - 8

Manalagi 6 - 7 8 - 10 11 - 13

Anna 6 - 7 8 - 10 11 - 13

(14)

Proses pasca panen buah apel di PT. KA tidak ditangani secara khusus. Buah apel yang akan dijual di departemen trading pada umumnya hanya diletakkan pada keranjang plastik yang diletakkan pada tempat terbuka tanpa dilakukan pengemasan khusus. Namun terkadang dilakukan pengemasan terhadap buah yang akan dijual ke pasar swalayan. Buah apel dikemas dalam plastik khusus (wrapping). Bentuk kemasan ini dapat meningkatkan nilai jual buah karena tampilan menjadi lebih menarik dan mengurangi kerusakan mekanis seperti memar atau goresan pada kulit buah yang disebabkan oleh tekanan, benturan, atau gesekan. Pengolahan Buah

Pengolahan buah apel menjadi beberapa produk olahan dilakukan untuk memanfaatkan buah-buah apel yang tidak dijual karena kurang layak dikonsumsi dalam bentuk segar dan merupakan buah apel sisa petikan wisata. Buah apel diolah menjadi beberapa produk olahan antara lain jus apel, jenang, sari buah, cider, dan cuka.

Pemasaran

Pemasaran di PT. KA dibedakan atas pemasaran produk barang dan pemasaran produk jasa. Pemasaran produk barang berupa sayur dan buah segar ditangani oleh departemen trading sedangkan pemasaran produk jasa berupa pemasaran wisata ditangani oleh departemen pemasaran wisata.

Pemasaran sayur dan buah dilakukan dengan penawaran langsung ke konsumen melalui penjualan di kawasan wisata atau melalui pemesanan (taking order). Teknik pemasaran melalui pemesanan biasanya dilakukan oleh supermarket atau restauran yang memesan dalam jumlah banyak dan produk bermacam-macam.

Pemasaran produk wisata bertujuan untuk menarik pengunjung dan menjadikan PT. KA sebagai salah satu tujuan wisata yang akan dikunjungi. Produk ditawarkan dalam bentuk paket-paket wisata dan dalam berbagai tingkat harga sesuai dengan sasaran dan keinginan pengunjung. Daerah pemasarannya meliputi beberapa kota besar di Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Bali.

(15)

Pengelolaan Pemangkasan Tanaman Apel Pemangkasan pada Tanaman Apel

Pemangkasan merupakan salah satu aspek penting dalam budidaya tanaman apel. Pengelolaan pemangkasan yang tepat akan mampu mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta produksi buah lebih optimal. Ferree dan Schupp (2003) menyatakan bahwa pemangkasan dilakukan untuk memperbaiki bentuk pohon, mendorong pertumbuhan, pembungaan dan pembuahan, meningkatkan kualitas buah, serta meningkatkan penyebaran dan penetrasi cahaya. Pemangkasan pada tanaman apel terdiri dari pemangkasan bentuk dan pemangkasan pemeliharaan.

Combs et al. (1994) menyatakan pemangkasan dapat membentuk tajuk yang memungkinkan intersepsi cahaya secara efisien untuk fotosintesis dan membuat cabang lebih kuat untuk menopang buah. Pemangkasan bentuk dilakukan pada tanaman belum menghasilkan untuk menata tajuk, membentuk kerangka pohon, dan mengarahkan pertumbuhan tanaman. Menurut Elliot dan Widodo (1996) pengarahan pertumbuhan penting untuk mengatur tata letak ketinggian tajuk yang cocok.

Tajuk tanaman dipangkas hingga ± 80 cm di atas permukaan tanah pada saat awal tanam. Pemangkasan dilakukan selama 3 sampai 4 tahun. Pemangkasan menyebabkan tumbuhnya cabang-cabang baru kemudian dipilih 3 sampai 4 cabang untuk dipelihara sebagai cabang utama. Pemangkasan dilakukan agar diperoleh bentuk pohon yang rendah. Bentuk pohon yang rendah akan memudahkan pengunjung ketika memetik buah.

Combs et al. (1994) menyatakan bahwa pemangkasan dapat meningkatkan penetrasi cahaya. Kondisi percabangan yang kurang terpelihara menyebabkan banyak tunas-tunas di bagian dalam menjadi kekurangan cahaya. Menurut Ferree dan Schupp (2003) tanaman apel yang tumbuh lebat dan rimbun menyebabkan banyak bagian tajuk menjadi tidak produktif.

Pemangkasan pemeliharaan dilakukan untuk menjaga kondisi tanaman tumbuh dan berproduksi optimal. Pemangkasan pemeliharaan yang dilakukan diantaranya pemangkasan produksi, pemangkasan ringan, dan pemangkasan peremajaan.

(16)

Pemangkasan produksi di PT. KA dilakukan setelah perompesan saat umur cabang 5 - 6 bulan dari pemangkasan sebelumnya sehingga dalam satu blok pemangkasan dapat dilakukan sebanyak dua kali setiap tahun. Pemangkasan dilakukan untuk memacu pertumbuhan tunas-tunas yang akan berproduksi.

Kusumo (1986) menyatakan bahwa akumulasi auksin tidak terbatas pada tunas ujung saja tetapi sampai beberapa ruas dari ujung sehingga jika hanya ujung yang dipangkas maka tunas yang tumbuh adalah beberapa ruas di ujung saja. Menurut Harjadi (1989) pemangkasan dapat menghilangkan dominasi pucuk berupa penghambatan oleh titik tumbuh pada pertumbuhan tunas di bawahnya dan merupakan fungsi dari distribusi auksin.

Pemangkasan tunas lateral dan tunas ranting dilakukan sepanjang ½ sampai ¾ bagian panjang tunas (Gambar 7a). Pemangkasan dilakukan dengan arah pangkas miring ke atas dan menghadap keluar dari mata tunas (Gambar 7b). Arah pangkas miring mempermudah pemangkasan karena tanaman apel memiliki banyak cabang meskipun luka pangkas yang ditimbulkan lebih luas daripada arah pangkas tegak lurus. Jarak pangkas sebaiknya tidak terlalu dekat atau terlalu jauh dari mata tunas. Menurut Combs et al. (1994) pemangkasan cabang di dekat tunas jika terlalu miring dan terlalu dekat akan menyebabkan tunas rusak dan luka pangkas lebih luas (Gambar 7c). Bagian lain yang juga dipangkas yakni tangkai bekas buah, mata tunas yang kering, ranting yang kurus, dan ranting yang kering.

Gambar 7. Pemangkasan Produksi di PT. Kusuma Agrowisata: a) Pemangkasan Tunas Lateral b) Arah Pemangkasan c) Cabang Dipangkas Terlalu Miring dan Terlalu Dekat dengan Mata Tunas

(17)

Fungsi produksi pertanaman apel di PT. KA ditujukan untuk petikan wisata sehingga kontinuitas produksi sangat penting. Kontinuitas produksi dipengaruhi oleh pergiliran waktu panen dan waktu pangkas antar blok. Waktu pangkas antar blok dilakukan berurutan sesuai dengan urutan waktu panennya. Kegiatan panen dapat dilakukan pada 3 - 4 blok setiap bulan atau satu blok setiap minggu. Tabel 9 menunjukkan pergiliran waktu panen dan waktu pangkas antar blok. Pemangkasan dilakukan sekitar satu bulan setelah panen tetapi selang waktu pangkas antar blok dapat berlangsung antara 1 - 2 minggu. Namun terkadang waktu pangkas dilakukan terlalu awal atau terlambat dilakukan. Hal ini dipengaruhi oleh perkiraan jumlah pengunjung dan jadwal petikan wisata yang ada.

Tabel 9. Pergiliran Waktu Panen dan Waktu Pangkas antar Blok Pertanaman Apel di PT. Kusuma Agrowisata

Blok Tanggal Panen Tanggal Pemangkasan

F2 20 Desember 2008 23 Januari 2009 C1 23 Desember 2008 26 Januari 2009 E2 03 Januari 2009 28 Januari 2009 F5 30 Januari 2009 12 Februari 2009 F6 06 Februari 2009 23 Februari 2009 C5 06 Maret 2009 17 Maret 2009 B1 12 Februari 2009 23 Maret 2009 E4 16 Februari 2009 03 April 2009 F1 05 Maret 2009 07 April 2009 G1 08 Maret 2009 13 April 2009 G2 10 Maret 2009 21 April 2009 E5 18 Maret 2009 23 April 2009 A1 08 April 2009 29 April 2009 D1 15 April 2009 11 Mei 2009 D2 17 April 2009 13 Mei 2009 B2 19 April 2009 22 Mei 2009 A2 22 April 2009 28 Mei 2009

Sumber : Arsip Departemen Budidaya Tanaman Tahunan, 2009

Pemangkasan ringan (pewiwilan) dilakukan 3 - 3.5 bulan setelah rompes. Bagian tanaman yang dipangkas antara lain cabang yang lemah, cabang balik, cabang yang bersilangan, tunas air, dan cabang yang terlalu rimbun. Pemangkasan dilakukan agar dilakukan untuk mengurangi tajuk tanaman yang terlalu rimbun sehingga dapat meningkatkan penetrasi cahaya keseluruh bagian tanaman.

Umur produktif tanaman apel antara 25 - 30 tahun sedangkan umur tanaman apel tertua di PT. KA saat ini adalah 19 tahun. Tanaman masih berproduksi tetapi

(18)

sudah mulai menunjukkan penurunan produksi sehingga perlu dilakukan pemangkasan peremajaan agar tanaman kembali produktif. Pemangkasan peremajaan dilakukan pada tanaman yang sudah tua atau terserang penyakit (Gambar 8). Cabang baru yang tumbuh kemudian dipelihara satu atau dua cabang untuk menggantikan cabang sebelumnya. Menurut Combs et al. (1994) pemangkasan peremajaan akan menghasilkan tunas muda, spur (cabang buah), dan cabang utama sehingga bagian tanaman yang merupakan elemen produksi tetap muda, aktif, dan lebih efisien.

Gambar 8. Pemangkasan Peremajaan di PT. Kusuma Agrowisata: a) Cabang Tua, b) Cabang Terserang Penyakit.

Pemangkasan sebaiknya dilakukan dengan hati-hati dan menggunakan alat yang tajam. Pemangkasan cabang-cabang besar dari tanaman tua dapat menimbulkan kerusakan pada batang pohon yang ditinggalkan berupa luka pangkas lebar dengan waktu sembuh yang lama (Gambar 9). Kondisi ini tampak di beberapa areal pertanaman. Menurut Elliot dan Widodo (1996) semakin lebar dan parah luka yang ditimbulkan maka semakin lama waktu sembuh yang diperlukan bahkan dapat tidak sembuh sama sekali. waktu selama penyembuhan luka merupakan peluang bagi hama dan penyakit untuk menyerang dan masuk

Gambar 9. Luka pada Cabang Tanaman Apel setelah Pemangkasan Peremajaan: a) Luka Baru b) Luka Lama yang Tidak Pulih. Pertumbuhan dan Perkembangan Tunas setelah Pemangkasan

a b

(19)

Pemangkasan yang dilakukan mendorong pecahnya tunas pada daerah percabangan. Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan dan perkembangan tunas setelah pemangkasan meliputi perkembangan tunas menjadi kuncup daun dan kuncup bunga, perkembangan bunga menjadi buah, dan perkembangan diameter buah. Pengamatan dilakukan selama 10 minggu setelah pangkas (MSP) pada 5 blok pertanaman yakni blok F5, F6, C5, E4, dan B1.

Berdasarkan analisis ragam diketahui bahwa pada beberapa peubah yang diamati terdapat perbedaan antara blok yang satu dengan yang lain (Tabel 10 dan Lampiran 12 sampai Lampiran16). Hal ini diduga dipengaruhi oleh perbedaan kondisi tanaman pada masing-masing blok yang diamati dan kondisi lingkungan.

Tabel 10. Rekapitulasi Sidik Ragam Pertumbuhan dan Perkembangan Tunas setelah Pemangkasan per Cabang Tanaman

Peubah Blok Peubah Blok

Jumlah Tunas Jumlah Bunga

1 MSP ** 2 MSP **

10 MSP ** 3 MSP tn

Jumlah Kuncup Daun 4 MSP tn

2 MSP tn 5 MSP **

5 MSP * Jumlah Buah

10 MSP * 6 MSP **

Jumlah Kuncup Bunga 7 MSP **

2 MSP ** 8 MSP **

5MSP tn 9 MSP **

10 MSP tn 10 MSP **

Keterangan : tn : Tidak berpengaruh nyata berdasakan uji tukey pada taraf 5 % * : Berpengaruh nyata berdasarkan uji Tukey pada taraf 5 % ** : Berpengaruh nyata berdasarkan uji Tukey pada taraf 1 %

Tunas pada tanaman apel akan tumbuh menjadi tunas vegetatif , tunas pendek diakhiri tunas buah, tunas buah, dan tunas dorman yang tidak mengalami pertumbuhan (Anonim, 1972). Tabel 11 menunjukkan perbedaan jumlah tunas pada setiap blok. Blok F6 memiliki jumlah tunas terbanyak diawal dan akhir pengamatan yakni 78.22 dan 49.94. Hal ini dipengaruhi oleh rata-rata jumlah ranting pada cabang yang diamati. Blok F6 memiliki 4 ranting per cabang sedangkan blok F5, C5, dan B1 memiliki 3 ranting per cabang, dan blok E4 memiliki 2 ranting per cabang. Semakin banyak jumlah ranting maka jumlah tunas semakin banyak. Persentase pecah tunas merupakan banyaknya mata tunas yang membentuk kuncup daun dan kuncup bunga. Persentase pecah tunas tertinggi terdapat pada blok F5 sebesar 40.13 %.

(20)

Tabel 11. Jumlah Tunas per Cabang Tanaman Apel

BLOK Jumlah Tunas (satuan) Pecah Tunas

(%) 1 MSP 10 MSP F5 67.44 a 40.38 ab 40.13 F6 78.22 a 49.94 a 36.15 C5 36.00 b 24.47 bc 32.02 E4 32.11 b 20.17 c 37.19 B1 27.11 b 17.97 c 33.70

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada uji Tukey taraf 5 %.

Pemangkasan yang dilakukan setelah perompesan memicu pecahnya mata tunas dan mempengaruhi banyaknya jumlah kuncup daun dan kuncup bunga yang terbentuk. Menurut Harjadi (1989) pemangkasan dilakukan untuk menghilangkan dominansi pucuk berupa penghambatan oleh titik tumbuh pada pertumbuhan tunas di bawahnya dan merupakan fungsi dari distribusi auksin.

Mata tunas terdiferensiasi menjadi kuncup daun dan bunga pada 2 MSP. Diferensiasi kuncup daun dan bunga berlanjut hingga 5 MSP kemudian melambat bahkan tidak terjadi lagi di akhir pengamatan. Hal ini diduga karena adanya dominansi terhadap fase reproduktif. Menurut Harjadi (1979) apel merupakan tanaman yang memerlukan dominansi fase vegetatif selama bagian pertama dari setiap musim tumbuh dan dominansi fase reproduktif selama bagian terakhir musim itu dimana tanaman menyimpan sebagian besar karbohidrat yang dibentuknya.

Tabel 12 menunjukkan jumlah mata tunas yang membentuk kuncup daun. Blok F5 memiliki jumlah kuncup daun tertinggi yakni 17.84 sedangkan blok B1 memiliki jumlah kuncup daun terendah yakni 4.50.

Tabel 12. Jumlah Kuncup Daun per Cabang Tanaman Apel Blok Jumlah Kuncup Daun (satuan)

2 MSP 5 MSP 10 MSP F5 8.11 17.67 a 17.84 a F6 8.44 12.78 ab 12.64 ab E4 5.11 6.78 b 8.42 b C5 4.11 5.20 b 5.24 b B1 3.33 3.94 b 4.50 b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada uji Tukey taraf 5 %.

(21)

Tabel 13 menunjukkan jumlah mata tunas yang menjadi kuncup bunga. Blok F6 dengan jumlah mata tunas terbanyak membentuk kuncup bunga terbanyak pada saat 5 dan 10 MSP yakni 6.78 dan 6.53.

Tabel 13. Jumlah Kuncup Bunga per Cabang Tanaman Apel Blok Jumlah Kuncup Bunga (satuan)

2 MSP 5 MSP 10 MSP F5 1.00 c 4.89 5.20 F6 2.11 bc 6.78 6.53 E4 2.22 bc 4.64 4.64 C5 5.78 a 5.06 4.94 B1 3.78 ab 4.42 4.42

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada uji Tukey taraf 5 %.

Tabel 12 dan 13 menunjukkan kuncup daun lebih banyak terbentuk daripada kuncup bunga. Menurut Kusumo (1986) jika tunas-tunas daun yang terbentuk sangat banyak maka rangsangan zat makanan ke tunas tersebut lebih kuat sehingga jatah zat makanan untuk perkembangan bunga berkurang, bunga lemah dan gugur sebelum atau sesudah penyerbukan. Hal ini diduga dipengaruhi oleh waktu pangkas yang kurang tepat

Waktu pangkas dipengaruhi waktu rompes karena pemangkasan dilakukan setelah perompesan. Menurut Kusumo (1986) waktu perompesan yang tepat sekitar satu bulan setelah panen karena tunas-tunas sudah padat dan dapat berkembang menjadi tunas-tunas daun dan kemudian akan disusul rangkaian bunga.

Tabel 9 menunjukkan jarak waktu pangkas pada blok F5, F6, dan C5 teralu dekat dengan waktu panen sedangkan pada blok E4 dan B1 waktu pangkas terlalu jauh dari waktu pangkas. Jika waktu pangkas terlalu dekat maka tunas belum cukup memiliki cadangan makanan untuk pembungaan sedangkan jika terlambat maka cadangan makanan akan banyak termanfaatkan untuk pertumbuhan tunas yang belum dipangkas dan menjadi terbuang ketika daun dirompes dan cabang dipangkas. Hal ini menyebabkan tunas kekurangan zat makanan untuk mendukung pembungaan.

Pengamatan terhadap jumlah bunga diamati dari 2 - 5 MSP. Tunas terlihat membentuk kuncup-kuncup bunga saat 2 MSP. Banyak kuncup yang terinduksi terlihat saat 3 MSP sedangkan banyak pucuk yang berbunga terlihat saat bunga

(22)

mekar penuh terlihat saat 4 MSP. Hasil penelitian Sugiyatno dan Yuflosponto (2007) menunjukkan bahwa waktu munculnya kuncup bunga apel pada varietas Manalagi yaitu 21 hari setelah rompes sedangkan waktu dari muncul kuncup hingga bunga mekar adalah 8 hari.

Tabel 14 menunjukkan saat 3 dan 4 MSP jumlah bunga per cabang tidak berbeda nyata antara blok yang satu dengan blok yang lain. Saat 3 MSP terjadi peningkatan jumlah bunga yang cukup tinggi tetapi saat 4 MSP jumlah bunga mengalami penurunan. Jumlah bunga saat 5 MSP menunjukkan penurunan yang cukup tinggi terutama pada B1. Hal ini diduga dipengaruhi oleh tingginya kerontokan bunga yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan terutama faktor iklim.

Tabel 14. `Jumlah Bunga per Cabang Tanaman Apel Blok Jumlah Bunga (satuan)

2 MSP 3MSP 4MSP 5MSP F5 3.67 b 17.44 15.55 2.44 ab F6 8.67 ab 25.33 24.14 4.75 a E4 11.78 ab 21.00 19.67 4.95 a C5 19.44 a 23.00 20.67 4.08 a B1 17.89 a 23.89 19.89 0.42 b Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda

nyata pada uji Tukey taraf 5 %.

Data klimatologi yang diperoleh menunjukkan pada bulan Maret 2009 curah hujan yang terjadi sebanyak 191 mm dan kecepatan angin yang cukup tinggi pada bulan April dan Mei 2009 yakni sebesar 8.6 dan 6.8 km/jam lebih tinggi dari bulan Maret sebesar 4.3 km/jam. Kondisi ini diduga menjadi faktor kerontokan bunga yang terjadi terutama pada blok-blok dengan waktu pembungaan pada bulan April dan Mei yakni blok C5, E4, dan B1. Waktu pembungaan ini dipengaruhi oleh waktu pangkas. Waktu pangkas masing-masing blok terdapat pada Tabel 15.

Tabel 15. Waktu Pemangkasan pada Masing-Masing Blok

Blok Waktu Pangkas Waktu Berbunga

F5 12 Februari 2009 12 Maret 2009

F6 23 Februari 2009 30 Maret 2009

C5 17 Maret 2009 14 April 2009

E4 04 April 2009 02 Mei 2009

B1 24 Maret 2009 21 April 2009

(23)

Hasil penelitian Handajani dan Winarno (1985) menunjukkan bahwa hujan yang turun saat bunga mekar penuh akan mengurangi jumlah bunga yang menjadi calon buah. Kalie (1992) menyatakan bahwa kerontokan bunga dan buah dapat dipengaruhi oleh kondisi iklim seperti hujan, suhu, dan angin. Menurut Ashari (1995) jika saat pembungaan banyak turun hujan maka proses penyerbukan akan terganggu, tepungsari menjadi busuk dan tidak lagi viabel sedangkan kepala putik dapat membusuk karena kelembaban yang tinggi.

Pengamatan pada fase pembuahan dilakukan terhadap jumlah buah yang terbentuk dari 6 - 10 MSP. Hasil analisis menunjukkan dari masing-masing blok yang diamati berbeda nyata pada jumlah buah per cabang. Tabel 16 menunjukkan buah yang terbentuk pada blok F6 memiliki persentase fruit set tertinggi yakni 36.02 % dan terendah pada blok B1 sebesar 2.23%.

Tabel 16. Jumlah Buah per Cabang Tanaman Apel

Blok Fruit Set (%) Jumlah Buah (satuan)

6 MSP 7MSP 8MSP 9MSP 10MSP F5 25.00 4.56 b 4.72 b 4.50 b 4.28 b 4.17 b F6 36.02 9.44 a 9.00 a 8.67 a 8.45 a 8.45 a E4 9.04 1.78 c 1.33 c 0.67 c 0. 67 c 0.72 c C5 11.29 2.50 bc 2.50 c 3.57 b 3.06 b 3.06 b B1 2.23 1.00c 0.72 c 0.23 c 0.72 c 0.33 c Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda

nyata pada uji Tukey taraf 5 %.

Jumlah buah yang dihasilkan ditentukan oleh kuncup yang terbentuk, pucuk yang menjadi bunga, dan bunga yang menjadi buah. Hasil pengamatan menunjukkan jumlah buah yang terbentuk tidak sebanyak jumlah bunga yang dihasilkan, banyak bunga yang gagal menjadi buah, terutama pada B1. Menurut Kusumo (1986) penyebab gugurnya bunga dan buah muda antara lain tidak terjadinya penyerbukan, gagalnya pembuahan, berkurangnya hormon auksin, dan persaingan zat makanan.

Blok B1 memiliki persentase fruit set dan jumlah buah yang lebih rendah dibandingkan empat blok yan lain. Hal ini diduga dipengaruhi oleh perbedaan umur tanaman. Umur tanaman di blok B1 yakni 16 tahun sedangkan blok F5, F6, dan E4 masih berumur 13 tahun dan blok C5 masih berumur 9 tahun. Semakin tua umur tanaman maka produksinya akan semakin menurun karena kemampuan untuk mensuplai makanan akan semakin berkurang

(24)

Peningkatan ukuran buah merupakan hasil perluasan sel-sel dan ruang ruang interseluler, kecuali epidermis, dimana pembelahan sel dilanjutkan (Ferree dan Schupp, 2003). Peningkatan ukuran pada buah apel diamati melalui peningkatan diameter buah dari 6 - 10 MSP. Gambar 10 menunjukkan grafik perkembangan diameter buah yang diamati. Blok E4 memiliki diameter buah tertinggi diawal dan akhir pengamatan, yakni 1.46 cm dan 2.65 cm. Meskipun demikian laju pertumbuhan diameter buah blok E4 lebih lambat dibandingkan F6 yang berdiameter awal 0.83 cm dan diakhir pengamatan berdiameter 2.48 cm.

Gambar 10. Grafik Perkembangan Diameter Buah

Menurut Salisburry dan Ross (1995) selama perkembangan buah terjadi persaingan hara antara organ vegetatif dan reproduktif. Bunga dan buah yang berkembang memiliki kemampuan yang besar dalam menarik garam mineral, gula dan asam amino. Menurut Dennis (2003) perkembangan buah dibatasi oleh air dan mineral dan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap fotosintesis seperti temperatur rendah, cuaca mendung, dan kerusakan pada daun akibat serangga. Hasil penelitian Fleancu (2007) menunjukkan adanya pengaruh antara diameter buah dengan laju fotosintesis, laju respirasi, serta klorofil buah a dan b.

Peningkatan diameter buah diduga dipengaruhi oleh jumlah buah dalam satu dompolan (cluster). Hal ini terkait dengan distribusi zat makanan dalam satu tanaman, semakin banyak buah maka ukuran buah semakin kecil karena zat makanan yang diperoleh dari masing-masing buah semakin sedikit. F6 yang memiliki jumlah buah terbanyak (Tabel 16) memiliki diameter buah lebih kecil dibandingkan E4

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 6 7 8 9 10 D ia m ete r B u a h ( cm ) Umur Buah (MSP) F5 F6 C5 E4 B1

(25)

dengan jumlah buah yang lebih sedikit. B1 dengan jumlah buah yang paling sedikit tidak mampu menghasilkan buah dengan diameter yang lebih besar dari blok yang lain dengan jumlah buah lebih banyak. Hal ini diduga dipengaruhi oleh waktu pemupukan yang terlambat sehingga tanaman tidak cukup memiliki zat makanan untuk perkembangan buah. Pemupukan pada blok B1 dilakukan setelah panen sebelum dipangkas sehingga zat makanan yang tersimpan kurang mencukupi untuk proses perkembangan buah.

Gambar

Tabel 2. Luas Areal Budidaya Tanaman di PT. Kusuma Agrowisata
Gambar 1 menunjukkan jenis varietas apel yang ditanam di PT. Kusuma Agrowisata.
Tabel 3. Jumlah Karyawan Divisi Agrowisata PT. Kusuma Agrowisata
Tabel  5.  Produktivitas    Karyawan  dalam  Budidaya  Apel  di  Kusuma  Agrowisata
+7

Referensi

Dokumen terkait

Observasi Batu Kuda sebenarnya memiliki potensi sebagai destinasi wisata alam mulai dari fasilitas yang dimiliki hingga pemandangan yang bagus, tetapi identitas visual atau logo

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara naungan dengan genotipe berpengaruh nyata terhadap karakter kuantitatif (tinggi tanaman, diameter batang,

Pemaksaan pandangan satu kelompok di dalam kehidupan publik sebagaimana yang dilakukan oleh kelompok Islam garis keras mengabaikan tiga hal mendasar dalam konsepsi politik

Bahwa terhadap kewajiban PPID untuk melakukan Pengujian Konsekuensi, Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008

Hasil penilaian ahli terhadap model HOT-V Lab menunjukkan bahwa: (1) Tahapan praktikum model HOT-V Lab sesuai dengan tahapan pemeca- han masalah secara sistematis, (2)

Kendala siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang lebih baik disebutkan oleh Ngalim Purwanto ( 2000, 107) karena adanya kesulitan belajar pada siswa. Hal ini dikatagorikan

Kesuksesan film ini akhirnya memacu pembuatan film Jan Dara versi negara lain yang beredar jelas tanpa sensor di youtube.Film berunsur seksualitas dan pornografi seperti film

GABUNGAN INTRAKOMPTABEL DAN EKSTRAKOMPTABEL LISTING DATA BARANG MILIK NEGARA. NAMA UAPKPB : 005.01.19.307491.000 PENGADILAN