PEMODELAN PDRB PROPINSI JAWA TIMUR DENGAN
PENDEKATAN SISTEM PERSAMAAN SIMULTAN
Risna Yasinta A.1, Dr. Ir. Setiawan, MS2, dan Muhammad Sjahid Akbar, MSi21
Mahasiswa Jurusan Statistika FMIPA-ITS, 2Dosen Jurusan Statistika FMIPA-ITS
Abstrak
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah indikator umum yang dapat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi yang terjadi di suatu wilayah. Propinsi Jawa Timur, kondisi perekonomiannya secara keseluruhan sudah stabil, sehingga memiliki nilai PDRB yang cukup berkembang pesat dari tahun ke tahun. Mengacu dari model milik Bappenas, maka pemodelan PDRB Propinsi Jawa Timur dipilah ke dalam dua blok, yaitu blok output PDRB sektoral dan blok tenaga kerja, yang dipengaruhi oleh upah sektor pertanian, jumlah tenaga kerja, pengeluaran pemerintah, dan nilai PDRB itu sendiri. Model yang digunakan untuk sistem persamaan simultan ini adalah model Cobb-Douglas. Identifikasi model pada penelitian ini memperoleh hasil yang overidentified, sehingga untuk penaksiran parameternya dengan menggunakan metode 2SLS (Two Stage Least Square). Setelah memenuhi asumsi IIDN (independen, identik, dan berdistribusi normal), factor yang paling berpengaruh terhadap pemodelan PDRB Propinsi Jawa Timur adalah sektor tenaga kerja, dimana memiliki nilai elastisitas yang lebih besar dibanding variabel-variabel lainnya.
Kata kunci : Sistem Persamaan Simultan, 2SLS (Two Stage Least Square), Model
Cobb-Douglas, PDRB Propinsi Jawa Timur
1. Pendahuluan
Salah satu sasaran pembangunan nasional
adalah tercapainya tingkat pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi dan
berkesinambungan (BPS, 2007). Apabila kita ingin mengetahui pertumbuhan ekonomi yang terjadi di suatu wilayah, indikator umum yang dapat digunakan adalah Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB). Selama ini
perhitungan nilai PDRB yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) adalah PDRB dengan pendekatan produksi yang dibentuk dari sembilan sektor atau lapangan usaha, yaitu: (1) Pertanian, (2) Pertambangan dan Penggalian, (3) Industri Pengolahan, (4)
Listrik, Gas dan Air Bersih, (5)
Konstruksi/Bangunan, (6) Perdagangan, Hotel
dan Restoran, (7) Pengangkutan dan
Komunikasi, (8) Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, dan (9) Jasa-Jasa.
Kesembilan sektor pembentuk PDRB tersebut merupakan faktor-faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional maupun daerah. Persamaan tunggal yang hanya menggambarkan satu pengaruh saja belum dapat menggambarkan secara tepat
hubungan-hubungan variabel yang
membangun sembilan sektor dalam PDRB,
sehingga hal ini harus diatasi dengan persamaan simultan yang terdiri lebih dari satu persamaan. Penelitian sebelumnya tentang persamaan simultan terhadap data PDRB diantaranya dilakukan oleh Siregar dan Sukwika (2001) tentang pengaruh tenaga kerja terhadap PDRB, Harahap (2002) menyatakan bahwa sektor produksi tersier secara simultan mempunyai pengaruh terhadap PDRB per kapita di kabupaten Langkat, dan Rahutomo (2007) tentang perubahan struktur ekonomi dan faktor-faktor yang mempengaruhi PDRB Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Penelitian ini menggunakan model dari
Bappenas (2006), dimana persamaan
ekonometrika untuk model PDRB dipilah ke dalam beberapa blok yaitu blok output dan blok tenaga kerja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui model simultan dari kesuluruhan variabel yang membentuk PDRB Propinsi Jawa Timur tersebut dan faktor-faktor
apa saja yang berpengaruh, dengan
menggunakan metode ekonometrika sistem persamaan simultan. Data yang digunakan merupakan data series mulai tahun 1992 sampai dengan tahun 2007. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan wawasan
keilmuan dan pengetahuan tentang ekonometrika dengan persamaan simultan.
2. Tinjauan Pustaka
Analisis Regresi
Gujarati (2004) mendefinisikan
analisis regresi sebagai kajian terhadap hubungan satu variabel yang disebut sebagai variabel yang diterangkan (the explained
variable) dengan satu atau dua variabel yang
menerangkan (the explanatory). Secara
umum model regresi dengan k buah variabel eksplanatori adalah sebagai berikut. ε β β β β + + + + + = X X kXk y 0 1 1 2 2 ...
Uji serentak dilakukan untuk mengetahui
apakah semua variabel bebas yang
dimasukkan dalam model mempunyai
pengaruh secara bersama-sama terhadap
variabel terikat, dengan H0 : β1 = β2 = … = βk=
0 dan H1: minimal terdapat satu βj≠0, j=
1,2,3,…,k. Uji individu pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas secara individual dalam
menerangkan variasi variabel terikat
0 : 0 i =
H β dan H1:βi ≠0,i=1,2,...,k. Menolak
H0 pada uji serentak dan uji individu apabila
nilai statistik ujinya lebih besar daripada nilai tabel.
Sistem Persamaan Simultan
Sistem persamaan simultan adalah sebuah sistem yang menjelaskan variabel dependen secara bersama-sama (Koutsoyiannis, 1977). Variabel-variabel yang ada dalam model persamaan simultan dapat digolongkan ke dalam dua tipe, yaitu variabel endogen (endogenous variable) dan variabel yang sudah diketahui nilainya atau variabel penjelas (predetermined variable). Variabel endogen adalah variabel tak bebas yang nilainya ditentukan di dalam sistem persamaan, walaupun variabel-variabel tersebut mungkin juga muncul sebagai variabel bebas di dalam sistem persamaan lainnya. Predetermined
variable adalah variabel yang nilainya
ditentukan di luar model.
Secara umum bentuk structural form dari
sistem persamaan simultan dapat
diformulasikan sebagai berikut:
t Kt K t t Mt M t t Y Y X X X e Y1 12 2 1 11 1 12 2 1 1 11 +β + +β +γ +γ + +γ = β L L M L L t Kt K t t Mt M t t Y Y X X X e Y1 22 2 2 21 1 22 2 2 21 21 +β + +β +γ +γ + +γ = β Mt Kt MK t M t M Mt MM t M t MY +β Y + +β Y +γ X +γ X + +γ X =e β 11 22 L 1 1 2 2 L
dimana Y adalah variabel endogen, X adalah variabel predetermined , e adalah error random, dan t=1,2,L,T.
β
danγ
diketahuisebagai koefisien structural, sedangkan M adalah variabel endogenous dan K adalah variabel predetermined dalam sistem.
Identifikasi Model
Identifikasi model ditentukan atas dasar “order condition” sebagai syarat keharusan
dan “rank condition” sebagai syarat
kecukupan. Koutsoyiannis (1977) menyatakan
rumusan identifikasi model persamaan
struktural berdasarkan order condition
ditentukan oleh.
K – k ≥ m -1 dimana:
M = jumlah variabel endogen di dalam
model simultan
m = jumlah variabel endogen di dalam
persamaan tertentu
K = jumlah variabel eksogen di dalam
model simultan
k = jumlah variabel eksogen di dalam
persamaan tertentu
Jika dalam suatu persamaan dalam model menunjukkan kondisi sebagai berikut.
1. K – k > m - 1, maka persamaan dinyatakan
teridentifikasi secara berlebih
(overidentified)
2. K – k = m - 1, maka persamaan tersebut
dinyatakan teridentifikasi secara tepat
(exactly identified)
3. K – k < m - 1, maka persamaan tersebut
dinyatakan tidak teridentifikasi
(unidentified)
Rank condition merupakan determinan
turunan persamaan struktural yang nilainya tidak sama dengan nol (Koutsoyiannis, 1977). Hasil identifikasi untuk setiap persamaan struktural haruslah exactly identified atau
overidentified untuk dapat menduga parameter-parameternya.
Metode Penaksiran Two Stage Least Square (2SLS)
2SLS adalah suatu metode yang
sistematis dalam menciptakan
variabel-variabel instrumen untuk menggantikan
variabel-variabel endogen dalam posisinya sebagai variabel-variabel penjelas dalam sistem persamaan simultan. Berikut bentuk umum dari persamaan struktural ke – i.
… … (3) (1)
Keterangan :
yi menunjukkan variabel endogen (i = 1, 2, …,
M)
xi menunjukkan variabel predeterminan (i = 1,
2, …, k)
b mewakili koefisien dari variabel endogen
mewakili koefisien dari variabel
predeterminan
Lebih khusus, menurut Koutsoyiannis (1977), metode 2SLS bermuara pada pada aplikasi OLS, yang dibagi dalam dua langkah sebagai berikut.
1. Langkah pertama menjalankan regresi
dengan OLS terhadap
persamaan-persamaan reduced form untuk variabel-variabel endogen yang ada di sebelah kanan sebagai variabel penjelas di dalam
persamaan struktural dalam sistem
persamaan simultan.
Dimana: …
Pada langkah ini OLS diterapkan pada
persamaan reduce-form untuk
mendapatkan estimasi dari π.
…
…
…
Koefisien reduce-form, , digunakan
untuk memperoleh satu pasang nilai estimasi (dihitung) untuk variabel endogen
: , , … .
2. Langkah kedua mengganti variabel
endogen yang muncul di sisi kanan dari
persamaan dengan nilai perkiraan
,dan kemudian dilakukan
penaksiran dengan menggunakan OLS pada persamaan simultan yang sudah direvisi.
Pada langkah ini mensubstitusi ke dalam
persamaan struktural dan memperoleh transformasi dari fungsi sebagai berikut.
… … Uji Asumsi Uji Multikolinearitas
Menurut Gujarati (2004) gejala
Multikolinearitas ini dapat dideteksi dengan beberapa cara antara lain :
1. Jika ditemukan nilai R2 yang tinggi dan
nilai statistik F yang signifikan tetapi sebagian besar nilai statistik t tidak signifikan.
2. Bila diperoleh koefisien korelasi
sederhana yang tinggi diantara sepasang-sepasang variabel eksplanatori, yaitu nilainya lebih besar dari 0,95.
3. Menghitung nilai Toleransi atau VIF
(Variance Inflation Factor), jika nilai Toleransi kurang dari 0.1 atau nilai VIF
melebihi 10 maka hal tersebut
menunjukkan bahwa multikolinearitas
adalah masalah yang pasti terjadi antar variabel bebas.
4. Bila dalam model regresi diperoleh
koefisien regresi () dengan tanda yang
berbeda dengan koefisien korelasi antara Y
dan Xj. Misal korelasi antara Y dan Xj
bertanda positif ( 0!, tetapi
koefisien regresi yang berhubungan
dengan Xj bertanda negatif ( " 0! , atau
sebaliknya.
Uji Asumsi Residual Identik
Salah satu asumsi regresi linier yang harus dipenuhi adalah homogenitas varians
dari error (homoskedastisitas).
Homoskedastisitas berarti varians dari error bersifat konstan (tetap) atau disebut juga identik. Kebalikannya, bila ternyata diperoleh kondisi varians error (atau Y) tidak identik, maka disebut terjadi kasus heteroskedastisitas. Salah satu statistik uji yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah dengan menggunakan uji Glejser. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut (Gujarati, 2004).
H0 : Varians residual identik
H1 : Varians residual tidak identik
Apabila
β
1 tidak signifikan melalui uji tmaka dapat disimpulkan tidak ada heteroskedastisitas.
Uji Asumsi Residual Independen
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi terjadinya autokorelasi adalah dengan menggunakan uji fungsi autokorelasi (Autocorrelation Function, ACF). Wei (1990) mendefinisikan covariance antara et dan et+k dapat dituliskan sebagai berikut.
(
)
(
µ)(
µ)
γk =cove ,t et−k =E et − et−k −
dan autokorelasi antara et dan et+k adalah
sebagai berikut. (4) (6) (7) dimana (5) (8) (9)
(
)
( )
t( )
t k k t t k e e e e + + = var var , cov ρdimana, Var(et) = Var (et+k) = γ0 sebagai fungsi
dari k, γk disebut sebagi fungsi autokovariance
dan ρk disebut sebagai fungsi autokorelasi
(ACF). Apabila hasil plot ACF residual menunjukkan tidak ada lag yang keluar dari batas, maka dapat disimpulkan tidak terjadi autokorelasi pada model.
Uji Asumsi Residual Distribusi Normal Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menguji kenormalan residual adalah dengan menggunakan statistik uji Kolmogorov-Smirnov, dan hipotesanya adalah sebagai berikut.
H0 : residual berdistribusi normal
H1 : residual tidak berdistribusi normal
Kesimpulan tolak H0 jika nilai statistik p-value <
α, sehingga jika nilai p-value > α maka asumsi distribusi normal terpenuhi. Apabila asumsi distribusi normal tidak terpenuhi maka dapat diatasi dengan melakukan transformasi terhadap pengamatan variabel dependent.
Model fungsi produksi Cobb Douglas Fungsi produksi berbentuk tidak linear berarti fungsinya tidak berupa garis lurus, tetapi dengan cara transformasi ln model dapat menjadi linear. Model fungsi Cobb Douglas : - Y β Xβ1eε
0
= bila hanya terdapat sebuah input
- β β β ε e X X Y 1 2 2 1 0
= bila terdapat dua buah input
Model tersebut dapat dilinearkan dengan cara dilakukan transformasi ln, sehingga model menjadi : e X X Y)=ln( )+ ln( )+ ln( )+ ln( β0 β1 1 β2 2 bila * 2 2 * 1 1 * 0 0 * ) ln( , ) ln( , ) ln( ; ) ln(Y =Y β =β X =X serta X =X maka model menjadi sebagai berikut :
e X X Y = + + *+ 2 2 * 1 1 * 0 * β β β
Model ini sudah linear. Sedangkan koefisien regresi merupakan besaran elastisitas produksi, yaitu persentase perubahan output sebagai akibat berubahnya input sebesar satu persen. Produk Domestik Regional Bruto
Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di
suatu wilayah. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahun, sedang PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun
tertentu sebagai dasar, dimana dalam
penghitungan ini digunakan tahun 2000. Menurut pendekatan produksi, PDRB disusun oleh 9 sektor, yaitu : (1) Pertanian, (2) Pertambangan dan Penggalian, (3) Industri Pengolahan, (4) Listrik, Gas dan Air Bersih, (5) Konstruksi/Bangunan, (6) Perdagangan, Hotel dan Restoran, (7) Pengangkutan dan Komunikasi, (8) Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, dan (9) Jasa-Jasa.
3. Metodologi Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari BPS Propinsi Jawa Timur, yang meliputi data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan tahun 2000, data upah sektor pertanian, data pengeluaran untuk belanja pegawai; belanja barang dan jasa; belanja modal, serta data jumlah tenaga kerja per sektor. Data-data tersebut diambil mulai tahun 1992 sampai dengan tahun 2007 untuk wilayah Propinsi Jawa Timur.
Pemodelan PDRB dalam analisis ini dipilah ke dalam dua blok, yaitu blok output PDRB sektoral dan blok tenaga kerja. Bentuk persamaan blok output PDRB sektoral dengan penerapan model fungsi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut. #$%&#' () *+#' &.$',/ &&0',12- (12) #$%&3' ) 343' &#+'5/2/ (13) #$%&6' 7) 346'
&.$'8/ &&0'81&#+'8921
(14)
#$%&:' ;) 34:'
&&0'</29 (15)
#$%&&' ) 34&'=- &.$'=/ &&0'=1&#+'=92>
(16) #$%&$' ?) 34$' @ &.$'@/ &#+'@1 2A (17) #$%&B' C) 34B'
&.$'D/ &&0'D1&#+'D92E
(18) #$%&4' F) 344' &.$'G/ &#+'G12H (19) #$%&0' I) 340'
&.$'/ &&0'1&#+'92J dimana : t = 1, 2, 3, ...16
Bentuk persamaan untuk blok tenaga kerja dengan penerapan model fungsi Cobb-Douglas, berturut-turut sebagai berikut.
10 3 2 1PDRBP BPG e WGP j = TKP j t j t j t 0 t ε (21) 11 3 3 1BMD BBJ e PDRBT k = TKT kt k t k t 0 t ε (22) (11) (10) (20)
12 1e PDRBI l = TKIt 0 lt ε 13 2 1BMD e PDRBL m = TKL mt m t 0 t ε 14 1e PDRBB n = TKB n t 0 t ε 15 1e PDRBD o = TKDt 0 ot ε 16 1e PDRBA p = TKA p t 0 t ε 17 2 1BBJ e PDRBK q = TKK qt q t 0 t ε 18 1e PDRBJ r = TKJt 0 rt ε dimana : t = 1, 2, 3, ...16
Variabel-variabel yang mempengaruhi
persamaan blok output dan blok tenaga kerja adalah sebagai berikut.
Tabel 1 Variabel-Variabel Penyusun Model Variabel Endogen Variabel Eksogen PDRBP = PDRB Sektor Pertanian WGP = Upah Sektor Pertanian PDRBT = PDRB Sektor Pertambangan TKP = Sektor Pertanian PDRBI = PDRB Sektor Industri TKT = Tenaga Kerja Sektor Pertambangan PDRBL = PDRB Sektor Listrik
TKI = Tenaga Kerja Sektor Industri PDRBB = PDRB Sektor Bangunan TKL = Tenaga Kerja Sektor Listrik PDRBD = PDRB Sektor Perdagangan TKB = Tenaga Kerja Sektor Bangunan PDRBA = PDRB Sektor Transportasi TKD = Tenaga Kerja Sektor Perdagangan PDRBK = PDRB Sektor Lembaga Keuangan
TKA = Tenaga Kerja Sektor Transportasi PDRBJ = PDRB Sektor Jasa-Jasa TKK = Tenaga Kerja Sektor Keuangan TKJ = Tenaga Kerja Sektor Jasa BMD = Pengeluaran untuk Belanja Modal BBJ = Pengeluaran untuk Belanja Barang&Jasa
BPG = Pengeluaran untuk Belanja Pegawai
Langkah-langkah analisis yang dilakukan pada penelitian ini sebagai berikut.
1. Melakukan identifikasi model berdasarkan sistem persamaan simultan yang telah terbentuk.
2. Melakukan penaksiran paramater model dengan 2SLS (Two Stage Least Squares). 3. Melakukan pengujian asumsi terhadap
model.
4. Melakukan interprestasi dari model yang telah diuji asumsi.
(23) (24) (25) (26) (27) (28) (29) mempengaruhi persamaan blok output dan blok tenaga kerja
Variabel Penyusun Model Variabel Eksogen WGP = Upah Sektor Pertanian TKP = Tenaga Kerja Sektor Pertanian TKT = Tenaga Kerja Sektor Pertambangan TKI = Tenaga Kerja Sektor Industri TKL = Tenaga Kerja Sektor Listrik TKB = Tenaga Kerja Sektor Bangunan TKD = Tenaga Kerja Sektor Perdagangan TKA = Tenaga Kerja Sektor Transportasi TKK = Tenaga Kerja Lembaga Keuangan TKJ = Tenaga Kerja Sektor Jasa-Jasa BMD = Pengeluaran untuk Belanja Modal BBJ = Pengeluaran untuk Belanja Barang&Jasa
BPG = Pengeluaran untuk Belanja Pegawai
langkah analisis yang dilakukan berikut.
Melakukan identifikasi model berdasarkan sistem persamaan simultan yang telah Melakukan penaksiran paramater model dengan 2SLS (Two Stage Least Squares). Melakukan pengujian asumsi terhadap
dari model yang
4. Analisis dan Pembahasan
Deskriptif Variabel Penelitian
Hasil deskriptif dari data PDRB Propinsi Jawa Timur atas dasar harga konstan ditampilkan pada Gambar 1
Gambar 1 Deskriptif PDRB Propinsi Jawa Dasar Harga Konstan
Gambar 1 menunjukkan nilai PDRB Propinsi Jawa Timur telah mengalami pertambahan yang cukup signifikan tiap tahunnya,
setelah tahun 2002. Gejala ini menunjukkan jika perekonomian di Propinsi Jawa Timur sudah baik, karena nilai P
meningkat tiap tahun.
Hasil deskriptif untuk pengeluaran ditampilkan pada Gambar
Gambar 2 Deskriptif Pengeluaran Daerah Propinsi Jawa Timur
Gambar 2 menunjukkan pengeluaran daerah Propinsi Jawa Timur selalu meningkat dari tahun ke tahun. Faktor yang menyebabkan meningkatnya pengeluaran daerah pada setiap tahunnya adalah karena semakin besar dan banyak kegiatan pemerintah yang disebabkan oleh adanya perkembangan sosial, maka
mengakibatkan semakin besar
pengeluaran pemerintah yang bersangkutan Hasil pengolahan deskriptif pada tenaga kerja di sembilan sektor PDRB
Timur ditampilkan pada Gambar 3.
0 20000000 40000000 60000000 80000000 10000000 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 0 2000000000 4000000000 6000000000 8000000000 10000000000 12000000000 14000000000 1992 1994 1996 1998
Analisis dan Pembahasan Variabel Penelitian
Hasil deskriptif dari data PDRB Propinsi Jawa Timur atas dasar harga konstan ditampilkan pada Gambar 1 sebagai berikut.
Gambar 1 Deskriptif PDRB Propinsi Jawa Timur Atas Dasar Harga Konstan
menunjukkan nilai PDRB Propinsi Jawa Timur telah mengalami pertambahan yang cukup signifikan tiap tahunnya,, terutama setelah tahun 2002. Gejala ini menunjukkan jika perekonomian di Propinsi Jawa Timur rena nilai PDRB selalu Hasil deskriptif untuk pengeluaran daerah ditampilkan pada Gambar 2 sebagai berikut.
Gambar 2 Deskriptif Pengeluaran Daerah Propinsi Jawa Timur
Gambar 2 menunjukkan pengeluaran daerah selalu meningkat dari tahun ke tahun. Faktor yang menyebabkan meningkatnya pengeluaran daerah pada setiap tahunnya adalah karena semakin besar dan banyak kegiatan pemerintah yang disebabkan oleh adanya perkembangan sosial, maka
mengakibatkan semakin besar pula
pengeluaran pemerintah yang bersangkutan Hasil pengolahan deskriptif pada tenaga kerja di sembilan sektor PDRB Propinsi Jawa
ditampilkan pada Gambar 3.
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 PDRBP PDRBT PDRBI PDRBL PDRBB PDRBD PDRBA PDRBK PDRBJ 1998 2000 2002 2004 2006 BPG BBJ BMD
Gambar 3 Deskriptif Tenaga Kerja di Sembilan Sektor PDRB Propinsi Jawa Timur
Di Propinsi Jawa Timur tenaga kerja terbesar adalah pada sektor pertanian
dikarenakan wilayah Jawa Timur sebagian besar masih berupa lahan pertanian, sehingga wajar apabila sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian.
Hasil Penaksiran Model PDRB Jawa Timur
Uji kelayakan modelnya dengan
menggunakan identifikasi model yang
ditentukan atas dasar “order condition Pemeriksaan order condition pada persamaan PDRB Propinsi Jawa Timur memperoleh hasil yang overidentified, sehingga penaksiran
parameter dapat dilakukan dengan
menggunakan metode 2SLS. Hasil penaksiran parameter masing-masing sektornya adalah sebagai berikut.
a. Sektor Pertanian
Blok Output PDRB Sektor Pertanian Pengujian pada persamaan output PDRB sektor pertanian diperoleh hasil
persamaan ini mengalami gejala
multikolinearitas, sehingga diatasi dengan
menggunakan Principal component
regression. Hasil penaksiran parameter sektor
pertanian setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.
Tabel 2 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan PDRB Sektor Pertanian Variabel Penaksiran Parameter SE thitung Intercept PC1 16.64788 0.408325 0.094 0.059 177.36 6.93 R-Square = 78.69%; Pr > F = <.0001
PC1 merupakan score dari principal component
regression yang bertujuan untuk menghilangkan
multikolinearitas pada data sektor pertanian. Bobot pada masing-masing variabel dalam
principal component 1 adalah sebagai berikut.
PC1 = 0.578 Z1 + 0.575 Z2 0 1000000 2000000 3000000 4000000 5000000 6000000 7000000 8000000 9000000 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004
Gambar 3 Deskriptif Tenaga Kerja di Sembilan Sektor PDRB Propinsi Jawa Timur
awa Timur tenaga kerja terbesar adalah pada sektor pertanian, hal ini dikarenakan wilayah Jawa Timur sebagian besar masih berupa lahan pertanian, sehingga wajar apabila sebagian besar penduduknya Hasil Penaksiran Model PDRB Propinsi
Uji kelayakan modelnya dengan
menggunakan identifikasi model yang
order condition”.
pada persamaan PDRB Propinsi Jawa Timur memperoleh hasil , sehingga penaksiran
ameter dapat dilakukan dengan
menggunakan metode 2SLS. Hasil penaksiran masing sektornya adalah
Blok Output PDRB Sektor Pertanian ada persamaan output PDRB
diperoleh hasil ternyata
mengalami gejala
olinearitas, sehingga diatasi dengan
Principal component
Hasil penaksiran parameter sektor pertanian setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah
Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Sektor Pertanian Prob > |T| Label Variabel <.0001 <.0001 Intercept Principal Compo-nent 1 <.0001; Fhitung = 48.02 principal component
yang bertujuan untuk menghilangkan multikolinearitas pada data sektor pertanian. masing variabel dalam 1 adalah sebagai berikut.
+ 0.579 Z3
Persamaan model hasil penaksiran 2SLS antara variabel ln(PDRBP) dengan PC1 adalah sebagai berikut. Ln(PDRBPt) = 16.64788 + 0.575 Z Ln(PDRBPt) = 16.64788 ln_WGP+ 0.694 ln_BMD + 0.376 ln_BBJ Ln(PDRBPt) = 16.64788 0.283 ln(BMD) - 12.15892 PDRBPt = e 4.4889 WGP
Penerapan principal component regression untuk menghilangkan multikolinearitas pada model PDRB sektor pertanian
koefisien determinasi yang masih cukup baik, yaitu sebesar 78.69%.
menunjukkan bahwa variabel upah sektor pertanian mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor pertanian, dalam artian kenaikan upah sektor pertanian sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor pertanian sebesar
asumsi variabel lainnya tetap. Variabel
pengeluaran untuk belanja modal
pengeluaran untuk belanja barang dan jasa juga mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor pertanian, dalam
artian kenaikan untuk masing
pengeluaran sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor pertanian
masing sebesar 0.28% asumsi variabel lainnya tetap.
Blok Tenaga Kerja Sektor Pertanian
Pengujian pada persamaan tenaga kerja sektor pertanian diperoleh hasil
persamaan ini mengalami gejala
multikolinearitas, sehingga diatasi dengan
menggunakan Principal component
regression. Hasil penaksiran parameter tenaga
kerja sektor pertanian setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.
Tabel 3 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor Pertanian
Variabel Penaksiran Parameter SE Intercept PC1 15.84286 0.030795 0.015 0.009 1066.9 R-Square = 43.33%; Pr > F = 0.007
PC1 merupakan score dari
regression yang bertujuan untuk menghilangkan
multikolinearitas pada data sektor pertanian.
2004 2006 TKP TKT TKI TKL TKB TKD TKA TKK TKJ
Persamaan model hasil penaksiran 2SLS antara variabel ln(PDRBP) dengan PC1 adalah sebagai
16.64788 + 0.408325 (0.578 Z1 + 0.575 Z2 + 0.579 Z3) 16.64788 + 0.408325 (0.813 ln_WGP+ 0.694 ln_BMD + 0.376 ln_BBJ - 29.777) + 0.332 ln(WGP) + ln(BMD)+ 0.154 ln(BBJ) 12.15892 WGP0.332 BMD0.283 BBJ0.154 principal component regression
untuk menghilangkan multikolinearitas pada PDRB sektor pertanian diperoleh nilai koefisien determinasi yang masih cukup baik, . Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel upah sektor pertanian mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor pertanian, dalam artian kenaikan upah sektor pertanian sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor pertanian sebesar 0.33% dengan
asumsi variabel lainnya tetap. Variabel
pengeluaran untuk belanja modal serta
pengeluaran untuk belanja barang dan jasa juga mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor pertanian, dalam
untuk masing-masing
pengeluaran sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor pertanian
masing-% dan 0.15masing-% dengan asumsi variabel lainnya tetap.
Blok Tenaga Kerja Sektor Pertanian
Pengujian pada persamaan tenaga kerja diperoleh hasil ternyata
mengalami gejala
multikolinearitas, sehingga diatasi dengan
Principal component
Hasil penaksiran parameter tenaga kerja sektor pertanian setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.
Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Sektor Pertanian thitung Prob > |T| Label Variabel 1066.9 3.16 <.0001 0.0076 Intercept Principal Compo- nent 1 %; Pr > F = 0.0076; Fhitung = 9.96
dari principal component yang bertujuan untuk menghilangkan multikolinearitas pada data sektor pertanian.
Bobot pada masing-masing variabel dalam
principal component 1 adalah sebagai berikut.
PC1 = 0.589 Z1 + 0.560 Z2 + 0.583 Z3
Persamaan model hasil penaksiran 2SLS antara variabel ln(PDRBP) dengan PC1 adalah sebagai berikut. Ln(TKPt) = 15.84286 + 0.030795 (0.589 Z1 + 0.560 Z2 + 0.583 Z3) Ln(TKPt) = 15.84286 + 0.030795 (0.338 ln_WGP+ 0.697 ln_PDRBP + 0.335 ln_BPG - 21.92305) Ln(TKPt) = 15.84286 + 0.0104 ln(WGP) + 0.0215 ln(PDRBP) + 0.0103 ln(BPG) - 0.67555 TKPt =e 15.16731 WGP0.0104 PDRBP0.0215 BPG0.0103
Penerapan principal component regression untuk menghilangkan multikolinearitas pada model tenaga kerja sektor pertanian diperoleh nilai koefisien determinasi yang masih kurang baik, yaitu hanya sebesar 43.33%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel upah sektor pertanian, variabel PDRB sektor pertanian, dan variabel pengeluaran untuk belanja pegawai mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya permintaan akan tenaga kerja sektor pertanian, dalam artian kenaikan pada masing-masing variabel sebesar 1% akan
mengakibatkan kenaikan permintaan akan
tenaga kerja sektor pertanian masing-masing sebesar 0.01%, 0.022%, dan 0.01% dengan asumsi variabel lainnya tetap.
b. Sektor Pertambangan
Blok Output PDRB Sektor Pertambangan Pengujian pada persamaan output PDRB sektor pertambangan diperoleh hasil ternyata mengalami gejala autokorelasi, sehingga diatasi dengan menggunakan First differensing
equation. Hasil penaksiran parameter sektor
pertambangan setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.
Tabel 4 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan PDRB Sektor Pertambangan Variabel Penaksiran Parameter SE thitung Prob > |T| Label Variabel Intercept diffln_TKT diffln_BPG 0.152811 0.672254 -0.04907 0.137 0.140 0.269 1.11 4.79 -0.18 0.2871 0.0004 0.858 Intercept Tenaga kerja sektor pertambangan Belanja Pegawai R-Square = 68.7%; Pr > F = 0.0009; Fhitung = 13.10
Tabel 3 menunjukkan variabel differencing ln(BPG) tidak signifikan secara statistik.
Sehingga model persamaannya adalah sebagai berikut. Ln(PDRBTt*) = 0.152811+0.672254 ln(TKT*) - 0.04907 ln(BPG*) PDRBTt* = e 0.152811 (TKT*)0.672254 (BPG*)-0.04907 Penerapan First difference equation untuk menghilangkan autokorelasi pada model PDRB sektor pertambangan diperoleh nilai koefisien determinasi yang masih cukup baik, yaitu sebesar 68.7%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel pengeluaran belanja pegawai tidak signifikan pada taraf 5%, sehingga pengaruhnya terhadap PDRB sektor pertambangan sangat kecil di bawah rata-rata. Variabel tenaga kerja di sektor pertambangan mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor pertambangan, dalam artian kenaikan tenaga kerja di sektor pertambangan sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor pertambangan sebesar 0.67% dengan asumsi variabel lainnya tetap.
Blok Tenaga Kerja Sektor Pertambangan Pengujian pada persamaan tenaga kerja sektor pertambangan diperoleh hasil ternyata
persamaan ini mengalami gejala
multikolinearitas, sehingga diatasi dengan
menggunakan Principal component
regression. Hasil penaksiran parameter tenaga
kerja sektor pertambangan setelah terbebas dari multikolinearitas adalah sebagai berikut.
Tabel 5 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor Pertambangan
Variabel Penaksiran Parameter SE thitung Prob > |T| Label Variabel Intercept PC1 11.60914 0.068911 0.076 0.051 152.79 1.36 <.0001 0.1957 Intercept Principal Compo-nent 1 R-Square = 12.52%; Pr > F = 0.1957; Fhitung = 1.86
Penerapan principal component
regression untuk menghilangkan multikolinearitas pada model tenaga kerja sektor pertambangan diperoleh nilai koefisien determinasi yang jelek, yaitu hanya sebesar 12.52%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel PC1 yang terdiri dari variabel PDRB sektor pertambangan, pengeluaran belanja modal, serta pengeluaran belanja barang dan jasa tidak signifikan secara secara statistik. Jika dilihat dari besaran nilai Fhitung
dan thitung, baik secara serentak maupun scara
parsial variabel PC1 tidak memberikan
pengaruh berarti pada penyusunan model
disimpulkan bahwa model tenaga kerja sektor pertambangan ini tidak bisa digunakan.
c. Sektor Industri Pengolahan
Blok Output PDRB Sektor Industri
Pengolahan
Pengujian pada persamaan output PDRB sektor industri pengolahan diperoleh hasil ternyata persamaan ini mengalami gejala multikolinearitas, sehingga diatasi dengan
menggunakan Principal component
regression. Hasil penaksiran parameter sektor
industri pengolahan setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.
Tabel 6 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan PDRBI dengan PC1 Variabel Penaksiran Parameter SE thitung Prob > |T| Label Variabel Intercept PC1 17.06182 0.423431 0.098 0.064 174.29 6.66 <.0001 <.0001 Intercept Principal Compo-nent 1 R-Square = 77.32%; Pr > F = <.0001; Fhitung = 44.32
PC1 merupakan score dari principal component
regression yang bertujuan untuk menghilangkan
multikolinearitas pada data sektor industri pengolahan. Bobot pada masing-masing variabel dalam principal component 1 adalah sebagai berikut.
PC1 = 0.307 Z1 + 0.546 Z2 + 0.553 Z3 + 0.549 Z4
Persamaan model hasil penaksiran 2SLS antara variabel ln(PDRBI) dengan PC1 adalah sebagai berikut.
Ln(PDRBIt) = 17.06182+ 0.423431 (0.307 Z1 + 0.546 Z2 + 0.553 Z3 + 0.549 Z4) Ln(PDRBIt) = 17.06182+ 0.423431 (0.705 ln_TKI + 0.659 ln_BMD+ 0.359 ln_BBJ+ 0.315 ln_BPG - 37.81978) Ln(PDRBIt) = 17.06182 + 0.299 ln(TKI) + 0.279 ln(BMD)+ 0.152 ln(BBJ) + 0.133 ln(BPG) - 16.01407 PDRBIt = e 1.0478 TKI0.299BMD0.279BBJ0.153 BPG0.133
Penerapan principal component regression untuk menghilangkan multikolinearitas pada model PDRB sektor industri pengolahan diperoleh nilai koefisien determinasi yang masih cukup baik, yaitu sebesar 77.32%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja di sektor industri pengolahan mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor industri pengolahan, dalam artian kenaikan tenaga kerja di sektor
industri pengolahan sebesar 1% akan
mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor industri pengolahan sebesar 0.299% dengan
asumsi variabel lainnya tetap. Variabel
pengeluaran untuk belanja modal, variabel pengeluaran untuk belanja barang dan jasa, serta variabel pengeluaran untuk belanja pegawai masing-masing juga mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor industri pengolahan, dalam artian kenaikan pengeluaran untuk masing-masing variabel sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor industri pengolahan
masing-masing sebesar 0.279 %,0.152 %, dan 0.133%
dengan asumsi variabel lainnya tetap.
Blok Tenaga Kerja Sektor Industri
Pengolahan
Hasil penaksiran parameter sektor
industri pengolahan setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.
Tabel 7 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan
Variabel Penaksiran Parameter SE thitung Prob > |T| Label Variabel Intercept ln_PDRB 14.08821 0.031317 0.489 0.028 28.82 1.10 <.0001 0.2912 Intercept PDRB sektor industri R-Square = 8%; Pr > F = 0.2912; Fhitung = 1.21
Hasil penaksiran parameter pada blok tenaga kerja sektor industri pengolahan diperoleh nilai koefisien determinasi yang sangat jelek, yaitu hanya sebesar 8%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel PDRB sektor industri pengolahan tidak signifikan secara secara statistik. Jika dilihat dari besaran nilai Fhitung dan thitung, variabel
PDRB sektor industri pengolahan tidak
memberikan pengaruh berarti pada
penyusunan model tenaga kerja sektor
jasa-jasa. Jadi bisa disimpulkan bahwa model
tenaga kerja sektor industri pengolahan ini tidak bisa digunakan.
d. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih
Blok Output PDRB Sektor Listrik, Gas,
dan Air Bersih
Hasil penaksiran parameter sektor listrik, gas, dan air bersih setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.
Tabel 8 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan PDRB Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih
Variabel Penaksiran Parameter SE thitung Prob > |T| Label Variabel Intercept ln_TKL ln_BBJ 3.691968 0.139929 0.469858 1.851 0.157 0.026 1.99 0.89 17.88 0.0693 0.3899 <.0001 Intercept Jumlah tenaga kerja sektor listrik Belanja Barang dan Jasa R-Square = 96.61%; Pr > F = <.0001; Fhitung = 171.04
Tabel 8 menunjukkan ln(TKL) tidak signifikan secara statistik. Sehingga model persamaannya adalah sebagai berikut.
Ln(PDRBLt) = 3.691968 + 0.139929 TKI +
0.469858 BBJ
PDRBLt = e
3.691968
TKL0.139929BBJ0.469858
Model PDRB sektor listrik, gas, dan air bersih memiliki hasil penaksiran yang sangat baik baik, sebagaimana terlihat dari nilai
koefisien determinasi (R2) sebesar 96.61. Hasil
penaksiran parameter dengan 2SLS
menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja di
sektor ini tidak signifikan, sehingga
pengaruhnya terhadap nilai PDRB sektor listrik, gas, dan air bersih sangat kecil di bawah rata-rata. Variabel pengeluaran untuk belanja barang dan jasa ini mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor listrik, gas, dan air bersih, dalam artian kenaikan pengeluaran untuk belanja
barang dan jasa sebesar 1 % akan
mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor listrik, gas, dan air bersih sebesar 0.469% dengan asumsi variabel lainnya tetap.
Blok Tenaga Kerja Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih
Pengujian pada persamaan tenaga kerja sektor listrik, gas, dan air bersih diperoleh hasil ternyata persamaan ini mengalami gejala multikolinearitas, sehingga diatasi dengan
menggunakan Principal component
regression. Hasil penaksiran parameter tenaga
kerja sektor listrik, gas, dan air bersih setelah terbebas dari multikolinearitas adalah sebagai berikut.
Tabel 9 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih
Variabel Penaksiran Parameter SE thitung Prob > |T| Label Variabel Intercept PC1 10.37478 -0.06947 0.063 0.052 163.91 -1.32 <.0001 0.2084 Intercept Principal Compo-nent 1 R-Square = 11.88%; Pr > F = 0.2084; Fhitung = 1.75
Hasil penaksiran parameter pada blok tenaga kerja sektor listrik, gas, dan air bersih diperoleh nilai koefisien determinasi yang
jelek, yaitu hanya sebesar 11.88%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel PC1 yang terdiri dari variabel PDRB sektor listrik, gas, dan air bersih serta pengeluaran belanja modal tidak signifikan secara secara statistik. Jika dilihat dari besaran nilai Fhitung
dan thitung, baik secara serentak maupun scara
parsial variabel PC1 tidak memberikan
pengaruh berarti pada penyusunan model tenaga kerja sektor listrik, gas, dan air bersih. Jadi bisa disimpulkan bahwa model tenaga
kerja sektor industri listrik, gas, dan air
bersih ini tidak bisa digunakan.
e. Sektor Bangunan
Blok Output PDRB Sektor Bangunan
Pengujian pada persamaan output PDRB sektor bangunan diperoleh hasil ternyata
persamaan ini mengalami gejala
multikolinearitas, sehingga diatasi dengan
menggunakan Principal component
regression. Hasil penaksiran parameter sektor
industri bangunan setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.
Tabel 10 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan PDRBB dengan PC1 Variabel Penaksiran Parameter SE thitung Prob > |T| Label Variabel Intercept PC1 15.33363 0.241639 0.093 0.058 164.67 4.18 <.0001 0.0011 Intercept Principal Compo-nent 1 R-Square = 57.35%; Pr > F = 0.0008; Fhitung = 17.48
PC1 merupakan score dari principal component
regression yang bertujuan untuk menghilangkan
multikolinearitas pada data sektor bangunan. Bobot pada masing-masing variabel dalam
principal component 1 adalah sebagai berikut.
PC1 = 0.419 Z1 + 0.520 Z2 + 0.530 Z3 + 0.523Z4
Persamaan model hasil penaksiran 2SLS antara
variabel ln(PDRBL) dengan PC1 adalah sebagai
berikut. Ln(PDRBBt) = 15.33363 + 0.241639 (0.419 Z1 + 0.520 Z2 + 0.530 Z3 + 0.523 Z4) Ln(PDRBBt) = 15.33363 + 0.241639 (1.038 ln_TKB + 0.627 ln_BMD+ 0.344 ln_BBJ+ 0.300 ln_BPG - 40.2265) Ln(PDRBBt) = 15.33363 + 0.251ln(TKB) + 0.152 ln(BMD) + 0.083ln(BBJ) + 0.073 ln(BPG) - 9.72029 PDRBBt =e5.613TKB0.251BMD0.152BBJ0.083BPG0.073
Penerapan principal component regression untuk menghilangkan multikolinearitas pada
model PDRB sektor bangunan diperoleh nilai koefisien determinasi yang masih cukup baik, yaitu sebesar 57.35%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja di sektor bangunan mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor bangunan, dalam artian kenaikan tenaga kerja di
sektor bangunan sebesar 1% akan
mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor bangunan sebesar 0.251% dengan asumsi
variabel lainnya tetap. Variabel pengeluaran
untuk belanja modal, variabel pengeluaran untuk belanja barang dan jasa, serta variabel pengeluaran untuk belanja pegawai masing-masing juga mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor bangunan, dalam artian kenaikan pengeluaran untuk masing-masing variabel sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor bangunan masing-masing sebesar 0.152%, 0.083%, dan 0.073% dengan asumsi variabel lainnya tetap.
Blok Tenaga Kerja Sektor Bangunan Pengujian pada persamaan tenaga kerja sektor bangunan diperoleh hasil ternyata persamaan ini mengalami gejala autokorelasi, sehingga diatasi dengan menggunakan First
differensing equation. Hasil penaksiran
parameter sektor perdagangan setelah
memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.
Tabel 11 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor Bangunan
Variabel Penaksiran Parameter SE thitung Prob > |T| Label Variabel Intercept difn_lnPDRBB 0.044567 0.314372 0.041 0.064 1.08 4.93 0.2996 0.0003 Intercept PDRB sektor bangunan R-Square = 65.15%; Pr > F = 0.0003; Fhitung = 24.31
Tabel 11 menunjukkan variabel differencing ln(PDRBB) signifikan secara statistik. Sehingga model persamaannya adalah sebagai berikut.
Ln(TKBt*) = 0.044567 + 0.314372 ln(PDRBB*) TKBt* = e
0.0446
(PDRBB*)0.314
Penerapan First difference equation untuk menghilangkan autokorelasi pada model tenaga kerja sektor bangunan diperoleh nilai koefisien determinasi yang masih cukup baik, yaitu sebesar 65.15%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel PDRB sektor bangunan mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai tenaga kerja sektor pertambangan, dalam artian kenaikan PDRB
sektor bangunan sebesar 1% akan
mengakibatkan kenaikan permintaan akan
tenaga kerja sektor pertambangan sebesar 0.314% dengan asumsi variabel lainnya tetap.
f. Sektor Perdagangan
Blok Output PDRB Sektor Perdagangan
Hasil penaksiran parameter sektor
perdagangan setelah memenuhi asumsi
identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.
Tabel 12 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan PDRB Sektor Perdagangan Variabel Penaksiran Parameter SE thitung Prob > |T| Label Variabel Intercept ln_TKD ln_BMD -14.1659 0.728629 0.960488 22.287 1.659 0.195 -0.64 0.44 4.93 0.5370 0.6682 0.0003 Intercept Tenaga kerja sektor perdagangan Belanja Modal R-Square = 80.59%; Pr > F = <.0001; Fhitung = 24.86
Tabel 12 menunjukkan ln(TKD) dan ln(BPG) tidak signifikan secara statistik. Sehingga model persamaannya menjadi sebagai berikut.
ln_PDRBDt = -14.1659 + 0.728629 ln_TKD +
0.960488 ln_BMD
PDRBDt = e -14.1659
TKD0.728629BMD 0.960488
Model PDRB sektor perdagangan memiliki hasil penaksiran yang cukup baik, sebagaimana
terlihat dari nilai koefisien determinasi (R2)
sebesar 80.59. Hasil penaksiran parameter dengan 2SLS ini menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja dan pengeluaran untuk belanja
pegawai tidak signikan, sehingga hanya
memiliki pengaruh yang sangat kecil di bawah
rata-rata terhadap nilai PDRB sektor
perdagangan. Variabel pengeluaran untuk
belanja modal mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor perdagangan, dalam artian kenaikan pengeluaran untuk belanja modal sebesar 1 % akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor perdagangan sebesar 0.960% dengan asumsi variabel lainnya tetap.
Blok Tenaga Kerja PDRB Sektor
Perdagangan
Hasil penaksiran parameter tenaga kerja sektor perdagangan setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.
Tabel 13 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor Perdagangan
Variabel Penaksiran Parameter SE thitung Prob > |T| Label Variabel Intercept ln_PDRBD 13.84344 0.066330 0.374 0.022 36.97 3.02 <.0001 0.0099 Intercept PDRB sektor perdagangan R-Square = 41.17%; Pr > F = 0.0099; Fhitung = 9.10
Tabel 13 menunjukkan ln(PDRBD) signifikan secara statistik. Sehingga model persamaan
tenaga kerja sektor perdagangan adalah sebagai berikut. Ln(TKDt) = 13.84344 + 0.06633 PDRBD TKDt = e 13.84344 PDRBD0.06633
Model tenaga kerja sektor perdagangan memiliki hasil penaksiran yang kurang baik, sebagaimana terlihat dari nilai koefisien
determinasi (R2) hanya sebesar 41.17%. Hasil
penaksiran parameter dengan 2SLS ini
menunjukkan bahwa variabel PDRB sektor perdagangan mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai tenaga kerja sektor perdagangan, dalam artian kenaikan nilai PDRB
sektor perdagangan sebesar 1 % akan
mengakibatkan kenaikan permintaan akan
tenaga kerja sektor perdagangan sebesar 0.066% dengan asumsi variabel lainnya tetap.
g. Sektor Transportasi
Blok Output PDRB Sektor Transportasi
Pengujian pada persamaan output PDRB sektor transportasi diperoleh hasil ternyata
persamaan ini mengalami gejala
multikolinearitas, sehingga diatasi dengan
menggunakan Principal component
regression. Hasil penaksiran parameter sektor
transportasi setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.
Tabel 14 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan PDRB Sektor Transportasi Variabel Penaksiran Parameter SE thitung Prob > |T| Label Variabel Intercept PC1 15.63550 0.369052 0.067 0.043 232.68 8.64 <.0001 <.0001 Intercept Principal Compo-nent 1 R-Square = 85.17%; Pr > F = <.0001; Fhitung = 74.68
PC1 merupakan score dari principal component
regression yang bertujuan untuk menghilangkan
multikolinearitas pada data sektor transportasi. Bobot pada masing-masing variabel dalam
principal component 1 adalah sebagai berikut.
PC1 = 0.382Z1 + 0.529Z2 + 0.537Z3 + 0.535Z4 Persamaan model hasil penaksiran 2SLS antara
variabel ln(PDRBA) dengan PC1 adalah sebagai
berikut. Ln(PDRBAt) = 15.63550 + 0.369052 (0.382 Z1 + 0.529 Z2 + 0.537 Z3 + 0.535 Z4) Ln(PDRBAt) = 15.63550 + 0.369052 (1.244 ln_TKA + 0.638 ln_BMD+ 0.349 ln_BBJ+ 0.307 ln_BPG - 43.56414) Ln(PDRBAt) = 15.63550 + 0.459 ln(TKA) + 0.235 ln(BMD)+ 0.129 ln(BBJ) + 0.113 ln(BPG) - 16.07744 PDRBAt=e -0.442 TKA0.459BMD0.235BBJ0.129BPG0.113
Penerapan principal component regression untuk menghilangkan multikolinearitas pada model PDRB sektor transportasi diperoleh nilai koefisien determinasi yang masih baik, yaitu
sebesar 85.17%. Hasil penaksiran ini
menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja di sektor transportasi mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor transportasi, dalam artian kenaikan tenaga kerja di sektor transportasi sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor transportasi sebesar 0.459% dengan asumsi
variabel lainnya tetap. Variabel pengeluaran
untuk belanja modal, variabel pengeluaran untuk belanja barang dan jasa, serta variabel pengeluaran untuk belanja pegawai masing-masing juga mempunyai hubungan yang positif
dengan besarnya nilai PDRB sektor
transportasi, dalam artian kenaikan pengeluaran untuk masing-masing variabel sebesar 1 % akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor transportasi masing-masing sebesar 0.235%, 0.129%, dan 0.113% dengan asumsi variabel lainnya tetap.
Blok Tenaga Kerja Sektor Transportasi
Hasil penaksiran parameter tenaga kerja sektor transportasi setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.
Tabel 15 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor Transportasi
Variabel Penaksiran Parameter SE thitung Prob > |T| Label Variabel Intercept ln_PDRBA 12.14829 0.089933 0.681 0.043 17.83 2.08 <.0001 0.0583 Intercept PDRB sektor transportasi R-Square = 24.9%; Pr > F = 0.0583; Fhitung = 4.31
Tabel 15 menunjukkan ln(PDRBA) signifikan
pada α = 1 persen. Sehingga model persamaan
tenaga kerja sektor transportasi adalah sebagai berikut.
Ln(TKAt) = 12.14829 + 0.089933 PDRBA TKAt = e12.14829PDRBA0.089933
Model tenaga kerja sektor transportasi
memiliki hasil penaksiran yang jelek,
sebagaimana terlihat dari nilai koefisien
determinasi (R2) hanya sebesar 24.9%. Hasil
penaksiran parameter dengan 2SLS ini
menunjukkan bahwa variabel PDRB sektor transportasi mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai tenaga kerja sektor transportasi, dalam artian kenaikan nilai PDRB
sektor transportasi sebesar 1 % akan
mengakibatkan kenaikan permintaan akan
tenaga kerja sektor transportasi sebesar 0.089% dengan asumsi variabel lainnya tetap.
h. Sektor Lembaga Keuangan dan Jasa
Perusahaan
Blok Output PDRB Sektor Lembaga Keuangan dan Jasa Perusahaan
Pengujian pada persamaan output PDRB sektor keuangan dan jasa perusahaan diperoleh hasil ternyata persamaan ini mengalami gejala multikolinearitas, sehingga diatasi dengan
menggunakan Principal component
regression. Hasil penaksiran parameter sektor
keuangan dan jasa perusahaan setelah
memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.
Tabel 16 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan PDRB Sektor Lembaga Keuangan dan Jasa
Variabel Penaksiran Parameter SE thitung Prob > |T| Label Variabel Intercept PC1 15.52187 0.353435 0.116 0.087 133.44 4.04 <.0001 0.0014 Intercept Principal Compo-nent 1 R-Square = 55.67%; Pr > F = 0.0014; Fhitung = 16.33
PC1 merupakan score dari principal component
regression yang bertujuan untuk menghilangkan
multikolinearitas pada data sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan. Bobot pada
masing-masing variabel dalam principal
component 1 adalah sebagai berikut.
PC1 = 0.390 Z1 + 0.664 Z2 + 0.638 Z3
Persamaan model hasil penaksiran 2SLS antara
variabel ln(PDRBK) dengan PC1 adalah sebagai
berikut. Ln(PDRBKt) = 15.52187 + 0.353435 (0.390 Z1 + 0.664 Z2 + 0.638 Z3) Ln(PDRBKt) = 15.52187 + 0.353435 (0.662 ln_TKK+ 0.801 ln_BMD+ 0.366 ln_BPG - 32.27581) Ln(PDRBKt) = 15.52187 + 0.234 ln(TKK) + 0.283 ln(BMD) + 0.129 ln(BPG) - 11.4074 PDRBKt = e 4.11447 TKK0.234BMD0.283BPG0.129
Penerapan principal component regression untuk menghilangkan multikolinearitas pada model PDRB sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan diperoleh nilai koefisien determinasi yang cukup baik, yaitu sebesar 55.67%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja di sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan, variabel pengeluaran untuk belanja modal, serta variabel pengeluaran untuk belanja pegawai mempunyai hubungan yang
positif dengan besarnya nilai PDRB sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan, dalam artian kenaikan pada masing-masing variabel sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan masing-masing sebesar 0.234%, 0.283%, dan 0.129% dengan asumsi variabel lainnya tetap.
Blok Tenaga Kerja Sektor Lembaga
Keuangan dan Jasa Perusahaan
Pengujian pada persamaan tenaga kerja sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan
diperoleh hasil ternyata persamaan ini
mengalami gejala multikolinearitas, sehingga
diatasi dengan menggunakan Principal
component regression. Hasil penaksiran parameter tenaga kerja sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan setelah terbebas dari multikolinearitas adalah sebagai berikut.
Tabel 17 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan
Variabel Penaksiran Parameter SE thitung Prob > |T| Label Variabel Intercept PC1 11.65737 0.025109 0.150 0.128 77.52 0.20 <.0001 0.8475 Intercept Principal Compo-nent 1 R-Square = 0.29%; Pr > F = 0.8475; Fhitung = 0.04
Hasil penaksiran parameter pada blok tenaga kerja sektor lembaga keuangan dan jasa
perusahaan diperoleh nilai koefisien
determinasi yang sangat jelek, yaitu hanya
sebesar 0.29%. Hasil penaksiran ini
menunjukkan bahwa variabel PC1 yang terdiri dari variabel PDRB sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan serta pengeluaran barang dan jasa tidak signifikan secara secara statistik. Jika dilihat dari besaran nilai Fhitung dan thitung,
baik secara serentak maupun scara parsial
variabel PC1 tidak memberikan pengaruh
berarti pada penyusunan model tenaga kerja
sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan.
Jadi bisa disimpulkan bahwa model tenaga kerja sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan ini tidak bisa digunakan.
i. Sektor Jasa-Jasa
Blok Output PDRB Sektor Jasa-Jasa
Pengujian pada persamaan output PDRB sektor jasa-jasa diperoleh hasil ternyata
persamaan ini mengalami gejala
multikolinearitas, sehingga diatasi dengan
menggunakan Principal component
regression. Hasil penaksiran parameter sektor
jasa-jasa setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.
Tabel 18 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan PDRB Sektor Jasa-Jasa Variabel Penaksiran Parameter SE thitung Prob > |T| Label Variabel Intercept PC1 16.05202 0.348006 0.074 0.048 216.60 7.25 <.0001 <.0001 Intercept Principal Compo-nent 1 R-Square = 80.17%; Pr > F = <.0001; Fhitung = 52.56
PC1 merupakan score dari principal component
regression yang bertujuan untuk menghilangkan
multikolinearitas pada data sektor jasa-jasa. Bobot pada masing-masing variabel dalam
principal component 1 adalah sebagai berikut.
PC1 = 0.194 Z1 + 0.564 Z2 + 0.571 Z3 + 0.564Z4
Persamaan model hasil penaksiran 2SLS antara
variabel ln(PDRBJ) dengan PC1 adalah sebagai
berikut. Ln(PDRBJt) = 16.05202 + 0.348006 (0.194 Z1 + 0.564 Z2 + 0.571 Z3 + 0.564 Z4) Ln(PDRBJt) = 16.05202 + 0.348006 (0.592 ln_TKJ+ 0.680 ln_BMD+ 0.371 ln_BBJ+ 0.324 ln_BPG - 36.96154) Ln(PDRBJt) = 16.05202 + 0.206 ln(TKJ) + 0.237 ln(BMD)+ 0.129 ln(BBJ) + 0.113 ln(BPG) - 12.86284 PDRBJt=e3.18918TKJ0.206BMD0.237BBJ0.129BPG0.113
Penerapan principal component regression untuk menghilangkan multikolinearitas pada model PDRB sektor lembaga jasa-jasa diperoleh nilai koefisien determinasi yang baik, yaitu
sebesar 80.17%. Hasil penaksiran ini
menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja di sektor jasa-jasa mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor jasa-jasa, dalam artian kenaikan tenaga kerja di sektor jasa-jasa sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor jasa-jasa sebesar 0.206% dengan asumsi variabel lainnya tetap. Variabel pengeluaran untuk belanja modal, variabel pengeluaran untuk belanja barang dan jasa, serta variabel pengeluaran untuk belanja
pegawai masing-masing juga mempunyai
hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor jasa-jasa, dalam artian kenaikan pengeluaran untuk masing-masing variabel sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor jasa-jasa masing-masing sebesar 0.237%, 0.129%, dan 0.113% dengan asumsi variabel lainnya tetap.
Blok Tenaga Kerja Sektor Jasa-Jasa Hasil penaksiran parameter sektor jasa-jasa setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.
Tabel 18 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor Jasa-Jasa
Variabel Penaksiran Parameter SE thitung Prob > |T| Label Variabel Intercept ln_PDRBJ 15.39077 -0.05767 0.728 0.045 21.39 -1.29 <.0001 0.2205 Intercept PDRB sektor jasa-jasa R-Square = 11.3%; Pr > F = 0.2205; Fhitung = 1.66
Hasil penaksiran parameter pada blok
tenaga kerja sektor jasa-jasa diperoleh nilai
koefisien determinasi yang jelek, yaitu hanya
sebesar 11.3%. Hasil penaksiran ini
menunjukkan bahwa variabel PDRB sektor
jasa-jasa tidak signifikan secara secara statistik. Jika dilihat dari besaran nilai Fhitung
dan thitung, variabelPDRB sektor jasa-jasa tidak
memberikan pengaruh berarti pada
penyusunan model tenaga kerja sektor
jasa-jasa. Jadi bisa disimpulkan bahwa model
tenaga kerja sektor jasa-jasa ini tidak bisa
digunakan.
5. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil
berdasarkan hasil analisis adalah sebagai berikut.
1. Model persamaan simultan yang
membangun PDRB Propinsi Jawa Timur adalah sebagai berikut.
- PDRB sektor pertanian adalah :
PDRBPt= e
4.4889
WGP0.332 BMD0.283 BBJ0.154
- PDRB sektor pertambangan adalah :
PDRBTt* =e
0.152811
(TKT*)0.672254(BPG*)-0.049
- PDRB sektor industri pengolahan adalah :
PDRBIt = e
1.0478
TKI0.299BMD0.279BBJ0.153 BPG0.133
- PDRB sektor listrik, gas, dan air bersih
adalah :
PDRBLt = e
3.691968
TKL0.139929BBJ0.469858
- PDRB sektor bangunan adalah :
PDRBBt=e 5.61
TKB0.25BMD0.15BBJ0.08BPG0.07
- PDRB sektor perdagangan adalah :
PDRBDt = e -14.1659
TKD0.728629BMD 0.960488
- PDRB sektor transportasi dan angkutan
adalah :
PDRBAt=e -0.44
TKA0.46BMD0.24BBJ0.13BPG0.11
- PDRB sektor lembaga keuangan dan jasa
perusahaan adalah :
PDRBKt= e 4.11447
- PDRB sektor jasa-jasa adalah :
PDRBJt=e 3.189
TKJ0.21BMD0.24BBJ0.13BPG0.11
- Tenaga kerja sektor pertanian adalah :
TKPt=e 15.16731
WGP0.0104PDRBP0.0215BPG0.0103
- Tenaga kerja sektor bangunan adalah :
TKBt* = e 0.0446
(PDRBB*)0.314
- Tenaga kerja sektor perdagangan adalah :
TKDt = e 13.84344
PDRBD0.06633
- Tenaga kerja sektor transportasi adalah :
TKAt = e 12.14829
PDRBA0.089933
2. Pada pemodelan PDRB Propinsi Jawa
Timur menunjukkan bahwa faktor yang paling berpengaruh dalam persamaan adalah sektor tenaga kerja, dimana variabel tenaga kerja memiliki nilai elastisitas yang lebih besar dibanding variabel-variabel lainnya. Sehingga jika ingin meningkatkan nilai PDRB Propinsi Jawa Timur, maka sektor tenaga kerja harus lebih difokuskan dan diprioritaskan dibanding faktor-faktor yang lain.
Saran
Dalam penelitian ini terdapat tiga jenis variabel penting yang belum masuk ke dalam model, yaitu tingkat upah tiap sektor (kecuali sektor pertanian), investasi swasta, dan investasi pemerintah daerah. Hasil penaksiran pada blok tenaga kerja banyak yang tidak signifikan dikarenakan tidak adanya ketiga jenis variabel tersebut, maka pada penelitian selanjutnya sebaiknya memasukkan tiga jenis
variabel tersebut agar diperoleh hasil
penaksiran yang signifikan.
Daftar Pustaka
Bappenas, 2006. Laporan Hasil Kajian
Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor.
Diakses dalam www.bappenas.go.id/.../laporan- hasil-kajian-tahun-2006- penyusunan-model-perencanaan-lintas-wilayah-dan-lintas-sektor/ pada 4 desember 2009.
BPS, 1996. Pedoman Praktik Perhitungan
PDRB Kabupaten/Kota madya Buku I. Badan Pusat Statistik.
Jakarta.
Pedoman Praktik Perhitungan
PDRB Kabupaten/Kota madya Buku II. Badan Pusat Statistik.
Jakarta.
BPS, 2002. Pendapatan Nasional Indonesia
1998 – 2001. Badan Pusat
Statistik. Jakarta.
BPS, 2007. Jawa Timur dalam Angka Tahun
2007. Badan Pusat Statistik
Propinsi Jatim. Surabaya. Gujarati, D. N., 2004. Basic Econometrics.
Fourth Edition. Mc Graw-Hill, Inc. New York.
http://id.wikipedia.org/, 2010. Pembangunan
Ekonomi diakses 9 Februari
2010 jam 06.27 WIB.
Koutsoyiannis, A., 1977. Theory of
econometrics : an introductory exposition of econometric methods. Macmillan. London.
Kuncoro, Mudrajad. 2001. Metode Kuantitatif:
Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi. UPP AMP YKPN. Yogjakarta
Harahap, L.M., 2002. Analisis Perkembangan
Sektoral dalam Kegiatan Pembangunan Ekonomi Wilayah di Kabupaten Langkat.
Tesis Magister, Universitas
Sumatera Utara. Medan.
Nurrochmat, D.R., Sudradjat, A., Ramdan, H., Haryadi, D., dan D.S. Irawanto Eds., 2007. Reposisi Kehutanan
Indonesia. Departemen Kehutanan. Jakarta.
Rahutomo, 2007. Analisis Perubahan Struktur
Ekonomi dan Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi PDRB di
Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Tugas Akhir
Sarjana, Universitas Sebelas Maret. Solo.
Sarwoko, 2005. Dasar-Dasar Ekonometrika. Penerbit ANDI. Yogyakarta. Siregar, H., dan Sukwika, T., 2001.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Pasar Tenaga Kerja dan Implikasi Kebijakannya Terhadap Sektor Pertanian di Kabupaten Bogor. Makalah Riset, Institut Pertanian Bogor (IPB). Bogor.
Sumodiningrat, G., 2002. Ekonometrika Pengantar. BPFE. Yogyakarta.
Supranto, J. 1995. Ekonometrik Buku Dua.
Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Wei, W., W. S., (1990), Time Analysis
Univariate and Multivariate Methods,
Addison Wesley Publishing Company, Inc, America.
Widarjono, A., 2007. Ekonometrika : Teori
dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis Edisi Kedua. EKONISIA.