• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMODELAN PDRB PROPINSI JAWA TIMUR DENGAN PENDEKATAN SISTEM PERSAMAAN SIMULTAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMODELAN PDRB PROPINSI JAWA TIMUR DENGAN PENDEKATAN SISTEM PERSAMAAN SIMULTAN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PEMODELAN PDRB PROPINSI JAWA TIMUR DENGAN

PENDEKATAN SISTEM PERSAMAAN SIMULTAN

Risna Yasinta A.1, Dr. Ir. Setiawan, MS2, dan Muhammad Sjahid Akbar, MSi2

1

Mahasiswa Jurusan Statistika FMIPA-ITS, 2Dosen Jurusan Statistika FMIPA-ITS

Abstrak

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah indikator umum yang dapat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi yang terjadi di suatu wilayah. Propinsi Jawa Timur, kondisi perekonomiannya secara keseluruhan sudah stabil, sehingga memiliki nilai PDRB yang cukup berkembang pesat dari tahun ke tahun. Mengacu dari model milik Bappenas, maka pemodelan PDRB Propinsi Jawa Timur dipilah ke dalam dua blok, yaitu blok output PDRB sektoral dan blok tenaga kerja, yang dipengaruhi oleh upah sektor pertanian, jumlah tenaga kerja, pengeluaran pemerintah, dan nilai PDRB itu sendiri. Model yang digunakan untuk sistem persamaan simultan ini adalah model Cobb-Douglas. Identifikasi model pada penelitian ini memperoleh hasil yang overidentified, sehingga untuk penaksiran parameternya dengan menggunakan metode 2SLS (Two Stage Least Square). Setelah memenuhi asumsi IIDN (independen, identik, dan berdistribusi normal), factor yang paling berpengaruh terhadap pemodelan PDRB Propinsi Jawa Timur adalah sektor tenaga kerja, dimana memiliki nilai elastisitas yang lebih besar dibanding variabel-variabel lainnya.

Kata kunci : Sistem Persamaan Simultan, 2SLS (Two Stage Least Square), Model

Cobb-Douglas, PDRB Propinsi Jawa Timur

1. Pendahuluan

Salah satu sasaran pembangunan nasional

adalah tercapainya tingkat pertumbuhan

ekonomi yang cukup tinggi dan

berkesinambungan (BPS, 2007). Apabila kita ingin mengetahui pertumbuhan ekonomi yang terjadi di suatu wilayah, indikator umum yang dapat digunakan adalah Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB). Selama ini

perhitungan nilai PDRB yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) adalah PDRB dengan pendekatan produksi yang dibentuk dari sembilan sektor atau lapangan usaha, yaitu: (1) Pertanian, (2) Pertambangan dan Penggalian, (3) Industri Pengolahan, (4)

Listrik, Gas dan Air Bersih, (5)

Konstruksi/Bangunan, (6) Perdagangan, Hotel

dan Restoran, (7) Pengangkutan dan

Komunikasi, (8) Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, dan (9) Jasa-Jasa.

Kesembilan sektor pembentuk PDRB tersebut merupakan faktor-faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional maupun daerah. Persamaan tunggal yang hanya menggambarkan satu pengaruh saja belum dapat menggambarkan secara tepat

hubungan-hubungan variabel yang

membangun sembilan sektor dalam PDRB,

sehingga hal ini harus diatasi dengan persamaan simultan yang terdiri lebih dari satu persamaan. Penelitian sebelumnya tentang persamaan simultan terhadap data PDRB diantaranya dilakukan oleh Siregar dan Sukwika (2001) tentang pengaruh tenaga kerja terhadap PDRB, Harahap (2002) menyatakan bahwa sektor produksi tersier secara simultan mempunyai pengaruh terhadap PDRB per kapita di kabupaten Langkat, dan Rahutomo (2007) tentang perubahan struktur ekonomi dan faktor-faktor yang mempengaruhi PDRB Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan model dari

Bappenas (2006), dimana persamaan

ekonometrika untuk model PDRB dipilah ke dalam beberapa blok yaitu blok output dan blok tenaga kerja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui model simultan dari kesuluruhan variabel yang membentuk PDRB Propinsi Jawa Timur tersebut dan faktor-faktor

apa saja yang berpengaruh, dengan

menggunakan metode ekonometrika sistem persamaan simultan. Data yang digunakan merupakan data series mulai tahun 1992 sampai dengan tahun 2007. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan wawasan

(2)

keilmuan dan pengetahuan tentang ekonometrika dengan persamaan simultan.

2. Tinjauan Pustaka

Analisis Regresi

Gujarati (2004) mendefinisikan

analisis regresi sebagai kajian terhadap hubungan satu variabel yang disebut sebagai variabel yang diterangkan (the explained

variable) dengan satu atau dua variabel yang

menerangkan (the explanatory). Secara

umum model regresi dengan k buah variabel eksplanatori adalah sebagai berikut. ε β β β β + + + + + = X X kXk y 0 1 1 2 2 ...

Uji serentak dilakukan untuk mengetahui

apakah semua variabel bebas yang

dimasukkan dalam model mempunyai

pengaruh secara bersama-sama terhadap

variabel terikat, dengan H0 : β1 = β2 = … = βk=

0 dan H1: minimal terdapat satu βj≠0, j=

1,2,3,…,k. Uji individu pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas secara individual dalam

menerangkan variasi variabel terikat

0 : 0 i =

H β dan H1:βi ≠0,i=1,2,...,k. Menolak

H0 pada uji serentak dan uji individu apabila

nilai statistik ujinya lebih besar daripada nilai tabel.

Sistem Persamaan Simultan

Sistem persamaan simultan adalah sebuah sistem yang menjelaskan variabel dependen secara bersama-sama (Koutsoyiannis, 1977). Variabel-variabel yang ada dalam model persamaan simultan dapat digolongkan ke dalam dua tipe, yaitu variabel endogen (endogenous variable) dan variabel yang sudah diketahui nilainya atau variabel penjelas (predetermined variable). Variabel endogen adalah variabel tak bebas yang nilainya ditentukan di dalam sistem persamaan, walaupun variabel-variabel tersebut mungkin juga muncul sebagai variabel bebas di dalam sistem persamaan lainnya. Predetermined

variable adalah variabel yang nilainya

ditentukan di luar model.

Secara umum bentuk structural form dari

sistem persamaan simultan dapat

diformulasikan sebagai berikut:

t Kt K t t Mt M t t Y Y X X X e Y1 12 2 1 11 1 12 2 1 1 11 +β + +β +γ +γ + +γ = β L L M L L t Kt K t t Mt M t t Y Y X X X e Y1 22 2 2 21 1 22 2 2 21 21 +β + +β +γ +γ + +γ = β Mt Kt MK t M t M Mt MM t M t MYY + +β YXX + +γ X =e β 11 22 L 1 1 2 2 L

dimana Y adalah variabel endogen, X adalah variabel predetermined , e adalah error random, dan t=1,2,L,T.

β

dan

γ

diketahui

sebagai koefisien structural, sedangkan M adalah variabel endogenous dan K adalah variabel predetermined dalam sistem.

Identifikasi Model

Identifikasi model ditentukan atas dasar “order condition” sebagai syarat keharusan

dan “rank condition” sebagai syarat

kecukupan. Koutsoyiannis (1977) menyatakan

rumusan identifikasi model persamaan

struktural berdasarkan order condition

ditentukan oleh.

K – k ≥ m -1 dimana:

M = jumlah variabel endogen di dalam

model simultan

m = jumlah variabel endogen di dalam

persamaan tertentu

K = jumlah variabel eksogen di dalam

model simultan

k = jumlah variabel eksogen di dalam

persamaan tertentu

Jika dalam suatu persamaan dalam model menunjukkan kondisi sebagai berikut.

1. K – k > m - 1, maka persamaan dinyatakan

teridentifikasi secara berlebih

(overidentified)

2. K – k = m - 1, maka persamaan tersebut

dinyatakan teridentifikasi secara tepat

(exactly identified)

3. K – k < m - 1, maka persamaan tersebut

dinyatakan tidak teridentifikasi

(unidentified)

Rank condition merupakan determinan

turunan persamaan struktural yang nilainya tidak sama dengan nol (Koutsoyiannis, 1977). Hasil identifikasi untuk setiap persamaan struktural haruslah exactly identified atau

overidentified untuk dapat menduga parameter-parameternya.

Metode Penaksiran Two Stage Least Square (2SLS)

2SLS adalah suatu metode yang

sistematis dalam menciptakan

variabel-variabel instrumen untuk menggantikan

variabel-variabel endogen dalam posisinya sebagai variabel-variabel penjelas dalam sistem persamaan simultan. Berikut bentuk umum dari persamaan struktural ke – i.

… … (3) (1)

(3)

Keterangan :

yi menunjukkan variabel endogen (i = 1, 2, …,

M)

xi menunjukkan variabel predeterminan (i = 1,

2, …, k)

b mewakili koefisien dari variabel endogen

mewakili koefisien dari variabel

predeterminan

Lebih khusus, menurut Koutsoyiannis (1977), metode 2SLS bermuara pada pada aplikasi OLS, yang dibagi dalam dua langkah sebagai berikut.

1. Langkah pertama menjalankan regresi

dengan OLS terhadap

persamaan-persamaan reduced form untuk variabel-variabel endogen yang ada di sebelah kanan sebagai variabel penjelas di dalam

persamaan struktural dalam sistem

persamaan simultan.

Dimana: …

Pada langkah ini OLS diterapkan pada

persamaan reduce-form untuk

mendapatkan estimasi dari π.

Koefisien reduce-form, , digunakan

untuk memperoleh satu pasang nilai estimasi (dihitung) untuk variabel endogen

: , , … .

2. Langkah kedua mengganti variabel

endogen yang muncul di sisi kanan dari

persamaan dengan nilai perkiraan

,dan kemudian dilakukan

penaksiran dengan menggunakan OLS pada persamaan simultan yang sudah direvisi.

Pada langkah ini mensubstitusi ke dalam

persamaan struktural dan memperoleh transformasi dari fungsi sebagai berikut.

Uji Asumsi Uji Multikolinearitas

Menurut Gujarati (2004) gejala

Multikolinearitas ini dapat dideteksi dengan beberapa cara antara lain :

1. Jika ditemukan nilai R2 yang tinggi dan

nilai statistik F yang signifikan tetapi sebagian besar nilai statistik t tidak signifikan.

2. Bila diperoleh koefisien korelasi

sederhana yang tinggi diantara sepasang-sepasang variabel eksplanatori, yaitu nilainya lebih besar dari 0,95.

3. Menghitung nilai Toleransi atau VIF

(Variance Inflation Factor), jika nilai Toleransi kurang dari 0.1 atau nilai VIF

melebihi 10 maka hal tersebut

menunjukkan bahwa multikolinearitas

adalah masalah yang pasti terjadi antar variabel bebas.

4. Bila dalam model regresi diperoleh

koefisien regresi () dengan tanda yang

berbeda dengan koefisien korelasi antara Y

dan Xj. Misal korelasi antara Y dan Xj

bertanda positif ( 0!, tetapi

koefisien regresi yang berhubungan

dengan Xj bertanda negatif ( " 0! , atau

sebaliknya.

Uji Asumsi Residual Identik

Salah satu asumsi regresi linier yang harus dipenuhi adalah homogenitas varians

dari error (homoskedastisitas).

Homoskedastisitas berarti varians dari error bersifat konstan (tetap) atau disebut juga identik. Kebalikannya, bila ternyata diperoleh kondisi varians error (atau Y) tidak identik, maka disebut terjadi kasus heteroskedastisitas. Salah satu statistik uji yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah dengan menggunakan uji Glejser. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut (Gujarati, 2004).

H0 : Varians residual identik

H1 : Varians residual tidak identik

Apabila

β

1 tidak signifikan melalui uji t

maka dapat disimpulkan tidak ada heteroskedastisitas.

Uji Asumsi Residual Independen

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi terjadinya autokorelasi adalah dengan menggunakan uji fungsi autokorelasi (Autocorrelation Function, ACF). Wei (1990) mendefinisikan covariance antara et dan et+k dapat dituliskan sebagai berikut.

(

)

(

µ

)(

µ

)

γk =cove ,t etk =E etetk

dan autokorelasi antara et dan et+k adalah

sebagai berikut. (4) (6) (7) dimana (5) (8) (9)

(4)

(

)

( )

t

( )

t k k t t k e e e e + + = var var , cov ρ

dimana, Var(et) = Var (et+k) = γ0 sebagai fungsi

dari k, γk disebut sebagi fungsi autokovariance

dan ρk disebut sebagai fungsi autokorelasi

(ACF). Apabila hasil plot ACF residual menunjukkan tidak ada lag yang keluar dari batas, maka dapat disimpulkan tidak terjadi autokorelasi pada model.

Uji Asumsi Residual Distribusi Normal Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menguji kenormalan residual adalah dengan menggunakan statistik uji Kolmogorov-Smirnov, dan hipotesanya adalah sebagai berikut.

H0 : residual berdistribusi normal

H1 : residual tidak berdistribusi normal

Kesimpulan tolak H0 jika nilai statistik p-value <

α, sehingga jika nilai p-value > α maka asumsi distribusi normal terpenuhi. Apabila asumsi distribusi normal tidak terpenuhi maka dapat diatasi dengan melakukan transformasi terhadap pengamatan variabel dependent.

Model fungsi produksi Cobb Douglas Fungsi produksi berbentuk tidak linear berarti fungsinya tidak berupa garis lurus, tetapi dengan cara transformasi ln model dapat menjadi linear. Model fungsi Cobb Douglas : - Y β Xβ1eε

0

= bila hanya terdapat sebuah input

- β β β ε e X X Y 1 2 2 1 0

= bila terdapat dua buah input

Model tersebut dapat dilinearkan dengan cara dilakukan transformasi ln, sehingga model menjadi : e X X Y)=ln( )+ ln( )+ ln( )+ ln( β0 β1 1 β2 2 bila * 2 2 * 1 1 * 0 0 * ) ln( , ) ln( , ) ln( ; ) ln(Y =Y β =β X =X serta X =X maka model menjadi sebagai berikut :

e X X Y = + + *+ 2 2 * 1 1 * 0 * β β β

Model ini sudah linear. Sedangkan koefisien regresi merupakan besaran elastisitas produksi, yaitu persentase perubahan output sebagai akibat berubahnya input sebesar satu persen. Produk Domestik Regional Bruto

Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di

suatu wilayah. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahun, sedang PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun

tertentu sebagai dasar, dimana dalam

penghitungan ini digunakan tahun 2000. Menurut pendekatan produksi, PDRB disusun oleh 9 sektor, yaitu : (1) Pertanian, (2) Pertambangan dan Penggalian, (3) Industri Pengolahan, (4) Listrik, Gas dan Air Bersih, (5) Konstruksi/Bangunan, (6) Perdagangan, Hotel dan Restoran, (7) Pengangkutan dan Komunikasi, (8) Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, dan (9) Jasa-Jasa.

3. Metodologi Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari BPS Propinsi Jawa Timur, yang meliputi data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan tahun 2000, data upah sektor pertanian, data pengeluaran untuk belanja pegawai; belanja barang dan jasa; belanja modal, serta data jumlah tenaga kerja per sektor. Data-data tersebut diambil mulai tahun 1992 sampai dengan tahun 2007 untuk wilayah Propinsi Jawa Timur.

Pemodelan PDRB dalam analisis ini dipilah ke dalam dua blok, yaitu blok output PDRB sektoral dan blok tenaga kerja. Bentuk persamaan blok output PDRB sektoral dengan penerapan model fungsi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut. #$%&#' () *+#' &.$',/ &&0',12- (12) #$%&3' ) 343' &#+'5/2/ (13) #$%&6' 7) 346'

&.$'8/ &&0'81&#+'8921

(14)

#$%&:' ;) 34:'

&&0'</29 (15)

#$%&&' ) 34&'=- &.$'=/ &&0'=1&#+'=92>

(16) #$%&$' ?) 34$' @ &.$'@/ &#+'@1 2A (17) #$%&B' C) 34B'

&.$'D/ &&0'D1&#+'D92E

(18) #$%&4' F) 344' &.$'G/ &#+'G12H (19) #$%&0' I) 340'

&.$'/ &&0'1&#+'92J dimana : t = 1, 2, 3, ...16

Bentuk persamaan untuk blok tenaga kerja dengan penerapan model fungsi Cobb-Douglas, berturut-turut sebagai berikut.

10 3 2 1PDRBP BPG e WGP j = TKP j t j t j t 0 t ε (21) 11 3 3 1BMD BBJ e PDRBT k = TKT kt k t k t 0 t ε (22) (11) (10) (20)

(5)

12 1e PDRBI l = TKIt 0 lt ε 13 2 1BMD e PDRBL m = TKL mt m t 0 t ε 14 1e PDRBB n = TKB n t 0 t ε 15 1e PDRBD o = TKDt 0 ot ε 16 1e PDRBA p = TKA p t 0 t ε 17 2 1BBJ e PDRBK q = TKK qt q t 0 t ε 18 1e PDRBJ r = TKJt 0 rt ε dimana : t = 1, 2, 3, ...16

Variabel-variabel yang mempengaruhi

persamaan blok output dan blok tenaga kerja adalah sebagai berikut.

Tabel 1 Variabel-Variabel Penyusun Model Variabel Endogen Variabel Eksogen PDRBP = PDRB Sektor Pertanian WGP = Upah Sektor Pertanian PDRBT = PDRB Sektor Pertambangan TKP = Sektor Pertanian PDRBI = PDRB Sektor Industri TKT = Tenaga Kerja Sektor Pertambangan PDRBL = PDRB Sektor Listrik

TKI = Tenaga Kerja Sektor Industri PDRBB = PDRB Sektor Bangunan TKL = Tenaga Kerja Sektor Listrik PDRBD = PDRB Sektor Perdagangan TKB = Tenaga Kerja Sektor Bangunan PDRBA = PDRB Sektor Transportasi TKD = Tenaga Kerja Sektor Perdagangan PDRBK = PDRB Sektor Lembaga Keuangan

TKA = Tenaga Kerja Sektor Transportasi PDRBJ = PDRB Sektor Jasa-Jasa TKK = Tenaga Kerja Sektor Keuangan TKJ = Tenaga Kerja Sektor Jasa BMD = Pengeluaran untuk Belanja Modal BBJ = Pengeluaran untuk Belanja Barang&Jasa

BPG = Pengeluaran untuk Belanja Pegawai

Langkah-langkah analisis yang dilakukan pada penelitian ini sebagai berikut.

1. Melakukan identifikasi model berdasarkan sistem persamaan simultan yang telah terbentuk.

2. Melakukan penaksiran paramater model dengan 2SLS (Two Stage Least Squares). 3. Melakukan pengujian asumsi terhadap

model.

4. Melakukan interprestasi dari model yang telah diuji asumsi.

(23) (24) (25) (26) (27) (28) (29) mempengaruhi persamaan blok output dan blok tenaga kerja

Variabel Penyusun Model Variabel Eksogen WGP = Upah Sektor Pertanian TKP = Tenaga Kerja Sektor Pertanian TKT = Tenaga Kerja Sektor Pertambangan TKI = Tenaga Kerja Sektor Industri TKL = Tenaga Kerja Sektor Listrik TKB = Tenaga Kerja Sektor Bangunan TKD = Tenaga Kerja Sektor Perdagangan TKA = Tenaga Kerja Sektor Transportasi TKK = Tenaga Kerja Lembaga Keuangan TKJ = Tenaga Kerja Sektor Jasa-Jasa BMD = Pengeluaran untuk Belanja Modal BBJ = Pengeluaran untuk Belanja Barang&Jasa

BPG = Pengeluaran untuk Belanja Pegawai

langkah analisis yang dilakukan berikut.

Melakukan identifikasi model berdasarkan sistem persamaan simultan yang telah Melakukan penaksiran paramater model dengan 2SLS (Two Stage Least Squares). Melakukan pengujian asumsi terhadap

dari model yang

4. Analisis dan Pembahasan

Deskriptif Variabel Penelitian

Hasil deskriptif dari data PDRB Propinsi Jawa Timur atas dasar harga konstan ditampilkan pada Gambar 1

Gambar 1 Deskriptif PDRB Propinsi Jawa Dasar Harga Konstan

Gambar 1 menunjukkan nilai PDRB Propinsi Jawa Timur telah mengalami pertambahan yang cukup signifikan tiap tahunnya,

setelah tahun 2002. Gejala ini menunjukkan jika perekonomian di Propinsi Jawa Timur sudah baik, karena nilai P

meningkat tiap tahun.

Hasil deskriptif untuk pengeluaran ditampilkan pada Gambar

Gambar 2 Deskriptif Pengeluaran Daerah Propinsi Jawa Timur

Gambar 2 menunjukkan pengeluaran daerah Propinsi Jawa Timur selalu meningkat dari tahun ke tahun. Faktor yang menyebabkan meningkatnya pengeluaran daerah pada setiap tahunnya adalah karena semakin besar dan banyak kegiatan pemerintah yang disebabkan oleh adanya perkembangan sosial, maka

mengakibatkan semakin besar

pengeluaran pemerintah yang bersangkutan Hasil pengolahan deskriptif pada tenaga kerja di sembilan sektor PDRB

Timur ditampilkan pada Gambar 3.

0 20000000 40000000 60000000 80000000 10000000 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 0 2000000000 4000000000 6000000000 8000000000 10000000000 12000000000 14000000000 1992 1994 1996 1998

Analisis dan Pembahasan Variabel Penelitian

Hasil deskriptif dari data PDRB Propinsi Jawa Timur atas dasar harga konstan ditampilkan pada Gambar 1 sebagai berikut.

Gambar 1 Deskriptif PDRB Propinsi Jawa Timur Atas Dasar Harga Konstan

menunjukkan nilai PDRB Propinsi Jawa Timur telah mengalami pertambahan yang cukup signifikan tiap tahunnya,, terutama setelah tahun 2002. Gejala ini menunjukkan jika perekonomian di Propinsi Jawa Timur rena nilai PDRB selalu Hasil deskriptif untuk pengeluaran daerah ditampilkan pada Gambar 2 sebagai berikut.

Gambar 2 Deskriptif Pengeluaran Daerah Propinsi Jawa Timur

Gambar 2 menunjukkan pengeluaran daerah selalu meningkat dari tahun ke tahun. Faktor yang menyebabkan meningkatnya pengeluaran daerah pada setiap tahunnya adalah karena semakin besar dan banyak kegiatan pemerintah yang disebabkan oleh adanya perkembangan sosial, maka

mengakibatkan semakin besar pula

pengeluaran pemerintah yang bersangkutan Hasil pengolahan deskriptif pada tenaga kerja di sembilan sektor PDRB Propinsi Jawa

ditampilkan pada Gambar 3.

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 PDRBP PDRBT PDRBI PDRBL PDRBB PDRBD PDRBA PDRBK PDRBJ 1998 2000 2002 2004 2006 BPG BBJ BMD

(6)

Gambar 3 Deskriptif Tenaga Kerja di Sembilan Sektor PDRB Propinsi Jawa Timur

Di Propinsi Jawa Timur tenaga kerja terbesar adalah pada sektor pertanian

dikarenakan wilayah Jawa Timur sebagian besar masih berupa lahan pertanian, sehingga wajar apabila sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian.

Hasil Penaksiran Model PDRB Jawa Timur

Uji kelayakan modelnya dengan

menggunakan identifikasi model yang

ditentukan atas dasar “order condition Pemeriksaan order condition pada persamaan PDRB Propinsi Jawa Timur memperoleh hasil yang overidentified, sehingga penaksiran

parameter dapat dilakukan dengan

menggunakan metode 2SLS. Hasil penaksiran parameter masing-masing sektornya adalah sebagai berikut.

a. Sektor Pertanian

Blok Output PDRB Sektor Pertanian Pengujian pada persamaan output PDRB sektor pertanian diperoleh hasil

persamaan ini mengalami gejala

multikolinearitas, sehingga diatasi dengan

menggunakan Principal component

regression. Hasil penaksiran parameter sektor

pertanian setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.

Tabel 2 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan PDRB Sektor Pertanian Variabel Penaksiran Parameter SE thitung Intercept PC1 16.64788 0.408325 0.094 0.059 177.36 6.93 R-Square = 78.69%; Pr > F = <.0001

PC1 merupakan score dari principal component

regression yang bertujuan untuk menghilangkan

multikolinearitas pada data sektor pertanian. Bobot pada masing-masing variabel dalam

principal component 1 adalah sebagai berikut.

PC1 = 0.578 Z1 + 0.575 Z2 0 1000000 2000000 3000000 4000000 5000000 6000000 7000000 8000000 9000000 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004

Gambar 3 Deskriptif Tenaga Kerja di Sembilan Sektor PDRB Propinsi Jawa Timur

awa Timur tenaga kerja terbesar adalah pada sektor pertanian, hal ini dikarenakan wilayah Jawa Timur sebagian besar masih berupa lahan pertanian, sehingga wajar apabila sebagian besar penduduknya Hasil Penaksiran Model PDRB Propinsi

Uji kelayakan modelnya dengan

menggunakan identifikasi model yang

order condition”.

pada persamaan PDRB Propinsi Jawa Timur memperoleh hasil , sehingga penaksiran

ameter dapat dilakukan dengan

menggunakan metode 2SLS. Hasil penaksiran masing sektornya adalah

Blok Output PDRB Sektor Pertanian ada persamaan output PDRB

diperoleh hasil ternyata

mengalami gejala

olinearitas, sehingga diatasi dengan

Principal component

Hasil penaksiran parameter sektor pertanian setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah

Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Sektor Pertanian Prob > |T| Label Variabel <.0001 <.0001 Intercept Principal Compo-nent 1 <.0001; Fhitung = 48.02 principal component

yang bertujuan untuk menghilangkan multikolinearitas pada data sektor pertanian. masing variabel dalam 1 adalah sebagai berikut.

+ 0.579 Z3

Persamaan model hasil penaksiran 2SLS antara variabel ln(PDRBP) dengan PC1 adalah sebagai berikut. Ln(PDRBPt) = 16.64788 + 0.575 Z Ln(PDRBPt) = 16.64788 ln_WGP+ 0.694 ln_BMD + 0.376 ln_BBJ Ln(PDRBPt) = 16.64788 0.283 ln(BMD) - 12.15892 PDRBPt = e 4.4889 WGP

Penerapan principal component regression untuk menghilangkan multikolinearitas pada model PDRB sektor pertanian

koefisien determinasi yang masih cukup baik, yaitu sebesar 78.69%.

menunjukkan bahwa variabel upah sektor pertanian mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor pertanian, dalam artian kenaikan upah sektor pertanian sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor pertanian sebesar

asumsi variabel lainnya tetap. Variabel

pengeluaran untuk belanja modal

pengeluaran untuk belanja barang dan jasa juga mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor pertanian, dalam

artian kenaikan untuk masing

pengeluaran sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor pertanian

masing sebesar 0.28% asumsi variabel lainnya tetap.

Blok Tenaga Kerja Sektor Pertanian

Pengujian pada persamaan tenaga kerja sektor pertanian diperoleh hasil

persamaan ini mengalami gejala

multikolinearitas, sehingga diatasi dengan

menggunakan Principal component

regression. Hasil penaksiran parameter tenaga

kerja sektor pertanian setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.

Tabel 3 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor Pertanian

Variabel Penaksiran Parameter SE Intercept PC1 15.84286 0.030795 0.015 0.009 1066.9 R-Square = 43.33%; Pr > F = 0.007

PC1 merupakan score dari

regression yang bertujuan untuk menghilangkan

multikolinearitas pada data sektor pertanian.

2004 2006 TKP TKT TKI TKL TKB TKD TKA TKK TKJ

Persamaan model hasil penaksiran 2SLS antara variabel ln(PDRBP) dengan PC1 adalah sebagai

16.64788 + 0.408325 (0.578 Z1 + 0.575 Z2 + 0.579 Z3) 16.64788 + 0.408325 (0.813 ln_WGP+ 0.694 ln_BMD + 0.376 ln_BBJ - 29.777) + 0.332 ln(WGP) + ln(BMD)+ 0.154 ln(BBJ) 12.15892 WGP0.332 BMD0.283 BBJ0.154 principal component regression

untuk menghilangkan multikolinearitas pada PDRB sektor pertanian diperoleh nilai koefisien determinasi yang masih cukup baik, . Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel upah sektor pertanian mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor pertanian, dalam artian kenaikan upah sektor pertanian sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor pertanian sebesar 0.33% dengan

asumsi variabel lainnya tetap. Variabel

pengeluaran untuk belanja modal serta

pengeluaran untuk belanja barang dan jasa juga mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor pertanian, dalam

untuk masing-masing

pengeluaran sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor pertanian

masing-% dan 0.15masing-% dengan asumsi variabel lainnya tetap.

Blok Tenaga Kerja Sektor Pertanian

Pengujian pada persamaan tenaga kerja diperoleh hasil ternyata

mengalami gejala

multikolinearitas, sehingga diatasi dengan

Principal component

Hasil penaksiran parameter tenaga kerja sektor pertanian setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.

Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Sektor Pertanian thitung Prob > |T| Label Variabel 1066.9 3.16 <.0001 0.0076 Intercept Principal Compo- nent 1 %; Pr > F = 0.0076; Fhitung = 9.96

dari principal component yang bertujuan untuk menghilangkan multikolinearitas pada data sektor pertanian.

(7)

Bobot pada masing-masing variabel dalam

principal component 1 adalah sebagai berikut.

PC1 = 0.589 Z1 + 0.560 Z2 + 0.583 Z3

Persamaan model hasil penaksiran 2SLS antara variabel ln(PDRBP) dengan PC1 adalah sebagai berikut. Ln(TKPt) = 15.84286 + 0.030795 (0.589 Z1 + 0.560 Z2 + 0.583 Z3) Ln(TKPt) = 15.84286 + 0.030795 (0.338 ln_WGP+ 0.697 ln_PDRBP + 0.335 ln_BPG - 21.92305) Ln(TKPt) = 15.84286 + 0.0104 ln(WGP) + 0.0215 ln(PDRBP) + 0.0103 ln(BPG) - 0.67555 TKPt =e 15.16731 WGP0.0104 PDRBP0.0215 BPG0.0103

Penerapan principal component regression untuk menghilangkan multikolinearitas pada model tenaga kerja sektor pertanian diperoleh nilai koefisien determinasi yang masih kurang baik, yaitu hanya sebesar 43.33%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel upah sektor pertanian, variabel PDRB sektor pertanian, dan variabel pengeluaran untuk belanja pegawai mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya permintaan akan tenaga kerja sektor pertanian, dalam artian kenaikan pada masing-masing variabel sebesar 1% akan

mengakibatkan kenaikan permintaan akan

tenaga kerja sektor pertanian masing-masing sebesar 0.01%, 0.022%, dan 0.01% dengan asumsi variabel lainnya tetap.

b. Sektor Pertambangan

Blok Output PDRB Sektor Pertambangan Pengujian pada persamaan output PDRB sektor pertambangan diperoleh hasil ternyata mengalami gejala autokorelasi, sehingga diatasi dengan menggunakan First differensing

equation. Hasil penaksiran parameter sektor

pertambangan setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.

Tabel 4 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan PDRB Sektor Pertambangan Variabel Penaksiran Parameter SE thitung Prob > |T| Label Variabel Intercept diffln_TKT diffln_BPG 0.152811 0.672254 -0.04907 0.137 0.140 0.269 1.11 4.79 -0.18 0.2871 0.0004 0.858 Intercept Tenaga kerja sektor pertambangan Belanja Pegawai R-Square = 68.7%; Pr > F = 0.0009; Fhitung = 13.10

Tabel 3 menunjukkan variabel differencing ln(BPG) tidak signifikan secara statistik.

Sehingga model persamaannya adalah sebagai berikut. Ln(PDRBTt*) = 0.152811+0.672254 ln(TKT*) - 0.04907 ln(BPG*) PDRBTt* = e 0.152811 (TKT*)0.672254 (BPG*)-0.04907 Penerapan First difference equation untuk menghilangkan autokorelasi pada model PDRB sektor pertambangan diperoleh nilai koefisien determinasi yang masih cukup baik, yaitu sebesar 68.7%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel pengeluaran belanja pegawai tidak signifikan pada taraf 5%, sehingga pengaruhnya terhadap PDRB sektor pertambangan sangat kecil di bawah rata-rata. Variabel tenaga kerja di sektor pertambangan mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor pertambangan, dalam artian kenaikan tenaga kerja di sektor pertambangan sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor pertambangan sebesar 0.67% dengan asumsi variabel lainnya tetap.

Blok Tenaga Kerja Sektor Pertambangan Pengujian pada persamaan tenaga kerja sektor pertambangan diperoleh hasil ternyata

persamaan ini mengalami gejala

multikolinearitas, sehingga diatasi dengan

menggunakan Principal component

regression. Hasil penaksiran parameter tenaga

kerja sektor pertambangan setelah terbebas dari multikolinearitas adalah sebagai berikut.

Tabel 5 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor Pertambangan

Variabel Penaksiran Parameter SE thitung Prob > |T| Label Variabel Intercept PC1 11.60914 0.068911 0.076 0.051 152.79 1.36 <.0001 0.1957 Intercept Principal Compo-nent 1 R-Square = 12.52%; Pr > F = 0.1957; Fhitung = 1.86

Penerapan principal component

regression untuk menghilangkan multikolinearitas pada model tenaga kerja sektor pertambangan diperoleh nilai koefisien determinasi yang jelek, yaitu hanya sebesar 12.52%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel PC1 yang terdiri dari variabel PDRB sektor pertambangan, pengeluaran belanja modal, serta pengeluaran belanja barang dan jasa tidak signifikan secara secara statistik. Jika dilihat dari besaran nilai Fhitung

dan thitung, baik secara serentak maupun scara

parsial variabel PC1 tidak memberikan

pengaruh berarti pada penyusunan model

(8)

disimpulkan bahwa model tenaga kerja sektor pertambangan ini tidak bisa digunakan.

c. Sektor Industri Pengolahan

Blok Output PDRB Sektor Industri

Pengolahan

Pengujian pada persamaan output PDRB sektor industri pengolahan diperoleh hasil ternyata persamaan ini mengalami gejala multikolinearitas, sehingga diatasi dengan

menggunakan Principal component

regression. Hasil penaksiran parameter sektor

industri pengolahan setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.

Tabel 6 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan PDRBI dengan PC1 Variabel Penaksiran Parameter SE thitung Prob > |T| Label Variabel Intercept PC1 17.06182 0.423431 0.098 0.064 174.29 6.66 <.0001 <.0001 Intercept Principal Compo-nent 1 R-Square = 77.32%; Pr > F = <.0001; Fhitung = 44.32

PC1 merupakan score dari principal component

regression yang bertujuan untuk menghilangkan

multikolinearitas pada data sektor industri pengolahan. Bobot pada masing-masing variabel dalam principal component 1 adalah sebagai berikut.

PC1 = 0.307 Z1 + 0.546 Z2 + 0.553 Z3 + 0.549 Z4

Persamaan model hasil penaksiran 2SLS antara variabel ln(PDRBI) dengan PC1 adalah sebagai berikut.

Ln(PDRBIt) = 17.06182+ 0.423431 (0.307 Z1 + 0.546 Z2 + 0.553 Z3 + 0.549 Z4) Ln(PDRBIt) = 17.06182+ 0.423431 (0.705 ln_TKI + 0.659 ln_BMD+ 0.359 ln_BBJ+ 0.315 ln_BPG - 37.81978) Ln(PDRBIt) = 17.06182 + 0.299 ln(TKI) + 0.279 ln(BMD)+ 0.152 ln(BBJ) + 0.133 ln(BPG) - 16.01407 PDRBIt = e 1.0478 TKI0.299BMD0.279BBJ0.153 BPG0.133

Penerapan principal component regression untuk menghilangkan multikolinearitas pada model PDRB sektor industri pengolahan diperoleh nilai koefisien determinasi yang masih cukup baik, yaitu sebesar 77.32%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja di sektor industri pengolahan mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor industri pengolahan, dalam artian kenaikan tenaga kerja di sektor

industri pengolahan sebesar 1% akan

mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor industri pengolahan sebesar 0.299% dengan

asumsi variabel lainnya tetap. Variabel

pengeluaran untuk belanja modal, variabel pengeluaran untuk belanja barang dan jasa, serta variabel pengeluaran untuk belanja pegawai masing-masing juga mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor industri pengolahan, dalam artian kenaikan pengeluaran untuk masing-masing variabel sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor industri pengolahan

masing-masing sebesar 0.279 %,0.152 %, dan 0.133%

dengan asumsi variabel lainnya tetap.

Blok Tenaga Kerja Sektor Industri

Pengolahan

Hasil penaksiran parameter sektor

industri pengolahan setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.

Tabel 7 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan

Variabel Penaksiran Parameter SE thitung Prob > |T| Label Variabel Intercept ln_PDRB 14.08821 0.031317 0.489 0.028 28.82 1.10 <.0001 0.2912 Intercept PDRB sektor industri R-Square = 8%; Pr > F = 0.2912; Fhitung = 1.21

Hasil penaksiran parameter pada blok tenaga kerja sektor industri pengolahan diperoleh nilai koefisien determinasi yang sangat jelek, yaitu hanya sebesar 8%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel PDRB sektor industri pengolahan tidak signifikan secara secara statistik. Jika dilihat dari besaran nilai Fhitung dan thitung, variabel

PDRB sektor industri pengolahan tidak

memberikan pengaruh berarti pada

penyusunan model tenaga kerja sektor

jasa-jasa. Jadi bisa disimpulkan bahwa model

tenaga kerja sektor industri pengolahan ini tidak bisa digunakan.

d. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih

Blok Output PDRB Sektor Listrik, Gas,

dan Air Bersih

Hasil penaksiran parameter sektor listrik, gas, dan air bersih setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.

(9)

Tabel 8 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan PDRB Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih

Variabel Penaksiran Parameter SE thitung Prob > |T| Label Variabel Intercept ln_TKL ln_BBJ 3.691968 0.139929 0.469858 1.851 0.157 0.026 1.99 0.89 17.88 0.0693 0.3899 <.0001 Intercept Jumlah tenaga kerja sektor listrik Belanja Barang dan Jasa R-Square = 96.61%; Pr > F = <.0001; Fhitung = 171.04

Tabel 8 menunjukkan ln(TKL) tidak signifikan secara statistik. Sehingga model persamaannya adalah sebagai berikut.

Ln(PDRBLt) = 3.691968 + 0.139929 TKI +

0.469858 BBJ

PDRBLt = e

3.691968

TKL0.139929BBJ0.469858

Model PDRB sektor listrik, gas, dan air bersih memiliki hasil penaksiran yang sangat baik baik, sebagaimana terlihat dari nilai

koefisien determinasi (R2) sebesar 96.61. Hasil

penaksiran parameter dengan 2SLS

menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja di

sektor ini tidak signifikan, sehingga

pengaruhnya terhadap nilai PDRB sektor listrik, gas, dan air bersih sangat kecil di bawah rata-rata. Variabel pengeluaran untuk belanja barang dan jasa ini mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor listrik, gas, dan air bersih, dalam artian kenaikan pengeluaran untuk belanja

barang dan jasa sebesar 1 % akan

mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor listrik, gas, dan air bersih sebesar 0.469% dengan asumsi variabel lainnya tetap.

Blok Tenaga Kerja Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih

Pengujian pada persamaan tenaga kerja sektor listrik, gas, dan air bersih diperoleh hasil ternyata persamaan ini mengalami gejala multikolinearitas, sehingga diatasi dengan

menggunakan Principal component

regression. Hasil penaksiran parameter tenaga

kerja sektor listrik, gas, dan air bersih setelah terbebas dari multikolinearitas adalah sebagai berikut.

Tabel 9 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih

Variabel Penaksiran Parameter SE thitung Prob > |T| Label Variabel Intercept PC1 10.37478 -0.06947 0.063 0.052 163.91 -1.32 <.0001 0.2084 Intercept Principal Compo-nent 1 R-Square = 11.88%; Pr > F = 0.2084; Fhitung = 1.75

Hasil penaksiran parameter pada blok tenaga kerja sektor listrik, gas, dan air bersih diperoleh nilai koefisien determinasi yang

jelek, yaitu hanya sebesar 11.88%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel PC1 yang terdiri dari variabel PDRB sektor listrik, gas, dan air bersih serta pengeluaran belanja modal tidak signifikan secara secara statistik. Jika dilihat dari besaran nilai Fhitung

dan thitung, baik secara serentak maupun scara

parsial variabel PC1 tidak memberikan

pengaruh berarti pada penyusunan model tenaga kerja sektor listrik, gas, dan air bersih. Jadi bisa disimpulkan bahwa model tenaga

kerja sektor industri listrik, gas, dan air

bersih ini tidak bisa digunakan.

e. Sektor Bangunan

Blok Output PDRB Sektor Bangunan

Pengujian pada persamaan output PDRB sektor bangunan diperoleh hasil ternyata

persamaan ini mengalami gejala

multikolinearitas, sehingga diatasi dengan

menggunakan Principal component

regression. Hasil penaksiran parameter sektor

industri bangunan setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.

Tabel 10 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan PDRBB dengan PC1 Variabel Penaksiran Parameter SE thitung Prob > |T| Label Variabel Intercept PC1 15.33363 0.241639 0.093 0.058 164.67 4.18 <.0001 0.0011 Intercept Principal Compo-nent 1 R-Square = 57.35%; Pr > F = 0.0008; Fhitung = 17.48

PC1 merupakan score dari principal component

regression yang bertujuan untuk menghilangkan

multikolinearitas pada data sektor bangunan. Bobot pada masing-masing variabel dalam

principal component 1 adalah sebagai berikut.

PC1 = 0.419 Z1 + 0.520 Z2 + 0.530 Z3 + 0.523Z4

Persamaan model hasil penaksiran 2SLS antara

variabel ln(PDRBL) dengan PC1 adalah sebagai

berikut. Ln(PDRBBt) = 15.33363 + 0.241639 (0.419 Z1 + 0.520 Z2 + 0.530 Z3 + 0.523 Z4) Ln(PDRBBt) = 15.33363 + 0.241639 (1.038 ln_TKB + 0.627 ln_BMD+ 0.344 ln_BBJ+ 0.300 ln_BPG - 40.2265) Ln(PDRBBt) = 15.33363 + 0.251ln(TKB) + 0.152 ln(BMD) + 0.083ln(BBJ) + 0.073 ln(BPG) - 9.72029 PDRBBt =e5.613TKB0.251BMD0.152BBJ0.083BPG0.073

Penerapan principal component regression untuk menghilangkan multikolinearitas pada

(10)

model PDRB sektor bangunan diperoleh nilai koefisien determinasi yang masih cukup baik, yaitu sebesar 57.35%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja di sektor bangunan mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor bangunan, dalam artian kenaikan tenaga kerja di

sektor bangunan sebesar 1% akan

mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor bangunan sebesar 0.251% dengan asumsi

variabel lainnya tetap. Variabel pengeluaran

untuk belanja modal, variabel pengeluaran untuk belanja barang dan jasa, serta variabel pengeluaran untuk belanja pegawai masing-masing juga mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor bangunan, dalam artian kenaikan pengeluaran untuk masing-masing variabel sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor bangunan masing-masing sebesar 0.152%, 0.083%, dan 0.073% dengan asumsi variabel lainnya tetap.

Blok Tenaga Kerja Sektor Bangunan Pengujian pada persamaan tenaga kerja sektor bangunan diperoleh hasil ternyata persamaan ini mengalami gejala autokorelasi, sehingga diatasi dengan menggunakan First

differensing equation. Hasil penaksiran

parameter sektor perdagangan setelah

memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.

Tabel 11 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor Bangunan

Variabel Penaksiran Parameter SE thitung Prob > |T| Label Variabel Intercept difn_lnPDRBB 0.044567 0.314372 0.041 0.064 1.08 4.93 0.2996 0.0003 Intercept PDRB sektor bangunan R-Square = 65.15%; Pr > F = 0.0003; Fhitung = 24.31

Tabel 11 menunjukkan variabel differencing ln(PDRBB) signifikan secara statistik. Sehingga model persamaannya adalah sebagai berikut.

Ln(TKBt*) = 0.044567 + 0.314372 ln(PDRBB*) TKBt* = e

0.0446

(PDRBB*)0.314

Penerapan First difference equation untuk menghilangkan autokorelasi pada model tenaga kerja sektor bangunan diperoleh nilai koefisien determinasi yang masih cukup baik, yaitu sebesar 65.15%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel PDRB sektor bangunan mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai tenaga kerja sektor pertambangan, dalam artian kenaikan PDRB

sektor bangunan sebesar 1% akan

mengakibatkan kenaikan permintaan akan

tenaga kerja sektor pertambangan sebesar 0.314% dengan asumsi variabel lainnya tetap.

f. Sektor Perdagangan

Blok Output PDRB Sektor Perdagangan

Hasil penaksiran parameter sektor

perdagangan setelah memenuhi asumsi

identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.

Tabel 12 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan PDRB Sektor Perdagangan Variabel Penaksiran Parameter SE thitung Prob > |T| Label Variabel Intercept ln_TKD ln_BMD -14.1659 0.728629 0.960488 22.287 1.659 0.195 -0.64 0.44 4.93 0.5370 0.6682 0.0003 Intercept Tenaga kerja sektor perdagangan Belanja Modal R-Square = 80.59%; Pr > F = <.0001; Fhitung = 24.86

Tabel 12 menunjukkan ln(TKD) dan ln(BPG) tidak signifikan secara statistik. Sehingga model persamaannya menjadi sebagai berikut.

ln_PDRBDt = -14.1659 + 0.728629 ln_TKD +

0.960488 ln_BMD

PDRBDt = e -14.1659

TKD0.728629BMD 0.960488

Model PDRB sektor perdagangan memiliki hasil penaksiran yang cukup baik, sebagaimana

terlihat dari nilai koefisien determinasi (R2)

sebesar 80.59. Hasil penaksiran parameter dengan 2SLS ini menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja dan pengeluaran untuk belanja

pegawai tidak signikan, sehingga hanya

memiliki pengaruh yang sangat kecil di bawah

rata-rata terhadap nilai PDRB sektor

perdagangan. Variabel pengeluaran untuk

belanja modal mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor perdagangan, dalam artian kenaikan pengeluaran untuk belanja modal sebesar 1 % akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor perdagangan sebesar 0.960% dengan asumsi variabel lainnya tetap.

Blok Tenaga Kerja PDRB Sektor

Perdagangan

Hasil penaksiran parameter tenaga kerja sektor perdagangan setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.

Tabel 13 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor Perdagangan

Variabel Penaksiran Parameter SE thitung Prob > |T| Label Variabel Intercept ln_PDRBD 13.84344 0.066330 0.374 0.022 36.97 3.02 <.0001 0.0099 Intercept PDRB sektor perdagangan R-Square = 41.17%; Pr > F = 0.0099; Fhitung = 9.10

Tabel 13 menunjukkan ln(PDRBD) signifikan secara statistik. Sehingga model persamaan

(11)

tenaga kerja sektor perdagangan adalah sebagai berikut. Ln(TKDt) = 13.84344 + 0.06633 PDRBD TKDt = e 13.84344 PDRBD0.06633

Model tenaga kerja sektor perdagangan memiliki hasil penaksiran yang kurang baik, sebagaimana terlihat dari nilai koefisien

determinasi (R2) hanya sebesar 41.17%. Hasil

penaksiran parameter dengan 2SLS ini

menunjukkan bahwa variabel PDRB sektor perdagangan mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai tenaga kerja sektor perdagangan, dalam artian kenaikan nilai PDRB

sektor perdagangan sebesar 1 % akan

mengakibatkan kenaikan permintaan akan

tenaga kerja sektor perdagangan sebesar 0.066% dengan asumsi variabel lainnya tetap.

g. Sektor Transportasi

Blok Output PDRB Sektor Transportasi

Pengujian pada persamaan output PDRB sektor transportasi diperoleh hasil ternyata

persamaan ini mengalami gejala

multikolinearitas, sehingga diatasi dengan

menggunakan Principal component

regression. Hasil penaksiran parameter sektor

transportasi setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.

Tabel 14 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan PDRB Sektor Transportasi Variabel Penaksiran Parameter SE thitung Prob > |T| Label Variabel Intercept PC1 15.63550 0.369052 0.067 0.043 232.68 8.64 <.0001 <.0001 Intercept Principal Compo-nent 1 R-Square = 85.17%; Pr > F = <.0001; Fhitung = 74.68

PC1 merupakan score dari principal component

regression yang bertujuan untuk menghilangkan

multikolinearitas pada data sektor transportasi. Bobot pada masing-masing variabel dalam

principal component 1 adalah sebagai berikut.

PC1 = 0.382Z1 + 0.529Z2 + 0.537Z3 + 0.535Z4 Persamaan model hasil penaksiran 2SLS antara

variabel ln(PDRBA) dengan PC1 adalah sebagai

berikut. Ln(PDRBAt) = 15.63550 + 0.369052 (0.382 Z1 + 0.529 Z2 + 0.537 Z3 + 0.535 Z4) Ln(PDRBAt) = 15.63550 + 0.369052 (1.244 ln_TKA + 0.638 ln_BMD+ 0.349 ln_BBJ+ 0.307 ln_BPG - 43.56414) Ln(PDRBAt) = 15.63550 + 0.459 ln(TKA) + 0.235 ln(BMD)+ 0.129 ln(BBJ) + 0.113 ln(BPG) - 16.07744 PDRBAt=e -0.442 TKA0.459BMD0.235BBJ0.129BPG0.113

Penerapan principal component regression untuk menghilangkan multikolinearitas pada model PDRB sektor transportasi diperoleh nilai koefisien determinasi yang masih baik, yaitu

sebesar 85.17%. Hasil penaksiran ini

menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja di sektor transportasi mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor transportasi, dalam artian kenaikan tenaga kerja di sektor transportasi sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor transportasi sebesar 0.459% dengan asumsi

variabel lainnya tetap. Variabel pengeluaran

untuk belanja modal, variabel pengeluaran untuk belanja barang dan jasa, serta variabel pengeluaran untuk belanja pegawai masing-masing juga mempunyai hubungan yang positif

dengan besarnya nilai PDRB sektor

transportasi, dalam artian kenaikan pengeluaran untuk masing-masing variabel sebesar 1 % akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor transportasi masing-masing sebesar 0.235%, 0.129%, dan 0.113% dengan asumsi variabel lainnya tetap.

Blok Tenaga Kerja Sektor Transportasi

Hasil penaksiran parameter tenaga kerja sektor transportasi setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.

Tabel 15 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor Transportasi

Variabel Penaksiran Parameter SE thitung Prob > |T| Label Variabel Intercept ln_PDRBA 12.14829 0.089933 0.681 0.043 17.83 2.08 <.0001 0.0583 Intercept PDRB sektor transportasi R-Square = 24.9%; Pr > F = 0.0583; Fhitung = 4.31

Tabel 15 menunjukkan ln(PDRBA) signifikan

pada α = 1 persen. Sehingga model persamaan

tenaga kerja sektor transportasi adalah sebagai berikut.

Ln(TKAt) = 12.14829 + 0.089933 PDRBA TKAt = e12.14829PDRBA0.089933

Model tenaga kerja sektor transportasi

memiliki hasil penaksiran yang jelek,

sebagaimana terlihat dari nilai koefisien

determinasi (R2) hanya sebesar 24.9%. Hasil

penaksiran parameter dengan 2SLS ini

menunjukkan bahwa variabel PDRB sektor transportasi mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai tenaga kerja sektor transportasi, dalam artian kenaikan nilai PDRB

(12)

sektor transportasi sebesar 1 % akan

mengakibatkan kenaikan permintaan akan

tenaga kerja sektor transportasi sebesar 0.089% dengan asumsi variabel lainnya tetap.

h. Sektor Lembaga Keuangan dan Jasa

Perusahaan

Blok Output PDRB Sektor Lembaga Keuangan dan Jasa Perusahaan

Pengujian pada persamaan output PDRB sektor keuangan dan jasa perusahaan diperoleh hasil ternyata persamaan ini mengalami gejala multikolinearitas, sehingga diatasi dengan

menggunakan Principal component

regression. Hasil penaksiran parameter sektor

keuangan dan jasa perusahaan setelah

memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.

Tabel 16 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan PDRB Sektor Lembaga Keuangan dan Jasa

Variabel Penaksiran Parameter SE thitung Prob > |T| Label Variabel Intercept PC1 15.52187 0.353435 0.116 0.087 133.44 4.04 <.0001 0.0014 Intercept Principal Compo-nent 1 R-Square = 55.67%; Pr > F = 0.0014; Fhitung = 16.33

PC1 merupakan score dari principal component

regression yang bertujuan untuk menghilangkan

multikolinearitas pada data sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan. Bobot pada

masing-masing variabel dalam principal

component 1 adalah sebagai berikut.

PC1 = 0.390 Z1 + 0.664 Z2 + 0.638 Z3

Persamaan model hasil penaksiran 2SLS antara

variabel ln(PDRBK) dengan PC1 adalah sebagai

berikut. Ln(PDRBKt) = 15.52187 + 0.353435 (0.390 Z1 + 0.664 Z2 + 0.638 Z3) Ln(PDRBKt) = 15.52187 + 0.353435 (0.662 ln_TKK+ 0.801 ln_BMD+ 0.366 ln_BPG - 32.27581) Ln(PDRBKt) = 15.52187 + 0.234 ln(TKK) + 0.283 ln(BMD) + 0.129 ln(BPG) - 11.4074 PDRBKt = e 4.11447 TKK0.234BMD0.283BPG0.129

Penerapan principal component regression untuk menghilangkan multikolinearitas pada model PDRB sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan diperoleh nilai koefisien determinasi yang cukup baik, yaitu sebesar 55.67%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja di sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan, variabel pengeluaran untuk belanja modal, serta variabel pengeluaran untuk belanja pegawai mempunyai hubungan yang

positif dengan besarnya nilai PDRB sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan, dalam artian kenaikan pada masing-masing variabel sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan masing-masing sebesar 0.234%, 0.283%, dan 0.129% dengan asumsi variabel lainnya tetap.

Blok Tenaga Kerja Sektor Lembaga

Keuangan dan Jasa Perusahaan

Pengujian pada persamaan tenaga kerja sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan

diperoleh hasil ternyata persamaan ini

mengalami gejala multikolinearitas, sehingga

diatasi dengan menggunakan Principal

component regression. Hasil penaksiran parameter tenaga kerja sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan setelah terbebas dari multikolinearitas adalah sebagai berikut.

Tabel 17 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan

Variabel Penaksiran Parameter SE thitung Prob > |T| Label Variabel Intercept PC1 11.65737 0.025109 0.150 0.128 77.52 0.20 <.0001 0.8475 Intercept Principal Compo-nent 1 R-Square = 0.29%; Pr > F = 0.8475; Fhitung = 0.04

Hasil penaksiran parameter pada blok tenaga kerja sektor lembaga keuangan dan jasa

perusahaan diperoleh nilai koefisien

determinasi yang sangat jelek, yaitu hanya

sebesar 0.29%. Hasil penaksiran ini

menunjukkan bahwa variabel PC1 yang terdiri dari variabel PDRB sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan serta pengeluaran barang dan jasa tidak signifikan secara secara statistik. Jika dilihat dari besaran nilai Fhitung dan thitung,

baik secara serentak maupun scara parsial

variabel PC1 tidak memberikan pengaruh

berarti pada penyusunan model tenaga kerja

sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan.

Jadi bisa disimpulkan bahwa model tenaga kerja sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan ini tidak bisa digunakan.

i. Sektor Jasa-Jasa

Blok Output PDRB Sektor Jasa-Jasa

Pengujian pada persamaan output PDRB sektor jasa-jasa diperoleh hasil ternyata

persamaan ini mengalami gejala

multikolinearitas, sehingga diatasi dengan

menggunakan Principal component

regression. Hasil penaksiran parameter sektor

jasa-jasa setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.

(13)

Tabel 18 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan PDRB Sektor Jasa-Jasa Variabel Penaksiran Parameter SE thitung Prob > |T| Label Variabel Intercept PC1 16.05202 0.348006 0.074 0.048 216.60 7.25 <.0001 <.0001 Intercept Principal Compo-nent 1 R-Square = 80.17%; Pr > F = <.0001; Fhitung = 52.56

PC1 merupakan score dari principal component

regression yang bertujuan untuk menghilangkan

multikolinearitas pada data sektor jasa-jasa. Bobot pada masing-masing variabel dalam

principal component 1 adalah sebagai berikut.

PC1 = 0.194 Z1 + 0.564 Z2 + 0.571 Z3 + 0.564Z4

Persamaan model hasil penaksiran 2SLS antara

variabel ln(PDRBJ) dengan PC1 adalah sebagai

berikut. Ln(PDRBJt) = 16.05202 + 0.348006 (0.194 Z1 + 0.564 Z2 + 0.571 Z3 + 0.564 Z4) Ln(PDRBJt) = 16.05202 + 0.348006 (0.592 ln_TKJ+ 0.680 ln_BMD+ 0.371 ln_BBJ+ 0.324 ln_BPG - 36.96154) Ln(PDRBJt) = 16.05202 + 0.206 ln(TKJ) + 0.237 ln(BMD)+ 0.129 ln(BBJ) + 0.113 ln(BPG) - 12.86284 PDRBJt=e3.18918TKJ0.206BMD0.237BBJ0.129BPG0.113

Penerapan principal component regression untuk menghilangkan multikolinearitas pada model PDRB sektor lembaga jasa-jasa diperoleh nilai koefisien determinasi yang baik, yaitu

sebesar 80.17%. Hasil penaksiran ini

menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja di sektor jasa-jasa mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor jasa-jasa, dalam artian kenaikan tenaga kerja di sektor jasa-jasa sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor jasa-jasa sebesar 0.206% dengan asumsi variabel lainnya tetap. Variabel pengeluaran untuk belanja modal, variabel pengeluaran untuk belanja barang dan jasa, serta variabel pengeluaran untuk belanja

pegawai masing-masing juga mempunyai

hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor jasa-jasa, dalam artian kenaikan pengeluaran untuk masing-masing variabel sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor jasa-jasa masing-masing sebesar 0.237%, 0.129%, dan 0.113% dengan asumsi variabel lainnya tetap.

Blok Tenaga Kerja Sektor Jasa-Jasa Hasil penaksiran parameter sektor jasa-jasa setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.

Tabel 18 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor Jasa-Jasa

Variabel Penaksiran Parameter SE thitung Prob > |T| Label Variabel Intercept ln_PDRBJ 15.39077 -0.05767 0.728 0.045 21.39 -1.29 <.0001 0.2205 Intercept PDRB sektor jasa-jasa R-Square = 11.3%; Pr > F = 0.2205; Fhitung = 1.66

Hasil penaksiran parameter pada blok

tenaga kerja sektor jasa-jasa diperoleh nilai

koefisien determinasi yang jelek, yaitu hanya

sebesar 11.3%. Hasil penaksiran ini

menunjukkan bahwa variabel PDRB sektor

jasa-jasa tidak signifikan secara secara statistik. Jika dilihat dari besaran nilai Fhitung

dan thitung, variabelPDRB sektor jasa-jasa tidak

memberikan pengaruh berarti pada

penyusunan model tenaga kerja sektor

jasa-jasa. Jadi bisa disimpulkan bahwa model

tenaga kerja sektor jasa-jasa ini tidak bisa

digunakan.

5. Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil

berdasarkan hasil analisis adalah sebagai berikut.

1. Model persamaan simultan yang

membangun PDRB Propinsi Jawa Timur adalah sebagai berikut.

- PDRB sektor pertanian adalah :

PDRBPt= e

4.4889

WGP0.332 BMD0.283 BBJ0.154

- PDRB sektor pertambangan adalah :

PDRBTt* =e

0.152811

(TKT*)0.672254(BPG*)-0.049

- PDRB sektor industri pengolahan adalah :

PDRBIt = e

1.0478

TKI0.299BMD0.279BBJ0.153 BPG0.133

- PDRB sektor listrik, gas, dan air bersih

adalah :

PDRBLt = e

3.691968

TKL0.139929BBJ0.469858

- PDRB sektor bangunan adalah :

PDRBBt=e 5.61

TKB0.25BMD0.15BBJ0.08BPG0.07

- PDRB sektor perdagangan adalah :

PDRBDt = e -14.1659

TKD0.728629BMD 0.960488

- PDRB sektor transportasi dan angkutan

adalah :

PDRBAt=e -0.44

TKA0.46BMD0.24BBJ0.13BPG0.11

- PDRB sektor lembaga keuangan dan jasa

perusahaan adalah :

PDRBKt= e 4.11447

(14)

- PDRB sektor jasa-jasa adalah :

PDRBJt=e 3.189

TKJ0.21BMD0.24BBJ0.13BPG0.11

- Tenaga kerja sektor pertanian adalah :

TKPt=e 15.16731

WGP0.0104PDRBP0.0215BPG0.0103

- Tenaga kerja sektor bangunan adalah :

TKBt* = e 0.0446

(PDRBB*)0.314

- Tenaga kerja sektor perdagangan adalah :

TKDt = e 13.84344

PDRBD0.06633

- Tenaga kerja sektor transportasi adalah :

TKAt = e 12.14829

PDRBA0.089933

2. Pada pemodelan PDRB Propinsi Jawa

Timur menunjukkan bahwa faktor yang paling berpengaruh dalam persamaan adalah sektor tenaga kerja, dimana variabel tenaga kerja memiliki nilai elastisitas yang lebih besar dibanding variabel-variabel lainnya. Sehingga jika ingin meningkatkan nilai PDRB Propinsi Jawa Timur, maka sektor tenaga kerja harus lebih difokuskan dan diprioritaskan dibanding faktor-faktor yang lain.

Saran

Dalam penelitian ini terdapat tiga jenis variabel penting yang belum masuk ke dalam model, yaitu tingkat upah tiap sektor (kecuali sektor pertanian), investasi swasta, dan investasi pemerintah daerah. Hasil penaksiran pada blok tenaga kerja banyak yang tidak signifikan dikarenakan tidak adanya ketiga jenis variabel tersebut, maka pada penelitian selanjutnya sebaiknya memasukkan tiga jenis

variabel tersebut agar diperoleh hasil

penaksiran yang signifikan.

Daftar Pustaka

Bappenas, 2006. Laporan Hasil Kajian

Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor.

Diakses dalam www.bappenas.go.id/.../laporan- hasil-kajian-tahun-2006- penyusunan-model-perencanaan-lintas-wilayah-dan-lintas-sektor/ pada 4 desember 2009.

BPS, 1996. Pedoman Praktik Perhitungan

PDRB Kabupaten/Kota madya Buku I. Badan Pusat Statistik.

Jakarta.

Pedoman Praktik Perhitungan

PDRB Kabupaten/Kota madya Buku II. Badan Pusat Statistik.

Jakarta.

BPS, 2002. Pendapatan Nasional Indonesia

1998 – 2001. Badan Pusat

Statistik. Jakarta.

BPS, 2007. Jawa Timur dalam Angka Tahun

2007. Badan Pusat Statistik

Propinsi Jatim. Surabaya. Gujarati, D. N., 2004. Basic Econometrics.

Fourth Edition. Mc Graw-Hill, Inc. New York.

http://id.wikipedia.org/, 2010. Pembangunan

Ekonomi diakses 9 Februari

2010 jam 06.27 WIB.

Koutsoyiannis, A., 1977. Theory of

econometrics : an introductory exposition of econometric methods. Macmillan. London.

Kuncoro, Mudrajad. 2001. Metode Kuantitatif:

Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi. UPP AMP YKPN. Yogjakarta

Harahap, L.M., 2002. Analisis Perkembangan

Sektoral dalam Kegiatan Pembangunan Ekonomi Wilayah di Kabupaten Langkat.

Tesis Magister, Universitas

Sumatera Utara. Medan.

Nurrochmat, D.R., Sudradjat, A., Ramdan, H., Haryadi, D., dan D.S. Irawanto Eds., 2007. Reposisi Kehutanan

Indonesia. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Rahutomo, 2007. Analisis Perubahan Struktur

Ekonomi dan Faktor-Faktor

yang Mempengaruhi PDRB di

Propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta. Tugas Akhir

Sarjana, Universitas Sebelas Maret. Solo.

Sarwoko, 2005. Dasar-Dasar Ekonometrika. Penerbit ANDI. Yogyakarta. Siregar, H., dan Sukwika, T., 2001.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Pasar Tenaga Kerja dan Implikasi Kebijakannya Terhadap Sektor Pertanian di Kabupaten Bogor. Makalah Riset, Institut Pertanian Bogor (IPB). Bogor.

(15)

Sumodiningrat, G., 2002. Ekonometrika Pengantar. BPFE. Yogyakarta.

Supranto, J. 1995. Ekonometrik Buku Dua.

Lembaga Penerbit Fakultas

Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

Wei, W., W. S., (1990), Time Analysis

Univariate and Multivariate Methods,

Addison Wesley Publishing Company, Inc, America.

Widarjono, A., 2007. Ekonometrika : Teori

dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis Edisi Kedua. EKONISIA.

Gambar

Gambar 3 Deskriptif  Tenaga Kerja di Sembilan Sektor  PDRB Propinsi Jawa Timur
Tabel 9 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan  Tenaga Kerja Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih  Variabel  Penaksiran

Referensi

Dokumen terkait

Dari beberapa permasalahan diatas, maka penulisan tugas akhir ini dibuat untuk mengembangkan media pembelajaran dengan menggunakan adobe flash CS6 pada materi kalkulus

Skala ekonomis ini menghalangi masuknya pendatang baru dengan memaksa mereka untuk masuk pada skala besar atau skala kecil yaitu beroperasi dengan tingkat biaya yang

Jika Sistem power bekerja normal dan POST berjalan baik, tapi tidak muncul tampilan apapun di layar monitor, maka masalahnya ada dua kemungkinan, apakah dari monitornya sendiri

Rataan pertambahan bobot badan (PBBH) landak jantan PI nyata lebih tinggi (P&lt;0,05) dari landak betina, sebaliknya PBBH landak betina PII nyata lebih tinggi (P&lt;0,05) dari

sebahagian besar daripada KIR yang telah terlibat dalam berkongsi manfaat aktiviti dan program di bawah SPKR memaklumkan bahawa mereka tidak menerima sebarang kemudahan dari

Jika ditelisik lebih dalam lagi meningkatnya angka angota IKAPI, meningkatnya jumlah judul terbit dan juga ditempuhnya jalur promosi melalui internet oleh para

sendiri sangat mudah untuk menemukan berbagai macam jenis pisang dikarenakan buah ini tumbuh dengan subur, sehingga banyak masyarakat yang mengolah berbagai aneka

Elen berusaha memberikan pelayanan yang baik kepada pembeli dengan menjalin komunikasi yang baik dengan.. merespon chat di Shopee segera mungkin ketika sedang online