• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. (RRC) pada masa kepemimpinan Mao Tse Tung ( ). Topik ini menjadi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. (RRC) pada masa kepemimpinan Mao Tse Tung ( ). Topik ini menjadi"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Skripsi ini membahas tentang politik luar negeri Republik Rakyat Cina (RRC) pada masa kepemimpinan Mao Tse Tung (1949 – 1976). Topik ini menjadi menarik karena walaupun sebagai negara yang baru lepas dari penjajahan pada tahun 1949, dibawah kepemimpinan Mao Tse Tung RRC langsung mengambil peran yang khusus dalam dunia Internasional. Ini terlihat dari perannya dalam perang Perang Korea pada tahun 1950 serta kampanye perjuangan revolusionernya ke seluruh dunia. Bahkan posisinya dapat dikatakan sebagai kekuatan yang sangat mempengaruhi dalam persaingan antara dua negara adikuasa saat itu, Amerika Serikat dan Uni Soviet.

Dilahirkan pada 26 Desember 1893 di Shaoshan, provinsi Hunan Cina, Mao Tse Tung pertama kali diperkenalkan kepada Marxisme saat bekerja sebagai asisten perpustakaan di Peking University. Pada tanggal 23 Juli 1921 Mao yang berumur 27 tahun menghadiri Kongres Nasional Partai Komunis Cina (PKC) di Shanghai. Duat tahun kemudian, ia terpilih sebagai salah satu dari lima komisaris dari Komite Sentral Partai.1

Pada masa ini sebagian besar wilayah Cina dikuasai oleh Pemerintahan Nasionalis dibawah kepemimpinan Chiang Kai Sek. Pada tahun 1927, Mao Tse Tung melancarkan suatu pemberontakan di Propinsi Hu Nan di Cina Tengah. Pemberontakan yang dilakukan Mao bersama kaum tani ini mengalami kegagalan. Dari pengalaman tersebut Mao Tse Tung kemudian mengembangkan strategi perang grilya dengan pedesaan sebagai daerah andalannya, yang kemudian

(2)

daripada itu menjadi kekuatan merongrong kelangsungan hidup Pemerintah Republik Nasional Cina.2

Untuk menumpas gerakan kaum komunis tersebut Chiang Kai Sek membangun kekuatan militer untuk melaksanakan suatu operasi militer di Propinsi Jiangxi. Akibat serangan itu kaum komunis mengalami kehancuran yang cukup besar. Untuk menghindari kehancuran total Mao Tse Tung memutuskan untuk meninggalkan Propinasi Jiang Xi bersama sisa pasukan yang selamat, menuju ke arah barat melalui daerah pegunungan dan pedesaan yang medannya sulit dijangkau oleh tank, artileri, dan pesawat terbang pihak lawan (Oktober 1934).

3

Sementara itu Jepang yang mulai menjalankan politik ekspansionisnya mulai memperluas agresinya di Cina. Invasi Jepang ini menciptakan musuh bersama bagi bangsa Cina yang kemudian mendorong terbentuknya Front Persatuan Cina (Februari 1937). Yaitu adalah front persatuan kaum komunis dengan kaum nasionalis untuk melawan Jepang.

Gerakan penyelamatan diri tersebut kemudian dikenal dengan nama Hijrah Akbar (The Long March).

4

Setelah Jepang Berhasil dipukul mundur dan keluar dari Cina (Agustus 1945). Maka konflik antar kaum Komunis dan Nasionalis berlanjut dan meningkat lagi menjadi bentrokan bersenjata. Pertempuran semakin lama semakin meluas. Pada akhir tahun 1947 kaum komunis berhasil melumpuhkan kekuatan pokok dari pasukan nasionalis. Setelah berhasil menguasai lebih dari separuh wilayah Cina, Mao Tse Tung memproklamasikan Republik Rakyat Cina (1 oktober 1949).

2WD Sukisman, Sejarah Cina Kontemporer dari Revolusi Nasional Melalui Revolusi Kebudayaan Sampai

Modernisasi Sosialis, Jakarta, PT. Pradnya Paramitha,, 1992, hal. 12

3 Ibid

(3)

Dimana mao Tse Tung ditetapkan sebagai Pemimpin tertinggi Partai Komunis Cina yang sekaligus juga menjadi Pemimpin tertinggi RRC.

Sebagaimana negara-negara komunis lainnya pada masa itu, RRC juga menggunakan sistem politik yang otoriter, dimana pengambilan keputusan dan proses perumusan kebijakan sangat dominan pada Pemimpin tertinggi. Ini terlihat jelas, dimana selama memimpin RRC, kebijakan Mao Tse Tung sangat dominan dalam menentukan kebijakan RRC di semua bidang. Berbagai tulisan, hasil pemikirannya dan namanya dijadikan menjadi konstitusi RRC dan anggaran dasar bagi Partai Komunis Cina, bahkan kemudian berkembang menjadi kultus pribadi.

Di bawah pemerintahan Mao (1949-1976), RRC menjalankan sistem perencanaan terpusat, ekonomi komando dan menempuh secara ekstrim jalan sosialis.5

Berbagai kampanye politik seperti Biarkan Seratus Bunga Berkembang (1956), Lompatan jauh Kedepan (1958), Revolusi Kebudayaan (1966-1969)

Di bawah gerakan revolusi sosialis pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan yang membatasi kebebasan individu, serta pengaturan dan kontrol penuh negara atas; alat-alat produksi dan kehidupan rakyatnya. Berbagai kebijakan seperti gerakan landreform (1950), pembentukan komune-komune rakyat, undang-undang perkawinan (1953) dikeluarkan untuk mewujudkan suatu konstruksi masyarakat yang sosialis menurut perspektif Mao. Menurut Mao suatu konstruksi masyarakat sosialis akan menjadi sempurna bilamana semua sumber penyebab munculnya sistem kapitalisme, yaitu semangat berkompetisi, kebebasan individu, kehidupan yang eksklusif, elitis, profesionalis, teknokratis, dan dipenuhi rangsangan material akibat perkembangan nilai kultur, agama dan intelektualisme dilenyapkan.

5 Poltak Partogi, Reformasi Ekonomi RRC Era Deng Xiaoping, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1995,

(4)

dilancarkan Mao untuk mengeliminasi para pemimpin nasional yang bertentangan dengannya dari percaturan politik RRC, agar pembangunan sosialis dapat diarahkan sesuai dengan konsepsi pemikirannya. Tentu saja kondisi di dalam negeri tersebut juga mempengaruhi dan membentuk politik luar negeri RRC pada masa itu.

Sejak dahulu bangsa Cina merupakan sebuah bangsa yang berperadaban tinggi. Di saat bangsa-bangsa lain yang masih langka dengan pengetahuan tentang teknologi unggul seperti pembuatan tekstil, kertas, keramik, arsitektur bangunan, sistem pengobatan dan lainnya, bangsa Cina justru telah memanfaatkan semua hal itu dalam kehidupan sehari-hari.6

Dalam konsepsi bangsa Cina, bangsa yang hidup di wilayah tengah merupakan bangsa yang mulia dan berpreadaban tinggi. Sedangkan bangsa-bangsa yang hidup di luar wilayahnya, dikategorikan sebagai bangsa-bangsa barbar, yang berperadaban rendah, sebab Kaisar Cina merupakan Putra Surga yang memerintah umat manusia di seluruh dunia. Disebutkan pula kerajaan-kerajaan Cina memandang kerajaan-kerajaan yang hidup di luar wilayah tengah sebagai negara-negara vassal belaka, yang wajib mengakui kedaulatan bangsa Cina, melalui penyerahan upeti.

Peradaban bangsa Cina yang sudah tinggi ini menyebabkan negerinya disebut Zhongguo, kerajaan tengah yang menjadi pusat orientasi dunia.

7

Penolakan penyerahan upeti akan berakibat pada dikirimkannya armada Cina untuk memberi pelajaran dan hukuman, karena dianggap tidak mengakui kedaulatannya. Sebagai salah satu contoh adalah pendaratan armada Cina di Tuban pada tahun 1293, untuk menghukum Kertanegara.8

6Ibid, hal. 104

7 Paul H. Clyde, The Far East: A History of the Impact of the West on Eastern Asia, New York,

Prentice-Hall, 1958, hal. 44

8Partogi, op.cit, hal. 112

(5)

raja-raja yang tidak menolak membayar upeti, memperoleh perlindungan dari Kaisar Cina, dari serangan musuh-musuh mereka.

Kalau secara historis selama berabad-abad Cina merupakan suatu kekuatan besar dan menjadi pusat orientasi dunia, maka pada abad ke 19 Cina merupakan daerah semi-koloni, karena banyak wilayah Cina terbagi-bagi dalam wilayah konsesi milik sekian banyak negara Eropa, Kerajaan Rusia serta Jepang.9

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, setelah diproklamasikan pada 1 Oktober 1949, RRC dibawah kepemimpinan Mao Tse Tung, RRC berusaha untuk meningkatkan keamanan internasionalnya dengan menjalin hubungan-hubungan dengan negara-negara komunis yang dipimpin oleh Uni Soviet dan menganjurkan perjuangan revolusi bersenjata untuk melawan imprealisme di seluruh dunia.

Bahkan pada Perang Dunia II Cina merupakan daerah ekspansi Jepang dan merasakan kekejaman tentara Jepang.

10

9Ibid, hal. 3

10 Lilian Craig Harris, China’s Foreign Policy Toward The Third World, Praegers Publishers, Naw

York, 1985, hal. 27

Sebagaimana yang terlihat dari keterlibatan RRC di dalam perang kemerdekaan Vietnam dan Perang Korea (1950). Berbagai dukungan dan bantuan RRC terhadap gerakan revolusioner tersebut membawa RRC dicap oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan dunia internasional sebagai negara agresor.

Kemudian dunia dikejutkan dengan dianutnya kebijakan politik luar negeri Hidup Berdampingan Secara Damai pada tahun 1950-an yang kemudian di kembangkan menjadi Dhasa Sila Bandung pada konferensi Asia Afrika pada tahun 1955. Pada masa ini RRC mulai menjalin hubungan dengan negara-negara non-komunis.

(6)

Pergantian kepemimpinan Uni Soviet dari Joseph Stalin kepada Nikita Khrushchev ikut mempengaruhi politik luar negeri RRC pada tahun 1960-an, dimana kemudian Uni Soviet sebagai pemimpin dari blok komunis yang sekaligus sekutu terdekat RRC mengadakan peredaan ketegangan (détente) dengan Amerika Serikat yang dianggap RRC sebagai lambang dari imprealis dunia. Keadaan ini disebut Mao sebagai “persekongkolan imprealisme Amerika Serikat dan revisionisme Uni Soviet”.11

Akan sangat menarik untuk meneliti politik luar negeri RRC pada masa-masa itu, masa-masa-masa-masa yang menurut seorang Sinolog asal Australia Stuart Harris sebagai masa-masa dimana politik luar negeri RRC tidak dapat diprediksi.

Maka RRC menjalankan politik luar negeri yang menentang kedua negara adidaya tersebut melalui pendekatan ke negara-negara berkembang di Dunia Ketiga.

Meningkatnya ancaman Uni Soviet terhadap RRC pada tahun 1970-an yang ditandai pelipatgandaan kekuatan militer Uni Soviet di sepanjang perbatasan RRC untuk mencegah RRC menuntut kembali wilayah yang telah dikuasainya, perluasan pengaruh Uni Soviet di kawasan Asia, dan ekspansi Uni Soviet ke beberapa negara Eropa Timur mendorong RRC untuk menjalin persekutuan dengan Amerika Serikat untuk menentang Uni Soviet. Yang kemudian membawa pengakuan PBB terhadap RRC sebagai pemerintahan yang sah di dataran Cina.

12

11 Umar, S. Bakry, Cina Quo Vadis? Pasca Deng Xiaopeng, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1997,

hal. 103

12 Stuart Harris, Globalisation and China’s Diplomacy: Structur and Process, Canberra, RSPAS

Australian National University, 2002, hal. 4

Kajian menjadi lebih menarik mengingat kondisi sosial politik saat itu, dimana terjadinya pertentangan antara dua ideologi besar dunia yang tentu saja mempengaruhi kepentingan nasional yang merupakan landasan dalam politik suatu negara.

(7)

Oleh sebab itu skripsi ini mencoba untuk membahas secara mendalam dengan menggunakan beberapa pendekatan untuk dapat menjelaskan politik luar negeri RRC pada masa kepemimpinan Mao Tse Tung yang menjadi topik dalam penulisan skripsi ini.

2. Fokus Dan Pertanyaan Penelitian

Penelitian ini akan berfokus pada politik luar negeri RRC pada masa kepemimpinan Mao Tse Tung (tahun 1949 – 1976).

Pertanyaan yang hendak dicari jawabannya yaitu:

1. Bagaimana politik luar negeri RRC pada masa kepemimpinan Mao Tse Tung (1949 – 1976)?

2. Apa yang menjadi kepentingan dari politik luar negeri RRC pada masa kepemimpinan Mao Tse Tung (1949 – 1976)?

3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan – pertanyaan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui bagaimana politik luar negeri RRC pada masa kepemimpinan

Mao Tse Tung (1949 – 1976)

2. Mengetahui kepentingan dari politik luar negeri RRC pada masa kepemimpinan Mao Tse Tung (1949 – 1976)

(8)

4. Konsep Teoritis

4.1. Kepentingan Nasional

Konsep kepentingan nasional merupakan dasar untuk menjelaskan perilaku luar negeri suatu negara. Morgenthau mendeinisikan kepentingan nasional sebagai suatu konsep yang harus diartikan sebagai power. Artinya bahwa posisi

power yang harus dimiliki negara merupakan pertimbangan utama yang memberikan bentuk kepada kepentingan nasional. Morgenthau menyamakan kepentingan nasional dengan usaha negara untuk mengejar power dimana power

dipandang sebagai sesuatu yang dapat dipergunakan untuk memelihara maupun mengembangkan kontrol terhadap negara lain.13

Sedangkan dalam merumuskan kepentingan nasional J. Frankel berpendapat bahwa gagasan mengenai kepentingan nasional didasarkan pada nilai-nilai dari masyarakat nasional bersangkutan, nilai-nilai-nilai-nilai yang dapat dianggap sebagai produk kebudayaanya dan sebagai ekspresi dari rasa perpaduan nilai-nilai yang menetapkan apa yang dianggap benar dan adil bagi manusia.

Oleh karena itu menurut Morgenthau strategi diplomasi harus dimotivasi oleh kepentingan nasional yang bersifat prudent dan realistis bukan oleh kriteria moralistik dan legalistic.

14

Selanjutnya Budiono mengatakan bahwa dalam kenyataanya berbagai sasaran politik luar negeri dapat mencakup lebih dari satu kategori dan dapat mempunyai lebih dari satu sifat sekaligus. Kepentingan nasional jarang dapat dibaca secara sederhana, aspeknya sering tidak dapat ditafsirkan secara eksklusif.

Jadi menurut Frankel dalam menetapkan kepentingan, sistem nilai menjadi pedoman perilaku.

13 Suprapto, Hubungan Internasional: Sistem Interaksi dan Perikaku, Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 1997, hal. 143

(9)

Kepentingan nasional selalu berkaitan erat dengan keamanan, kesejahteraan dan juga power.15

4.2. Politik Luar Negeri

Untuk dapat menganalisis politik luar negeri suatu negara, diperlukan berbagai tingkat analisis yang dapat memberikan kepada kita perspektif yang paling berguna dan dari perspektif itu kita menjelaskan dan memahami politik luar negeri suatu negara.16

15 Budiono Kusumohadidjojo, Hubungan Internasional: Keragka Studi Analitis, Jakarta, Binacipta,

1987, hal. 35

16 K J Holsti, Politik Internasional Kerangka untuk Analisis Jilid 1, Jakarta, Penerbit Erlangga, 1988,

hal, 16

Kita tidak dapat memahami politik luar negeri suatu negara sebagaimana layaknya, dengan hanya mengkaji kebutuhan – kebutuhan sosial dan ekonomi suatu negara, kita juga harus memiliki sejumlah pengetahuan dan juga pertimbangan ideologi dan konfigurasi kekuatan umum, pengaruh dominasi dan subordinasi di seluruh dunia. Karakteristik utama dari lingkungan luar tidak kalah penting daripada lingkungan internal negara. Oleh karena itu dua tingkat analisis ini digunakan untuk mendapatkan hasil analisis yang komprehensif untuk menjelaskan dan memahami politik luar negeri suatu negara.

(10)

4.3. Nasionalitas

Dalam bagian ini, peneliti mencoba menjelaskan faktor-faktor internal atau dengan kata lain kepentingan nasional dari RRC sebagai alat analisis dalam menjelaskan dan memahami politik luar negeri RRC. Analisis ini meliputi lima faktor, yaitu kebutuhan sosial dan atribut nasional, ideologi, dinamika politik dalam negeri, tipe rezim, dan faktor birokratis RRC pada masa dimana penelitian ini difokuskan (1949 – 1976). Dimulai dengan melihat faktor pertama yaitu kebutuhan sosial dan atribut nasional.

Beberapa tujuan, keputusan, dan tindakan politik luar negeri dirumuskan atau diambil untuk memenuhi kebutuhan sosial umum dan memajukan kepentingan khusus dari berbagai kelompok domestik.17

Lebih penting lagi adalah karakter geografis, demografis, tingkat perkembangan (akan dibahas lebih jauh pada bagian sistem internasional), dan sumber daya suatu negara yang menciptakan kebutuhan sosial dan ekonomi umum yang hanya dapat dipenuhi melalui transaksi dengan negara lain.

Beberapa kebutuhan hanya dapat dijamin oleh tindakan pemerintah terhadap negara lain. Contohnya adalah bila suatu pemerintahan merundingkan suatu persetujuan tarif dengan negara lain untuk melindungi investasinya atau investasi warga negaranya.

18

17 K J Holsti, Politik Internasional Kerangka untuk Analisis Jilid 2, Jakarta, Penerbit Erlangga, 1988,

hal, 105

18Ibid

Sebagaimana yang kita ketahui, RRC mempunyai luas kurang lebih seperlima dari eluruh luas dunia atau seperempat dari seluruh luas Asia dan mempunyai perbatasan langsung dengan lima belas negara (pada saat itu Hongkong dan Makau masing-masing masih merupakan daerah protektorat Inggris dan Portugal) dengan garis perbatasan yang lebih dari 20.000 kilometer persegi, khususnya yang terpanjang denagn Uni

(11)

Soviet dan dikelilingi oleh tiga kawasan penting yaitu Asia Tenggara, Asia Timur, dan Asia Pasifik (sekalipun setiap kawasan tumpang tindih) serta memiliki jumlah penduduk sekitar 22% dari seluruh penduduk dunia, di samping itu pada saat itu RRC juga masih mempunyai banyak sumber-sumber daya alam yang belum dimanfaatkan.19

Selain itu besar negara yang diukur menurut jumlah penduduk juga mempengaruhi kebijakan politik luar negeri. Negara besar lebih banyak merupakan pemerakarsa konflik daripada negara kecil. Negara besar cnderung melihat diri mereka sebagai mempunyai tugas – tugas dan fungsi – fungsi yang lebih besar daripada negara kecil. Bila kita mengaitkan tujuan suatu negara dengan unsur kekuatannya, maka suatu negara besar mempunyai keunggulan yang lebih unggul, Karakteristik geografi dan penyebaran sumber daya alam menentukan kepercayaan diri suatu negara dan ketergantungan terhadap negara lain, iklim menentukan tumbuhan pangan apa yang dapat ditanam dan lain sebagainya. Berbagai karakteristik di atas tentu saja mempengaruhi kebijakan dengan mendorong atau membatasi pilihan-pilihan dalam merumuskan kebijakan luar negeri.

Jelaslah diketahui bahwa setiap perkembangan politik internasional di sepanjang perbatasan di kawasan Asia Tenggara, Asia timur, dan Asia Pasifik akan mempengaruhi RRC, mengingat beberapa daerah di kawasan itu secara historis maupun ekonomi merupakan tempat-tempat yang strategis bagi RRC. Berbagai kawasan di atas menyediakan berbagai kebutuhan yang diperlukan oleh RRC. Seperti bahan mentah, aliran modal, dan teknologi yang diperlukan bagi industry serta pasar bagi hasil produksi RRC. Mengingat bahwa Mao melancarkan berbagai program pembangunan yang radikal.

(12)

dengan kata lain, semakin besar negara itu, semakin besar kekuatannya, semakin ambisius sasarannya. Makin banyak kepentingan yang haru dibela dan dilindungi.

Kedua faktor ideologi, faktor ideologi menjadi penting dalam menjelaskan politik luar negeri RRC, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa ideologi Marxist-Leninist menjadi sangat penting dan yang paling dominan dalam membentuk kebijakan RRC dalam negerinya pada masa kepemimpinan Mao Tse Tung.

Ideologi merupakan kerangka intelektual yang digunakan oleh para pembuat kebijakan untuk memperhatikan realitas, untuk menetapkan sasaran jangka panjang suatu perilaku ekstern negara, untuk digunakan sebagai suatu rasionalisasi dan pembenaran bagi pilihan berbagai keputusan politik luar negeri yang khusus, ideologi juga digunakan untuk member batasan terhadap tahap-tahap perkembangan sejarah yang mengedepankan strategi politik luar negeri yang khusus, serta membentuk sistem moral dan etika yang membantu menentukan sikap dan krtiteria penilaian yang tepat untuk menilai suatu tindakan.20

Faktor ketiga adalah dianmika politik dalam negeri RRC. Dinamika politik dalam negeri RRC tidak pernah berhenti dari pergolakan. Di amping karena adanya permusuhan pribadi, permusuhan antar kelompok kian mempertajam pertentangan mengingat terdapatnya perbedaan dalam garis pemikiran dan perjuangan yang dianut masing-masing subjek. Dapat digambarkan bahwa terjadi tarik menarik kepentingan antara Partai Komunis Cina (PKC) dengan unsur kekuatan Tentara Pembebasan Rakyat (TPR), serta kekuatan-kekuatan politik lain yang diidentifikasi sebagai: Kelompok Revolusioner Radikal, Kelompok

(13)

Pragmatis-Realis dan Kelompok Moderat.21

Faktor kelima tipe rejim. Tipe rejim politik atau ekonomi pada sebuah negara dapat menjadi sangat penting. RRC dengan sistem politik yang otoriter, dimana pengambilan keputusan terbatas pada beberapa tokoh tingkat tinggi yang Perlu diingat bahwa individu-individu merupakan kekuatan politik tersendiri. Keadaan ini sangat mempengaruhi proses perumusan kebijakan. Karena suatu perumusan kebijakan akan menghadapi tekanan-tekanan untuk penyesuaian dari kekuatan-kekuatan politik yang bertarung.

Keempat faktor birokratis, faktor birokratis mempengaruhi psoses pembuatan kebijakan. Karena tujuan keputusan, dan kebijakan biasanya dibuat dalam hubungan birokratis-politis. Suatu kebijakan merupakan akibat dari perundingan dari berbagai instansi pemerintah yang dipengaruhi oleh tradisi organisasi dan pertentanga birokratis yurisdiksi. Menurut Agraham Allison dan Morton Halperin kompleksitas birokratis merupakan karakteristik yang terdapat pada hamper semua negara.

Dalam konteks RRC, struktur perumusan kebijakan luar negeri merupakan interaksi dari tiga lembaga, yaitu negara, partai, dan militer serta lembaga-lembaga lain yang sifatnya hanya memberikan referensi-referensi di bidangnya masing-masing seperti bidang ekonomi, militer dan lain sebagainya. Kebijakan merupakan suatu campuran dari bagaimana para birokrat memberikan cirri pada situasi dan posisi apa yang telah mereka tujuan, dengan memperjuangkan persaingan dan tradisi birokratis. Perlu diingat bahwa pimpinan tertinggi merupakan faktor dominan dalam proses pembentukan kebijakan di RRC. Kualitas dari staf-staf birokrasi juga mempengaruhi proses-proses perumusan kebijakan terutama kemampuan negosiasi, dan bahasa.

(14)

sering diputuskan berdasarkan analisis-analisis objektif terhadap keadaan eksteren dan interen, akan terdapat imperatif yang kuat untuk menjalankan kebijakan beresiko tinggi atau memerintahkan perubahan tujuan, peran, orientasi, atau tindakan secara mendadak.22

4.4. Sistem Internasional

Para pemimpin puncak dapat pula menjalankan petualangan luar negeri untuk memperkuat kedudukan politik mereka di dalam negeri. Pada rezim-rezim yang dipimpin oleh para pemipin yang berkharisma, para pengambil keputusan dapat mencapai kepuasan pribadi yang cukup besar apabila mereka dapat menjalankan kekuasaan dengan sewenang-wenang, mencari prestise internasional, atau mengagungkan diri mereka sendiri dengan pamer atau ekspedisi militer keluar negeri.

Bagian ini akan menjelaskan faktor eksternal atau dengan kata lain keadaan diluar sebagai alat analisis dalam menjelaskan dan memahami politik luar negeri RRC. Sistem internasional dapat dirumuskan sebagai suatu himpunan kesatuan-kesatuan politik yang merdeka yang cukup sering berinteraksi dan mengikuti proses yang teratur.23

22 Holsti jilid 2, op. cit, hal. 108 23Ibid, hal. 29

Perilaku kebijakan luar negeri digambarkan sebagai suatu rekasi terhadap lingkungan eksternal. Perilaku maupun tindakan negara lain dapat merangsang politik luar negeri negara lainnya. Lingkungan eksternal dan khususnya struktur kekuatan dan pengaruh dalam sistem internasional mempunyai pengaruh yang sangat besar pada orientasi atau tujuan umum suatu negara terhadap bagian dunia lainnya. Karakteristik utama setiap sistem internasional dapat dipergunakan sebagai suatu perangkat variabel untuk membantu menjelaskan politik luar negeri dari komponen unit politik sistem itu.

(15)

Semenjak tahun 1947, Amerika Serikat dan Uni Soviet memegang kepemimpinan dalam mencetuskan dan merumuskan isu-isu internasional.24 Hubungan Uni Soviet dan Amerika Serikat mencakup lingkup permasalahan yang sangat luas, yang menyebabkan dunia secara sah terbagi dalam dua kutub yang berlawanan. Kondisi ini menyebabkan negara-negara lain hanya mempunyai sedikit pilihan dalam menentukan kebijakan luar negerinya. Sistem internasional yang bersifat dua kutub ini memunculkan persepsi tentang adanya zero-sum game

antara dua negara adikuasa dimana perolehan atau keuntungan (gain) bagi satu pihak dengan sendirinya menjadi kerugian (loss) bagi pihak lainnya.25

Proses perumuan kebijakan dalam dan luar negeri tanpa mempertimbangkan faktor-faktor dari luar adalah sangat kecil kemungkinannya. Kekurangan sumber-sumber membuat banyak negara berkembang lemah dalam semua dimensi; untuk bertahan negara tersebut memerlukan bantuan sumber-sumber ekonomi dari luar, yang sering merupakan bantuan yang sifatnya

Dalam konstelasi ini, sebagaimana yang dikatakan Andrew J. Nathan dan Robert S. Ross, RRC merupakan satu-satunya negara yang beridiri di persimpangan dari dua kekuatan, sebuah target yang sangat mempengaruhi permusuhan keduanya. Atau dengan kata lain posisi RRC dalam struktur ini tidak sepenuhnya berada di bawah dominasi dari dua kekuatan tersebut. Keadaan ini, ditambah dengan lahirnya Gerakan Non Blok, dimana RRC menjadi salah satu anggotanya, memberikan tempat untuk alternatif pilihan-pilihan yang lebih banyak dan strategis bagi RRC dalam merumuskan kebijakan luar negeri untuk mencapai tujuan nasionalnya sendiri.

24 Lyn H. Miller, Agenda Politik Internasional, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2006, hal. 118

25 Andre H. Pareira, Perubahan Global dan Perkembangan Studi Hubungan internasional, Bandung,

(16)

kemanusiaan ataupun bantuan yang sifatnya membangun, bantuan militer untuk membangun atau bahkan memelihara angkatan bersenjata yang belum mapan, yang sering lebih banyak digunakan untuk mempertahankan rejim melawan para pengkritik internal daripada melawan serangan dari luar.

Selain dari negara terdapat juga aktor non negara yang mempunyai pengaruh yang tidak sedikit. Beberapa aktor non negara tersebut seperti gerakan pembebasan, partai, gerakan politik, perusahaan multi nasional, dan organisasi antarpemerintah. Walaupun aktor non negara tidak memiliki atribut kedaulatan, namun gerakan mereka sering memiliki berbagai konsekuensi penting terhadap sistem internasional.26 Misalnya Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) yang menjalin hubungan diplomatik dengan sejumlah besar pemerintah dan kelompok militan dari luar negeri, dimana PLo memiliki politik luar negeri sendiri, menyebarkan propaganda, menjalin hubungan dengan semua simpatisan di seluruh dunia, dan membeli persenjataan baik dari perusahaan pemerintah maupun dari perusahaan swasta luar negeri.27

26 Holsti jilid 1, op. cit, hal. 73 27Ibid

Organisasi antarpemerintah adalah juga aktor non negara yang angat berpengaruh pada politik internasional dan negara. Organisasi ini sering mengeluarkan kebijakan yang didukung oleh kekuatan persuasi yang dapt dikerahkan oleh organisasi tersebut. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah suatu contoh OAP yang pengaruhnya sangat besar dalam politik internasional. Selain PBB beberapa organisasi lain seperti organisasi militer ataupun organisasi ekonomi yang berfungsi sebagai aliansi ,militer, penetapan tarif, penyalur bantuan dan pinjaman luar negeri. OAP tidak saja berpengaruh terhadap anggotanya, tetapi OAP juga berfungsi sebagai suatu aktor politik tunggal dalam hubungannya dengan non anggota.

(17)

5. Metode Penelitian 5.1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini bersifat deskripti analitis, yaitu memberikan gambaran tentang politik luar negeri RRC pada masa kepemipinan Mao Tse Tung. Menurut Winarno Surakhmad metode deskriptif lebih merupakan istilah umum yang mencakup teknik deskriptif, diantaranya adalah dengan menganalisa suatu data.28

Metode deskriptif lebih memusatkan perhatiannya pada penemuan fakta-fakta sebagaimana keadaan sebenarnya.

Pada umumnya bentuk metode deskriptif ini adalah menuturkan dan menafsirkan data yang ada, misalnya tentang situasi yang dialami, satu hubungan, kegiatan, dan pandangan.

29

5.2. Teknik Pengumpulan Data

Pada hakekatnya setiap penyelidikan mempunyai sifat deskriptif, dan setiap penelitian mengadakan proses analitik, dan untuk mengadakan analisa, seorang peneliti seharusnya lebih dahulu telah mempunyai satu cara berpikir, cara pengupasan, dengan refernsi atau titik tolak tertentu.

Data adalah segala keterangan atau informasi tentang segala hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian yang akan dilakukan, dan adapun metode yang digunakan untuk mengumpukan data tersebut adalah dengan Library Research

(Penelitian Kepustakaan) yang sering juga disebut dengan metode dokumentasi. Penelitian dengan menggunakan studi pustakan ini dilakukan dengan cara

28Winarno Surakhmad, Penelitian Ilmiah: Dasar Metode Teknik, Bandung, Penerbit Tarsito, 1985,

hal. 140

29 Hadari Nawawi dan Mimi Martini, Penelitian Terapan, Yogyakarta, Gajah Mada University Press,

(18)

nmenelusuri, megumpulkan dan membahas bahan-bahan informasi dari karangan yang termuat di buku, artikel-artikel yang termuat dalam jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini.30

30 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta, Gajah Mada University Press, 1995, hal. 40 5.3. Analisis Data

Data yang terkumpul akan dianalisis dengan pendekatan kualitatif model interaktif sebagaimana yang diajukan Miles dan Huberman, yaitu terdiri dari tiga hal utama, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan sebagai sesuatu yang jalin menjalin pada saat sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data, untuk membangun wawasan umum yang disebut analisis.

(19)

6. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah, fokus dan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, konsep teoritis, metode penelitian, sistematika penulisan

BAB II POLITIK LUAR NEGERI RRC PADA MASA KEPEMIMPINAN MAO TSE TUNG (1949-1976)

Dalam bab ini diuraikan kronologis implementasi politik luar negeri RRC pada masa kepemimpinan Mao Tse Tung (1949-1976)

BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI POLITIK LUAR NEGERI RRC

Bab ini berisi faktor-faktor yang mempengaruhi politik luar negeri RRC dan kepentingan nasional dari RRC

BAB IV KESIMPULAN

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan nya adalah jangka sorong digunakan untuk mengukur panjang yang lebih teliti , jangka sorong memiliki skala terkeci 0,1mm sedangkan mimrometer sekrup

Mengacu pada penetapan rencana menjadi produk hukum sehingga mengikat semua pihak untuk pelaksanaan Rencana Program Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Program

Obsession seperti pandangan semiotika John Fiske, dalam setiap teksnya (sampul majalah) berusaha untuk merepresentasikan sebuah realitas yang didalamnya bersnergi nilai-nilai

Untuk itu ingin dilakukan studi evaluasi terhadap faktor-faktor yang memengaruhi implementasi kebijakan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah pada Direktorat Jenderal

Peran intellectual berpengaruh signifikan kepada kinerja karyawan dalam jangka Panjang akan mempengaruhi kinerja organisasi, karena intellectual capital dapat digunakan

Indikasi intubasi yaitu mengontrol jalan napas, menyediakan saluran udara yang bebas hambatan untuk ventilasi dalam jangka panjang, meminimalkan risiko

Sehingga, dapat disimpulkam bahwa strategi promosi merupakan perencanaan yang dilakukan oleh suatu perusahaan atau organisasi dalam jangka panjang untuk

Kampung Pelangi di Kota Semarang ini merupakan titik sasaran dari sebagian wilayah yang melakukan perbaikan dengan memperhatikan beberapa hal, diantaranya yaitu mengubah lokasi