• Tidak ada hasil yang ditemukan

ROADMAP INDUSTRI PETROKIMIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ROADMAP INDUSTRI PETROKIMIA"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

ROADMAP

INDUSTRI PETROKIMIA

DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN

(2)

I. PENDAHULUAN

1.1. Ruang Lingkup Industri Petrokimia

ƒ Industri petrokimia secara umum dapat didefinisikan sebagai ”industri

yang berbahan baku utama produk migas (naphta, kondensat yang merupakan produk samping eksploitasi gas bumi, gas alam), batubara, gas metana batubara, serta biomassa yang mengandung senyawa-senyawa olefin, aromatik, n-parrafin, gas sintesa, asetilena dan menghasilkan beragam senyawa organik yang dapat diturunkan dari bahan-bahan baku utama tersebut, untuk menghasilkan produk-produk yang memiliki nilai tambah lebih tinggi daripada bahan bakunya.”

Kondisi ketersediaan bahan baku dari produk migas yang makin terbatas dan mahal mengakibatkan mulai munculnya pencarian-pencarian bahan baku pengganti, diantaranya gas etana, batubara, gas dari coal bed methane, dan limbah refinery (coke).

ƒ Indonesia mempunyai sumber yang potensial untuk pengembangan

klaster industri petrokimia yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia seperti sandang, papan dan pangan. Produk-produk petrokimia merupakan produk strategis karena merupakan bahan baku bagi industri hilirnya (industri tekstil, plastik, karet sintetik, kosmetik, pestisida, bahan pembersih, bahan farmasi, bahan peledak, bahan bakar, kulit imitasi, dll).

1.2. Pengelompokan Industri Petrokimia

Industri petrokimia dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) golongan, yaitu : a. Industri petrokimia hulu

Industri petrokimia hulu merupakan industri paling hulu dalam rangkaian industri petrokimia, memproses bahan baku berupa naphta dan/atau kondensat menjadi hidrokarbon olefin, aromatik, dan parafin.

(3)

Contoh : industri olefin (ethylene, polyethylene, dll), industri aromatik (benzene, paraxylene, dll), industri berbasis C-1 (ammonia, methanol)

b. Industri petrokimia antara

Industri petrokimia antara adalah industri yang memproses bahan baku olefin, aromatik (produk industri petrokimia hulu) menjadi produk-produk turunannya seperti vinyl chloride, styrene, ethylene glycol, dll.

c. Industri petrokimia hilir

Industri petrokimia hilir adalah industri yang mengolah bahan yang dihasilkan oleh industri petrokimia antara menjadi berbagai produk akhir yang digunakan oleh industri atau konsumen akhir (industrial dan consumer goods).

Contoh : industri PET, PP, HDPE, PVC, EDC, PTA, dll.

1.3. Kecenderungan Global Industri Petrokimia

ƒ Konsumsi produk industri petrokimia masih besar, mengingat masih

rendahnya konsumsi plastik per kapita yang baru mencapai 9 kg per kapita per tahun, sementara Malaysia 44 kg, Singapura 75 kg, Thailand 18 kg dan Philipina 9 kg.

ƒ Pangsa pasar Indonesia di pasar dunia relatif kecil yaitu dibawah

0,5%. Sedangkan pasar utama produk-produk petrokimia dunia antara lain : USA, Jerman, Perancis, Jepang, Korea Selatan, China, Saudi Arabia, Iran, Uni Emirat Arab, dll. Prospek pasar dunia ada kecenderungan meningkat dan memberikan peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan pangsa pasar.

ƒ Di industri petrokimia, kemampuan produksi ditentukan oleh

penguasaan bahan baku, teknologi, dan kapital untuk investasi, serta tingkat integrasi antar industri. Integrasi menentukan efisiensi industri dan pada gilirannya meningkatkan daya saing dalam memenangkan

(4)

kompetisi pasar. Integrasi ditentukan oleh unsur perencanaan dan ketersediaan kapital.

ƒ Di berbagai negara yang telah mengembangkan klaster industri

petrokimia, pemeran kunci (champion) dari suatu klaster industri petrokimia adalah industri kilang minyak.

ƒ Di Singapura, klaster petrokimia di Pulau Jurong diawali dengan

dibangunnya bebrapa industri kilang minyak cukup besar di Pulau Ayer Chawan, Pulau Pesek, dan Pulau Merlimau. Setelah pengilangan berdiri, komplek petrokimia pertama Singapura didirikan di Pulau Ayer Merbau.

ƒ Di Port Antwerp – Belgia, industri petrokimia juga berkembang dengan

sistem klaster, dimana pemeran kuncinya (champion) adalah dua buah

industri refinery di Port of Antwerp dan Unit Petrochim’s Ethylene

Oxide di Marshal Doc. Klaster dikelola oleh suatu badan otoritas tersendiri.

ƒ Di Belanda, klaster industri petrokimia berada di Pelabuhan

Rotterdam, yang merupakan salah satu pusat utama industri minyak bumi dan kimia pada beberapa dekade ini.

1.4. Permasalahan yang Dihadapi Industri Petrokimia

a. Permasalahan yang dihadapi industri petrokimia secara umum :

ƒ Bahan baku khususnya naphta dan kondensat masih diimpor,

sementara industri migas nasional mengekspor naphta dan kondensat;

ƒ Pabrik pupuk di Indonesia pada umumnya berusia tua dengan

konsumsi gas bumi sebagai bahan baku dan energi yang tidak efisien;

ƒ Belum terintegrasinya industri migas dengan industri petrokimia

(5)

ƒ Infrastruktur pengembangan antara lain pelabuhan, jalan akses, dan pipanisasi masih terbatas;

ƒ Utilitas industri petrokimia antara lain suplai listrik, pasokan gas

bumi, dan air bersih masih belum memadai;

ƒ Penguasaan riset dan pengembangan teknologi industri petrokimia

masih terbatas.

b. Indonesia memiliki sumber daya migas sebagai bahan baku industri petrokimia yang cukup besar dan potensial. Sementara itu, sumber daya migas sebagian besar masih dimanfaatkan sebagai produk ekspor dan energi domestik serta sebagian kecil yang dimanfaatkan sebagai bahan baku industri.

c. Pemanfaatan migas sebagai bahan baku industri petrokimia akan memberikan efek berganda yang luas bagi pembangunan industri dan ekonomi nasional. Efek berganda dengan keberadaan industri petrokimia yang memanfaatkan migas sebagai bahan bakunya meliputi 1). penguatan struktur industri kimia dan industri lainnya, 2). pertumbuhan sub sektor ekonomi lainnya, 3). pengembangan wilayah industri, 4). proses alih teknologi, 5). perluasan lapangan kerja, 6). penghematan devisa, 7). perolehan devisa, 8). peningkatan penerimaan pajak bagi pemerintah.

d. Agar industri petrokimia tumbuh menjadi industri yang kompetitif dalam persaingan internasional dengan mendapat pasokan yang stabil dan murah, maka diperlukan kerjasama semua pemangku kepentingan dan keterkaitan yang harmonis terutama antara pihak industri primer dengan industri petrokimia.

e. Pada hakekatnya secara operasional pengembangan industri petrokimia dapat menggunakan pendekatan klaster, sebab industri petrokimia memiliki keterkaitan yang kuat secara horisontal dan vertikal dengan industri hilirnya dan sub-sektor industri/sektor ekonomi lainnya. Namun demikian, industri petrokimia di Indonesia belum

(6)

sepenuhnya terintegrasi antara industri primer (migas) dengan industri petrokimia hulu, antara dan hilir, sehingga masih diperlukan pengembangan industri petrokimia melalui pendekatan klaster.

II. FAKTOR DAYA SAING

2.1. Permintaan dan Penawaran

2.1.1. Permintaan dan Penawaran Dunia/Regional/Domestik

ƒ Permintaan dunia terhadap produk industri petrokimia terus

meningkat, karena luasnya jenis dan kegunaannya.

ƒ Kecendrungan harga produk petrokimia lebih didasarkan siklus

pasok dan kebutuhan dunia.

ƒ Meningkatnya harga minyak bumi dunia, menyebabkan profit

margin produk industri petrokimia berkurang.

ƒ Pasokan produk industri petrokimia banyak dilakukan dalam

bentuk kontrak jangka panjang dibandingkan spot.

ƒ Terbatasnya informasi pasar luar negeri.

a. Produk Olefin Ethylene

Prediksi pertumbuhan permintaan dunia untuk ethylene sebesar 4,6 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :

• Permintaan : tahun 2004 = 102,7 juta ton, tahun 2009 =

128,3 juta ton.

• Pertumbuhan : Asia Tenggara : 5,5 %, Amerika Utara : 3,4

%, Eropa Barat : 2 %, Timur Tengah : 7,5 %

Prediksi pertumbuhan kapasitas produksi dunia untuk ethylene sebesar 4,7 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :

• Kapasitas produksi : tahun 2004 = 111,6 juta ton, tahun

(7)

• Pertumbuhan : Asia Tenggara : 3,4 %, China : 13,7 %, Amerika Utara : 0,4 %, Eropa Barat : 0,8 %, Timur Tengah : 19,7 %

b. Produk Olefin Propylene

Prediksi pertumbuhan permintaan dunia untuk propylene sebesar 6,1 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :

• Permintaan : tahun 2004 = 57,9 juta ton, tahun 2009 = 76,2

juta ton.

• Pertumbuhan : Asia Timur : 9,5 %, Amerika Utara : 3,4 %,

Amerika Selatan : 7,2 %, Eropa : 3,2 %, Timur Tengah : 3,7 %.

Prediksi pertumbuhan kapasitas produksi dunia untuk propylene sebesar 2,7 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :

• Kapasitas produksi : tahun 2004 = 67,1 juta ton, tahun 2009

= 76,2 juta ton.

• Pertumbuhan : Asia Timur : 5,5 %, Amerika Utara : 0,11 %,

Amerika Selatan : 3,3 %, Eropa : 0,4 %, Timur Tengah : 19,6 %.

c. Produk Aromatik Benzene

Prediksi pertumbuhan permintaan dunia untuk benzene sebesar 4,34 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :

• Permintaan : tahun 2004 = 36,07 juta ton, tahun 2009 =

43,9 juta ton.

• Pertumbuhan : Asia : 4,5 %, Amerika Utara : 2 %, Eropa

Barat : 1,9 %, Timur Tengah : 16 %.

Prediksi pertumbuhan kapasitas produksi dunia untuk benzene sebesar 3,88 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :

(8)

• Kapasitas produksi : tahun 2004 = 45,05 juta ton, tahun 2009 = 53,8 juta ton.

• Pertumbuhan : Asia : 3,39 %, Amerika Utara : 0 %, Eropa

Barat : 0,43%, Timur Tengah : 11,3 %

d. Produk Aromatik Toluene

Prediksi pertumbuhan permintaan dunia untuk toluene sebesar 5,1 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :

• Permintaan : tahun 2004 = 16,1 juta ton, tahun 2009 = 20,2

juta ton.

• Pertumbuhan : Asia : 8,7 %, Amerika Utara : 1,7 %, Eropa

Barat : 0%, Timur Tengah : 1,0 %.

Prediksi pertumbuhan kapasitas produksi dunia untuk toluene sebesar 4,9 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :

• Kapasitas produksi : tahun 2004 = 20,5 juta ton, tahun 2009

= 25,5 juta ton.

• Pertumbuhan : Asia : 0,24 %, Amerika Utara : 11,3 %, Eropa

Barat : 0,0 %, Timur Tengah : 0,0 %

e. Produk Aromatic Xylene

Prediksi pertumbuhan permintaan dunia untuk xylene sebesar 7,2 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :

• Permintaan : tahun 2004 = 26,10 juta ton, tahun 2009 =

35,48 juta ton.

• Pertumbuhan : Asia : 6,4 %, Amerika Utara : 3,2 %, Eropa

Barat : 6,1 %, Timur Tengah : 17,07 %.

Prediksi pertumbuhan kapasitas produksi dunia untuk xylene sebesar 3,4 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :

• Kapasitas produksi : tahun 2004 = 36,22 juta ton, tahun

(9)

• Pertumbuhan : Asia : 4,1 %, Amerika Utara : 2,8 %, Eropa Barat : 0,0%, Timur Tengah : 24,6 %

f. Produk Methane Base

Prediksi pertumbuhan permintaan dunia untuk urea sebesar 3,1 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :

• Permintaan : tahun 2004 = 119,38 juta ton, tahun 2009 =

139,23 juta ton.

• Pertumbuhan : Asia : 3,1 %, Amerika Utara : 0,1 %, Oceania

: 4,5 %, Amerika Latin : 6,5 %.

Prediksi pertumbuhan kapasitas produksi dunia untuk Urea sebesar 3,2 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :

• Kapasitas produksi : tahun 2004 = 140,62 juta ton, tahun

2009 = 164,12 juta ton.

• Pertumbuhan : Asia : 2,3 %, Amerika Utara : - 2 %, Oceania:

-15,8 %, Amerika Latin : 6,8 %

g. Produk Olefin Ethylene

Prediksi pertumbuhan permintaan lokal untuk ethylene sebesar 10 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :

• Permintaan lokal : tahun 2004 = 983 ribu ton, tahun 2009 =

1.573 ribu ton.

Prediksi pertumbuhan kapasitas lokal untuk ethylene sebesar 14,62 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :

• Kapasitas lokal : tahun 2004 = 520 ribu ton, tahun 2009 =

600 ribu ton

Prediksi pertumbuhan produksi lokal untuk ethylene sebesar 2,75 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :

• Produksi lokal : tahun 2004 = 510 ribu ton, tahun 2009 =

(10)

Prediksi pertumbuhan impor untuk ethylene sebesar 22,97 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :

• Impor : tahun 2004 = 475 ribu ton, tahun 2009 = 1.021 ribu

ton.

h. Produk Olefin Propylene

Prediksi pertumbuhan permintaan lokal untuk propylene sebesar 11 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :

• Permintaan lokal : tahun 2004 = 654 ribu ton, tahun 2009 =

1.102 ribu ton.

Prediksi pertumbuhan kapasitas lokal untuk propylene sebesar 3,90 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :

• Kapasitas lokal : tahun 2004 = 513 ribu ton, tahun 2009 =

613 ribu ton

Prediksi pertumbuhan produksi lokal untuk propylene sebesar 3,36 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :

• Produksi lokal : tahun 2004 = 512 ribu ton, tahun 2009 =

598 ribu ton

Prediksi pertumbuhan impor untuk propylene sebesar 56,38 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :

• Impor : tahun 2004 = 143 ribu ton, tahun 2009 = 544 ribu

ton.

i. Produk Aromatic Benzene

Prediksi pertumbuhan permintaan lokal untuk benzene sebesar 8,3 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :

ƒ Permintaan lokal : tahun 2004 = 410 ribu ton, tahun 2009 =

612 ribu ton.

Prediksi pertumbuhan kapasitas lokal untuk benzene sebesar 33,66 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :

(11)

ƒ Kapasitas lokal : tahun 2004 = 123 ribu ton, tahun 2009 = 330 ribu ton.

Prediksi pertumbuhan produksi lokal untuk benzene sebesar 5,53 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :

ƒ Produksi lokal : tahun 2004 = 109 ribu ton, tahun 2009 =

275 ribu ton.

Prediksi pertumbuhan impor untuk benzene sebesar 2,3 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :

ƒ Impor : tahun 2004 = 302 ribu ton, tahun 2009 = 275 ribu

ton.

j. Produk Aromatic Paraxylene

Prediksi pertumbuhan permintaan lokal untuk paraxylene sebesar 32,43 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :

ƒ Permintaan lokal : tahun 2004 = 1.013 ribu ton, tahun 2009

= 1.455 ribu ton.

Prediksi pertumbuhan kapasitas lokal untuk paraxylene sebesar 37,04 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :

ƒ Kapasitas lokal : tahun 2004 = 270 ribu ton, tahun 2009 =

770 ribu ton.

Prediksi pertumbuhan produksi lokal untuk paraxylene sebesar 31,84 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :

ƒ Produksi lokal : tahun 2004 = 235 ribu ton, tahun 2009 =

609 ribu ton.

Prediksi pertumbuhan impor untuk paraxylene sebesar 1,73 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :

ƒ Impor : tahun 2004 = 778 ribu ton, tahun 2009 = 845 ribu

(12)

k. Produk Aromatic Toluene

Prediksi pertumbuhan permintaan lokal untuk toluene sebesar 6,76 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :

ƒ Permintaan lokal : tahun 2004 = 85 ribu ton, tahun 2009 =

114 ribu ton.

Prediksi pertumbuhan kapasitas lokal untuk toluene sebesar - % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :

ƒ Kapasitas lokal : tahun 2004 = 0 ribu ton, tahun 2009 = 120

ribu ton.

Prediksi pertumbuhan produksi lokal untuk toluene sebesar - % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :

ƒ Produksi lokal : tahun 2004 = 0 ribu ton, tahun 2009 = 108

ribu ton.

Prediksi pertumbuhan impor untuk toluene sebesar –18,52 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :

ƒ Impor : tahun 2004 = 86 ribu ton, tahun 2009 = 6 ribu ton.

l. Produk Methane

Prediksi pertumbuhan permintaan lokal untuk Urea sebesar 2,1 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :

ƒ Permintaan lokal : tahun 2004 = 4,98 juta ton, tahun 2009 =

5,69 juta ton.

Prediksi pertumbuhan kapasitas lokal untuk Urea sebesar 0 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :

ƒ Kapasitas lokal : tahun 2004 = 7,4 juta ton, tahun 2009 =

8,57 juta ton.

Prediksi pertumbuhan produksi lokal untuk Urea sebesar 4,3 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :

ƒ Produksi lokal : tahun 2004 = 5,67 juta ton, tahun 2009 =

(13)

Prediksi pertumbuhan ekspor untuk Urea sebesar 12 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :

ƒ Impor : tahun 2004 = 465 ribu ton, tahun 2009 = 2,3 juta

ton.

2.1.2. Gap Analysis : Permintaan – Penawaran Produk Petrokimia

ƒ Ethylene : 2004 = - 473 ribu ton, 2009 = - 1.003 ribu ton.

ƒ Propylene : 2004 = - 142 ribu ton, 2009 = - 504 ribu ton.

ƒ Benzene : 2004 = - 301 ribu ton, 2009 = - 336 ribu ton.

ƒ Paraxylene : 2004 = - 778 ton, 2009 = - 845 ribu ton.

ƒ Toluene : 2004 = - 85 ribu ton, 2009 = - 24 ribu ton

ƒ Ammonia : 2004 = + 875 ribu ton, 2009 = + 1.560 ribu ton.

ƒ Urea : 2004 = + 465 ribu ton, 2009 = + 2.026 ribu ton Catatan :

ƒ Permintaan 2004 = produksi DN + impor – ekspor; Penawaran

2004 = produksi DN.

ƒ Permintaan 2009 = estimasi permintaan yang tumbuh hingga

2009;

ƒ Penawaran 2009 = estimasi produksi yang tumbuh hingga

2009.

ƒ Ammonia & Urea apabila pasok gas bumi mencukupi.

2.1.2. Perilaku Pasar

ƒ Produk-produk petrokimia mengenal adanya perubahan/siklus

harga setiap 7 – 9 tahun (cenderung siklusnya semakin pendek), dengan fluktuasi harga yang pada saat ini cenderung sedang meningkat.

ƒ Harga produk-produk petrokimia ditentukan oleh permintaan

(14)

ƒ Pasar didominasi oleh beberapa negara tertentu antara lain, Amerika, Eropa, Timur Tengah, Jepang, Korea dan China.

ƒ Penetrasi pasar berlangsung cepat dan tanpa batas negara

(borderless).

ƒ Permintaan produk petrokimia di negara berkembang terus

meningkat.

2.2. Faktor Kondisi (Input) 2.2.1. Sumber Daya Alam

ƒ Tersedia sumber bahan baku berupa naphtha, condensate dan

gas bumi, namun selama ini lebih banyak yang diekspor.

ƒ Kurangnya dukungan kebijakan untuk pemanfaatan sebagai

bahan baku.

ƒ Potensi minyak bumi sebagai bahan baku tersaji dalam

gambar1.

ƒ Potensi gas bumi sebagai bahan baku tersaji dalam gambar 2.

ƒ Unit pengilangan migas tersaji dalam gambar 3.

ƒ Persebaran industri petrokimia tersaji dalam gambar 4.

ƒ Lokasi pengembangan klaster industri petrokimia tersaji dalam

(15)

Gambar 1. : Potensi minyak bumi sebagai bahan baku Aceh Sumatera Utara Jawa Timur Kalimantan Timur Natuna Sumatera Bagian Tengah Sumatera Bagian Selatan Jawa Bagian Barat Maluku Papua Sulawesi Selatan 135.3 117.9 4533.5 886.8 407.7 738.0 259.4 920.1 81.1 100.1 109.1

(16)

Gambar 2. : Potensi bahan baku industri petrokimia nasional Sumatera Jawa Kalimantan Maluku Papua Sulawesi P. Bra dan Naphta: 259.221 n Dumai LSWR: 1.935.875 Balikpapan Naphta: 6.671.033 LSWR: 18.921.161 S. Pakning LSWR: 4.385.352 Musi Naphta: 3.601.827 LSWR: 802.850 Kasim LSWR: 1.061.869 Balongan Propylene: 2.468.662 Cepu Residue: 246.660 Cilacap Naphta: 8.204.852 LSWR: 2.081.510

(17)

4.49 1.27 7.75 24.63 6.04 4.57 53.61 48.80 4.56 24.24 ACEH (NAD) SUMATERA CENTRAL SOUTH SOUTH KALIMANTAN

IRIAN JAYA (PAPUA)

GAS RESERVES (TCF) NATUNA EAST JAVA SUMATERA SULAWESI EAST North SUMATERA WEST JAVA PROVEN = 97.26 TCF POTENTIAL = 82.70 TCF TOTAL = 179.96 TCF 4.49 1.27 7.75 24.63 6.04 4.57 53.61 48.80 4.56 24.24 ACEH (NAD) SUMATERA CENTRAL SOUTH SOUTH KALIMANTAN

IRIAN JAYA (PAPUA)

GAS RESERVES (TCF) NATUNA EAST JAVA SUMATERA SULAWESI EAST North SUMATERA WEST JAVA PROVEN = 97.26 TCF POTENTIAL = 82.70 TCF TOTAL = 179.96 TCF

(18)

Australia Cepu 3.8 MBSD Balikpapan 260 MBSD Musi 135.2 MBSD Dumai 120 MBSD Sungai Pakning 50 MBSD EXOR I, Balongan 125 MBSD 348 MBSD Cilacap Kasim 10 MBSD

Gambar 4 : Unit pengilangan migas

Pangkalan Brndan 5.0 MBSD

(19)

2.2.2. Sumber Daya Modal 2.2.3. Sumber Daya Manusia

2.2.4. Infrastruktur : Fisik, Administrasi dan Iptek

MALUKU

• Nusa Prima Pratama Industry, PT. • Wira Nusa Trisatrya, PT.

IRIAN JAYA

• Kayu Lapis Indonesia, PT. • Kodeco Memberamo, PT.

Australia

ACEH

• Asean Aceh Fertilizer, PT • Dyno Mugi Indonesia, PT • Pupuk Iskanda Muda PT

Malaysia

Philipina

SUMUT

• Belawan Deli Chemical PT. • RGM Glue, PT • Superin PT

JAMBI

• Putra Sumber Kimindo, PT. • Sabak Indah, PT. SUM. SEL.

• Pertamina, PN. • Pupuk Sriwidjaya, PT. • Sri Melamine, PT. • Sulsel Prima Pratama, PT. • Uforin Prajen PT

KALBAR

• Benua Multi Lestari, PT. • Duta Pertiwi Nusantara, PT. • Duta Rendra, PT. • Kurnia Kapus Utama GI, PT.

KALTENG

• Korindo Ariabima Sari, PT KALSEL

• Austral Byna, PT. • Binajaya Rodakarya, PT. • Intan Wijaya Internasional, PT. • Gelora Citra Kimia Abadi, PT. • Giat Ultra Chemical, PT.

RIAU

• Korindo Abadi, PT. • Perawang Perkasa PT

KAL-TIM.

• Batu Penggal Chemical, PT. • Balik Papan Forest, PT. • Cakram Utama Jaya, PT. • DSM Kaltim Melamine, PT. • Fintra Hamka Mandiri, PT. • Inne Donghwa, PT. • Kaltim Hexamindo, PT. • Kaltim Hexamindo W., PT. • Kaltim Methanol Industry, PT. • Kaltim Pacific Amoniak, PT. • Kaltim Parna Industri, PT. • Lakosta Indah, PT. • Pertamina, PN • Prima Adhenas, PT. • Pupuk Kalimantan Timur, PT.

DKI JAKARA. • Eastern Polymer, PT. • Findeco Jaya, PT. • Justus Sakti, PT. • Pulosynthetic, PT. • Sayap M Utama PT • Polypet Karya Persada, PT..

• Polychem Lindo Inc., PT. • Polyprima Karyareksa, PT. • Rhone Poulenc Indolatex, PT. • Risjad Brasali Styrene, PT. • Sari Dahin Plasindo, PT. • Satomo Indovyl Monomer, PT.. • Satomo Inovyl Polymers, PT. • Sentra Sintetikajaya, PT. • Showa Esterindo Indonesia, PT. • Standard Toyo Polimer, PT. • Styrindo Mono Indonesia, PT. • Sulfindo Adi Usaha, PT. • Sunkyoang Keris Adiputra, PT. • Timur Raya Tunggal, PT. • Tri Polyta Indonesia, PT. • Unggul Indah Corp., PT.

JAWA TENGAH

• Indo Acidatama Chem. Ind., PT. • Kayu Lapis Indonesia, PT. • Pertamina

JAWA TIMUR

Aktif Indonesia Indah, PT.

Akzo Nobel Raung Resin, PT.

Albright & Wislon manyar, PT.

Arjuna Utama Kimia, PT.

Eterindo Nusa Graha, PT.

Golden Bridge Chemicals, PT.

Maspion Styrene, PT.

Mitsui Eterindo Chemical, PT.

Pamolite Adhesive, PT.

Petro Oxo Nusantara, PT.

Petrokimia Gresik, PT.

Petrokimia, PT.

Petrowidada, PT.

Samator Inti Peroxide, PT.

Siam Maspion Polymer, PT.

Sindopex Perotama, PT.

LAMPUNG • Intan Prima Tani, PT BANTEN

• Amoco Mitsui PTA Indonesia, PT. • Asahimas Subentra Chemicalk, PT. • Buana Sulvindo, PT.

• Cabot Indonesia, PT. • Chandra Asri, PT. • Dong Jin Indonesia, PT. • Dow Polymers Indonesia, PT. • Dover Chemical, PT. • Eternal Buana Chemical, PT. • GT. Petrochem Ind.ustries Tbk., PT. • Indonesia Kasai Prakarsa, PT. • Indopolymers Adipura, PT. • Karbon Indonesia, PT. • Lyondell Indonesia, PT. • Mitsubishi Chemical Indonesia, PT. • Mulya Adhi Paramita, PT. • Nippon Shokubai Indonesia, PT. • Pardic Chemical, PT. • PENI, PT. • Petnesia Resindo, PT. • PIPI, PT.

JAWA BARAT

• Arindo Pacific Chemical, PT. • Aristek High Polymer, PT. • B ASF Indonesia, PT. • Branta Mulia, PT. • Dayin Prima Paint, PT. • Exor, PT.

• Henkel Indonesia, PT. • Henoch Jaya Chem. Industri, PT. • Herbert Indonesia, PT. • Indorama Synthetics Interindo, PT. • Peroxide Indonesia Pratama, PT. • Polysindo Eka Perkasa, PT. • Polytama Propindo, PT.

• Pupuk Kujang, PT. • Risyad Brasali Peroksida, PT. • Sintas Kurama Perdana, PT. • Tunas Sumber Idea Kreasi, PT. • Unilever Indonesia, PT. • Union Carbide, PT. • Warna Agung, PT.

(20)

N NAADD S Suummuutt R Riiaauu B Baanntteenn S Suummsseell J Jaabbaarr D DKKIIJJaakkaarrttaa J Jaattiimm K Kaallbbaarr K Kaalltteenng g K Kaallsseell K Kaallttiim m P Paappuua a J Jaatteenngg

Indikasi Lokasi: Banten, Jawa Timur, Kalimantan Timur,

Perusahaan : PT. Chandra Asri (Banten), PT. Tri Polyta Indonesia (Banten), PT. TITAN (Banten), PT. Styrindo Mono Indonesia (Banten), PT.Asahimas Chemical (Banten), PT. Dow Chemical Indonesia (Banten), PT. Amoco Mitsui PTA Indonesia (Banten), PT. GT Petrochem Industries (Banten), PT. Satomo Indovyl Monomer (Banten), PT. Trans Pasific Petrochemical Indotama (Jatim), PT. Petrokimia Gresik (Jatim), PT. Petro Widada (Jatim), PT. Aktif Indonesia Indah (Jatim) , PT. Pupuk Sriwijaya (Sumsel) , PT. Pupuk Iskandar Muda (NAD), PT. Petro Oxo

Nusantara (Jatim), PT. Pupuk Kalimantan Timur (Kaltim) PT. Kaltim Methanol Industry (Kaltim), PT. Kaltim Pasific Amoniak (Kaltim) PT.Kaltim Parna Industri (Kaltim), PT. Indo Bharat Rayon (Jabar), PT. Pupuk Kujang (Jabar), Pertamina UP I (Sumut), Pertamina UP II (Riau), Pertamina UP III Plaju (Sumsel), Pertamina UP IV (Jateng), Pertamina UP V (Balikpapan), Pertamina UP VI (Jabar), Beberapa Pabrik Adhesive Resin di Kalimantan Barat, Tengah, Selatan, dan di Propinsi Papua

(21)

2.2.2. Sumber Daya Modal

ƒ Bunga pinjaman investasi relatif tinggi.

ƒ Dana masyarakat belum dimanfaatkan secara optimal.

ƒ Beberapa daerah yang kaya sumber daya alam mempunyai

peluang untuk pengembangan industri petrokimia.

ƒ Investasi industri petrokimia tergolong padat modal, sehingga

peranan investor asing lebih besar.

2.2.3. Sumber Daya Manusia

ƒ Penguasan teknologi terbatas.

ƒ Perlunya peningkatan sistem pendidikan/kejuruan yang sesuai

kompetensinya untuk industri petrokimia.

ƒ Belum optimal pemanfaatan institusi/balai latihan tenaga kerja.

ƒ Sudah mulai dikuasainya kemampuan rancang bangun dan

perekayasaan industri petrokimia serta industri manufaktur/barang modal, serta kemampuan pengoperasian fasilitas produksi yang menggunakan teknologi canggih.

ƒ Terbatasnya tenaga ahli dalam bidang penelitian dan

pengembangan khusus industri petrokimia.

ƒ Tingkat upah relatif kompetitif.

ƒ Peraturan/Perundang-undangan ketenagakerjaan belum

kondusif.

2.2.4. Infrastruktur a. Fisik

ƒ Fasilitas bongkar/muat di beberapa daerah disediakan

sendiri oleh masing-masing investor (negara lain oleh pemerintahnya), sehingga menambah biaya investasi dan menyulitkan optimalisasi pemanfaatan.

ƒ Belum tersedianya fasilitas terminal/tangki penyimpanan

(22)

ƒ Sarana dan prasarana transportasi belum mendukung pengembangan industri petrokimia.

ƒ Fasiltas pengolahan limbah terpadu belum tersedia disemua

daerah.

ƒ Sarana dan prasarana telekomunikasi belum merata di

seluruh wilayah pengembangan industri.

ƒ Tersedianya kawasan industri di beberapa daerah dengan

fasilitas yang memadai, namun belum sepenuhnya dimanfaatkan.

ƒ Kawasan industri masih terkonsentrasi di Pulau Jawa.

ƒ Pemerintah masih kurang berperan serta dalam pengadaan

infrastruktur pendukung industri.

b. Administrasi

ƒ Kebijakan Pemerintah Daerah belum sepenuhnya

mendukung pengembangan industri.

ƒ Iklim usaha belum kondusif : tarif belum harmonis serta

insentif investasi belum berjalan.

ƒ Tingginya pajak, pungutan yang memberatkan industri.

c. Iptek

ƒ Belum adanya sinergi riset pengembangan antara industri,

Litbang dan Perguruan Tinggi.

ƒ Ketergantungan lisensi teknologi dari negara lain terutama

desain dasar teknologi proses.

ƒ Lisensi teknologi yang sudah habis masa patennya belum

(23)

2.3. Industri Inti, Pendukung dan Terkait

ƒ Industri inti petrokimia adalah industri polimer.

ƒ Industri terkait adalah industri primer (migas), industri petrokimia hulu, dan industri hilirnya (termasuk industri otomotif, elektronik, kemasan, kimia khusus dsb.

ƒ Industri pendukung adalah jasa litbang, perbankan/keuangan,

peninbgkatan SDM dsb.

ƒ Struktur Industri petrokimia belum kuat diantara hulu, antara dan

hilirnya, seperti butadiene, orthoxylene, acetic acid, caprolactam,

cyclohexane, dsb.

ƒ Terbatasnya jejaring (network) antar industri petrokimia dengan

industri pendukung dan terkait.

ƒ Terbatasnya dukungan dari Pusat Litbang, Lembaga Uji, Lembaga

Sertifikasi dan Perguruan Tinggi.

ƒ Keterkaitan industri inti, pendukung dan terkait seperti gambar di

(24)

Gambar 7. : Kerangka Keterkaitan Industri Petrokimia Assosiasi INAPLAS APPI JASA Transportasi Darat-Laut Lembaga Litbang/PT BBKK, BPPT, LIPI, LEMIGAS, Gas Alam, Kondensat, Naphta, Residu Aromatic centre

POLYMER

Olefin centre Mesin Peralatan dan

Teknologi Methane Based

Pupuk Methanol Bahan baku Plastik, Tekstil, Coating / Painting, Speciality Chemical, Farmasi, Komponen Otomotif, Peralatan Listrik PASAR DALAM NEGER I PASAR LUAR NEGER I Eksportir Distributor

Pemda,

Dinas

Perindag

Working Group

Forum Daya Saing

Fasilitator Klaster

Pemerintah

Pusat

Depperin,

Dep ESDM

(25)

2.4. Strategi Pengusaha dan Perusahaan

ƒ Strategi industri petrokimia skala dunia (Multi National Corporation =

MNC) yaitu melakukan upaya merger dan akuisisi, mengembangkan produk yang bernilai tambah tinggi serta mendekatkan basis produksi dengan sumber bahan baku dan pasar.

ƒ Perusahaan industri petrokimia skala dunia (MNC) mengembangkan

basis produksi di berbagai bagian dunia dengan total kapasitas produksi yang besar.

ƒ Perusahaan industri petrokimia skala dunia (MNC) mengembangkan

teknologi yang semakin efisien, ramah lingkungan dan menggunakan berbagai alternatif bahan baku.

ƒ Perusahaan industri petrokimia skala dunia (MNC) umumnya

terintegrasi dari produsen bahan baku primer (migas) dengan petrokimia hulu dan petrokimia antara.

III. ANALISA SWOT

3.1. Kekuatan

ƒ Indonesia merupakan penghasil migas yang potensial.

ƒ Bahan baku alternatif untuk industri petrokimia tersedia di Indonesia.

ƒ Sudah berkembangnya industri petrokimia hulu dan menengah, serta

industri hilirnya.

ƒ Teknologi di bidang petrokimia sudah established dan cukup banyak

yang diterapkan di industri petrokimia dalam negeri.

ƒ Memiliki tenaga kerja yang berpengalaman dalam bidang produksi,

rancang bangun & perekayasaan dan manufaktur peralatan pabrik.

ƒ Biaya tenaga kerja di Indonesia murah.

ƒ Pangsa pasar produk industri petrokimia dalam negeri semakin

meningkat.

ƒ Kapasitas pabrik petrokimia yang sudah ada masih dapat ditingkatkan

(26)

3.2. Kelemahan

ƒ Kurangnya dukungan kebijakan untuk pemanfaatan SDA/Migas,

mengakibatkan kurangnya terjaminnya pasokan bahan baku DN.

ƒ Industri tidak terintegrasi dengan bahan bakunya.

ƒ Kapasitas produksi nasional terpasang kurang mampu memenuhi

pasar DN.

ƒ Kapasitas produksi per pabrik belum dikategorikan skala dunia.

ƒ Ketergantungan teknologi yang tinggi dari negara lain, terutama desain

dasar teknologi proses.

ƒ Masih lemahnya kerjasama dunia usaha dan litbang.

ƒ Terbatasnya penyediaan infrastruktur, menurunnya kinerja pelayanan

infrastruktur industri petrokimia.

ƒ Masih lemahnya kemampuan penetrasi pasar ekspor.

ƒ Belum adanya sinkronisasi dalam hal regulasi beberapa sektor terkait

industri petrokimia

ƒ Masih tingginya bunga pinjaman.

ƒ Bargaining position Indonesia di mata lembaga keuangan /pendanaan

investasi regional dan internasional tidak kuat.

ƒ Belum termanfaatkannya dana masyarakat secara optimal.

ƒ Tingginya pajak, pungutan resmi maupun tidak resmi yang

memberatkan industri.

3.3. Peluang

ƒ Besarnya peluang pasar DN terutama mendukung industri hilirnya

maupun peluang pasar ekspor.

ƒ Masih rendahnya konsumsi per kapita produk industri petrokimia di

DN.

ƒ Konsumsi produk industri petrokimia di Cina tinggi sehingga dapat

menjadi pasar bagi produk industri-industri petrokimia hulu dan antara Indonesia.

ƒ Adanya AFTA, World Free Trade mendorong penurunan tarif ekspor

(27)

ƒ Peluang investasi, baik investasi baru maupun perluasan.

ƒ Adanya tawaran dari Iran untuk membangun kilang di Indonesia.

ƒ Pengembangan industri petrokimia berorientasi daur ulang.

3.4. Tantangan

ƒ Munculnya pesaing-pesaing yang kuat di kawasan regional/dunia.

ƒ Adanya pembangunan industri petrokimia (terintegrasi dengan kilang)

di Singapura dan Timur Tengah (Qatar & UEA) yang bahan bakunya murah merupakan kompetitor bagi industri petrokimia hulu dan antara di Indonesia.

ƒ Perkembangan teknologi proses yang semakin efisien dan efektif

dengan skala dunia.

ƒ Semakin terbatasnya cadangan migas sebagai SDA tidak terbarukan.

ƒ Munculnya isu keselamatan, kesehatan dan lingkungan hidup.

ƒ Praktek persaingan tidak sehat, baik melalui instrumen tarif dan non

tarif.

ƒ Adanya serbuan produk industri petrokimia hilir dari Cina yang

harganya lebih murah.

ƒ Daya tarik investasi industri petrokimia di kawasan regional lebih

kondusif, terutama dalam bidang infrastruktur.

ƒ Tidak stabilnya iklim politik di Indonesia turut mempengaruhi kebijakan

pemerintah.

IV. SASARAN

4.1. Sasaran Jangka Menengah (2010-2014)

a. Optimalisasi pemanfaatan kapasitas terpasang industri petrokimia dari 81 % (2009) menjadi lebih dari 85 % (2014).

b. Meningkatnya pemanfaatan bahan baku lokal menjadi lebih dari 20 % (2014).

(28)

ƒ Olefin : ethylene dari 600.000 Ton/Tahun menjadi 900.000 Ton/Tahun,

ƒ Aromatik : toluene 100.000 Ton/Tahun, dan orthoxylene 120.000

Ton/Tahun.

ƒ Berbasis C1 : amoniak 6,1 Juta Ton/Tahun menjadi 6,8 Juta

Ton/Tahun, methanol 990.000 Ton/Tahun.

d. Terintegrasinya pengembangan industri petrokimia dengan

pendekatan klaster, berlokasi di Banten (Anyer, Merak, Cilegon) untuk yang berbasis olefin, di Jawa Timur (Tuban, Gresik, Lamongan) untuk yang berbasis aromatik dan di Kalimantan Timur (Bontang) untuk yang berbasis C1.

4.2. Sasaran Jangka Panjang (2015-2025)

a. Meningkatnya kapasitas produksi industri petrokimia hulu :

ƒ Olefin : ethylene dari 900.000 Ton/Tahun menjadi 1,25 Juta

Ton/Tahun,

ƒ Berbasis C1 : amoniak 6,8 Juta Ton/Tahun menjadi 7,5 Juta

Ton/Tahun, methanol 990.000 Ton/Tahun menjadi 1,5 Juta Ton/Tahun, pupuk NPK dari 700.000 Ton/Tahun menjadi 1,9 Juta Ton/Tahun.

b. Terintegrasinya industri migas dengan industri petrokimia hulu, industri petrokimia antara dan industri petrokimia hilir melalui jaringan distribusi dan infrastruktur yang efektif dan efisien.

(29)

V. STRATEGI

DAN KEBIJAKAN

5.1. Visi dan Arah Pengembangan Industri Petrokimia Visi :

Mewujudkan industri petrokimia yang berdaya saing dan mandiri.

Misi :

ƒ Pemantapan struktur industri petrokimia

ƒ Peningkatan efisiensi.

ƒ Perluasan lapangan kerja.

ƒ Percepatan alih teknologi

Arah Pengembangan Industri Petrokimia :

Pengembangan industri berskala besar

Strategi

a. Peningkatan utilisasi :

- Penguasaan pasar DN dan pasar ekspor, serta peningkatan

informasi pasar.

- Peningkatan efisiensi bahan baku dan energi.

- Optimalisasi pemanfaatan bahan baku dalam negeri.

- Penciptaan iklim usaha kondusif terhadap industri daur ulang petrokimia.

- Integrasi industri petrokimia hulu dengan industri migas.

b. Penguatan struktur industri petrokimia yang terkait pada semua

tingkat dalam rantai nilai (value chain) :

- Peningkatan nilai tambah dengan peningkatan kandungan lokal (bahan baku, barang modal/peralatan pabrik, SDM, teknologi, jasa konstruksi, jasa pemeliharaan dan modal DN)

- Penciptaan Iklim investasi dan usaha yang kondusif melalui

pemberian insentif dibidang fiskal, moneter dan administrasi termasuk jaminan hukum dan kestabilan keamanan.

(30)

- Pengembangan industri yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.

- Pengembangan kemampuan SDM.

c. Pengembangan teknologi kedepan :

- Meningkatkan kemampuan alih teknologi dengan memanfaatkan lisensi teknologi proses petrokimia C-1, Olefin dan Aromatik yang habis masa lisensinya berdasarkan inovasi teknologi dalam negeri.

- Mengaplikasikan lisensi teknologi proses Industri Urea yang

dikembangkan bersama pemilik lisensor.

- Sinergi dalam penelitian teknologi proses industri polimer seperti alkyd resin, unsaturated polyester resin, polyurethane resin.

d. Pengembangan lokasi klaster :

- Bontang, Kaltim

- Tuban - Gresik, Jawa Timur

- Anyer – Merak – Cilegon – Serang, Banten

Kebijakan

ƒ Pengaturan alokasi SDA lokal sebagai bahan baku industri petrokimia.

ƒ Pengaturan efisiensi bahan baku/energi melalui penghematan maupun

diversifikasi bahan baku/energi.

ƒ Pengaturan limbah/scrap/used-product petrokimia sebagai bahan

baku.

ƒ Pengaturan insentif pajak untuk mendorong peningkatan investasi

industri petrokimia.

ƒ Pengaturan peningkatan SDM melalui peningkatan standar

kompetensi kerja nasional industri petrokimia.

ƒ Pengaturan mengenai pembangunan infrastruktur industri antara

Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan swasta.

(31)

ƒ Pengaturan pengembangan litbang teknologi DN yang terintegrasi dan berkualitas melalui pemberian insentif.

5.2. Indikator Pencapaian

ƒ Meningkatnya pemanfaatan kapasitas terpasang industri petrokimia.

ƒ Meningkatnya pemanfaatan bahan baku lokal.

ƒ Meningkatnya kapasitas produksi industri petrokimia hulu : Olefin,

Aromatik, Berbasis C1.

5.3. Tahapan Implementasi

ƒ Mengalokasikan secara khusus pemanfaatan komponen-komponen

gas bumi, kondensat, naphta dan senyawa-senyawa alkana, yang di satu sisi mendukung perkembangan kebutuhan untuk industri petrokimia dan di sisi lain tidak mengganggu upaya penggalangan cadangan devisa nasional;

ƒ Membuka peluang pemanfaatan bahan baku alternatif dari dalam

negeri, seperti batubara dan biomassa yang saat ini belum digunakan di industri petrokimia.

ƒ Memacu pengembangan industri petrokimia yang menggunakan

kandungan teknologi yang dikembangkan di dalam negeri yang makin meningkat;

ƒ Mendorong pengembangan industri petrokimia yang memiliki

keterkaitan kuat dengan sektor ekonomi lainnya.

ƒ Menciptakan iklim investasi yang menarik bagi pengembangan industri

petrokimia berskala menengah, terutama pada tingkat daerah, bagi pengembangan industri petrokimia antara dan hilir dan yang berpotensi memanfaatkan sumber daya alam lain selain minyak dan gas bumi, yaitu batubara dan biomassa.

(32)

ƒ Menstimulasi dan memobilisasi kemampuan nasional untuk membangun dan menegakkan berfungsinya teknologi yang berhubungan dengan industri petrokimia.

VI. PROGRAM/RENCANA AKSI

6.1. Rencana Aksi Jangka Menengah (2010-2014) :

1. Revisi UU No. 22 / 2001 tentang Migas, Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Migas, sebagai upaya pengamanan pasok migas nasional untuk bahan baku industri (sebagai tindak lanjut amandemen UU No. 22 / 2001 tentang Migas).

2. Mengupayakan insentif berupa split yang lebih besar bagi KPS yang memasok industri dalam negeri.

3. Proses Debottlenecking Unit Ethylene meningkatkan kapasitas produksi ethylene 30.000 Ton/Tahun.

4. Fasilitasi penerapan AICO (ASEAN Industrial Co-operation) scheme

dan pengembangan Ethylene Cracker Unit PT. Titan Indonesia di Merak untuk mendukung industri polietilen pada tahun 2009.

5. Usulan kebijakan mengenai alokasi bahan baku dengan harga khusus yang diprioritaskan untuk industri petrokimia hulu;

6. Studi untuk mengkaji fasilitasi proses integrasi antara industri primer, petrokimia hulu, antara, dan hilir;

7. Peningkatan kualitas dan kuantitas infrastruktur pendukung industri petrokimia antara lain pelabuhan, kereta api & aero-train, jalan akses, serta utilitas.

8. Revitalisasi 5 pabrik urea yang sudah tua, pembangunan 1 pabrik urea, pembangunan 5 pabrik compound, 6 pabrik amonia (terintegrasi dengan pabrik pupuk).

(33)

9. Peningkatan kegiatan riset teknologi industri dan rekayasa produk petrokimia yang terintegrasi.

10. Peningkatan kualitas SDM melalui training dan kerjasama pihak industri dengan lembaga pendidikan/Perguruan Tinggi.

11. Promosi investasi industri petrokimia (pengembangan bahan baku industri plastik teknik) seperti polycarbonate, polyacetal, polyamide, ke negara a.l. Jepang, Korea dan China.

12. Pembentukan Working Group Klaster Industri Petrokimia, melalui

kegiatan-kegiatan pembahasan/evaluasi pengembangan industri petrokimia di wilayah klaster industri meliputi aspek bahan baku, teknologi, pemasaran, infrastruktur, sumber daya manusia, Corporate Social Responsibility (CSR), pengelolaan lingkungan, manajemen tanggap darurat (emergency response), sinkronisasi kebijakan pemerintah pusat dan daerah.

13. Pengembangan sistem informasi industri petrokimia.

14. Pembangunan centre of excellence industri petrokimia, yang mencakup

aspek penyediaan, konservasi dan efisiensi bahan baku & energi, teknologi, pemasaran, infrastruktur, sumber daya manusia, Corporate Social Responsibility (CSR), kerjasama luar negeri, serta penerapan manajemen penanganan dampak Keselamatan, Keamanan, Kesehatan dan Lingkungan Hidup (K3L) di lingkungan industri petrokimia.

15. Harmonisasi tarif bea masuk industri petrokimia dalam rangka AFTA maupun FTA.

16. New PP Plant (kapasitas 250.000 ton/tahun) yang terintegrasi dengan RCC Offgas to Propylene Project/Methatesis pada awal 2011 oleh Pertamina.

17. Kajian/bantuan teknik “Gas bumi melalui proses splitting untuk industri olefin dan aromatik”.

18. Belum ada studi Prakelayakan Industri Unggulan ”Batubara melalui

(34)

19. Dukungan berupa kajian/bantuan teknik untuk mengembangkan pusat Olefin berbasis pati khususnya sagu di wilayah Riau yang akan dikembangkan oleh Mitsubishi Group.

20. Dukungan berupa kajian/bantuan teknik untuk mengembangkan pusat Olefin yang bahan bakunya berasal dari pati atau biomassa di wil.Banten yang akan dikembangkan oleh PT. Titan.

21. Mempercepat realisasi MOU antara PT. Pertamina /PT. Medco Energy dg PT. Pusri (holding) mengenai rencana pembangunan industri ammonia/urea dengan kapasitas global terintegrasi berbasis gas bumi, berlokasi di Sonoro (Sulawesi Tengah).

22. Mendorong perencanaan pembangunan infrastruktur industri petrokimia di Sonoro dan Papua Barat.

23. Pertemuan dengan instansi terkait untuk pengembangan, perawatan

dan perawatan infrastruktur.

6.2. Rencana Aksi Jangka Panjang (2015-2025) :

1. Meneruskan & meningkatkan diversifikasi sumber bahan baku dan sumber energi industri petrokimia.

2. Peningkatan kegiatan riset teknologi industri dan rekayasa produk petrokimia yang terintegrasi.

3. Peningkatan kualitas SDM melalui trainning & standar kompetensi kerja nasional industri petrokimia.

4. Pemeliharaan kualitas dan kuantitas infrastruktur pendukung industri petrokimia antara lain pelabuhan, jalan akses, dan utilitas.

(35)

Industri Inti

Produk Polimer

Industri Pendukung

Kondesat; Naphta; Gas Alam; Residu; Aromatic Centre; Olefin Centre

Industri Terkait

Produk Plastik; Tekstil; Coating/Painting Product; Speciality Chemical; Pharmacy ; Perlengkapan Otomotif ; Peralatan Listrik ; Karet Sintetis ; Serat Sintetis

Sasaran Jangka Menengah 2010 – 2014

1. Terpenuhinya pertumbuhan kebutuhan dalam negeri produk olefin sebesar 10-12 % per tahun; produk aromatik sebesar 8-10 % per tahun dan produk petrokimia C-1 sebesar 4-6 % per tahun.

2. Meningkatnya kapasitas industri olefin, yaitu ethylene menjadi 1,5 juta ton/tahun dan propylene menjadi 1,2 juta ton/tahun.

3. Meningkatnya kapasitas industri aromatik, yaitu benzene menjadi 900 ribu ton/tahun; paraxylene menjadi 1,6 juta ton/tahun; ortho-xylene menjadi 240 ribu ton/tahun dan toluene menjadi 200 ribu ton/tahun;

4. Meningkatnya kapasitas industri petrokimia C-1, yaitu ammonia menjadi 8,1 juta ton/tahun dan methanol menjadi 2,3 juta ton/tahun.

Sasaran Jangka Panjang 2015 – 2025

1. Meningkatnya kapasitas produksi industri petrokimia hulu:

- Berbasis C1: pupuk NPK dari 700.000 ton/tahun menjadi 1,9 juta ton/tahun.

2. Terintegrasinya industri migas dengan industri petrokimia hulu, industri petrokimia antara dan industri petrokimia hilir melalui jaringan distribusi dan infrastruktur yang efektif dan efisien.

Strategi

Sektor : Peningkatan produksi guna memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri melalui diversifikasi produk, peningkatan nilai tambah, peningkatan kandungan lokal (bahan baku/penolong, peralatan

pabrik, jasa teknik dan konstruksi, jasa pendukung produksi), integrasi industri migas dengan industri petrokimia, restrukturisasi usaha (merjer dan akuisisi), dan promosi investasi industri petrokimia unggulan.

Teknologi : Meningkatkan litbang teknologi industri dengan memanfaatkan lisensi teknologi yang sudah habis masa berlakunya dengan inovasi dalam negeri serta pengembangan industri peralatan

pabrik.

Pokok-pokok Rencana Aksi Jangka Menengah ( 2010 – 2014)

1. Revisi UU No. 22 / 2001 tentang Migas, Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Migas, sebagai upaya pengamanan pasok migas nasional untuk bahan baku industri (sebagai tindak lanjut amandemen UU No. 22 / 2001 tentang Migas).

2. Mengupayakan insentif berupa split yang lebih besar bagi KPS yang memasok industri dalam negeri.

3. Proses Debottlenecking Unit Ethylene meningkatkan kapasitas produksi ethylene 30.000 Ton/Tahun.

4. Fasilitasi penerapan AICO (ASEAN Industrial Co-operation) scheme dan pengembangan Ethylene Cracker Unit PT. Titan Indonesia di Merak untuk mendukung industri polietilen pada tahun 2009.

5. Usulan kebijakan mengenai alokasi bahan baku dengan harga khusus yang diprioritaskan untuk industri petrokimia hulu;

6. Studi untuk mengkaji fasilitasi proses integrasi antara industri primer, petrokimia hulu, antara, dan hilir;

Pokok-pokok Rencana Aksi Jangka Panjang ( 2015 – 2025)

1. Meneruskan & meningkatkan diversifikasi sumber bahan baku dan sumber energi industri petrokimia.

2. Peningkatan kegiatan riset teknologi industri dan rekayasa produk petrokimia yang terintegrasi.

3. Peningkatan kualitas SDM melalui trainning & standar kompetensi kerja nasional industri petrokimia.

4. Pemeliharaan kualitas dan kuantitas infrastruktur pendukung industri petrokimia antara lain pelabuhan, jalan akses, dan utilitas.

(36)

7. Peningkatan kualitas dan kuantitas infrastruktur pendukung industri petrokimia antara lain pelabuhan, kereta api & aero-train, jalan akses, serta utilitas.

8. Revitalisasi 5 pabrik urea yang sudah tua, pembangunan 1 pabrik urea, pembangunan 5 pabrik compound, 6 pabrik amonia (terintegrasi dengan pabrik pupuk).

9. Peningkatan kegiatan riset teknologi industri dan rekayasa produk petrokimia yang terintegrasi.

10. Peningkatan kualitas SDM melalui training dan kerjasama pihak industri dengan lembaga pendidikan/Perguruan Tinggi.

11. Promosi investasi industri petrokimia (pengembangan bahan baku industri plastik teknik) seperti polycarbonate, polyacetal, polyamide, ke negara a.l. Jepang, Korea dan China. 12. Pembentukan Working Group Klaster Industri Petrokimia, melalui kegiatan-kegiatan

pembahasan/evaluasi pengembangan industri petrokimia di wilayah klaster industri meliputi aspek bahan baku, teknologi, pemasaran, infrastruktur, sumber daya manusia, Corporate Social Responsibility (CSR), pengelolaan lingkungan, manajemen tanggap darurat (emergency response), sinkronisasi kebijakan pemerintah pusat dan daerah.

13. Pengembangan sistem informasi industri petrokimia.

14. Pembangunan centre of excellence industri petrokimia, yang mencakup aspek penyediaan, konservasi dan efisiensi bahan baku & energi, teknologi, pemasaran, infrastruktur, sumber daya manusia, Corporate Social Responsibility (CSR), kerjasama luar negeri, serta penerapan manajemen penanganan dampak Keselamatan, Keamanan, Kesehatan dan Lingkungan Hidup (K3L) di lingkungan industri petrokimia.

15. Harmonisasi tarif bea masuk industri petrokimia dalam rangka AFTA maupun FTA.

16. New PP Plant (kapasitas 250.000 ton/tahun) yang terintegrasi dengan RCC Offgas to Propylene Project/Methatesis pada awal 2011 oleh Pertamina.

17. Kajian/bantuan teknik “Gas bumi melalui proses splitting untuk industri olefin dan aromatik”. 18. Dukungan berupa kajian/bantuan teknik untuk mengembangkan pusat Olefin berbasis pati

khususnya sagu di wilayah Riau yang akan dikembangkan oleh Mitsubishi Group.

19. Dukungan berupa kajian/bantuan teknik untuk mengembangkan pusat Olefin yang bahan bakunya berasal dari pati atau biomassa di wil.Banten yang akan dikembangkan oleh PT. Titan.

20. Mempercepat realisasi MOU antara PT. Pertamina /PT. Medco Energy dg PT. Pusri (holding) mengenai rencana pembangunan industri ammonia/urea dengan kapasitas global terintegrasi berbasis gas bumi, berlokasi di Sonoro (Sulawesi Tengah).

21. Mendorong perencanaan pembangunan infrastruktur industri petrokimia di Sonoro dan Papua Barat.

22. Pertemuan dengan instansi terkait untuk pengembangan, perawatan dan perawatan infrastruktur.

(37)

Unsur Penunjang Periodesasi Peningkatan Teknologi

a. Inisiasi 2004 – 2009 : Penguasaan lisensi teknologi (basic desain & detail desain);

b. Pengembangan Cepat 2010 – 2015 : Penguasaan pembuatan peralatan pabrik (industri manufaktur); c. Matang 2016 – 2025 : Aplikasi Penguasaan Teknologi proses melalui retrofitting

Pasar

a. Membangun jaringan pasar internasional. b. Meningkatkan efisiensi distribusi produk petrokimia c. Mengamankan pasar dalam negeri

SDM

a. Peningkatan kemampuan SDM di bidang petrokimia;

b. Peningkatan peran perguruan tinggi dan lembaga Litbang bidang petrokimia.

Infrastruktur

a. Mendorong investasi baru untuk kawasan industri yang kompetitif; b. Memberikan keringanan pajak untuk investasi baru

(38)

VI. KELEMBAGAAN

Eksportir Perusahaan Jasa Distribusi Perusahaan Industri Petrokimia Perusahaan Penghasil Bahan Baku

Perusahaan Penyedia Industri Penunjang, Perusahaan Penyedia Mesin Peralatan, Jasa Transportasi, Jasa Keuangan, Jasa Konsultasi

Produsen

Lembaga Litbang

INAPLAS, APKODI, APROBSI, APPI, AIFTA, ASRI Perguruan Tinggi

Asosiasi & Lembaga Litbang

Pemerintah Daerah

Badan Koordinasi Penanaman Modal Kement. Lingkungan Hidup

Kement. Ristek

Dept. Tenaga Kerja dan Trasmigrasi Dept. Keuangan

Dept. Energi dan Sumber Daya Mineral Dept. Perdagangan

Dept. Perindustrian Pemerintah

Gambar

Gambar 1. : Potensi minyak bumi sebagai bahan baku  Aceh Sumatera Utara Jawa Timur KalimantanTimurNatunaSumateraBagian TengahSumateraBagian SelatanJawa Bagian Barat Maluku PapuaSulawesiSelatan135.3117.94533.5886.8407.7738.0259.4920.181.1100.1109.1
Gambar 2. : Potensi bahan baku industri petrokimia nasional  Sumatera Jawa Kalimantan Maluku PapuaSulawesi P
Gambar 5 : Persebaran perusahaan industri petrokimia
Gambar 6 : Lokasi pengembangan klaster industri petrokimia
+2

Referensi

Dokumen terkait

proyek Adaptec di station pemeriksaan selama tiga bulan, yaitu bulan November 2013 rata-rata yield 86%, bulan Desember 2013 rata-rata yield 87.2% dan bulan

Atas dasar pemikiran ini maka apa yang dikatakan oleh Suhayati (2012) menjadi lebih ligitimate yaitu bahwa perguruan tinggi sebagai mitra dalam pelaksanaan TJSP di perusahaan

Hal tersebut menunjukkan bahwa kemahiran membaca pemahaman cerita rakyat”Asal Muasal Tanjungpinang” siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Bintan Semester II

Menurut Azhar Susanto (2013:72) dalam bukunya yang berjudul Sistem Informasi Akuntansi, adalah kumpulan atau group dari sub/sistem/bagian/komponen apapun baik

Ketika kampus IAIN Sumatera Utara pindah dari Jalan Sutomo ke Jalan Williem Iskandar Pasar V Medan Estate (lokasi yang sekarang) pada tahun 1995, perpustakaan juga dipindahkan

Terlihat pada Tabel 6, nilai ketidakpastian relatif pada kalibrasi turbin flowmeter berdiameter 3/2 inci dengan metode perbandingan untuk akuisisi data secara

Masalah dalam proses pembelajaran, siswa dalam belajar masih sering menggunakan metode yang secara umum dipakai, yaitu dengan menggunakan ceramah atau hanya dengan

(1) Pembantu Direktur I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a, merupakan tenaga dosen yang diberi tugas tambahan membantu Direktur dalam memimpin pelaksanaan