• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBAIKAN SISTEM PEMBINAAN NARAPIDANA MISKIN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (Kasus Pembinaan Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Kotamadya Bandung) MAHYUDI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBAIKAN SISTEM PEMBINAAN NARAPIDANA MISKIN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (Kasus Pembinaan Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Kotamadya Bandung) MAHYUDI"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PERBAIKAN SISTEM PEMBINAAN NARAPIDANA MISKIN

DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN

(Kasus Pembinaan Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Kotamadya Bandung)

MAHYUDI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(2)

PERNYATAAN TENTANG TUGAS AKHIR

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir ”Perbaikan Sistem Pembinaan Narapidana Miskin di Lembaga Pemasyarakatan (Kasus Pembinaan Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Kotamadya Bandung)” adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas ini.

Bogor, Agustus 2008

M A H Y U D I

(3)

ABSTRAK

MAHYUDI, Perbaikan Sistem Pembinaan Narapidana Miskin di Lembaga Pemasyarakatan (Kasus Pembinaan Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Kotamadya Bandung). Dibimbing oleh NURAINI W. PRASODJO sebagai Ketua, IRAWAN SOEHARTONO sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

Pembinaan yang dilaksanakan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), tidak lagi menerapkan sistem kepenjaraan dan penghukuman bagi narapidana atau Warga Binaan Pemasyarakatan. Kegiatan Lembaga Pemasyarakatan telah berubah seiring berkembangnya kemajuan jaman. Sistem pembinaan yang dilakukan mengacu kepada sistem pemasyarakatan, yaitu untuk memulihkan kembali menjadi manusia baru yang lebih mandiri dan dapat diterima kembali dalam masyarakat.

Narapidana sebagai individu yang terbelenggu kemerdekaannya, tidak dapat melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, terutama bagi narapidana miskin. Untuk itu, perlu ada upaya dari narapidana dan Lembaga Pemasyarakatan melalui penerapan sistem pembinaan yang dilaksanakan.

Permasalahan yang dihadapi narapidana miskin dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, disebabkan sistem pembinaan yang dilaksanakan kurang efektif.

Tujuan kajian ini adalah (1) mengetahui sejauhmana sistem pembinaan narapidana miskin dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan dan setelah mereka keluar dari Lapas (2) mengetahui respons narapidana miskin terhadap pembinaan yang dilaksanakan Lembaga Pemasyarakatan dan (3) menyusun strategi pembinaan yang tepat di Lembaga Pemasyarakatan dengan melihat faktor-faktor yang ada, baik faktor penghambat maupun faktor pendukung.

Kajian ini dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu pemetaan sosial, evaluasi program dan kajian lapangan dengan fokus kegiatan merancang strategi pembinaan yang tepat guna membantu narapidana miskin dalam memenuhi kebutuhan hidupnya di Lembaga Pemasyarakatan dan dalam rangka mempersiapkan kemampuan mereka di luar Lapas. Metode kajian yang digunakan adalah metode kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan pengamatan berperan serta, wawancara mendalam, studi dokumentasi dan focus group discussion (FGD). FGD dilakukan dengan melibatkan Kepala Lapas, Petugas Lapas, narapidana dan keluarganya, pada saat pertemuan rutin dan kunjungan masal.

Penyusunan rancangan strategi dan program dilakukan secara partisipatif dengan tahap-tahap, yaitu membahas masalah yang dihadapi dan menentukan masalah yang menjadi prioritas, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi potensi ekonomi narapidana, serta melakukan penggalian aspirasi dalam rangka penyusunan strategi dan rancangan program pengembangan masyarakat.

Hasil kajian digunakan untuk merumuskan program yang tepat dalam pembinaan narapidana miskin, juga untuk menjawab respons narapidana terhadap pembinaan yang dilaksanakan Lembaga Pemasyarakatan selama ini, yang terdiri dari program Kerjasama atau Kemitraan dengan instansi terkait dan melalui pembentukan Lapas berbasis Masyarakat (Lapas Terbuka).

(4)

ABSTRACT

MAHYUDI, The treatment rehabilitation system of the poor prisoner in the Correctional Institution. (Case of Treatment in The Correctional Institution Sukamiskin, Bandung Regency). Advisor Team NURAINI W. PRASODJO, as the Chairman, and IRAWAN SOEHARTONO, as the Member of Advisor Committion.

Treatment was conducted in The Correctional Institution, is not again use prisons system or funishment for prisoner. The Correctional Institution activity has been changed along with developing of age progress. The treatment system which is carried out aim at to the correctional system, namely to make recover to be a new person it more acceptable and self-supportingly returned to community.

The Prisoner is as an individual whose freedom shacled, cant do anything to fulfill their life need and also for their families who are left, because of that, there is need an effort, either prisoners their selves as well as the correction institution by using treatment system which is carried out.

The problem which is faced by the poor prisoner are to fulfill their life need and also rehabilitation treatment system in the.Correctional Institution, in order more effective.

The purpose of this study is (1) knowing how far the treatment system for the poor prisoner done in the Correctional Institution and after they out from the institution (2) knowing how a respons of the poor prisoner by the treatment done in the Correctional Institution and (3) make design treatment strategy in order more effective in the Correctional Institution by seeing available factors, either resistor factor as well as support factor.

There are three stages used in this study, namely social mapping, program evaluation, and field study focused on designing the increasing treatment strategy more effective for helping poor prisoner to fulfiil their life need in the Correctional Institution and for the skill purposed when they out from the Correctional Institution. This study uses a qualitative method and data collection techniques used were participation observations, in-depth interviews, documents, and focus group discussion (FGD) is carriout by in volving the leader, guardian Correctional Institution, prisoners and their families at the time of regularity meeting and public visiting.

The program and strategy was designed in a participatory way with several stages : discussing and determining an encountered and prioritized problem, analyzing any factors influencing prisoner economic potency and triggering some aspiration in the effort to design the strategy and program of community development.

The research result were used to formulate the program concerning in effective treatment strategy to increase of prisoner economic potency in fulfill the life need, what consists of partnership program with the related institutions and through forming of Community-based correction.

Keywords : Treatment system, the correctional institution, partnership and community-based correntions.

(5)

RINGKASAN

Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia. Lapas merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (dahulu Departemen Kehakiman). Penghuni Lapas bisa narapidana (napi) atau tahanan. Konsep pemasyarakatan pertama kali digagas oleh Menteri Kehakiman Sahardjo pada tahun 1962, dimana disebutkan bahwa tugas jawatan kepenjaraan bukan hanya melaksanakan hukuman, namun tugas yang jauh lebih berat adalah mengembalikan orang-orang yang dijatuhi pidana ke dalam masyarakat.

Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin merupakan institusi pemerintah berada di wilayah Kecamatan Arcamanik Kelurahan Sukamiskin. Jumlah penghuni Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin per Agustus 2007 sebanyak 485 orang, narapidana yang menjalani pembebasan pada bulan Agustus 2007 sebanyak 6 orang, dan pada umumnya berasal dari keluarga kurang mampu atau dari lingkungan keluarga miskin, karena sebagian besar terdiri dari pekerja tidak tetap dan beberapa diantaranya bekerja sebagai buruh serta petani.

Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, terletak di Jalan AH. Nasution No. 114 Bandung, termasuk dalam wilayah Kelurahan Sukamiskin Bandung. Sarana dan prasarana yang ada di Lapas Sukamiskin, yaitu ; luas tanah 146.355 m², luas bangunan 9.351, 35 m², kapasitas hunian 552 orang, kamar hunian besar 84 ruang (ukuran 3 m x 2,15 m), kamar hunian kecil 467 ruang (ukuran 2,15 m x 1,5 m), ruang bengkel kerja seluas 1.296 m², lahan pertanian di dalam Lapas 100 m², lahan pertanian di luar Lapas 2.800 m², kolam ikan di dalam Lapas 300 m² dan kolam ikan di luar Lapas 500 m².

Untuk menjawab permasalahan, tentang bagaimana upaya-upaya yang dilakukan oleh Lapas Sukamiskin bagi narapidana, terhadap sistem pembinaan yang dilaksanakan selama narapidana berada di Lembaga Pemasyarakatan, dalam menanggulangi masalah pemenuhan kebutuhan ekonomi narapidana keluarga miskin, meliputi : (1) bagaimana sistem pembinaan narapidana miskin, di Lembaga Pemasyarakatan; (2) bagaimana respons narapidana miskin terhadap pembinaan yang dilaksanakan Lembaga Pemasyarakatan; dan (3) bagaimana strategi pembinaan yang lebih tepat agar narapidana miskin dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, baik selama di dalam Lapas maupun setelah keluar dari Lapas.

Selanjutnya, kajian ini bertujuan untuk : (1) mengetahui sejauhmana sistem pembinaan narapidana miskin, dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan; (2) mengetahui respons narapidana miskin terhadap pembinaan yang dilaksanakan Lembaga Pemasyarakatan; dan (3) menyusun strategi pembinaan yang lebih tepat di Lembaga Pemasyarakatan, agar narapidana miskin dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, baik selama di dalam Lapas maupun setelah keluar dari Lapas.

Sistem pembinaan yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan dilaksanakan melalui tahap-tahap proses pemasyarakatan, meliputi : Tahap Pertama, pembinaan tahap ini disebut pembinaan tahap awal, dimana kegiatan masa pengamatan, penelitian dan pengenalan lingkungan untuk menentukan perencanaan pelaksanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian yang waktunya dimulai pada saat yang bersangkutan berstatus sebagai narapidana sampai dengan 1/3 (sepertiga) dari masa pidananya. Pembinaan tahap ini masih dilakukan dalam Lapas dan pengawasannya maksimum

(6)

(maksimum security). Tahap Kedua, jika proses pembinaan terhadap narapidana

yang bersangkutan telah berlangsung selama-lamanya 1/3 (sepertiga) dari masa pidana yang sebenarnya dan menurut Tim Pengamat Pemasyarakatan sudah dicapai cukup kemajuan, antara lain menunjukkan keinsyafan, perbaikan, disiplin dan patuh pada peraturan tata tertib yang berlaku di Lembaga Pemasyarakatan, maka kepada narapidana yang bersangkutan diberikan kebebasan lebih banyak dan ditempatkan pada Lembaga Pemasyarakatan melalui pengawasan

medium-security.

Tahap Ketiga, jika proses pembinaan terhadap narapidana telah dijalani ½ (setengah) dari masa pidana yang sebenarnya dan menurut Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) telah dicapai cukup kemajuan-kemajuan, baik secara fisik maupun mental dan juga segi keterampilannya, maka wadah proses pembinaannya diperluas dengan assimilasi yang pelaksanaannya terdiri dari dua bagian, yaitu yang pertama waktunya dimulai sejak berakhirnya tahap awal sampai dengan ½ (setengah) dari masa pidananya. Pada tahap ini pembinaan masih dilaksanakan di dalam Lapas dan pengawasannya sudah memasuki tahap

medium security. Tahap ketiga dimulai sejak berakhirnya masa lanjutan pertama

sampai dengan 2/3 (dua pertiga) masa pidananya. Dalam tahap lanjutan ini narapidana sudah memasuki tahap assimilasi dan selanjutnya dapat diberikan pembebasan bersyarat atau cuti menjelang bebas dengan pengawasan

minimum security.

Tahap Keempat, jika proses pembinaan telah menjalani 2/3 (dua pertiga) dari masa pidana yang sebenarnya atau sekurang-kurangnya 9 bulan. Pembinaan ini disebut pembinaan tahap akhir, yaitu kegiatan berupa perencanaan dan pelaksanaan program integrasi yang dimulai sejak berakhirnya tahap lanjutan sampai dengan berakhirnya masa pidana dari narapidana yang bersangkutan.

Kerangka pemikiran didalam kajian ini menerangkan, bahwa sistem pembinaan yang dilaksanakan oleh Lembaga Pemasyarakatan sangat dipengaruhi oleh narapidana yang ada di Lapas, berdasarkan karakteristik yang dimilikinya, antara lain, berdasarkan umur, tingkat pendidikan, motivasi dengan dukungan jenis pekerjaan yang sebelumnya digeluti oleh narapidana, kapasitas sarana dan prasarana yang dimiliki Lapas serta perilaku terhadap jenis kejahatan yang membawanya masuk ke dalam Lembaga Pemasyarakatan, yang akan mempengaruhi terhadap pembinaan yang .dilaksanakan Lembaga Pemasyarakatan.

Pengertian narapidana miskin yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin adalah sebagai berikut :

a. Narapidana yang sebelum masuk Lapas, pada umumnya berpenghasilan rendah, pada umumnya banyak yang bekerja pada sektor non formal, seperti ; buruh, tukang ojek, serta pegawai rendahan, yang berpenghasilan dibawah Upah Minimun Regional (UMR), antara 500 ribu rupian sampai dengan 700 ribu rupiah perbulan.

b. Sebagian besar narapidana berpendidikan rendah, dari 485 orang narapidana, sebanyak 333 orang berpendidikan rendah (SD dan SMP) atau sebesar 66 %. Respons narapidana terhadap sistem pembinaan yang dilaksanakan selama ini di Lembaga Pemasyarakatan beragam, juga terhadap harapan narapidana terhadap sistem pembinaan selama, secara garis besar belum dapat memenuhi harapan mereka, untuk memudahkan responden dalam kajian, maka dibagi kedalam tipologi responden, terdiri dari :

(7)

- Tipe 1, yaitu mereka yang menjalani pidana lama dan berminat terhadap bidang pertanian.

- Tipe 2, yaitu mereka yang menjalani pidana lama dan berminat terhadap bidang industri dan jasa.

- Tipe 3, yaitu mereka yang menjalani pidana tidak lama dan berminat terhadap bidang pertanian dan

- Tipe 4, yaitu mereka yang menjalani pidana tidak lama dan berminat terhadap bidang industri dan jasa.

Sedangkan respons dari Petugas sebagai Pembina dan pendamping narapidana merasakan masih kurang maksimalnya sistem pembinaan yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan, hal in berkenaan dengan tingkat partisipasi dan kepedulian narapidana dalam mengikuti kegiatan pembinaan serta faktor sarana dan prasarana pendukung termasuk dana atau anggaran kegiatan pembinaan serta metode pembinaan yang dilaksanakan, seperti proses kegiatan belajar yang dilaksanakan

Untuk itu, perlu adanya sistem pembinaan narapidana miskin yang lebih efektif dan tepat sasaran serta sesuai dengan harapan dan kebutuhan narapidana yang ada di Lapas, juga harapan petugas sebagai pembina dan pendamping narapidana dalam melaksanakan sistem pembinaan, baik itu metode pembinaan kepribadian yang menitikberatkan kepada pembinaan mental, akhlak dan perilaku, juga terhadap metode pembinaan kemandirian yang menitikberatkan kepada pemberian kegiatan bimbingan keterampilan bagi narapidana, juga kurangnya dukungan dan partisipasi dari masyarakat, karena di dalam sistem pembinaan yang dilaksanakan Lapas, tidak terlepas dari tiga hal yang saling bersinergi, yaitu antara narapidana, petugas dan masyarakat.

Sebagai upaya perbaikan guna peningkatan sistem pembinaan narapidana miskin di Lapas, strategi dan program yang dapat dilaksanakan yaitu dengan menjalin kemitraan dengan instansi terkait (pemerintah/swasta), agar hasil-hasil produksi yang dihasilkan oleh narapidana dapat ditingkatkan, termasuk dalam hal peningkatan sumber daya manusia narapidana dengan memberikan pendidikan dan pelatihan. Juga dengan menumbuhkan perilaku kewirausahaan bagi narapidana, sehingga apabila kelak mereka keluar dan bebas dari Lapas, dapat menerapkan hasil bimbingan keterampilan kerja yang telah diperolehnya selama di Lapas. Program lain adalah dengan mempercepat program integrasi sosial berupa asimilasi yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakat Terbuka.

Pada dasarnya keberhasilan sistem pembinaan yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan, tidak lepas dari narapidana itu sendiri, petugas sebagai pembina dan pendamping narapidana dan yang sangat penting adalah adanya dukungan dan partisipasi masyarakat, sehingga apabila nanti narapidana bebas dapat diterima kembali ke dalam lingkungan masyarakat. Dengan demikian mantan narapidana merasa seperti menjadi manusia kembali dan tidak dikucilkan dalam lingkungannya.

(8)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dan Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

(9)

PERBAIKAN SISTEM PEMBINAAN NARAPIDANA MISKIN

DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN

(Kasus Pembinaan Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Kotamadya Bandung)

MAHYUDI

Tugas Akhir

Sebagai Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(10)

Judul Tugas Akhir : Perbaikan Sistem Pembinaan Narapidana Miskin di Lembaga Pemasyarakatan

(Kasus Pembinaan Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Kotamadya Bandung)

Nama Mahasiswa : MAHYUDI NRP : I354060185

Diketahui :

Mengetahui :

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana, Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. DJUARA P. LUBIS. MS Prof. Dr. Ir. KHAIRIL A. NOTODIPUTRO, MS

Tanggal Ujian : 5 MEI 2008 Tanggal Lulus : 9 SEPTEMBER 2008 Prof. Dr. IRAWAN SOEHARTONO Anggota

Ir. NURAINI W. PRASODJO, MS Ketua

Disetujui, Komisi Pembimbing :

Referensi

Dokumen terkait

Tindakan Karantina Ikan Transit untuk Pengeluaran MP/HP yang Dilakukan Pengawalan oleh Petugas Karantina Sejak dari Area Asal sampai dengan Area Transit Terakhir. SOP ini

Tingginya kelimpahan fitoplankton di stasiun 3 pada saat pasang disebabkan karena letak stasiun 3 yang berada pada daerah dekat laut sehingga pada saat pasang

Penggunaan karikatur yang dibuat oleh siswa sendiri secara berkelompok, dapat melatih siswa untuk bekerjasama dalam mengembangkan materi, memahami materi dan

Tabel 4.13 Manfaat dari Hasil Belajar Menejemen Usaha Boga Tentang Pengorganisasian Pembelian Bahan Makanan Pada Usaha Jasa Boga.... Tabel 4.14 Manfaat dari Hasil

Perancis berarti layar). Selain pengangkatan karya sastra ke dalam bentuk film, ada juga fenomena pengalihan wahana dari film ke dalam bentuk novel yang sering disebut

Dengan mendengarkan semua kesulitan- kesulitan yang dihadapi oleh guru, yaitu tentang. penyusunan pengembangan silabus

Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal (PAUDNI), sebagai salah satu unit utama di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyediakan

Merupakan promosi yang dilakukan melalui pribadi- pribadi karyawan Bank dalam melayani serta ikut mempengaruhi nasabah. Secara khusus penjualan pribadi dapat