• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian profesionalisme menurut Arens et al., (2008:105) yaitu: maupun ketentuan hukum dan peraturan masyarakat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian profesionalisme menurut Arens et al., (2008:105) yaitu: maupun ketentuan hukum dan peraturan masyarakat."

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

8 2.1 Profesionalisme Auditor Internal 2.1.1 Pengertian Profesionalisme

Pengertian profesionalisme menurut Arens et al., (2008:105) yaitu:

“Profesionalisme means a responsibility for conduct that extands beyond statisfuing individual responsibillities and beyond the requirements of our society law and regulation”.

Menurut Arens et al., (2008:105), profesionalisme merupakan tanggung jawab untuk bertindak lebih dari sekedar memenuhi tanggung jawab diri sendiri maupun ketentuan hukum dan peraturan masyarakat.

Menurut Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (KOPAI) yang disusun oleh Hiro Tugiman, dkk (2004:59) mengungkapkan bahwa:

“Profesionalisme adalah seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan kompetensi serta mempunyai keahlian yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawab pekerjaannya.”

Profesionalisme menurut Hiro Tugiman (2006:24) dalam jurnal bisnis manajemen dan ekonomi yang ditulis oleh Bachtiar Asikin (2006:791) yaitu:

“Profesionalisme sebagai suatu sikap dan perilaku seseorang dalam melakukan profesi tertentu. Definisi-definisi audit internal yang telah dikemukakan sebelumnya membawa kepada konsekuensi tuntutan profesionalitas sebagai bentuk peran profesi dalam memberikan nilai tambah pada perusahaan. Profesi merupakan jenis pekerjaan yang memenuhi beberapa kriteria, sedangkan profesionalisme merupakan suatu atribut individual yang penting tanpa melihat apakah suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak.”

(2)

Dari semua kutipan di atas, maka profesionalisme internal audit dapat mengantisipasi setiap tindakan penyimpangan yang mungkin terjadi dimasa yang akan datang. Profesionaslime internal auditor akan sangat membantu untuk mencegah kejadian penyimpangan terulang lagi dalam perusahaan dan menjadi bahan penindakan bagi karyawan yang melakukan tindakan penyimpangan.

2.1.2 Pengertian Auditor Internal

Auditor internal di definisikan dalam Mulyadi (2008:29) adalah sebagai berikut:

“Auditor yang bekerja dalam perusahaan yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipenuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efesiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai organisasi.”

Sawyer (2005:7) menyatakan auditor internal sebagai berikut:

“Auditor internal memberikan informasi yang diperlukan manajer dalam menjalankan tanggung jawab secara efektif. Auditor internal bertindak sebagai penilai independen untuk menelaah operasional perusahaan dengan mengukur dan mengevaluasi kecukupan kontrol serta efisiensi dan efektivitas kinerja perusahaan. Auditor internal memiliki peranan yang penting dalam semua hal yang berkaitan dengan pengelolaan perusahaan dan risiko-risiko terkait dalam menjalankan usaha”.

Sedangkan menurut Katijo (2008:11) pengertian auditor internal adalah sebagai berikut :

“Auditor internal merupakan karyawan atau staf dari organisasi atau entitas. Tugas auditor internal adalah melakukan penilaian secara independen atas aktivitas dari suatu organisasi”.

Atas beberapa kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa auditor internal merupakan seseorang yang membantu suatu organisasi mencapai

(3)

tujuan-tujuannya dengan mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas pengelolaan resiko, kecukupan kontrol dan pengelolaan organisasi.

2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Profesionalisme Auditor Internal Auditor internal harus memiliki kualitas teknis dan profesi yang diperlukan unutk melaksanakan tugas pemeriksaan. Auditor internal diharuskan unutk memahami standar profesi secara keseluruhan secara mendalam (Akmal, 2008:53).

Agar terciptanya auditor internal yang efektif, maka dibutuhkan auditor internal yang profesional, untuk mencapai kedua hal tersebut diperlukan adanya kriteria atau standar. Kriteria Profesionalisme Auditor Intenal dalam SPAI menurut Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:55), yaitu sebagai berikut:

1. Indepedensi; internal auditor harus mandiri dan terpisah dari kegiatan yang diperiksanya.

a. Status organisasi: harus memberikan keleluasaan untuk memenuhi dan menyelesaikan tanggungjawab permeriksaan yang diberikan kepadanya.

b. Objektivitas: internal auditor harus melaksanakan tugasnya yang objektif.

2. Kemampuan profesional; internal auditor harus mencerminkan keahlian dan ketelitian profesional.

a. Kesesuaian dengan standar profesi; internal auditor harus mematuhi standar profesional dalam melaksanakan pemeriksaan.

b. Pengetahuan dan kecakapan: internal auditor harus memiliki dan mendapatkan pengetahuan, kecakapan dan disiplin ilmu yang penting dalam melaksankan pemeriksaan.

(4)

c. Hubungan antar manusia dan komunikasi: internal auditor harus memiliki kemampuan untuk menghadapi orang lain dan berkomunikasi secara efektif.

d. Pendidikan berkelanjutan: internal auditor harus mengembangkan kemampuan teknisnya melalui pendidikan yang berkelanjutan.

e. Ketelitian profesional: internal auditor harrus bertindak dengan ketelitian profesional yang sepatutnya.

3. Lingkup pekerjaan; harus meliputi pemgujian dan evaluasi terhadap kecukupan serta efektivitas sistem pegendalian internal yang dimiiliki organisasi dan kualitas pelaksanaan tanggungjawab yang diberikan.

a. Keandalan informasi: internal auditor harus memeriksa keandalan informasi keuangan dan pelaksanaan pekerjaan dan cara-cara yang dipergunakan unutk mengidentifikasi, mengukur, mengklasifikasikan dan melaporkan informasi tersebut.

b. Kesesuaian dengan kebijaksanaan, rencana, prosedur dan perundang-undangan: internal auditor harus memeriksa sistem yang telah ditetapkan untuk menyakinkan apakah telah sesuai dengan kebijaksanaan, rencana, prosedur dan peraturan yang memiliki akibat penting terhadap pekerjaan-pekerjaan, laporan-laporan serta melaporkan apakah organiasai telah melaporkan hal-hal tersebut. c. Perlindungan terhadap harta: internal auditor harus memeriksa alat

atau cara yang digunakan unutk melindungi harta dan aktiva. Jika diperlukan memverifikasi keberadaan berbagai harta organisasi. d. Penggunaan sumber daya secara ekonomis dan efisien: internal auditor

harus menilai keekonomisan dan efisiensi penggunaan sumber daya yang ada.

e. Pencapaian tujuan: internal auditor harus menilai pekerjaan, operasi dan program untuk menentukan apakah hasilnya telah dicapai sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ditetapkan.

(5)

4. Pelaksanaan kegiatan audit; harus meliputi perencaan pemeriksaan, pegujian serta pengevaluasiaan informasi, pemberitahuan hasil dan menindaklanjuti.

a. Perencanaan pemeriksaan: internal auditor harus merencanakan setiap pemeriksaan yang dilakukan.

b. Pengujian dan pengevaluasian informasi: internal auditor harus mengumpulkan, menganalisis, menginterprestasi dan membuktikan kebeneran informasi yang mendukung hasil pemeriksaan.

c. Penyampaian hasil pemeriksaan: internal auditor harus melaporkan hasil pemeriksaan yang diperoleh dari kegiatan pemeriksaan yang dilakukan.

d. Tindak lanjut hasil pemeriksaan: internal auditor harus terus melakukan follow up untuk memastikan bahwa terhadap temuan-temuan pemeriksaan yang dilaporkan telah dilakukan tindak lanjut yang tepat.

5. Manajemen bagian audit internal; pimpinan audit internal harus mengelolal bagian audit internal secara tepat.

a. Tujuan, kewenangan dan tanggung jawab: pimpinan audit internal harus memiliki pernyataan tujuan, kewenangan dan tanggung jawab bagi bagian audit internal.

b. Perencanaan: pimpinana audit internal harus menetapkan rencana bagi pelaksanaan tanggung jawab bagian internal audit.

c. Kebijaksanaan dan prosedur: pimpinan audit internal harus membuat berbagai kebijaksanaan dan prosedur secara tertulis yang akan dipergunakan sebagai pedoman oleh staf internal audit.

d. Manajemen personel: pimpinana audit internal harus menetapkan program untuk menyeleksi dan mengembangkan sumber daya manusia pada bagian internal audit.

e. Auditor eksternal: pimpinan audit internal harus mengkoordinasikan usaha-usaha kegiatan audit internal dengan audit eksternal.

(6)

f. Pengendalian mutu: pimpinan audit iternal harus menetapkan dan mengembangkan pengendlaian mutu dan jaminan kualitas untuk mengevaluasi berbagai kegiatan bagian internal audit.

Adapun standar kode etik yang telah diteteapkan oelh IAI (Ikatan Akuntansi Indonesia), apabila seorang auditor dapat dikatakan professional antara lain (Wahyudi dan Aida, 2006:28):

1. Prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh IAI yaitu standar ideal dari perilaku etis yang telah ditetapkan oleh IAI seperti dalam terminologi filosofi.

2. Peraturan perilaku seperti standar minimum perilaku etis yang ditetapkan sebagai peraturan khusus yang merupakan suatu keharusan. 3. Inteprestasi peraturan perilaku tidak merupakan keharusan, tetapi para

praktisi harus memahaminya.

4. Ketetapan etika seperti seorang akuntan publik untuk harus tetap memegang teguh prinsip kebebasan dalam menjalankan proses auditnya, walaupun auditor dibayar oleh kliennya.

2.2 Audit Internal

2.2.1 Pengertian Audit Internal

Audit internal menurut Hiro Tugiman (2006:11) didefinisikan sebagai berikut:

“Audit Internal adalah suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan”.

Menurut Islahuzzaman (2012:42), pengertian audit internal adalah sebagai berikut :

(7)

“Audit internal adalah kegiatan assurance dan konsultasi independen dan objektif, yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan operasi organisasi. Audit internal membantu organisasi untuk mencapai tujuannya, melalui suatu pendekatan yang sistematis dan teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas pengelolaan resiko, pengendalian, dan proses governance.”

Audit Internal mempunyai peranan yang cukup penting dalam suatu organisasi seperti yang dikemukakan oleh Lawrence B. Sawyer mengutip pernyataan dari Institute of Internal Auditors mengenai pengertian audit internal (Sawyer, 2005: 9) yakni :

“Internal auditing is an independent appraisals function established

within an organization to examine and evaluate its activities as a service to the organization.”

Menurut pernyataan IIA tersebut, fungsi audit internal dalam suatu organisasi adalah untuk memeriksa dan juga mengevaluasi segala operasional perusahaan dengan penilaian yang independen, agar tidak menyimpang dari tujuan perusahaan itu sendiri. Memeriksa dan juga mengevaluasi merupakan tugas utama dan juga peran yang harus dilaksanakan auditor internal terhadap perusahaan.

Berdasarkan definisi audit internal yang dikemukakan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa audit internal adalah merupakan kegiatan penilaian bebas, dipersiapkan dalam organisasi sebagai suatu jasa dengan cara memeriksa dan menilai efektivitas kegiatan unit lain untuk memperbaiki kinerja perusahaan.

2.2.2 Tujuan dan Ruang Lingkup Audit Internal

Menurut Hiro Tugiman (2006:11) tujuan pemeriksaan intern adalah sebagai berikut:

(8)

“Tujuan dasar audit internal adalah untuk membantu para anggota organisasi agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif. Untuk itu, pemeriksaan internal akan melakukan analisis, penilaian, dan mengajukan saran-saran tujuan pemeriksaan mencakup pula pengembangan pengawasan yang efektif dengan biaya yang wajar”.

Tujuan audit internal menurut The Chief of Internal Auditors (Sawyer, 2005:28) yaitu:

“The objective of internal audit to provide guidance and related matters to

the organization so as to assist management in the dischange of its responsibilities for installing and maintaining controls that to ensure organizatiomal objective are achieved. To this end it furnishes them with analysis, appraisals, recommendation and information concerning the

activities reviewed”.

Menurut pernyataan The Chief of Internal Auditors (2005:28) tujuan audit internal adalah untuk menyediakan suatu pedoman bagi organisasi yang dapat membantu manajemen dalam melaksanakan tanggungjawabnya untuk membentuk dan memelihara pengendalian yang dapat memberikan keyakinan bahwa tujuan organisasi dapat tercapai. Untuk itu fungsi audit internal akan memberikan analisis, penilaian, rekomendasi, konsultasi, dan membentuk informasi mengenai aktivasi yang diperiksa.

Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (SPAI 2004:81) menyatakan bahwa:

“Tujuan, kewenangan dan tanggung jawab fungsi audit internal harus dinyatakan secara formal dalam charter audit internal, konsisten dengan Standar Profesi Audit Internal dan mendapat persetujuan dari pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi”.

Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa tujuan pemeriksaan intern meliputi:

1. Membantu para anggota organisasi agar dapat melaksanakan tanggungjawabnya.

2. Memberikan jaminan kepatuhan terhadap hukum, peraturan dan perundang – undangan.

(9)

3. Memberikan penilaian saran dan komentar mengenai kegiatan yang diperiksanya.

4. Mencapai tujuan dengan cara etis.

Definisi ruang lingkup pemeriksaan intern menurut Hiro Tugiman (2006:99), adalah sebagai berikut:

“Menilai keefektifan sistem pengendalian internal serta pengevaluasian terhadap kelengkapan dan keefektifan sistem pengendalian internal yang dimiliki organisasi, serta kualitas dan tanggung jawab pelaksanaan yang diberikan”.

Adapun ruang lingkup dalam internal audit seperti yang dinyatakan oleh The Institute of Internal Auditors (Sawyer, 2005:23):

“The scope of internal auditing work encompasses a systematic, disciplined approach to evaluating and improving teh adequacy and effectiveness of risk management, control and governance processes and

the quality of performance in carrying out assigned responsibilities.”

Ruang lingkup audit internal menurut The Institute of Internal Auditors mencakup pendekatan sistematis yang dirancang untuk mengevaluasi dan meningkatan kecukupan atau kememadaian dan keefektifan manajemen resiko, pengendalian, pengelolaan organisasi serta kualitas dari kinerja organisasi dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya dalam organisasi.

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ruang lingkup internal audit penting untuk diperhatikan karena mencakup kegiatan yang harus dilakukan oleh internal auditor yang mencakup:

1. Keandalan dan kebutuhan informasi

2. Ketaatan dengan kebijakan, rencana, prosedur, hukum dan peraturan serta kontrak.

(10)

4. Penggunaan sumber daya secara secara ekonomis dan efisien.

5. Peningkatan keefektifan manajemen risiko, pengendalian dan proses pengelolaan.

6. Pencapaian tujuan perusahaan.

2.2.3 Fungsi Audit Internal

Fungsi pemeriksaan intern menurut The Institute of Internal Auditors pada International Profesional Practice Framework (IPPF, 2011:27) sebagai berikut:

“The internal audit must evaluated and contibute to the improvement of

governance, risk management, and control processes using a systematic and

disciplined approach”.

Fungsi pemeriksaan intern menurut International Profesional Practice Framework adalah audit internal harus mengevaluasi dan berkontribusi terhadap peningkatan tata kelola, manajemen risiko, dan proses kontrol menggunakan pendekatan sistematis yang disiplin.

Sedangkan menurut Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:20) menyatakan bahwa fungsi pemeriksasan intern, yaitu:

“Fungsi audit internal melakukan evaluasi dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan proes pengelolaan risiko, pengendalian dan governance, dengan menggunakan pendekatan yang sistematik, tertaur, dan menyeluruh”.

Menurut Robert Tampubolon (2005:1) menyatakan bahwa fungsi audit internal, yaitu:

“Fungsi audit internal lebih berfungsi sebagai mata dan telinga manajemen, karena manajemen buruh kepastian bahwa semua kebijakan yang telah ditetapkan tidak akan dilaksanakan secara menyimpang”.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi pemeriksaan intern adalah mengevaluasi dan memberikan kontribusi terhadap

(11)

kegiatan perusahaan agar sesuai dengan tujuan dengan menggunakan pendekatan yang sistematis dan teratur.

2.2.4 Pelaksanaan Audit Internal

Pelaksanan pemeriksaan intern menurut Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:16) yaitu:

“Dalam melaksanakan audit, auditor intenal harus mengindentifikasi informasi, menganalisis, mengevaluasi, dan mendokumetasikan informasi yang memadai untuk mencapai tujuan penugasan”.

Pelaksanaan kegiatan audit dinyatakan oleh Hiro Tugiman (2006:41) sebagai berikut:

“Kegiatan pemeriksaan harus meliputi perencanaan pemeriksaan, pengujian dan pengevaluasian informasi, pemberitahuan hasil dan menindaklanjuti (follow up)”

Pelaksanaan audit internal menurut Standar Profesi Audit Internal (2004:18) sebagai berikut :

1) Perencanaan audit, auditor internal harus merencanakan setiap pemeriksaan pengujian.

2) Pengevaluasian informasi, auditor internal harus menginterpretasikan dan membuktikan kebenaran-kebenaran informasi untuk mendukung hasil pemeriksaan.

3) Penyampaian hasil audit, auditor internal harus melaporkan hasil-hasil pemeriksaan yang diperoleh dari kegiatan pemeriksaannya.

4) Tindak lanjut hasil audit, auditor internal harus terus meninjau atau melakukan follow up untuk memastikan bahwa terhadap

(12)

temuan-temuan audit yang dilaporkan kepada manajeman,dan telah dilakukan tindak lanjut.

Dengan demikian dapat disimpulkan apabila rencana audit sudah disetujui, maka auditor internal melakukan analisis, verifikasi dan pengevaluasian. Hasil asudit yang diperoleh dalam melakukan kegiatan audit tersebut dilaporkan kepada manajeman untuk ditindaklanjuti.

2.3 Fraud

2.3.1 Pengertian Fraud

Pengertian fraud didefinisikan oleh Hiro Tugiman (2006:63) adalah sebagai berikut :

“Fraud mencakup perbuatan melanggar hukum dan pelanggaran terhadap peraturan dan perundang-undangan lainnya yang dilakukan dengan niat untuk berbuat curang. Perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja demi keuntungan atau kerugian suatu organisasi oleh orang dalam atau juga oleh orang di luar organisasi tersebut”.

Definisi lain yang dikemukakan oleh Sawyer’s (2005:556) menjelaskan bahwa :

“Fraud (kecurangan) adalah suatu tindakan pelangaran hukum yang dicirikan dengan penipuan, menyembunyikan, atau melanggar kepercayaan”.

Adapun menurut Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:63) kecurangan adalah :

“Kecurangan mencangkup perbuatan melanggar hukum dan perundangan lainnya yang dilakukan dengan niat untuk berbuat curang. Perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja demi keuntungan atau kerugian suatu organisasi oleh orang dalam atau juga oleh orang di luar organisasi tersebut.”

(13)

Berdasarkan definisi sebelumnya kecurangan (fraud) dapat didefinisikan bahwa kecurangan merupakan kesengajaan atas salah pernyataan terhadap suatu kebenaran atau keadaan yang disembunyikan dari sebuah fakta material yang dapat merugikan orang lain (khususnya dilakukan secara sengaja) dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan keuangan lainnya atau meniadakan suatu kewajiban.

2.3.2 Jenis-Jenis Fraud

Menurut Assocation of Certified Fraud Examinations (2012), salah satu asosiasi di USA yang mendarmabaktikan kegiatannya dalam pencegahan dan pemberantasan kecurangan, mengkategorikan kecurangan dalam tiga kelompok sebagai berikut:

1. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud)

Kecurangan laporan keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji material laporan keuangan yang merugikan investor dan kreditor. Kecurangan ini dapat bersifat finansial atau kecurangan non finansial.

2. Penyalahgunaan aset (Asset Misappropration)

Penyalahgunaan aset dapat digolongkan ke dalam kecurangan kas dan kecurangan atas persediaan aset lainnya serta pengeluaran-pengeluaran biaya secara curang (fraudulent disbursement).

3. Korupsi (Corruption)

Korupsi dalam konteks pembahasan ini adalah korupsi menurut ACFE, bukannya pengertian korupsi menurut UU Pemberantasan

(14)

TPK di Indonesia. Menurut ACFE, korupsi terbagi ke dalam pertentangan kepentingan (conflict of interest), suap (bribery), pemberian illegal (illegal gratuity), dan pemerasan (economic extorton).

Sedangkan menurut Albrectht et al., (2006:10-15) terdapat enam jenis fraud yaitu:

1. Employee embezzlement merupakan fraud yang terjadi ketika karyawan menipu pemberi kerja dengan melakukan pencurian terhadap aset perusahaan. Fraud tersebut dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Fraud terjadi secara langsung apabila karyawan mencuri kas perusahaan, persediaan, peralatan, atau aktiva lain. Fraud dapat juga terjadi ketika karyawan menciptakan perusahaan palsu dan membiarkan perusahaannya membayar sejumlah utang untuk benda yang sebenarnya tidak diterima oleh perusahaan. Fraud yang terjadi secara tidak langsung, terjadi ketika karyawan menerima suap dari supplier, konsumen, atau pihak diluar perusahaan lainnya untuk mengijinkan adanya harga jual yang lebihrendah, harga beli yang lebih tinggi, barang yang tidak dikirim, atau pengiriman barang berkualitas rendah.

2. Management fraud adalah manipulasi yang menyesatkan atas laporan keuangan, stockholders lenders dan semua pengguna laporan keuangan merupakan korban dari fraud jenis ini.

(15)

3. Investment scams merupakan fraud yang terjadi ketika seseorang mengelabui investor untuk menanamkan sejumlah uang ke dalam investasi yang sebenarnya tidak berharga.

4. Vendor fraud dapat terjadi akibat fraud yang dilakukan oleh vendor yang bertindak sendiri ataupun fraud yang dilakukan melalui kolusi antara pembeli dan vendor. Vendor fraud biasanya mengakibatkan biaya pembelian yang lebih tinggi, pengiriman barang yang berkualitas rendah, maupun tidak adanya pengiriman barang meskipun pembayaran telah dilakukan.

5. Customers fraud merupakan fraud yang terjadi ketika pelanggan tidak membayar penuh barang yang dibeli, atau pelanggan menipu perusahaan untuk memberikan sesuatu kepada mereka yang bukan merupakan haknya.

6. Miscellaneous fraud adalah fraud yang tidak termasuk kedalam lima jenis fraud diatas digolongkan kedalam miscellaneous fraud.

Atas dasar diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa jenis-jenis fraud terbagi menjadi 3 yaitu Financial Statement Fraud , Asset Misappropration, dan Corruption. yang dapat dilakukan oleh manajemen, karyawan, vendor bahkan pelanggan.

2.3.3 Faktor-faktor Terjadinya Fraud

Menurut Arens et al (2010:432) Tiga kondisi kecurangan yang berasal dari pelaporan keuangan yang curang dan penyalahgunaan aktiva diuraikan dalam SAS 99 (AU 316). Fraud Triangle (Seditiga Fraud) ada 3 hal yang mendorong

(16)

terjadinya sebuah upaya fraud, yaitu pressure (dorongan), opportunity (peluang), dan rationalization (rasionalisasi).

1. Pressure

Pressure adalah dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan fraud, contohnya hutang atau tagihan yang menumpuk, gaya hidup mewah, ketergantungan narkoba, dll. Pada umumnya yang mendorong terjadinya fraud adalah kebutuhan atau masalah finansial. Tapi banyak juga yang hanya terdorong oleh keserekahan.

2. Opportunity

Opportunity adalah peluang yang memungkinkan fraud terjadi. Biasanya disebabkan karena pengendalian internal suatu organisasi yang lemah, kurangnya pengawan, dan penyalahgunaan wewenang. Di antara 3 elemen fraud triangle, opportunity merupakan elemen yang paling memungkinkan untuk diminimalisir melalui penerapan proses, prosedur, dan control dan upaya deteksi dini terhadap fraud.

3. Rationalization

Rasionalisasi menjadi elemen penting dalam terjadinya fraud, dimana pelaku mencari pembenaran atas tindakannya, misalnya:

a. Bahwasanya tindakanya untuk membahagiakan keluarga dan orang-orang yang dicintainya.

b. Masa kerja pelaku cukup lama dan dia merasa seharusnya berhak mendapatkan lebih dari yang telah dia dapatkan sekarang (posisi, gaji, promosi, dll).

(17)

c. Perusahaan telah mendapatkan keuntungan yang sangat besar dan tidak mengapa pelaku mengambil bagian sedikit dari keuntungan tesebut.

Adapun menurut Hiro Tugiman (2006:28) tanda awal (Red Flag) terjadinya kecurangan sebagai berikut:

1. Pribadi yang mengakibatkan timbulnya tekanan yang tidak diharapkan, seperti dililit hutang, dan menderita sakit berat.

2. Keadaan perusahaan yang mengakibatkan timbulnya tekanan yang tidak semestinya, seperti kesulitan ekonomi, banyaknya hutang, meningkatnya persaingan, dan kredit pinjaman yang terbatas.

3. Risiko pengendalian yang spesifik, seperti satu orang menangani semua bagian dari suatu transaksi yang penting, supervisi yang buruk, penugasan dan tanggung jawab yang tidak jelas.

Dari beberapa pernyataan di atas, pelaku fraud merasionalkan bahwa tindakan kecurangan adalah suatu hal yang wajar karena adanya tekanan dan didukung oleh kesempatan untuk melakukan kecurangan yang dapat merugikan diri sendiri, orang lain, maupun perusahaan.

2.4 Kriteria Pencegahan Fraud 2.4.1 Syarat Penemuan Fraud

Standar audit pada dasarnya mampu mengetahui adanya kesalahan yang disengaja atau tidak disengaja. Menurut Amin Widjaja Tunggal (2013:71-73) bahwa syarat penemuan fraud terdiri dari :

(18)

1. Penemuan fraud

Audit internal diharapkan dapat menemukan kelemahan atau fraud yang terjadi di dalam perusahaan, sehingga segala aktivitas yang bertentangan dengan prosedur atau kebijakan perusahaan dapat dicegah dan diatasi sehubungan dengan itu.

Penemuan fraud, dapat diketahui dari sistem pengawasan yang diterapkan (misalnya melalui audit internal), kebetulan (by accident), dan laporan pihak lain. Amin Widjaja Tunggal (2013:72) menyatakan bahwa:

“Suatu studi yang dilakukan di Inggris, mengungkapkan bahwa diperkirakan hanya 19% fraud ditemukan oleh auditor, 51% ditemukan karena kebetulan, 10% ditemukan melalui pengendalian manajeman, dan lebih dari 20% merupakan “tips” atau laporan dari pihak luar.”

Dari pernyataan tersebut, jelas bahwa fraud dapat ditemukan dari hasil audit yang dilakukan, secara kebetulan dan melalui pengendalian manajeman serta informasi dari pihak lain.

2. Bukti yang Cukup dan Kompeten

Bukti yang cukup merupakan bukti yang faktual dan meyakinkan, sehingga orang yang diberi bukti akan mempunyai kesimpulan yang sama dengan auditor. Sedangkan bukti yang kompeten adalah bukti yang dapat dipercaya dan cara terbaik untuk memperolehnya adalah dengan mempergunakan teknik audit yang tepat.

Adapun syarat penemuan fraud menurut Josua Tarigan (2013:24) meliputi: 1. Adanya tindakan kecurangan yang mempengaruhi pemeriksaan audit

yang dianggap keliru dan tidak sesuai dengan yang seharusnya. 2. Adanya kesepakatan bahwa tindakan tersebut keliru dilakukan.

(19)

3. Adanya keyakinan atau pengakuan dari pelaku akan tindakan yang salah tersebut.

4. Adanya kerugian yang diderita oleh pihak lain.

Dari pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa syarat penemuan fraud dilakukan oleh auditor internal dengan mendapatkan penemuan fraud. Dilakukan oleh pelaku fraud yang dapat menyebabkan kerugian oleh pihak lain.

2.4.2 Ruang Lingkup Fraud

Ruang lingkup fraud auditing merupakan pembatasan-pembatasan tertentu dalam melakukan audit. Menurut Amin Widjaja Tunggal (2013:77-80) ruang lingkup fraud auditing meliputi:

1. Tingkat materialitas

Dimana suatu fraud tetap dianggap material secara kualitatif dan tidak menjadi masalah terhadap beberapa jumlah uang yang tersangkut. 2. Biaya

Untuk biaya manajeman harus menganalisis keadaan biaya secara keseluruhan atas manfaat dari perluasan audit dan tindakan-tindakan yang akan diambil untuk mencegah fraud pada masa yang akan datang. Karena pada dasarnya untuk menguji setiap transaksi dibutuhkan biaya yang sangat besar.

3. Informasi yang sensitive

Perusahaan yang mengetahui ruang lingkup fraud, segera membuat kebijakan untuk menghalangi dan mendeteksi aktivitas fraud. Sifat sensitif dari aktivitas fraud atau dicurigai adanya aktivitas demikian

(20)

membutuhkan suatu petunjuk formal dalam pelaporan dan praktek penyelidikannya.

4. Pengembangan integritas

Auditor internal sering kali diminta untuk melakukan program peningkatan integritas, dimana prioritas manajeman ditinjau bersama seluruh karyawan.

Adapun menurut Akmal (2008:18) ruang lingkup pemeriksaan dalam fraud auditing meliputi:

1. Memeriksa kembali apakah keandalan informasi sudah sesuai dengan fakta atau belum.

2. Memeriksa kembali bahwa apa yang dilaporkan sudah sesuai dengan standar, kebijakan, rencana, prosedur dan perundang-undangan.

3. Memeriksa kembali untuk melindungi harta perusahaan dan keberadaan harta tersebut.

4. Menilai apakah penggunaan sumber daya digunakan dengan semestinya dan efisien.

Dengan melihat pernyataan tersebut, dapat diketahui bahwa dengan meningkatkan integritas dalam organisasi, fraud dapat dengan mudah dapat diungkapkan karena adanya kejujuran dan sikap yang tegas dari karyawan.

2.4.3 Pendekatan Audit

Dalam hal pendekatan audit dilakukan agar audit internal dengan mudah melakukan evaluasi atau penilaian terhadap informasi yang diperoleh. Menurut Amin Widjaja Tunggal (2013:81-84) bahwa pendekatan auditing terdiri dari:

(21)

1. Analisis ancaman

Dalam pendekatan fraud auditing, analisis ancaman seperti analisis dari pengungkapan fraud harus dilakukan. Analisis ancaman dapat mengarahkan rencana audit, misalnya melakukan pengawasan pada aktiva untuk mengetahui terjadinya fraud.

2. Survey pendahuluan

Audit internal dalam perusahaan melakukan survey pendahuluan dasar untuk memformulasikan audit program.

3. Audit program

Audit internal diharuskan menyusun dan mendokumentasikan program kerja dalam rangka mencapai sasaran penugasan.

4. Pemilihan tim auditor

Tugas dari tim audit ini yaitu harus mengumpulkan informasi mengenai catatan-catatan yang tidak lengkap, ketidakcukupan bukti-bukti, kesalahan penyajian, atau mengubah bukti secara sengaja dalam melaksanakan kecurangan audit.

Adapaun menurut Hadi Setia (2013:57) pendekatan adalah sebagai berikut: 1. Prosedur yang sistematis

Prosedur yang dirancang secara sistematis dan dapat dimengerti oleh auditor internal.

2. Penugasan

Adanya seleksi dan penugasan personil yang qualified dan berpengaruh.

(22)

3. Tanggung jawab auditor

Adanya alokasi tugas dan tanggung jawab yang jelas kepada yang diberi penugasan audit.

Dari beberapa teori di atas, dapat disimpulkan bahwa pentingnya penugasan yang sesuai dengan kemampuan auditor dan seusuai prosedur yang sistematis dalam pemilihan tim auditor yang akan melaksanakan tugas audit. 2.4.4 Pencegahan Kecurangan (Fraud)

Menurut Tuanakotta (2007:162) pencegahan fraud dapat dilakukan dengan “Pencegahan fraud dapat dilakukan dengan mengaktifkan pengendalian internal. Pengendalian internal yang aktif biasanya merupakan bentuk pengendalian internal yang paling banyak diterapkan. Ia seperti pagar yang menghalangi pencuri masuk ke halaman orang. Seperti pagar, bagaimanapun kokohnya tetap dapat ditembus oleh pelaku fraud yang cerdik dan mempunyai nyali untuk melakukannya”.

Dibawah ini juga terdapat beberapa hal dalam mencegah kecurangan dalam penilitian Mohammad Iqbal (2003:60), yaitu:

1. Informasi sensitive

Perusahaan yang mengetahui akan adanya kecurangan, segera mencanangkan peraturan untuk menghambat dan mencegah kegiatan tersebut.

2. Usaha peningkatan integritas

Auditor intern sering diminta untuk melakukan program peningkatan integritas, dimana prioritas manajemen tingkat atas ditinjau bersama dengan seluruh karyawan.

(23)

3. Program audit

Program audit akan berlanjut dari survey pendahuluan kea rah pencarian daerah berisiko tinggi sampai menguji metode yang paling mungkin digunakan untuk melaksanakan audit kecurangan.

4. Kemampuan sistem kendali untuk mencegah kecurangan serta keterbatasan kendali.

Ada tiga unsur yang harus diperhatikan oleh pihak manajemen perusahaan bila ingin mencegah terjadinya tindakan fraud menurut Rezaee dan Riley (2005:7), yaitu:

1) Menciptakan dan mengembalikan budaya yang menghargai kejujuran dan nilai-nilai etika yang tinggi.

Salah satu tanggung jawab organisasi adalah menumbuhkan budaya yang menghargai kejujuran dan nilai-nilai etika yang tinggi dan menjelaskan perilaku yang diharapakan dan kesadaran dari masing-masing pegawai, menciptakan budaya yang menghargai kejujuran dan nilai-nilai etika tinggi hendaknya mencangkup hal-hal sebagai berikut: a) Setting the at the top

b) Merekrut dan mempromosikan karyawan yang tepat c) Pelatihan

d) Disiplin

(24)

Fraud tidak akan terjadi tanpa persepsi adanya kesempatan dan menyembunyikan perbuatannya organisasi hendaknya proaktif mengurangi kesempatan dengan :

a) Mengidentifikasi dan mengukur resiko fraud b) Pengurangan resiko fraud

c) Implementasi dan monitoring pengendalian intern. 3) Pengembangan Proses Pengawasan (Oversight Process)

Untuk mencegah dan menangkal kecurangan secara efektif, entitas hendaknya memiliki fungsi pengawasan yang tepat, pengawasan dalam berbagai jenis dan bentuk ini dapat dilaksanakan oleh berbagai pihak, antara lain Komite audit, Manajemen, Internal auditor.

Dari beberapa pernyataan diatas, maka auditor dapat lebih efektif dalam melaksanakan pengauditan yang sekaligus dapat lebih efektif dalam mencegah adanya kecurangan di perusahaan.

2.5 Kerangka Pemikiran

Auditor Internal memainkan peranan penting dalam memantau aktivitas untuk memastikan bahwa program dan pengendalian anti fraud telah berjalan efektif. Aktivitas audit internal dapat mencegah sekaligus mendeteksi risiko fraud (Amin Widjaja Tunggal, 2012).

Jika auditor internal mencurigai terjadinya kecurangan, auditor internal memberikan informasi kepada pihak-pihak yang berwenang dalam organisasi. Auditor internal merekomendasikan dilakukannya investigasi yang dianggap perlu dalam kondisi tersebut (Amin Widjaja Tunggal, 2012)

(25)

Seorang auditor internal yang professional akan selalu berusaha untuk mencapai hasil terbaik dalam segala hal yang ia kerjakan. Maka auditor internal yang memilki sikap profesionalisme akan melaksanakan tugasnya dalam pelaksanaan audit internal dengan baik (Bachtiar Asikin, 2006).

Menurut Siswati (2012) untuk meningkatkan kualitas peran auditor internal dalam mengungkapkan temuan audit, diperlukan profesionalisme yaitu kemampuan individu dalam melaksanakan tugas auditor internal yang terkait dengan kegiatan perusahaan secara professional. Auditor internal dikatakan professional apabila memenuhi beberapa elemen meliputi dedikasi terhadap profesi, tanggung jawab social, tuntunan otonomi, percaya pada pengaturan sendiri, dan memiliki perkumpulan profesi (Bachtiar Asikin, 2006).

Profesionalisme merupakan suatu kredibilitas dan profesionalisme pada auditor internal merupakan salah satu kunci dalam menjalankan profesinya dengan baik dan benar. Profesionalisme akan meningkat dengan sendirinya seiring dengan perkembangan sikap mental auditor internal sendiri dalam melakukan perkerjaannya (Bachtiar Asikin, 2006).

Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:21) menyatakan bahwa auditor internal harus memiliki pengetahuan yang memadai untuk dapat mengenali, meneliti dan menguji adanya indikasi penyimpangan. Dengan adanya badan audit internal pada suatu organisasi diharapkan dapat menjadi nilai tambah untuk membantu suatu organisasi dalam mencapai tujuannya terutama dalam hal adanya auditor internal yang professional dapat diharapkan membantu pencegahan kecurangan.

(26)

Dengan adanya sikap profesionalisme yang handal maka diharapkan seorang auditor internal dapat mengambil tindakan untuk mengantisipasi setiap kejadian yang terjadi dimasa yang akan datang dan mengungkapnya dalam temuan audit. Saran dan sikap korektif dari auditor internal akan sangat membantu untuk mencegah terjadinya penyimpangan terulang lagi dalam perusahaan dan menjadi bahan penindakan bagi karyawan yang melakukan penyimpangan (Bachtiar Asikin, 2006).

Profesionalisme seorang auditor internal sangat penting dalam menjaga kredibilitas perusahaan. Profesionalisme auditor internal merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seorang auditor internal dalam melakukan pemeriksaan intern dan juga merupakan salah satu kunci sukses dalam pencegahan fraud dalam suatu perusahaan (Hiro Tugiman, 2006).

Berdasarkan penjelasan di atas, penting adanya profesionalisme dalam seorang auditor dalam perusahaan untuk mencegah terjadinya fraud. Profesionalisme auditor internal menurut Taufik (2010) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan mencegah kecurangan (fraud).

Gambar 2.1 Paradigma Penelitian

Bachtiar Asikin (2012) ,Taufiq (2008), Hiro Tugiman (2006),

Pengaruh Profesionalisme Auditor Internal (X)

Bachtiar Asikin (2006), Hiro Tugiman (2006), Wahyudi dan Aida (2006),

(X)

Pencegahan Kecurangan(Y)

Mohammad Iqbal (2003), Rezaee dan Riley (2005), Tuanakotta (2007)

(27)

2.6 Hipotesis Penelitian

Dari beberapa penjelasan yang telah dikemukakan di atas, penulis mencoba merumuskan hipotesis yang merupakan kesimpulan yang sementara dari penilitian ini, yaitu sebagai berikut:

“Profesionalisme auditor internal berpengaruh terhadap pencegahan kecurangan(fraud)”

Gambar

Gambar 2.1 Paradigma Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan: 1) Hubungan antara manajemen diri dan interaksi siswa-guru dengan disiplin belajar; 2) Hubungan antara manajemen diri dengan

Bab II berisi analisis bentuk -bentuk narsisisme yang terdapat dalam lirik -lirik karya G-Dragon dari tahun 2012 sampai 2013, sesuai dengan teori yang digunakan, yaitu teori

Tanah adalah suatu benda berbentuk tiga dimensi, tersusun dari masa padat, cair dan gas yang terdapat di permukaan bumi, berasal dari hasil pelapukan batuan dan atau dekomposisi bahan

3) faktor koreksi agregat adalah nilai kandungan udara agregat yang ditunjukan pada waktu pengujian agregat bahan campuran beton segar;.. 4) agregat kasar adalah agregat

Peta yang digunakan sebagai pembanding yaitu peta wilayah Bogor (Gemeentekaart van Buitenzorg) tahun 1920, dan peta perencanaan Kota Bogor (Town plan of Buitenzorg) tahun 1946

Hasil penelitian menunjukan bahwa, (1) Latar belakang lahirnya PKO dipicu oleh adanya kesenjangan dalam pelaksanaan politik etis, reaksi terhadap gerakan zending dan

Seorang muslimah yang mengenakan hijab dalam kehidupan sosialnya lebih sering mengalami adanya konflik sosial seperti dicibir, tidak dihargai, bahkan dianggap aneh

Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa variabel yang mempengaruhi prestasi belajar pada mahasiswa jurusan akuntansi adalah tujuan pembelajaran, bahan