• Tidak ada hasil yang ditemukan

ينَِلماَعْلا

Dalam dokumen kakanwil kemenag ntb (Halaman 171-176)

Kedua “zhulm” berkaitan dengan relasi sesama manusia.

Dalam al-Qur’an, perbuatan yang tidak pantas dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain disebut dengan suatu kezaliman. Misalnya yang terdapat dalam surah al-Syûrâ [42]

ayat 42 berikut:

ِْيرَغِب ِضْرَْلأا ِفي َنوُغْبَيَو َساَّخنلا َنوُمِلْظَي َنيِذَّخلا ىَلَع ُليِبَّخسلا اََّخنمِإ

ٌميِلَأ ٌباَذَع ْمَُله َكِئَلوُأ ِّقَْلحا

“Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih”.

Ketiga “zhulm” berkaitan dengan manusia dengan diri pribadinya. Kezaliman jenis ini, dapat dipahami juga dengan tindakan yang tidak sepantasnya dilakukan seseorang karena akan menimpulkan dampak negatif terhadap dirinya.

Jika ditilik lebih jauh, sebenarnya semua jenis kezaliman akan berimbas kepada diri sendiri. Tak terkecuali dua jenis kezaliman di atas. Karena, akibat dari kezaliman tersebut, akan dirasakan juga oleh pelakunya. Al-Qur’an mencontohkan kezaliman terhadap diri sendiri seperti dalam surah berikut:

ِّبَر َِّخِلله َناَمْيَلُس َعَم ُتْمَلْسَأَو يِسْفَن ُتْمَلَظ يِّنِإ ِّبَر ْتَلاَق

Dijelaskan pada potongan sebelumnya, bahwa tatkala Ratu Balqis dipersilahkan oleh raja Sulaiman memasuki istananya, Ratu Balqis mengira bahwa ia akan menyeberangi genangan air untuk itu, ia menyingkap kedua betisnya. Karena, bayangan lantai istana yang mengkilap seperti air tergenang. Ratu Balqis menyadari, bahwa ia berbuat yang tidak sepatutnya terhadap dirinya sendiri. Untuk itu, ia mengatakan, Ya Tuhanku, sungguh aku telah berbuat zalim terhadap diriku sendiri.

k. thaghut

Thaghut, terambil dari kata thaghâ-yathghi, thughyân, berarti melampaui batas dalam hal kemaksiatan. Kata penunjuk subyek pelaku thughyân—ism al-fâ‘il—disebut dengan thâghût. Secara terminologi, term thaghut yang terdapat dalam al-Qur’an, menunjukkan sesembahan selain daripada Allah, baik sembahan tersebut tunggal, maupun berbilang atau jamak.265

Penggunaan kata thaghut dalam al-Qur’an, terbentang pada delapan tempat dalam al-Qur’an. Ia terdapat dalam lokus surah al-Baqarah [2]: 256 dan 257, al-Nisâ’ [4]: 51, 60, dan 76, al-Ma’idah [5]: 60, dan al-Nahl [16]: 36.

Kata thaghut yang terdapat pada ayat-ayat di atas, menunjukkan pada sesembahan (yang disembah), seperti penyihir, dukun, dan Marid dari bangsa Jin yang membawa kepada kesesatan. Seperti dalam surah al-Baqarah [2]: 256 berikut:

ِةَوْرُعْلاِب َكَسْمَتْسا ِدَقَف َِّخللهاِب ْنِمْؤُيَو ِتوُغاَّخطلاِب ْرُفْكَي ْنَمَف اََله َما َصِفْنا َلا ىَقْثُوْلا

265Ibid., h. 315.

“Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus”.

Penggandengan kata thaghut dengan Allah dalam bentuk keingkaran dan keimanan di atas, menandakan bahwa thaghut dimaksud pada ayat adalah sesuatu yang disembah. Contoh lain menggunakan kata Allah dan thaghut dalam konteks wali adalah seperti dalam surah al-Baqarah [2]: 257 berikut:

َنيِذَّخلاَو ِروُّنلا َلىِإ ِتاَمُلُّظلا َنِم ْمُهُجِرُْيخ اوُنَماَء َنيِذَّخلا ُّيِلَو َُّخللها

ِتاَمُلُّظلا َلىِإ ِروُّنلا َنِم ْمُهَنوُجِرُْيخ ُتوُغاَّخطلا ُمُهُؤاَيِلْوَأ اوُرَفَك

“Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran)”.

Ibnul Qayyim menyebutkan pengertian thâghût dengan sangat bagus sekali, thâghût — menurutnya — adalah “segala sesuatu yang dengannya hamba melampaui batasnya, baik sesuatu itu berupa sesembahan atau yang diikuti atau yang ditaati.” Thâghût adalah istilah dalam Agama Islam yang merujuk kepada setiap yang disembah selain Allah yang disembah, diikutnya, atau ditaati oleh orang yang menaatinya dalam melawan perintah Allah Thâghût juga dapat dipahami dalam pengertian segala yang dilampaui batasnya oleh hamba, baik itu yang diikuti atau ditaati atau diibadati.266

266Al-Imam Al-Mujaddid Syaikh Muhammad ibnu ‘Abdil Wahhab Rahimahullâh, Risâlah fi Ma’na thâghût. DDikutip dan diselaraskan dari http://

millahibrahim.wordpress.com/seri-materi-tauhid/seri-4-siapakah-thaghut/

Menurut Kelompok radikalisme-terorisme, paling tidak ada lima macam bentuk thâghût antara lain:

1. Syaithân

Syaithân adalah musuh bagi manusia, karena senantiasa mengajak seseorang untuk beribadah kepada selain Allah.

Syaithan dapat berwujud bangsa jin maupun manusia.

Sebagaimana firman Allah:

ى ِحوُي ِّنِْلاَو ِسْنِلإا َينِطَيَش ًاّوُدَع ٍّىِبِن ِّلُكِل اَنْلَعَج َكِلَذَكَو اَم َكُّبَر َءآَش ْوَلَو ًاروُرُغ ِلْوَقْلا َفُرْخُز ٍضْعَب َلىِإ ْمُه ُضْعَب

َنوَُترْفَي اَمَو ْمُهْرَذَف ُهوُلَعَف

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu syaithân – syaithân (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia) [maksudnya: syaithân – syaithân jenis jin dan manusia berupaya menipu manusia agar tidak beriman kepada Nabi]. Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan. (QS al-An’âm, 6: 112)

Dan firman Allah Subhânahu Wa Ta’âla:

ِساَّخنلا َو ِةَّخنِْلا َنِم ِساَّخنلا ِروُد ُص ِفي ُسِوْسَوُي يِذَّخلا

“Yang membisikkan dalam dada-dada manusia, berupa jin dan manusia” (QS an- Nâs, 114: 5-6)

2. Penguasa Yang Zhalim

Penguasa zhalim yang merubah aturan-aturan (hukum) Allah. Thâghût semacam banyak bentuknya baik perorangan maupun kelembagaan yang tujuannya merubah hukum Allah.

Hal ini sebagaimana dikatakan Ibnu Taimiyah bahwa: “Ketika seseorang menghalalkan yang haram terhadap perkara yang telah disepakati (jma’) atau merubah aturan yang sudah disepakati, maka dia kafir lagi murtad dengan kesepakatan para fuqaha”.267

Ketahuilah bahwa orang-orang yang berjanji setia pada sistem syirik dan hukum thâghût adalah budak- budak (penyembah/hamba) thaghut. Sebagaimana firman Allah Subhânahu Wa Ta’âla:

َلِزْنُأ اَمَو َكْيَلِإ َلِزْنُأ اَِبم اوُنَمآ ْمُهَّخنَأ َنوُمُعْزَي َنيِذَّخلا َلىِإ َرَت َْلمَأ ْنَأ اوُرِمُأ ْدَقَو ِتوُغاَّخطلا َلىِإ اوُمَكاَحَتَي ْنَأ َنوُديِرُي َكِلْبَق ْنِم اًديِعَب ًلاَلا َض ْمُهَّخل ِضُي ْنَأ ُناَطْيَّخشلا ُديِرُيَو ِهِب اوُرُفْكَي

“Apakah engkau tidak melihat kepada orang-orang yang mengaku beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu dan apa yang dturunkan sebelum kamu, sedangkan mereka hendak berhukum kepada thaghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk kafir terhadapnya” (QS an-Nisâ’, 4: 60)

3. Orang yang memutuskan hukum dengan selain apa yang telah Allah turunkan.

Orang atau institusi yang memutuskan hukum dengan tujuan merubah hukum Allah, maka ia termasuk golongan orang kafir, karena mengikuti thagut, sebagaimana firman Allah Subhânahu Wa Ta’âla:

267Ibn Taimiyah, Majmu’ al-Fatawa, (al-Manshurat: Dar al-Wafa’, 2005).

َنيِذَّخلا َنوُّيِبَّخنلا اَهِب ُمُكَْيح ٌروُن َو ًىدُه اهيِف َةارْوَّختلا اَنْلَزْنَأ اَّخنِإ

ْنِم اوُظِف ْحُتْسا اَِبم ُرابْحَْلأا َو َنوُّيِناَّخبَّخرلا َو اوُداه َنيِذَّخلِل اوُمَلْسَأ

َو ِنْوَشْخا َو َساَّخنلا اُوَشَْت لاَف َءادَهُش ِهْيَلَع اوُناك َو َِّخللها ِباتِك

َكِئلوُأَف َُّخللها َلَزْنَأ ا ِبم ْمُكَْيح َْلم ْنَم َو ًلايِلَق ًانََث يِتايآِب اوَُترْشَت لا

Dalam dokumen kakanwil kemenag ntb (Halaman 171-176)