• Tidak ada hasil yang ditemukan

Active Learning pada Pembelajaran Bahasa Inggris dengan Kerangka TPACK Hilda Rakerda

Dalam dokumen PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS (Halaman 33-55)

Universitas Sebelas Maret [email protected]

Konsep Active Learning

Sistem pendidikan dunia saat ini telah mengarah pada sistem pembelajaran abad ke 21 dimana pendidik dituntut untuk dapat berinovasi dan memiliki pengetahuan yang cukup dalam mendesain proses belajar mengajar sesuai dengan kebutuhan pengetahuan, keterampilan dan karakterisitik belajar yang dibutuhkan oleh siswa untuk di sekolah. Karakteristik pelajar pada era ke 21 yang tidak bisa lepas dari penggunaan tekhologi menuntut pendidik untuk memiliki pengetahuan dalam mendesain pembelajaran terintegrasi antara teknologi, pedagogi dan konten (disebut TPACK/Technology Pedagogy And Content Knowledge) (Mishra dan Koehler, 2006) yang dapat membuat siswa terlibat langsung secara aktif dalam proses belajar mengajar menggunakan teknologi efisien dalam pembelajaran karena siswa aktif mengingat dan memahami lebih banyak isi materi yang disampaikan dari pada siswa yang terlibat pasif dalam proses pembelajaran tersebut (Ranjanie, 2008). Desain proses pembelajaran yang di bangun (pedagogi) juga haruslah mengarahkan siswa untuk dapat mengatur sendiri proses pengambilan keputusan dan berperan aktif pada tugas-tugas akademik yang diberikan oleh pendidik sehingga siswa belajar dengan menciptakan makna dari materi yang di pelajari daripada hanya sekedar menghafalkan informasi yang dikirimkan oleh pendidik (Haack, 2008).

Selain memiliki pengetahuan mengenai konten pembelajaran dan penggunaan teknologi yang sesuai, seorang pendidik juga harus mampu menemukan metode pembelajaran yang tepat untuk dapat dikolaborasikan dengan konten dan teknologi yang digunakan sehingga menghasilkan system pembelajaran yang efektif dan efisien.

Pembelajaran aktif/ Active Learning adalah salah satu metode pembelajaran (pedagogi) yang menjadi perhatian dunia pendidikan di era 21 dan bisa di terapkan dalam proses belajar mengajar di kelas sebab dengan pembelajaran aktif proses pendekatan pembelajaran dipusatkan pada siswa bukan lagi pada guru dalam proses penyampainanya (Mustafa et. al, 2012). Model pembelajaran aktif /Active learning

13 dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip teori konstruktivis dimana siswa membangun pemahamannya ketika mereka aktif dan bertanggung jawab dengan pembelajarannya di bawah asuhan pendidiknya. Teori konstruktivis sering disebut sebagai “instruksi yang berpusat pada siswa” dimana siswa dititik beratkan untuk terlibat aktif daripada mendengarkan secara pasif agar mereka belajar lebih efektif (Bell dan Kahrhoff, 2006). Dampak terbesar konstruktivisme terhadap pendidikan adalah memindahkan fokus belajar dari guru ke siswa (Adams and Burns, 1999).

Dalam teori konstruktivis, pembelajaran terjadi ketika siswa terlibat dalam suatu kegiatan yang memanfaatkan materi dan keterampilan yang mereka pelajari. Adams and Burns (1999) menambahkan bahwa pengetahuan baru terbangun ketika siswa menggabungkan informasi baru dengan pengetahuan yang ada melalui proses refleksi sehingga teori konstruktivis muncul sebagai metafora pembelajaran manusia yang terkemuka pada tahun 1980-an dan 1990-an ketika minat terhadap konsep behavioris berkurang (Liu dan Matthews, 2005).

Dalam konteks ini, pembelajaran aktif adalah sisi praktis dari teori konstruktivisme yang menegaskan peran aktif pelajar dan menggeser fokus pemberi pengetahuan dari guru dan konten kepada siswa dan keterlibatan aktifnya dalam materi pembelajaran.

Pembelajaran aktif didefinisikan sebagai kegiatan pembelajaran yang melibatkan siswa untuk melakukan serta memikirkan apa yang sedang mereka lakukan (Bonwell dan Eison, 1991). Meyers and Jones (1993) mengasumsikan bahwa pembelajaran aktif/active learning mengacu pada teknik di mana siswa melakukan sesuatu tindakan dari pada sekadar mendengarkan materi dari pendidik. Pembelajaran aktif berasal dari dua asumsi dasar yaitu: (1) belajar pada dasarnya adalah upaya aktif dan (2) setiap orang belajar dengan cara yang berbeda (Meyers and Jones, 1993). Pembelajaran aktif memungkinkan siswa untuk lebih banyak terlibat aktif dengan berbicara, mendengarkan, menulis, membaca, serta merenungkan isi dari gagasan dan masalah pada materi akademik yang sedang dipelajari. Salem (2001) juga mendefinisikan pembelajaran aktif sebagai prosedur-prosedur pembelajaran yang dilakukan peserta didik ketika berada di dalam kelompok belajar, kegiatan-kegiatan belajar dan kerja kelompok. Ia juga menjelaskan bahwa elemen dasar dalam pembelajaran aktif adalah menemukan, mencari makna, menjelaskan dan observasi. Prince (2004) juga mengasumsikan bahwa pembelajaran aktif adalah apa saja metode pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran. Singkatnya, pembelajaran aktif

14

menuntut siswa untuk melakukan kegiatan belajar yang bermakna dan menuntut siswa untuk memikirkan apa yang mereka lakukan. Menurutnya, elemen dasar dari pembelajaran aktif adalah aktivitas dan keterlibatan aktif siswa dalam pembelajaran.

Karakteristik dan Prosedur Pembelajaran Active Learning

Karakteristik yang menjadi dasar pembelajaran aktif dirangkum oleh Natalie (2014) sebagai berikut:

1) Siswa bertanggung jawab terhadap pembelajarannya 2) Terjadi kolaborasi antara siswa dan siswa

3) Siswa terlibat dalam pembelajaran kooperatif 4) Berpikir kritis

5) Belajar dan mengembangkan keterampilan 6) Melibatkan siswa dalam proses pembelajaran

7) Siswa terlibat dalam kegiatan (proyek, permainan peran, diskusi, dll.)

Peran instruktur atau fasilitator sangatlah penting selama proses pembelajaran aktif agar kegiatan yang di desain menjadi efisien. Agar program pembelajaran aktif yang di rancang efektif dalam proses pembelajarannya, (Salhi, 2013) menyajikan beberapa procedure yang bisa digunakan guru dalam merancang pembelajaran acktif sebagai berikut:

1) Memilih strategi pembelajaran aktif yang sesuai dengan konten, usia dan kemahiran kebahasaan siswa.

2) Memberikan kekuatan spiritual dan fisik untuk motivasi siswa dalam pembelajarannya.

3) Mendorong siswa untuk aktif bertanya.

4) Mempertimbangkan perbedaan individu di antara siswa.

5) Menugaskan tugas pekerjaan rumah yang memicu siswa untuk mencari makna dari pembelajarannya.

Contoh Pembelajaran dengan Active Learning

Dalam proses pembelajaran aktif, Bonwell dan Eison (1991) menyarankan agar siswa bekerja berpasangan/berkelompok, berdiskusi materi saat bermain peran, berdebat,

15 terlibat dalam studi kasus, mengambil bagian dalam pembelajaran kooperatif, atau menghasilkan tertulis singkat. Salhi (2014) merangkum banyak kegiatan pembelajaran aktif yang dapat dirancang untuk mendorong pembelajaran aktif bagi siswa di ruang kelas seperti:

1) Metode Ceramah yang Dimodifikasi

Salah satu metode ceramah yang bisa dimodifikasi untuk meningkatkan partisipasi siswa adalah "berhenti untuk meningkatkan retensi dan pemahaman". Instruktur berhenti setiap 12-18 menit dan memberikan siswa dengan 2-3 menit waktu untuk bekerja, mengklarifikasi dan berasimilasi tentang materi yang baru saja disajikan.

Proses ini diperkuat oleh periode 3 menit di akhir pertemuan dimana siswa diminta untuk mencatat semua yang mereka pahami dan ingat.

2) Mengumpulkan Tulisan Singkat di Kelas

Mengumpulkan tulisan singkat di kelas dapat digunakan untuk meningkatkan keterlibatan siswa selama berada di kelas. Kegiatan seperti ini dapat membantu (a) merangsang lebih banyak siswa untuk melakukan persiapan membaca (b) memfokuskan perhatian siswa pada informasi selektif yang disajikan selama penjelasan singkat guru, (c) merangsang siswa untuk melakukan refleksi dan / atau pemecahan masalah melalui tulisan, dan (c) meningkatkan proporsi kesediaan siswa untuk menjadi sukarelawan dalam kontribusi terhadap diskusi kelas berikutnya.

3) Brainstorming

Duangjai (2008) mendefinisikan brainstorming sebagai aktivitas-aktivitas yang mendorong siswa untuk fokus pada suatu topik dan berkontribusi pada ide yang mengalir bebas. Guru dapat memulai dengan mengajukan pertanyaan atau masalah, atau dengan memperkenalkan suatu topik kemudian siswa mengungkapkan kemungkinan jawaban yang relevan dengan menggunakan kata- kata dan gagasannya. Kontribusi siswa dalam menjawab pertanyaan diterima tanpa kritik atau diberi penilaian. Dengan mengekspresikan ide dan mendengarkan apa yang orang lain katakan, siswa menyesuaikan pengetahuan atau pemahaman yang mereka punya sebelumnya, mengakomodasi informasi yang baru yang mereka dapatkan, serta meningkatkan tingkat kesadaran mereka akan sesuatu.

Petty (2009) menegaskan bahwa brainstorming adalah metode menghasilkan sejumlah besar ide-ide kreatif untuk evaluasi berikutnya. Aturannya adalah: 1)

16

Semua ide disambut, 2) Setiap kelompok bertujuan untuk menambah kuantitas, bukan kualitas ide. 3) Menilai ide tidak diperbolehkan. 4) Gagasan adalah milik bersama; menggabungkan atau meningkatkan ide sebelumnya sangat di anjurkan.

4) Mengubah panduan belajar menjadi teka-teki

Berbeda dengan menyelesaikan pekerjaan yang membosankan dari perintah yang monoton dan kemudian menghafal materi yang ditransfer dari buku pelajaran dan catatan ke panduan belajar kertas dan pensil, penggunaan komputer yang memiliki perangkat lunak teka teki dan mengubah instruksi pembelajaran menjadi teka teki yang relatif mudah dipecahkan dapat mengubah materi menjadi berisi hal-hal seperti istilah penting, orang, fakta, dll menjadi teka-teki silang yang menarik.

5) Tugas dan proyek

Tugas adalah sebuah latihan atau serangkaian latihan bagi siswa untuk bekerja bersama – biasanya secara individu tetapi kadang-kadang dalam kelompok. Para siswa dapat mengerjakan latihan tersebut di mana pun, kapanpun dan dalam urutan apa pun tugas-tugas tersebut dilakukan. Proyek biasanya lebih terbuka daripada penugasan.

6) Ringkasan siswa dari jawaban siswa lain

Untuk mempromosikan mendengarkan secara aktif, setelah satu siswa dengan sukarela menjawab pertanyaan guru, guru dapat meminta siswa lain untuk merangkum tanggapan siswa pertama. Banyak siswa tidak banyak mendengarkan apa yang dikatakan teman sekelas mereka, alih-alih menunggu guru untuk memperbaiki atau mengulangi jawabannya. Menyuruh siswa untuk merangkum atau mengulangi kontribusi masing-masing siswa lain dapat meningkatkan partisipasi semua siswa dan mempromosikan gagasan bahwa belajar adalah sesuatu yang dibagikan. Mengingat kemungkinan diminta mengulangi komentar teman sekelas, sebagian besar siswa akan mendengarkan lebih penuh perhatian satu sama lain.

7) Menggunakan metode pengajaran studi kasus

Studi kasus adalah narasi yang dirancang sebagai dasar diskusi kelas. Kasus-kasus yang diambil dari materi yang berhubungan dengan dunia nyata diberikan untuk menguji kemampuan siswa dalam menerapkan teori yang telah mereka pelajari dalam situasi di dunia nyata.

17 8) Bermain peran/role play

Ketika dirancang dan difasilitasi dengan terampil, role play di kelas adalah suatu strategi pembelajaran aktif utama yang di gunakan untuk (a) membangkitkan minat dan keterlibatan siswa, (b) memberikan cara yang realistis dan relevan bagi siswa untuk menghubungkan konten yang penting dengan pribadi mereka dan / atau kehidupan mereka, (c) mengajar siswa untuk mengembangkan dan menerapkan keterampilan berpikir kritis, (d) menciptakan peluang untuk transfer pengetahuan juga mengembangkan kesadaran diri dan pemahaman yang lebih dalam, dan (e) membantu siswa mengembangkan peningkatan empati terhadap orang lain dan menghargai keanekaragaman budaya. Role play memiliki daya tarik bagi siswa karena memungkinkan siswa untuk kreatif.

9) Simulasi

Simulasi sangat mirip dengan permainan peran namun didalam simulasi siswa dapat membawa item yang lebih mirip dengan realistis ke dalam kelas.

10) Pembelajaran kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah strategi pengajaran di mana tim kecil yang terdiri dari siswa-siswa dari berbagai tingkat kemampuan, menggunakan beragam kegiatan belajar untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang suatu subjek.

Setiap anggota dari sebuah tim bertanggung jawab tidak hanya untuk mempelajari apa yang diajarkan tetapi juga untuk membantu rekan tim belajar, sehingga menciptakan suasana prestasi. Siswa mengerjakan tugas sampai semua anggota kelompok berhasil memahami dan melengkapi tugas-tugasnya.

11) Pertanyaan Kuis/Tes

Siswa diminta untuk terlibat aktif dalam menciptakan kuis dan tes dengan menyusun beberapa (atau semua) pertanyaan untuk ujian. Latihan ini dapat ditugaskan sebagai pekerjaan rumah dan dievaluasi sebagai penilaian materi.

Dalam meminta siswa untuk berpikir mengenai pertanyaan-pertanyaan ujian, guru mendorong mereka untuk berpikir lebih dalam tentang materi yang dipelajari dan untuk mengeksplorasi tema utama, perbandingan pandangan yang disajikan, aplikasi, dan keterampilan berpikir tingkat tinggi lainnya. Setelah pertanyaan yang dibuat oleh siswa dikumpulkan, guru dapat menggunakan pertanaan tersebut sebagai dasar permainan ulasan.

18

12) Mengundang pembicara tamu yang efektif

Mengundang pembicara tamu yang efektif dapat membangkitkan minat siswa dalam suatu topik dan merangsang diskusi di dalam kelas yang hidup

13) Thinking-aloud pair problem solving (TAPPS) (pemecahan masalah berpasangan) Untuk menyelesaikan studi kasus, masalah kompleks, atau menafsirkan teks, siswa dapat dipasangkan dengan siswa lainnya yang ditunjuk sebagai pemberi penjelasan dan yang lainnya sebagai penanya. Pemberi penjelasan menjelaskan tentang bagaimana menguraikan masalah yang ada dan kemudian mulai mendeskripsikan bagaimana mereka akan menyelesaikan kasus, masalah, atau interpretasi yang mereka miliki. Para penanya akan mendengarkan penjelasannya dan mereka juga dapat mengajukan pertanyaan atau menawarkan ide lainnya.

Pada titik tertentu, para siswa membalikkan peran, dan proses itu berlanjut sampai latihan diakhiri.

14) Think-Pair-Share

Dalam strategi ini, yang dikembangkan oleh Frank Lyman (1981), instruktur memberikan pertanyaan, analisis, evaluasi, atau sintesis, dan memberi siswa waktu 30 detik atau lebih untuk memikirkan tanggapan yang sesuai dengan pertanyaan tersebut (Waktu berpikir). Waktu berpikir juga dapat digunakan untuk menulis respons. Setelah itu, siswa akan masuk ke sesi “waktu menunggu,” pada sesi ini siswa beralih ke pasangan kelompok mereka dan membagikan tanggapan mereka, dengan memberikan umpan balik langsung pada ide-ide mereka (dilakukan secara berpasangan). Selama tahap ketiga dan terakhir, tanggapan siswa dapat dibagikan dalam tim belajar, dalam kelompok yang lebih besar, atau dalam seluruh kelas selama diskusi tindak lanjut (membagikan hasil diskusi).

15) Pertanyaan yang disengaja

Strategi pertanyaan yang disengaja melibatkan banyaknya pertanyaan-pertanyaan di kelas termasuk (a) pertanyaan yang diajukan oleh guru kepada siswa dan (b) pertanyaan yang diajukan oleh siswa untuk teman sekelas mereka atau guru mereka. Ini adalah strategi yang digunakan untuk meningkatkan keterlibatan siswa serta menumbuhkan pemikiran kritis / kreatif.

16) Game

Harb (2007) mendefinisikan game sebagai sarana pendidikan yang digunakan dalam kelas pelajaran bahasa Inggris yang membantu siswa memperoleh kemampuan berbahasanya melalui praktik kompetitif dalam aturan tertentu.

19 Kablan (2009) menyatakan "Aplikasi game yang terorganisir dengan baik sesuai dengan tujuannya, dapat meningkat proses pembelajaran, memperkuat retensi dan memasok pembelajaran yang efektif dengan kesenangan di tempat pelajaran yang membosankan serta meningkatkan motivasi belajar".

17) Menggunakan strategi penilaian sumatif

Memberikan tes atau kuis untuk mengukur pembelajaran siswa untuk tujuan penilaian merangsang siswa aktif untuk terlibat dalam proses belajar baik di dalam maupun di luar kelas. Kuis atau tes tradisional yang dirancang dengan baik dan hati-hati (misalnya, pilihan ganda, esai) dapat digunakan untuk meningkatkan pembelajaran ketika mereka mengetahui dengan jelas fokus tujuan pembelajaran yang penting.

18) Menggunakan film dan video yang sedang popular

Menggunakan kutipan ilustratif dari film-film populer sudah pasti meningkatkan minat siswa, dan dapat merangsang pemikiran kritis yang terfokus dan refleksi pribadi siswa. Video menyediakan konteks siap pakai untuk presentasi kosa kata baru, struktur, dan fungsi serta memberikan stimulus untuk berbicara. Video atau film menyediakan sumber yang sangat baik untuk input pekerjaan pada topic atau materi yang di bahas.

19) Mengintegrasikan teknik debat ke dalam tugas kelas

Tugas debat kelas membantu siswa (a) belajar mencari lokasi informasi, (b) berpikir kritis, (c) merumuskan argumen persuasif dan kontra-argumen, dan (d) mengekspresikan diri dalam bentuk lisan dan tulisan.

20) Membuat kunjungan lapangan (nyata, disimulasikan, atau virtual)

Membawa siswa ke luar ruang kelas untuk melakukan kunjungan lapangan adalah salah satu strategi pembelajaran aktif. Pada tingkat dasar, kunjungan lapangan menawarkan peluang yang jelas bagi siswa untuk membuat hubungan otentik yang kuat antara materi akademik yang seringkali abstrak dengan kehidupan mereka sendiri.

20

Referensi:

Bell,D & Kahroof, J.( 2006). Active Learning Handbook: Institute for Excellence In Teaching and Learning Faculty Development Center: Webster University Bonwell & Eison, J. ( 2010). Using Active Learning Instructional Strategies to Create

Excitement and Enhance Learning. Retreived on 3-3-2013 From www.cte.cornell.edu/.../Active6T Learning

Lyman, F. (1987). Think-Pair-Share: An Ending Teaching Technique: MAA-CIE Cooperative News. V. 1, p. 1-2

Haack,K. (2008). UN Studies and the Curriculum as Active Learning Tool.

International Studies Perspectives, 9, 395–410.

Harb, A. (2007). The Effectiveness of Educational Games on Sixth Graders Achievement in English Language in Gaza Southern Governorate":

Unpublished MA Thesis, Islamic university, Gaza.

Liu, C. & Mattews,R. ( 2005). Vygotsky’s Philosophy: Constructivism and its Criticisms Examined. International Education Journal, vol. 6(3): PP 386- 399.

Kablan, Z. (2010).The Effect of Exercise Based on Computer Games During the Process of Learning on Academic Achievement among Education Majors.

Unpublished M.A thesis, Faculty of Education, Izmit, Kocaeli, Turkey.

Meyers, C. &Thomas B. Jones, (1993) . Promoting Active Learning: Strategies at The College Classroom. San Francisco: Jossey-Bass Publishers. Mustafa

Watters, Natalie. (2014) An exploration of the concept and practice of active learning in higher education. Unpublished PhD thesis, School of Education, University of Glasglow.

Petty,G. (2009).Teaching Today: A Practical Guide. 4Pth P edition. Nelson Thorns, LTD

Prince, M. (2004). Does Active Learning Work? A Review of the Research. Journal Of Engineering Education, 93(3), 223-231.

Ranjanie, B. (2008). Attitude of Middle School Teachers Towards Active Learning Methodology (ALM) in Theni DT, Tamil Nadu. International Journal Of Behavioral Social and Movement Sciences. Vol.01

Salhi, Sahar Hamada El. (2014). The Effectiveness of Using a Program Based on Active Learning Strategies on Fourth Graders’ English Performance in Gaza UNRWA Schools. Unpublished M.A thesis, Faculty of Education, The Islamic university-Gaza.

21 3. Inovasi Teknologi dalam Pembelajaran Bahasa Inggris From Stand-alone

Computer to Mobile Phone A Gumawang Jati

Institut Teknologi Bandung [email protected]

Pendahuluan

Dengan berkembangnya teknologi yang sangat pesat terutama dalam bidang Internet Communication Technology (ICT), inovasi pengembangan pembelajaran bahasa Inggris juga dilakukan seiring dengan tuntutan jaman. Dalam tulisan ini, yang dimaksud dengan inovasi adalah upaya untuk mewujudkan peningkatan pendidikan dengan melakukan sesuatu yang dianggap oleh pelaksana sebagai sesuatu yang baru atau berbeda. Inovasi dalam bidang pembelajaran, khususnya yang berkaitan dengan computer, dimulai dari tahun 1980-an, kontribusi yang signifikan disumbangkan oleh Kennedy (1988) dari Inggris dan Henrichsen (1989) dari Amerika Serikat.

Dalam beberapa dekade terakhir, minat terhadap topik inovasi telah tumbuh secara substansial, khususnya dalam dunia pendidikan secara umum dalam hasil penelitian oleh Michael Fullan (misalnya, Fullan, 2001) dan Andy Hargreaves (misalnya, Hargreaves, 2003), dan dalam pendidikan bahasa , sebagaimana dipublikasikan dalam buku-buku: Murray (2008), Alderson (2009), dan Wedell (2009). Inovasi di bidang pengajaran dan pembelajaran bahasa terkait erat dengan perkembangan ilmu komputer, diikuti dengan penemuan internet yang dikenal dengan World Wide Web dan kemudian disusul dengan mobile Apps. Pada awal abad 21, berbagai teknologi yang tersedia untuk digunakan dalam pembelajaran dan pengajaran bahasa telah menjadi sangat beragam dan cara penggunaannya juga beragam, baik untuk kegiatan di dalam kelas maupun untuk kegiatan mandiri di luar kelas.

Dalam tulisan ini, penulis mengulas perkembangan teknologi dalam pembelajaran dan bagaimana inovasi ini berpengaruh pada metoda dan pendekatan dalam pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa asing menekankan pada mendengarkan dan berbicara, pada tahap awal, baru kemudian membaca dan menulis. Dalam belajar bahasa pertama, siswa secara natural akan belajar mendengankan dan berbicara, kemudian belajar membaca dan menulis di sekolah. Dengan demikian, guru bahasa asing, termasuk guru bahasa Inggris, banyak menggunakan peralatan audio. Perangkat audio

22

pertama, fonograf, dan disusul dengan teknologi audio seperti pita magnetik dan media digital yang lain. (Delcoque, Annan, & Bramoulle´, 2000).

Computer Assisted language Learning (CALL)

Pembelajaran Bahasa Berbasis Komputer dan Instruksi Bahasa Berbantuan Komputer ditujukan untuk guru dan siswa sebagai alat bantu untuk meningkatkan pembelajaran.

Istilah Computer Assisted Language Learning muncul pada tahun 1980-an dan berasal dari istilah yang digunakan sebelumnya yaitu Computer Assisted Language Instruction. Salah satu alasan untuk perubahan ini karena pergeseran paradigm pendekatan pembelajaran dari teacher centered ke student centered. Sementara CALL dianggap pendekatan yang melibatkan "latihan bahasa berulang" dan disebut sebagai

“latihan dan latihan” (Warschauer, 1996: 3), CALL memperluas cakupannya, merangkul pendekatan komunikatif dan berbagai teknologi baru. Banyak penelitian menunjukkan bahwa teknologi jika diterapkan secara tepat dapat memberikan kontribusi yang signifikan untuk:

1) Pembelajaran Eksperiensial

World Wide Web memungkinkan siswa untuk mengakses berbagai informasi yang dibutukannya secara mandiri. Mereka juga bisa menulis berbagai hal sesuai dengan keinginannya. Mereka menjadi pencipta bukan hanya penerima pengetahuan. Dengan semakin berkembangnya web 2.0, maka siswa bisa berpartisipasi dalam berbagai forum baik yang sifatnya akademis maupun sosial.

2) Motivasi dan Peningkatan Kompetensi Siswa

Kegiatan belajar yang menggunakan perangkat computer atau internet akan meningkatkan motivasi siswa dalam belajar. Pembelajaran berbasis Internet dapat membantu siswa meningkatkan kemampuan linguistik mereka dan tentunya akan berpengaruh pada kemandirian belajar dan percaya diri.

3) Materi Otentik untuk Belajar

Semua siswa dapat menggunakan berbagai sumber bahan bacaan otentik baik di sekolah atau dari rumah mereka. Bahan-bahan tersebut dapat diakses 24 jam sehari dengan biaya yang relatif rendah.

23 4) Interaksi Lebih Luas

Akses yang sangat lebar untuk menjelajah halaman web bisa membuat instruksi linier di dalam kelas membosankan. Dengan mengirim E-mail dan bergabung dengan newsgroup, siswa dapat berkomunikasi dengan orang yang belum pernah mereka temui. Siswa juga dapat berinteraksi dengan teman sekelas mereka sendiri di luar jam pelajaran misalnya melalui kanal-kanal sosial media. Selain itu banyak latihan interaktif yang berhubungan dengan pelajaran sekolah yang biasanya memberikan umpan balik instan.

5) Individualisasi

Siswa yang pemalu atau late blommers akan mempunyai kesempatan untuk mencoba secara individu tanpa harus mengikuti kecepatan teman teman lainnya.

Dengan demikian ada kesempatan untuk membangun kepercayaan diri. Hal ini sangat sulit jika tidak difasilitasi dengan kegitan interaktif dengan komputer atau website.

6) Pemahaman Global

Bahasa asing dipelajari dalam konteks budaya. Dengan menggunakan koneksi Internet, seorang guru bahasa Inggris bisa memfasilitasi siswanya untuk berselancar di dunia maya, berkomunikasi global, baik dalam bentuk tulisan seperti menulis email atau berkomentar pada diskusi online maupun mengadakan percakapan dengan menggunakan fasilitas ICT.

Setelah membahas kontribusi signifikan dari CALL, perlu untuk mengetahui hubungannya dengan teori pedagogis. Menurut Warschauer & Healey (1998), ada tiga tahapan utama: CALL behavioris, CALL komunikatif, dan CALL integratif.

Setiap tahap sesuai dengan tingkat teknologi tertentu dan teori pedagogis tertentu.

Behaviorist CALL

Pada tahun 1960-an dan 1970-an, bentuk pertama dari Pembelajaran Bahasa berbantuan Komputer menampilkan latihan bahasa, yang disebut metode drill-and- practice. Ini didasarkan pada model pembelajaran behavioris. Dalam hal ini, komputer dianggap seperti seorang guru mekanik yang tidak pernah lelah seperti drilling di laboratorium bahasa. Behaviorist CALL pertama kali dirancang dan diimplementasikan di era mainframe dan sistem tutorial seperti, PLATO, yang

Dalam dokumen PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS (Halaman 33-55)