MEMAHAMI KAJIAN AL-QUR’AN TERHADAP KOSMOLOGI
C. Al-Qur’an Mendorong Mempelajari Gejala Alam
130 Ni'matul Masfufah, Kosmologi Baru dan Agama Baru, (Jakarta:
Garudhawaca Indobook, 2012), 97
Disadari bahwa sains adalah hanya bahagian yang sangat kecil dari ilmu Allah, tak lebih dari setitik air di lautan. Kendati sangat sedikit, tidak lantas mengabaikannya. Alasannya, cukup banyak ayat dalam Al-Qur’an yang memerintahkan kita untuk berupaya mengerti proses-proses alam.
Cara pengungkapan Al-Qur’an tentang gejala alam kadang general juga kadang specific, dan selalu siap diuji oleh manusia. Tak ada kekuatiran bahwa Alquaran suatu ketika akan bertentangan dengan temuan sains.
Bahkan sangat fantastik, sebab apa yang dikemukakan Al-Qur’an, justru banyak yang merupakan ujung-ujung dari pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh umat manusia.
Sebagai contoh, teori gravitasi. Dengan teori ini, kita dapat memahami, mengapa bumi dalam megitari matahari tidak terlempar dari orbit, padahal toh tak ada tali pengikat yang menghubungkan matahari dan bumi. Newton mengatakan karena adanya graviatasi (gaya antar massa).
Matahari dan bumi memiliki massa, dan karenanya mereka tarik menarik, jadi tak perlu ada tali pengikat. Gaya antar massa itulah yang berperan sebagai tali. Newton mengerti itu. Akan tetapi menurut pengakuannya sendiri, dia tak pernah dapat memahami bagaimana gaya antar masa itu dibangkitkan? Einstein berupaya menjelaskan hal ini melalui teori relativitas umum. Tetapi tetap saja tak mampu memberi jawaban yang memuaskan. Orang kemudian beralih pada teori medan gravitasi, bahwa ada media pembawa gaya, sebagaimana gaya electromagnet dimediasikan oleh foton. Sebab itu orang memprediksi adanya graviton, sebagai partikel pembawa gravitasi.131 Anehnya, sampai kini, orang belum juga berhasil mengamati apa benar graviton itu ada. Tanpa bermaksud merendahkan upaya pencarian yang telah dilakukan para saintis, toh mereka sudah berusaha mempelajari (tidak seperti sebahagian dari kalangan kita yang cenderung bersikap pasif karena menganggap semuanya ada dalam Al- Qur’an), kita telaah isyarat berikut dalam Q.S. Fushshilat [41]: 11,
َّمُث ى َوَتْسا ىَلِإ ِءاَمَّسلا َيِه َو ٌناَخُد َلاَقَف اَهَل ِض ْرلأِل َو اَيِتْئِا
اًع ْوَط ْوَأ اًه ْرَك اَتَلاَق اَنْيَتَأ َنيِعِئا َط ( ١١ )
131Karlina Supelli, Dari Kosmologi ke Dialog, (Bandung: Mizan, 2012)
kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati".
Hal yang dapat dipersepsi dari ayat ini adalah bahwa bumi dan langit tunduk (sukarela) atas perintah Allah. Hal ini memberi inspirasi bahwa gravitasi tidak tidak muncul begitu saja, sifat tarik menarik antar massa tidak inheren atau tidak built-in dalam sifat kebendaan itu. Tetapi sesuatu yang diberikan, dan itu senatiasa dalam pengawasan Allah. Alam raya ini senatiasa tunduk kepadanya.
Contoh lain yang tidak kalah menariknya adalah mengenai temuan bahwa alam raya ini mengembang. Saintis meyakininya berawal dari satu ledakan dahsyat (big bang). Dalam kosmologi ini disebut sebagai model standar, sebab paling cocok dengan bukti-bukti eksperimen. Al-Qur’an memberi penjelasan sebagai berikut dalam Q.S. al-Anbiya’ [21]: 30
ْمَل َوَأ َرَي َنيِذَّلا او ُرَفَك َّنَأ ِتا َواَمَّسلا َض ْرلأا َو
اَتَناَك اًقْت َر اَمُهاَنْقَتَفَف اَنْلَعَج َو َنِم ِءاَمْلا َّلُك ٍءْيَش ٍ يَح لََفَأ
َنوُن ِم ْؤُي ( ٣٠ )
dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?
Setelah model ini dianggap benar, pertanyaan kemudian yang tak dapat dijawab adalah, apa penyebab ledakan itu. Weinberg, penerima Nobel Fisika tahun 1979 bersama Almarhum Abdus Salam, dalam bukunya The First Three Minutes mencoba menyusun skenario ledakan itu, akan tetapi tetap tak mampu menjelaskan saat paling awal dari ledakan itu. Saintis yang paling atheis sekali pun hanya bisa berkomentar bahwa pasti ada sesuatu penyebab di balik itu. Sebagai konsekuensi dari mengembangnya alam semesta, kembali timbul pertanyaan, apakah proses pengembangan itu akan berlanjut terus, sedemikian sehingga alam raya ini akan lenyap di "ketakhinggaan". Lagi-lagi al-Qur’an memberi jawaban dalam Q.S. Fathir [35]: 41
َّنِإ ََّاللَّ
ُكِسْمُي ِتا َواَمَّسلا َض ْرلأا َو
ْنَأ لاو ُزَت ْنِئَل َو اَتَلا َز ْنِإ اَمُهَكَسْمَأ ْنِم ٍدَحَأ ْنِم ِهِدْعَب ُهَّنِإ َناَك اًميِلَح
ا ًروُفَغ ( ٤١ )
Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap; dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidak ada seorangpun yang dapat menahan keduanya selain Allah.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.
Seiring dengan semakin banyaknya temuan sains yang cocok dengan kandungan Al-Qur’an, ada peringatan sebagian dari kalangan kita sendiri untuk tidak terlalu cepat mengklaim kecocokan. Alasannya, kebenaran sains bersifat sementara,sedangkan yang dikandung oleh Al-Qur’an sifatnya mutlak. Sehubungan dengan ini patut dikemukakan bahwa temuan sains sesungguhnya adalah juga ayat-ayat Allah, yang disebut sebagi ayat- ayat qauniyah. Tentu saja bukti-bukti kekuasaan Allah juga tertulis melalui gejala alam itu. Dan kiranya juga wajar kalau itu cocok. Akan tetapi, sebagai kitab suci, ia tentu berbeda dengan dengan cara buku-buku text dalam mengungkapkan sesuatu. Salah satu sifatnya adalah bahwa ia terbuka terhadap temuan sains yang tidak terpatok pada kurung waktu tertentu. Ketika al-Qur’an menyinggung atom, tidak disebutnya atom sebagai benda yang paling kecil, justru memberi inspirasi bahwa masih ada yang lebih kecil dari itu, sebagai mana ayat berikut Q.S. Saba [34]:3:
َلاَق َو َنيِذَّلا او ُرَفَك لا اَنيِتْأَت ُةَعاَّسلا ْلُق ىَلَب َو ي ِب َر ْمُكَّنَيِتْأَتَل ِمِلاَع ِبْيَغْلا لا ُب ُزْعَي ُهْنَع ُلاَقْث ِم ٍة َّرَذ يِف
ِتا َواَمَّسلا لا َو
ِض ْرلأا يِف لا َو ُرَغْصَأ ْنِم َكِلَذ لا َو ُرَبْكَأ لاِإ يِف ٍباَتِك ٍنيِبُم ( ٣ )
dan orang-orang yang kafir berkata: "Hari berbangkit itu tidak akan datang kepada kami". Katakanlah: "Pasti datang, demi Tuhanku yang mengetahui yang ghaib, Sesungguhnya kiamat itu pasti akan datang kepadamu. tidak ada tersembunyi daripada-Nya sebesar zarrahpun yang ada di langit dan yang ada di bumi dan tidak ada (pula) yang lebih kecil dari itu dan yang lebih besar, melainkan tersebut dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)",
Tidak ada tersembunyi dari padanya sebesar zarrah (atom) pun yang ada di langit dan yang ada di bumi dan tida pula yang lebih kecil atau lebih besar dari itu melainkan tersebut dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).
Jadi tak perlu ada kekuatiran, justru sebagai orang beriman kita tetap
percaya bahwa semakin jauh manusia merambah wilayah sains, akan semakin terbukti kekuasaan Allah. Allah akan menunjukkan kekuasaannya dimanapun dalam ciptaan-Nya hingga jelas bahwa islam itu memang agama yang diridhoi, islam itu tinggi dan tak ada yang lebih tinggi dari padanya. Dalam Q.S. Fushshilat [41]:53 disebutkan sbb:
ْمِهي ِرُنَس اَنِتاَيآ يِف ِقاَفلآا يِف َو ْمِهِسُفْنَأ ىَّتَح َنَّيَبَتَي ْمُهَل ُهَّنَأ ُّقَحْلا ْمَل َوَأ ِفْكَي َك ِب َرِب ُهَّنَأ ىَلَع ِلُك ٍءْيَش
ٌديِهَش ( ٥٣ )
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?
Rangkuman