لاَب ِجْلا ىَلِإ َو ) ١٨
B. Langkah-langkah Berpikir Dalam Memecahkan Problem Ayat-ayat al-Qur’an tentang berpikir
Q.S. al-Furqan [25]:44 :
( لَيِبَس ُّلَضَأ ْمُه ْلَب ِماَعْنلأاَك لاِإ ْمُه ْنِإ َنوُلِقْعَي ْوَأ َنوُعَمْسَي ْمُه َرَثْكَأ َّنَأ ُبَسْحَت ْمَأ ٤٤
)
Artinya : “Atau Apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).”
Q.S. Al-Baqarah [2]: 7
( ٌميِظَع ٌباَذَع ْمُهَل َو ٌة َواَشِغ ْمِه ِراَصْبَأ ىَلَع َو ْمِهِعْمَس ىَلَع َو ْمِهِبوُلُق ىَلَع ُ َّاللَّ َمَتَخ ٧
)
Artinya : “Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. dan bagi mereka siksa yang Amat berat.”
Manusia selalu menghadapi berbagai persoalan dan peristiwa dalam kehidupannya, semua persoalan yang yang tidak diketahui jawabannya
64 Ibid., 148
65 Ibid.
dianggap sebagai masalah. Bila seseorang sedang mencari jalan keluar dari problem yang dihadapinya, ia akan mengikuti berbagai langkah tertentu, langkah-langkah tersebut bisa digambarkan sebagai berikut :
Pertama : Kesadaran adanya problem. Pemikiran bermula ketika seseorang merasakan adanya suatu problem yang penting baginya dan ia merasakan adanya dorongan untuk memecahkan problem tersebut agar dapat meraih tujuan yang ingin dicapainya.66
Kedua : Menghimpun Data Mengenai Problem yang Dihadapi. Biasanya seseorang akan berusaha mengkaji problem yang dihadapinya dari berbagai aspek agar dapat memahaminya dengan baik kemudian menghimpun berbagai data dan informasi yang berkaitan dengannya. Ia pun berusaha meneliti data dan informasi itu secara mendalam guna mengetahui relevansi data dan informasi tersebut dengan problem yang dihadapinya, data yang relevan itu ia ambil dan yang tidak relevan ditinggalkan. Penghimpunan data dan informasi yang relevan dengan problem yang ada membantunya memperjelas, memahami dan membatasi problem itu dengan teliti dan mengantarkannya menyusun berbagai hipotesa sebagai langkah pemecahan.
Ketiga : Penyusunan Hipotesa. Selama data dan informasi sedang dihimpun, pada benak yang bersangkutan terbersit beberapa kemungkinan jalan keluar atau hipotesa problem tersebut.
Keempat : Uji Kesesuaian Hipotesa. Biasanya seseorang akan mencoba menguji atau menilai kelayakan hipotesanya berdasarkan berbagai data atau informasi yang dimilikinya, terkadang seseorang akan mengetahui bahwa hipotesanya tidak seseuai dengan sebagian data dan informasi tentang problem, dalam keadaan demikian ia akan meninggalkan hipotesa tersebut dan kembali membuat hipotesa, mengujinya, dan mencocokkannya dengan data dan informasi yang ia miliki, proses ini berlangsung hingga ia merasa menemukan hipotesa yang cocok dan sesuai dengan data dan informasi yang ia miliki tentang problem tersebut.
Kelima : Uji Kebenaran Hipotesa. Setelah menemukan hipotesa yang layak, biasanya seseorang akan mengumpulkan berbagai data lain,
66 Moh. Utsman Najati, Al Qur’an dan Ilmu Jiwa, (Bandung, Pustaka : 1985), 152
mengadakan pengamatan baru, atau mengadakan percobaan-percobaan untuk mengetahui kebenaran hipotesa tersebut.67
E. Faktor-faktor Penghambat Berpikir
Dalam al Qur’an juga dikemukakan faktor-faktor penting yang menghambat pemikiran, antara lain dalam Q.S. al-A’raf :[7]:70
اَبآ ُدُبْعَي َناَك اَم َرَذَن َو ُهَدْح َو َ َّاللَّ َدُبْعَنِل اَنَتْئ ِجَأ اوُلاَق َنيِقِداَّصلا َنِم َتْنُك ْنِإ اَنُدِعَت اَمِب اَنِتْأَف اَنُؤ
( ٧٠ )
“Mereka berkata: “Apakah kamu datang kepada Kami, agar Kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh bapak-bapak kami?”.Kefanatikan orang-orang kafir terhadap akidah nenek moyang mereka membuatnya statis, terhalangi dari realitas, serta terhalangi membuat penilaian-penilaian yang benar mengenai hal yang dihadapinya. Faktor- faktor penyebab statis adalah :
1. Berpegang Teguh pada Pikiran-pikiran Lama
Biasanya seseorang cenderung berpegang teguh pada apa yang telah menjadi kebiasaan atau yang telah biasa ia lakukan sebelumnya sehingga untuk melepaskan diri dari berbagai pikiran dan kebiasaannya yang akan membutuhkan usaha, kemauan, dan tekad yang kuat. Berpegang teguh pada pikiran lama, kebiasaan dan tradisi yang berlaku, inilah yang merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan pikiran menjadi statis dan tidak mau menerima pikiran-pikiran baru yang dikemukakan padanya.
Mengapa hal ini diatakan sebagai faktor penghambat berpikir ?, karena dengan berpegang teguhnya seseorang kepada seseuatu, maka kita dapat pastikan pemikiran-pemikirannya pasti memihak kepada hal yang dipegangnya dan tinjauan-tinjauan analitis yang pasti memihak, sedikit atau banyak. Allah memperingatkan dalam Q.S. Saba;[34]:43
اَذِإ َو ىَلْتُت ْمِهْيَلَع اَنُتاَيآ ٍتاَن ِيَب اوُلاَق اَم اَذَه لاِإ ٌلُج َر ُدي ِرُي ْنَأ ْمُكَّدُصَي اَّمَع َناَك ُدُبْعَي ْمُكُؤاَبآ اوُلاَق َو اَم
اَذَه لاِإ ٌكْفِإ ى ًرَتْفُم َلاَق َو َنيِذَّلا او ُرَفَك ِقَحْلِل اَّمَل ْمُهَءاَج ْنِإ اَذَه لاِإ ٌرْحِس ٌنيِبُم ( ٤٣ )
67 Ibid., 155
dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang terang, mereka berkata: "Orang ini tiada lain hanyalah seorang laki-laki yang ingin menghalangi kamu dari apa yang disembah oleh bapak- bapakmu", dan mereka berkata: "(Al Quran) ini tidak lain hanyalah kebohongan yang diada-adakan saja". dan orang-orang kafir berkata terhadap kebenaran tatkala kebenaran itu datang kepada mereka: "Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata".
Oleh karena kestatisan pemikiran demikian buruk akibatnya bagi manusia, karena membuatnya kehilangan ciri utama yang dianugerahkan Allah kepadanya dan yang membedakannya dari hewan, malah lebih rendah lagi, maka al Qur’am mendorong manusia untuk melepaskan diri dari ikatan-ikatan yang membelenggu pemikiran dan memacetkan akal budinya. Allah juga mengecam dalam ayat tersebut kepada orang-orang yang musyrik yang mengekor nenek moyang mereka dalam pemikiran dan agama mereka, dan membuat mereka menolak ide-ide baru.
2. Tidak Cukup Data yang Ada
Dalam metode berpikir perspektif al Qur’an, tak mudah untuk berpikir tanpa data dan informasi yang cukup yang diperlukannya mengenai obyek atau problem yang dihadapinya. Al Qur’an sendiri telah mengisyaratkan tentang pentingnya pengetahuan tentang obyek yang dipikirkan untuk bisa sampai pada realitas yang sebenarnya.
Al Qur’an melarang kita menyatakan pendapat tentang sesuatu yang tidak kita ketahui atau yang tidak kita muliki data dan informasi yang terhimpun dalam pengetahuan tentangnya. Allah s.w.t berfirman dalam Q.S. al-Isra’ [17]:36