• Tidak ada hasil yang ditemukan

ALASAN PENGHAPUS PIDANAALASAN PENGHAPUS PIDANA

Dalam dokumen Dokumen Hukum Pidana New (Halaman 147-162)

Alsn Penghps Pid Dlm UU Alsn Penghps Pid Dlm UU

ALASAN PEMBENARALASAN PEMBENAR

Pasal 48 Wvs secara teoritik DP (Daya Paksa) Pasal 48 Wvs secara teoritik DP (Daya Paksa)

dlm pengertian Absolut dan Relatif. Namun Ps dlm pengertian Absolut dan Relatif. Namun Ps

48 adalah DP Relatif ukurannya, adanya 48 adalah DP Relatif ukurannya, adanya

keseimbangan antara paksaan di satu pihak dg keseimbangan antara paksaan di satu pihak dg

Kep. Huk. yang dilanggar di lain pihak Kep. Huk. yang dilanggar di lain pihak

DP relatif ini di samping paksaannya datang DP relatif ini di samping paksaannya datang dari manusia, juga paksaan yang datang dari dari manusia, juga paksaan yang datang dari

keadaan; inilah yg dikenal dg keadaan; inilah yg dikenal dg

“noodtoestand”/keadaan darurat.

“noodtoestand”/keadaan darurat.

KD itu ditandai dg adanya perbenturan antara; KD itu ditandai dg adanya perbenturan antara;

1.dua kewajiban hukum 1.dua kewajiban hukum

2.perbenturan antara kewajiban dan 2.perbenturan antara kewajiban dan

kepentingan hukum dan 3. perbenturan antara kepentingan hukum dan 3. perbenturan antara

dua kepentingan hukum.

dua kepentingan hukum.

Noodtoestand ini sebagai alasan pembenar dan Noodtoestand ini sebagai alasan pembenar dan juga sebagai alasan pemaaf.

juga sebagai alasan pemaaf.

Dasar KD sebagai alasan pemaaf, karena Dasar KD sebagai alasan pemaaf, karena perbuatannya tidak diterima oleh masyarakat, perbuatannya tidak diterima oleh masyarakat,

sebaliknya jika KD alasan pembenar, maka sebaliknya jika KD alasan pembenar, maka

perbuatanya diterima oleh masyarakat.

perbuatanya diterima oleh masyarakat.

Dalam kasus DP yang seharusnya pelaku tidak Dalam kasus DP yang seharusnya pelaku tidak dipidana karena alasan penghapus pidana, dipidana karena alasan penghapus pidana, namun pelaku tetap dipidana apabila dia sendiri namun pelaku tetap dipidana apabila dia sendiri

yang bertanggungjawab atas terjadinya DP yang bertanggungjawab atas terjadinya DP tersebut. Misal, dalam kasus perampokan Bank tersebut. Misal, dalam kasus perampokan Bank

terbukti ada kerjasama antara pelaku (kasir) terbukti ada kerjasama antara pelaku (kasir)

dengan perampok.

dengan perampok.

Dalam hal demikian, maka pelaku (kasir) tetap Dalam hal demikian, maka pelaku (kasir) tetap dapat dipidana dan kasus ini dikenal dg “CULPA dapat dipidana dan kasus ini dikenal dg “CULPA

IN CAUSA” (Ps. 56 Konsep) IN CAUSA” (Ps. 56 Konsep)

Pasal 49 ayat (1) WvS; pembelaan terpaksa dg Pasal 49 ayat (1) WvS; pembelaan terpaksa dg syarat;

syarat;

adanya serangan yg melawan hukum yg masih adanya serangan yg melawan hukum yg masih berlangsung , ditujukan pd badan, perikesopanan dll berlangsung , ditujukan pd badan, perikesopanan dll

baik terhadap diri sendiri maupun orang lain, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain, sehingga pembelaannya tidak bersifat melawan sehingga pembelaannya tidak bersifat melawan

hukum.

hukum.

Ukurannya, adanya keseimbangan antara serangan Ukurannya, adanya keseimbangan antara serangan di satu pihak dg pembelaan di pihak lain. Oki

di satu pihak dg pembelaan di pihak lain. Oki Pembl. Terpaksa merupakan alasan pembenar.

Pembl. Terpaksa merupakan alasan pembenar.

Pasal 49 ayat (2)WvS ; tentang Pembelaan Pasal 49 ayat (2)WvS ; tentang Pembelaan Terpaksa yg Melampaui Batas/noodweer exes.

Terpaksa yg Melampaui Batas/noodweer exes.

Syaratnya adalah ayat (1) ditambah dg Syaratnya adalah ayat (1) ditambah dg

palampauan batas serangan dan berakibat palampauan batas serangan dan berakibat terjadinya kegoncangan jiwa yg hebat. Maka terjadinya kegoncangan jiwa yg hebat. Maka pembelaan sesuai dg kondisi serangan tersebut, pembelaan sesuai dg kondisi serangan tersebut,

art. pembelaannya merupakan alasan pemaaf.

art. pembelaannya merupakan alasan pemaaf.

Jadi perbuatan pembela tetap bersifat melawan Jadi perbuatan pembela tetap bersifat melawan

hukum.

hukum.

Pasal 50 WvS ; Melaksanakan Perintah Pasal 50 WvS ; Melaksanakan Perintah Undang-Undang. Syarat; adanya hub sub Undang-Undang. Syarat; adanya hub sub ordinasi antara yg berhak memerintah dg yang ordinasi antara yg berhak memerintah dg yang diperintah, perintah yg dilaksanakan ada dalam diperintah, perintah yg dilaksanakan ada dalam

kewenangannya, sehingga perbuatan yang kewenangannya, sehingga perbuatan yang melaksaakan perintah tidak bersifat melawan melaksaakan perintah tidak bersifat melawan

hukum, oki Pasal 50 ini sebagai alasan hukum, oki Pasal 50 ini sebagai alasan

pembenar.

pembenar.

Contoh “Satuan Regu Tembak” yg melaksanakan

“eksekusi pidana mati” terhadap terpidana.

Undang-Undang Pelaksanaan Pidana..

Mati Nomor 5 tahun 1969.

Pasal 51 ayat (1) WvS; tentang “Melaksanakan Perintah Jabatan yang Sah. Syarat Pasal 51 ayat

(1); 1 adanya hubungan subordinasi antara yang memerintah/pejabat/atasan dg yang

diperintah/bawahan , 2 perintah dilaksanakan ada dalam kewenangan yang diperintah, 3. isi perintah perintah sebenarnya bersifat melawan

hukum. Sbg. Al. Pembenar.

ALASAN PEMAAF ALASAN PEMAAF

Pasal 44 WvS; “Ketidak mampuan Pasal 44 WvS; “Ketidak mampuan

bertanggungjawab”.

bertanggungjawab”.

Hal-hal pokok dlm ketentuan tersebut; 1. rumusan Ps.

Hal-hal pokok dlm ketentuan tersebut; 1. rumusan Ps.

44 bersifat negatif, 2. bersisi deskripsi oleh psikiater 44 bersifat negatif, 2. bersisi deskripsi oleh psikiater

tentang kondisi kejiwaan pelaku, 3. penentuan tentang kondisi kejiwaan pelaku, 3. penentuan secara normatif oleh hakim tg ketidak mampuan secara normatif oleh hakim tg ketidak mampuan tersebut sbg alasan pemaaf. Pasal 44 WvS sebagai tersebut sbg alasan pemaaf. Pasal 44 WvS sebagai

alasan pemaaf.

alasan pemaaf.

Syarat Pasal 51 ayat (2); 1. sama dengan syarat Syarat Pasal 51 ayat (2); 1. sama dengan syarat ayat (1), 2. perintah dilaksanakan dg iktikat ayat (1), 2. perintah dilaksanakan dg iktikat baik, bahwa yang melaksanakan merasa wajib baik, bahwa yang melaksanakan merasa wajib terhadap perintah tersebut, sekalipun tidak ada terhadap perintah tersebut, sekalipun tidak ada dalam kewenangannya. Oki perbuatan pelaku dalam kewenangannya. Oki perbuatan pelaku

tetap bersifat melawan hukum, namun sikap tetap bersifat melawan hukum, namun sikap bathin pelaku dimaafkan, sehingga ayat (2) ini bathin pelaku dimaafkan, sehingga ayat (2) ini

merupakan alasan pemaaf.

merupakan alasan pemaaf.

Alasan Penghapus Pidana Di luar Undang-Alasan Penghapus Pidana Di luar Undang- Undang;

Undang;

1. hak orang tua untuk mendidik anak, 2. hak yg 1. hak orang tua untuk mendidik anak, 2. hak yg muncul dari pekerjaan/profesi seseorang, 3.

muncul dari pekerjaan/profesi seseorang, 3.

consent of victim, 4. TAKSI, 5. Tanpasila (tanpa consent of victim, 4. TAKSI, 5. Tanpasila (tanpa sifat tercela) dan 6. sifat melawan hukum materiil sifat tercela) dan 6. sifat melawan hukum materiil

dalam fungsi negatif.

dalam fungsi negatif.

Nomor 1, 2 3 dan 6 merupakan alasan Nomor 1, 2 3 dan 6 merupakan alasan

pembenar, sedang nomor 4 dan 5 merupakan pembenar, sedang nomor 4 dan 5 merupakan

alasan pemaaf.

alasan pemaaf.

Kriminologi Kriminologi

PENGERTIAN KRIMINOLOGIPENGERTIAN KRIMINOLOGI

MOELJATNO :MOELJATNO :

Kriminologi adalah Ilmu tentang kejahatannya sendiri Kriminologi adalah Ilmu tentang kejahatannya sendiri

KANTER & SIANTURI :KANTER & SIANTURI :

Kriminologi mempelajari sebab2 timbulnya suatu kejahatan & Kriminologi mempelajari sebab2 timbulnya suatu kejahatan &

keadaan

keadaan-keadaan-keadaan y yanang pg paaddaa umumnya turut mempengaruhinya, umumnya turut mempengaruhinya, serta mempelajari cara

serta mempelajari cara-cara memberantas kejahatan t-cara memberantas kejahatan terserseebbut.ut.

Kriminologi mengartikan kejahatan sKriminologi mengartikan kejahatan sebebaaggaiai gejala d gejala dalalaam m masyarakat y

masyarakat yanang tg tiiddaak pantas k pantas dandan tidak/belum terikat k tidak/belum terikat keeppaaddaa ketentuan

ketentuan-ketentuan-ketentuan yan yang telah tertulisg telah tertulis..

SUTHERLAND AND CRESSEY :SUTHERLAND AND CRESSEY :

Kriminologi adalah himpunan pengetahuan mengenai kejahatan Kriminologi adalah himpunan pengetahuan mengenai kejahatan ssebebaaggaiai gejala masyarakat gejala masyarakat..

PERBEDAAN KRIMINOLOGI DENGAN PERBEDAAN KRIMINOLOGI DENGAN ILMU PENGETAHUAN HUKUM PIDANA ILMU PENGETAHUAN HUKUM PIDANA NO

No PERBEDAAN KRIMINOLOGI ILMU PENGETAHUAN

HUKUM PIDANA

1. OBJEK Orang yang melakukan kejahatan itu sendiri sebagai suatu gejala

dalam masyarakat (bukan sebagai norma hukum positif

semata-mata)

Hukum (ketentuan- ketentuan, peraturan-

peraturan) mengenai kejahatan & pidana

2. TUGAS Mencari & menentukan sebab- sebab dari kejahatan serta

menemukan cara-cara pemberantasannya

Menjelaskan (intepretasi) hukum pidana, mengkaji

norma hukum pidana (konstruksi) & penerapan

ketentuan yang berlaku terhadap suatu tindak

pidana yang terjadi (sistematika) 3. TUJUAN Mengamankan masyarakat dari

penjahat Memahami pengertian

yang objektif dari peraturan Hk. Pidana yang berlaku

Beberapa sarjana memasukkan kriminologi Beberapa sarjana memasukkan kriminologi sseebbaaggaiai bag bagian atauian atau pendukung d pendukung daarrii IPHP IPHP

(SIMONS, VAN HAMEL)

(SIMONS, VAN HAMEL), , alasannyaalasannya : :

bahwa ubahwa untukntuk menyelesaikan suatu perkara menyelesaikan suatu perkara pidana y

pidana yanang berlaku, mengkonstruksikan apa g berlaku, mengkonstruksikan apa yyanang dimaksud serta mensitematisirnya, akan g dimaksud serta mensitematisirnya, akan

tetapi perlu diselidiki j

tetapi perlu diselidiki juuggaa penyebab d penyebab daarrii

tindakan (tindak pidana) itu, terutama mengenai tindakan (tindak pidana) itu, terutama mengenai

pribadi si pelaku, & selanjutnya perlu pribadi si pelaku, & selanjutnya perlu

diperhatikan cara

diperhatikan cara-cara-cara pemberantasan pemberantasan kejahatan.

kejahatan.

Sedangkan sarjana2 yg lain tdk dapat membenarkan Sedangkan sarjana2 yg lain tdk dapat membenarkan bahwa kriminologi termasuk dalam IPHP

bahwa kriminologi termasuk dalam IPHP (ZEVENBERGEN),

(ZEVENBERGEN), alasannya :alasannya :

Bahwa IPHP bersifat normatif, yaitu sbg ilmu u/ Bahwa IPHP bersifat normatif, yaitu sbg ilmu u/

mengetahui/mempelajari hukum positif, apa norma2nya mengetahui/mempelajari hukum positif, apa norma2nya

& sanksi pidananya;

& sanksi pidananya;

Pidana mrpk imbalan bg seseorang pelaku tindak Pidana mrpk imbalan bg seseorang pelaku tindak pidana (krn penekanannya pd “pidana”), maka pidana (krn penekanannya pd “pidana”), maka

kriminologi tdk ada sangkut pautnya;

kriminologi tdk ada sangkut pautnya;

Metode IPHP adalah deduktif (ketentuan2 hk pidana Metode IPHP adalah deduktif (ketentuan2 hk pidana sudah ada lalu berdasarkan pd hal tsb akan dinilai sudah ada lalu berdasarkan pd hal tsb akan dinilai

apakah suatu tindakan termasuk tindak pidana/tdk), apakah suatu tindakan termasuk tindak pidana/tdk),

sedangkan metode kriminologi adalah empiris induktif sedangkan metode kriminologi adalah empiris induktif

(berdasarkan penyelidikan empiris, dikaji apakah suatu (berdasarkan penyelidikan empiris, dikaji apakah suatu

tindakan dlm kenyataannya brp kejahatan/tdk, tanpa tindakan dlm kenyataannya brp kejahatan/tdk, tanpa

terikat pd ketentuan2 hk positif) terikat pd ketentuan2 hk positif)

Dalam dokumen Dokumen Hukum Pidana New (Halaman 147-162)

Dokumen terkait