BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.2 Objek Penelitian
3.2.5 Rancangan Analisis Data dan Uji Hipotesis
3.2.5.1 Alat Analisis Data
1. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut.
Jadi validitas ingin mengukur apakah pertanyaan dalam kuesioner yang sudah kita buat betul-betul dapat mengukur apa yang hendak kita ukur (Ghozali, 2016).
Pengujian validitas yang digunakan adalah Korelasi Pearson. Signifikansi Korelasi Pearson yang dipakai dalam penelitian ini adalah 0,05. Apabila nilai signifikansinya lebih kecil dari 0,05 maka butir pertanyaan tersebut valid dan apabila nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05, maka butir pertanyaan tersebut tidak valid.
2. Uji Reliabilitas
Ghozali (2016) menyatakan bahwa reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Pengujian reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah One Shot atau pengukuran sekali saja, dimana pengukurannya hanya sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain atau mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan. Reliabilitas diukur dengan uji statistik Cronbach Alpha. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,70 (Ghozali, 2016).
3. Nilai Jenjang Interval (NJI)
Semua data penelitian diukur dengan menggunakan skala interval, yaitu skala yang mempunyai jarak (interval) yang sama pada semua tingkat (rank) dengan suatu atribut yang hendak diukur (Malhotra, 2016: 278). Adapun rumusnya yaitu:
∑ Jawaban Kuesioner
NJI = = Skor Rata-Rata
∑ Pertanyaan x ∑ Responden
Metode penyusunan skala menggunakan skala Likert 5 point, yang lazim disebut a five point Likert Scale, mulai dari skala 1 (Sangat Tidak Setuju) sampai dengan skala 5 (Sangat Setuju).
4. Methode Of Successive Interval
Methode of Successive Interval (MSI) adalah merubah data ordinal menjadi skala interval berurutan dengan rumus (Sambas Ali Muhidin, 2018:28):
Kepadatan Batas Bawah – Kepadatan Batas Atas MSI =
Daerah Dibawah Batas Atas – Daerah Dibawah Batas Bawah Selanjutnya menurut Sambas Ali Muhidin (2018:28) langkah kerja yang dapat dilakukan untuk merubah jenis data ordinal ke data interval melalui Methode of Successive Interval (MSI) adalah :
1. Perhatikan banyaknya (frekuensi) responden yang menjawab (memberikan) respon terhadap alternatif (kategori) jawaban yang tersedia.
2. Bagi setiap bilangan pada frekuensi oleh banyaknya responden (n), kemudian tentukan proporsi untuk setiap alternatif jawaban responden tersebut.
3. Jumlahkan proporsi secara berurutan sehingga keluar proporsi kumulatif untuk setiap alternatif jawaban responden.
4. Dengan menggunakan tabel distribusi normal baku, hitung nilai z untuk setiap kategori berdasarkan proporsi kumulatif pada setiap alternatif jawaban responden.
5. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji T dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik (Ghozali, 2016). Pengujian normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan uji Kolmogorov- Smirnov. Apabila data hasil perhitungan one-sample Kolmogorov-Smirnov menghasilkan nilai diatas 0,05, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
(Ghozali, 2016). Sebaliknya, apabila data hasil perhitungan one-sample Kolmogorov-Smirnov menghasilkan nilai dibawah 0,05, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas (Ghozali, 2016)
b. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal.
Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol (Suliyanto, 2017). Dalam penelitian ini, multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance dan lawannya variance inflation factor (VIF). Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai Tolerance ≤ 0,10 atau sama dengan nilai VIF ≥ 10 (Ghozali, 2016)
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang Homoskedastisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas (Ghozali, 2016). Dalam penelitian ini heteroskedastisitas menggunakan uji Glejser. Uji glejser adalah uji hipotesis untuk mengetahui apakah sebuah model regresi memiliki indikasi heteroskedasitas dengan cara meregresi absolud residual (Ghozali, 2016). Kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Jika nilai probabilitas (sig) lebih besar dari taraf signifikansi yang ditorlerir (5%) atau p-value > 0,05, maka model regresi tidak terjadi gejala heteroskedastisitas.
b. Jika nilai probabilitas (sig) lebih kecil dari taraf signifikansi yang ditorlerir (5%) atau p-value < 0,05, maka model regresi terjadi gejala heteroskedastisitas.
d. Uji Autokorelasi
Persamaan regresi yang baik adalah yang tidak memiliki masalah autokorelasi, jika terjadi autokorelasi maka persamaan tersebut menjadi tidak baik atau tidak layak dipakai prediksi. Masalah autokorelasi baru timbul jika ada korelasi secara linier antara kesalahan pengganggu periode t (berada) dengan kesalahan pengganggu periode t-1 (sebelumnya). (Sunyoto, 2016: 97).
Menurut Sunyoto (2016: 98) Salah satu ukuran dalam menentukan ada tidaknya masalah autokorelasi dapat digunakan besaran Durbin Watson.
Dengan ketentutan :
1) Terjadi autokorelasi positif, jika nilai DW dibawah -2 (DW < -2)
2) Tidak terjadi autokorelasi, jika nilai DW berada di antara -2 dan +2 atau -2
< DW < +2
3) Terjadi autokorelasi negatif, jika nilai DW diatas +2 atau DW > +2 6. Analisis Regresi Linier Berganda
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan metode analisis regresi berganda. Analisis regresi berganda dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen (Sudarmanto, 2005).
Persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
Y = a +b1X1+b2X2+ e
Keterangan: Y : Organizational Citizenship Behavior (OCB) a : Konstanta
b : Koefisien regresi
X1 : Kecerdasan emosional X2 : Komitmen organisasi e : Standar error
5. Analisis Koefisien Korelasi
Uji korelasi digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara kecerdasan emosional dan komitmen organisasi terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB). Nilai koefisien korelasi dapat diketahui dengan akan menggunakan program SPSS for Windows Versi 21.
Untuk menilai seberapa kuat korelasi antar variabel digunakan kriteria penilaian sebagai berikut:
Tabel 3.3
Kriteria Koefisien Korelasi
Interval Korelasi Tingkat Hubungan 0,00-0,199
0,20-0,399 0,40-0,599 0,60-0,799 0,80-1,000
Sangat rendah Rendah
Sedang Kuat Sangat kuat Sumber : Sugiyono, (2017: 149)
6. Analisis Koofisien Determinasi (R2)
Menurut Ghozali (2016), uji koefisien determinasi bertujuan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil menunjukkan bahwa kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen amat terbatas.
Koefisien determinasi menunjukkan besarnya pengaruh yang terjadi yang dapat dihitung dengan rumus:
Kd = r2 x 100%
Knd = (1 – r2) x 100 (Sugiyono, 2016: 102)
Kelemahan dari koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Setiap ada penambahan variabel independen maka R2 pasti akan meningkat tanpa mempedulikan apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.
3.2.5.2 Uji Hipotesis