• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Alasan Praktek Pemanfaatan Harta Waris Sawah

BAB III PEMBAHASAN

A. Analisis Alasan Praktek Pemanfaatan Harta Waris Sawah

38

39 2. Karena Salah Satu Dari Orang Tua (Pewaris) Masih Hidup

Berdasarkan hasil temuan data peneliti yang di dapatkan bawah alasan terjadinya pemanfaatan waris sawah secara bergilir di Dusun Jerneng Desa Terong Tawah ini karena masih hidup salah satu dari orang tua baik itu misalkan bapak atau ibu, pada dasarnya pemanfaatan harta waris bersama dengan cara gilir sawah yang terjadi di di Dusun Jerneng Desa Terong Tawah memiliki tujuan yang baik yaitu untuk mempertahankan harta peninggalan sawah orang tua dahulu sehingga tidak hilang begitu saja dan bisa menjadi ladang usaha untuk memenuhi kebutuhan pokok berupa beras.

Menurut praktik pemanfaatan harta waris sawah secara bergilir di Dusun Jerneng Desa Terong Tawah tidak terlepas dari tiga hal pokok, yaitu:

a) Ahli waris yang akan menerima warisan b) Harta peninggalan berupa sawah

c) Ketentuan yang akan diterima oleh ahli waris

Dalam pemanfaatan harta waris bersama dengan cara gilir sawah yang ada di Dusun Jerneng Desa Terong Tawah, masyarakat yang mempraktikkan hal tersebut mempunyai tujuan agar ahli warisnya dapat memanfaatkan harta peninggalan dari orang tua yang berupa sawah bisa menggarap sawah dan menikmati hasil panen dari sawah tersebut secara bergantian. Selain itu, praktik tersebut juga bertujuan sebagai pemenuhan kebutuhan hidup dalam keluarga si pewaris. Maka praktik tersebut timbul demi kebaikan dalam keluarga serta hubungan baik antar sesama saudara terjaga seperti halnya sikap tolong menolong dan saling ridha yang dijadikan sebagai pedoman praktik pemanfaatan harta waris bersama yang dilakukan oleh masyarakat Di Dusun Jerneng Desa Terong Tawah.

Dengan demikian hal ini sesuai dengan cara yang ditempuh masyarakat Di Dusun Jerneng Desa Terong Tawah yaitu dengan cara musyawarah dan mengatur giliran

40 pemanfaatan sawah sesuai dengan kesepakatan. Hal ini juga dikuatkan dalam KHI Pasal 189 juga terdapat pernyataan yang mendukung permasalahan pemanfaatan harta waris secara bergilir, yaitu dalam pasal 189 yang pada intinya membahas tentang harta warisan yang berupa lahan pertanian yang kurang dari dua hektar, supaya dipertahankan kesatuannya sebagaimana semula, dan dimanfaatkan untuk kepentingan bersama para ahli waris yang bersangkutan.

3. Objek Sawahnya kurang dari 1,5 hektar

Terjadinya pemanfaatan harta waris sawah secara bergilir ini disebabkan karena faktor terbatasnya lahan yang dimiliki oleh pewaris sebelum meninggal dunia, dan karena adanya musyawarah mufakat sehingga waris sawah bergilir ini dapat dilaksanakan. jika di dalam satu rampung keluarga tersebut setelah dilakukan musyawarah dan tidak ada kesepakatan maka waris sawah bergilir ini tidak dapat dilaksanakan. pembagian harta warisan dapat juga dilakukan dengan cara bagi rata, artinya masing-masing ahli waris mendapat bagian yang sama dari harta warisan tanpa memandang apakah ahli warisnya itu laki-laki atau perempuan dengan jalan berdamai berdasarkan kesepakatan bersama antara ahli waris sebagaimana disebutkan pada ketentuan pasal 183 kompilasi hukum islam yang menyatakan bahwa para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan setelah masing-masing menyadari bagiannya.40

Praktik pemanfaatan harta waris bersama dengan cara gilir sawah oleh masyarakat Dusun Jerneng Desa Terong Tawah ini sudah turun temurun dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Labuapi dan dianggap baik. Sejalan dengan hadis

40Republik IndonesiaUndang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Citra Umbara, 2014), hlm. 379.

41 dari Abdullah ibn Mas‟ud yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya,

يارام نىمهسمنا اىيح

ىهف اللهدىع هسح

(apa-apa yang dilihat umat Islam sebagai suatu yang baik, maka yang demikian itu di sisi Allah adalah baik).41

Lebih jauh mengenai pemanfaatan harta waris bersama dengan cara gilir sawah ini bisa dikaitkan dengan penerapan hukum Islam berorientasi kepada mashlahat dan mafsadat Mengenai pembagian waris, termasuk dalam hukum yang kemaslahatan manusia (kebutuhan pokok).42

Dalam praktik yang dilakukan oleh masyarakat Dusun Jerneng Tersebut, bahwa pemanfaatan harta waris secara bergilir dapat dikategorikan sebagai penundaan pembagian harta warisan.

Menurut beberapa ahli hukum waris di Indonesia, penundaan pembagian harta warisan disebut juga harta waris itu belum terbagi-bagi, harta warisan yang dipertangguhkan, peninggalan dalam keadaan tidak terbagi. Dari beberapa pengertian penundaan pembagian harta warisan di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud penundaan pembagian harta waris adalah penundaan yang berselang waktu sejak kematian pewaris sampai terlaksananya pembagian harta warisan.43

Dalam Islam, waktu pembagian harta warisan berawal sejak pewaris meninggal. Petnjuk tersebut dapat dipahami dalam surat al-Nisa‟ ayat 11, 12, dan 176. Akan tetapi kebiasaan masyarakat beragama Islam yang ada di Indonesia berbeda-beda selang waktu dalam menyelesaikan pembagian

41Amir Syarifudin, Ushul Fiqh..., hlm. 400.

42 Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Semarang: Dina Utama Semarang,

1994),hlm. 310.

43M. Syakroni, Konflik Harta Warisan, hlm.46.

42 harta waris. Ada yang setelah peringatan tujuh hari si pewaris, empat puluh hari, seratus hari, dan seribu hari.

Dengan pertimbangan waktu tersebut diharapkan para ahli waris dapat berkumpul di tempat pewaris guna bermusyawarah terkait harta peninggalan si mayit44

Dalam Fiqih berkisar lima belas tahun sampai tiga puluh tiga tahun untuk menetapkan waktu penundaan, maka dapat digunakan ukuran jarak antar waktu terlama pembagian harta warisan bisa seratus hari dengan jarak daluarsa tiga puluh tiga tahun. Sebab masyarakat Dusun Jerneng Desa Terong Tawah tidak langsung membagi harta peninggalan si mayit melainkan menjadikan sawah sebagai objek pemanfaatan harta waris secara bergilir yang dalam praktiknya telah dipaparkan di atas. Harta warisan yang berupa sawah itu masih menjadi milik bersama oleh para ahli warisnya. Jika dilihat dari praktik yang dilakukan oleh masyarakat Dusun Jerneng Desa Terong Tawah tersebut, mereka mempunyai prinsip atas dasar tolong menolong dan prinsip saling ridha dalam kepemilikan bersama yang berupa sawah atau lahan pertanian. Sebagaimana dalam al- Qur‟an surat al-Maidah ayat 2 dan potongan ayat al-Nisa‟ ayat 29 sebagai berikut:

َۖي ٰىْقَّتنا َو ِّرِبْنا ًَهَع ا ْىُو َواَعَت َو

Artinya:Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa...” (Qs: al-Maidah ayat 2).45

ۗ ْمُكْىِّم ٍضا َرَت ْهَع

Artinya “Dengan ridha sama ridha diantara kalian”. (Qs: Al- Nisa‟ ayat 29).46

44 M. Syakroni, Konflik Harta Warisan, hlm.47.

45 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Terjemah, hlm .102.

46Departemen Agama RI, Al-Qur’an Terjemah, hlm. 83.

43 Dari kedua ayat di atas maka prinsip tolong-menolong dalam ayat tersebut di atas dapat menjadi dasar umum pemilikan bersama harta warisan khususnya yang berupa sawah atau lahan pertanian. Ayat tersebut juga menunjukkan suatu kebolehan atas persekutuan hak milik antara ahli waris terhadap harta warisan yang belum terbagi. Selain tolong menolong, prinsip suka rela atau ridha juga dibutuhkan dalam penundaan pembagian harta waris yang belum terbagi. Dalam ayat di atas menunjukkan bahwa harta yang baik, berguna dan dihalalkan Allah untuk dapat dimanfaatkan, ialah harta yang diperoleh melalui perbuatan yang diridhai sesama manusia, dan tidak menimbulkan pengaruh negatif.47

Hal ini juga dikuatkan dalam KHI Pasal 189 juga terdapat pernyataan yang mendukung permasalahan pemanfaatan harta waris secara bergilir,yaitu dalam pasal 189 yang pada intinya membahas tentang harta warisan yang berupa lahan pertanian yang kurang dari dua hektar, supaya dipertahankan kesatuannya sebagaimana semula, dan dimanfaatkan untuk kepentingan bersama para ahli waris yang bersangkutan. Masalah pemanfaatan harta waris dengan cara gilir sawah ini sudah turun temurun dan mendarah daging, sehingga agak susah jika harus berubah langsung ke hukum kewarisan Islam yang harus membagi-bagi harta peninggalan kepada para ahli waris. Apabila kita pahami lebih lanjut terhadap praktik pemanfaatan harta waris dengan cara gilir sawah di Dusun Jerneng Desa Terong Tawah dengan cara musyawarah dan perdamaian. Para ahli waris sendiri sepakat untuk tidak membagi dan memiliki secara perorangan sawah tersebut dan tidaklah bertentangan dengan syari‟at Islam.

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 183

47Ibid 67

44 menyebutkan : “Para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan, setelah masing- masing menyadari bagiannya.” Cara perdamaian dalam kewarisan merupakan jalan pintas untuk membagi harta warisan bila satu sama lain saling rela dan sepakat.

kelemahan dalam menjalankan pemanfaatan harta waris Sawah Secara Bergilir yang ada di Dusun Jerneng Desa Terong Tawah ;

1. Hasil yang diperoleh dari warisan sawah bergilir tersebut tidak sama karena setiap panen itu pasti berbeda hasil yang dia dapatkan disebabkan oleh cuaca yang tidak menentu dan juga tata cara pengelolaan berbeda oleh sebab itu Petani yang memiliki kemampuan mengelola lahan sendiri, langsung menggarap lahannya sendiri, sedangkan yang tidak sanggup mengelola sendiri, mereka memanggil atau meminta keluarga atau kerbabat dekat untuk membantu sedangkan kalau kerabat tidak bisa dia harus menyewa orang lain untun menggarap sawahnya sehingga pengelauran atau baiaya yang dikeluarkan sangat banyak untuk biaya mengelola sewaktu-waktu jika nasibnya beruntung mendapatkan hasil yang lebih dari upah pengelolaanya maka dia mendapkan keuntungan, berbeda dengan saudara yang bisa mengelola sendiri modal biaya sedikit dan hasil yang didapatkan sangat banayk.

2. Dapat membuka peluang kepada masing-masing ahli waris untuk bertikai karena adanya saling iri hati ketika ahli waris yang lainnya pada saat memperoleh hasil panen dari warisan sawah bergilir tersebut lebih banyak dari ahli waris yang lain dan juga sebagai manusia adalah harus menunggu jadwal pergiliran, sehingga selama masa penantian, sedangkan keadaaan mendesak tatkala hasil yang di dapatkan sedikit untuk memenuhi kebutuhannya mereka tidak cukup sehingga mereka menggarap lahan lain, yang juga dikelola secara bergilir. Oleh karena umumnya petani memiliki hak

45 penguasaan lahan lebih dari satu atau menyewa hak penguasaan lahan orang lain dan menggarap kebun-kebun milik mereka.

Selain itu ada yang bekerja sebagai pemanen padi untuk mendapatkan upah, bahkan sebagian ada yang membuka wirausaha seperti bengkel, penggilingan padi, serta berprofesi sebagai guru, aparat desa dan pedagang karena kebutuhan mendesak seperti untuk biaya sekolah anak dll.

3. Harta waris sawah tidak dapat dimiliki oleh ahli waris sepenuhnya, akan tetapi hanya dapat mengambil manfaatanya secara bergilir. Praktek pembagian harta warisan bergilir yang terjadi Di Dusun Jerneng Desa Terong Tawah dapat dijelaskan sebagai berikut yaitu hanya manfaatnya saja yang di ambil oleh masing-masing ahli waris dan tidak dimiliki sepenuhnya. Misalnya, A melakukan penggarapan tanah waris selama 2 kali garap dalam setahun dan telah memanen hasil garapannya, dan begitupun dengan B tahun berikutnya melakukan penggarapan 2 kali dalam setahun. Setelah semua ahli waris telah mendapat giliran maka kembali ke asal lagi yang paling utama mendapatkan giliran, maka B berhak menyerahkan tanah tersebut kepada A untuk di ambil hasilnya, agar tidak merugikan pihak lain dan merasakan adanya keadilan dalam waris bergilir teresebut.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa, hasil dari pemanfaatan tanah warisan sawah secara bergilir dapat merugikan salah satu pihak dikarenakan terkadang gagal panen, Oleh karena itu, pemanfaatan tanah warisan bergilir yang terjadi di masyarakat di Dususn Jernneg Desa Terong Tawah harus ditinjau ulang karena merugikan bagi salah satu pihak dikarenakan hasil yang di peroleh tidak sama.

46

Dokumen terkait