BAB VI PEMBAHASAN
B. Analisis Bivariat
64
Pada tabel 5.4 diatas menunjukkan bahwa subjek pada penelitian ini kebanyakan pada kadar trombosit yang nilainya berada pada <100.000 sebayak orang 113 dengan presentase sebesar 95%. Pada kadar leukosit nilainya > 4.000 sebanyak 78 orang dengan persentase 65,5%. Sedangkan kadar hematokrit dengan nilai terbanyak >35% sebanyak 83 orang dengan persentase 69,7%.
65
Tabel 5.5 Hubungan Antara Kadar Trombosit, Leukosit dan Hematokrit Dengan Lama Rawat Inap Pasien DBD
Variabel Nilai
Lama rawat inap
P value
OR CI%
≤ 6 hari (memendek)
> 6 hari (memanjan
g)
N % N %
Trombosit <100.000 24 21,2 89 78,8
0,003 0,054
0,006- 0,484
>100.000 5 83,3 1 16,7 Leukosit <4.000 5 12,2 36 87,8
0.025 0,313
0,109- 0,895
>4.000 24 30,8 54 69,2
Hematokrit
<35% 7 19,4 29 80,6
0,410 0.669
0,257- 1,745
>35% 22 26,5 61 73,5
Sumber : Unit rekam Medik RSUD Benyamin Guluh Kab.Kolaka Pada tabel 5.5 terlihat bahwa kadar trombosit pada kelompok lama rawat inap ≤6hari yang jumlah trombositnya <100.000/µl adalah sebanyak 24 pasien dengan persentase sebesar 21,2 %,sedangkan nilai trombosit normal sekitar 5 pasien dengan persentase 83,3 %. Dan pada kelompok dengan lama rawat inap > 6 hari Jumlah trombosit dalam
66
keadaan normal atau >100.000/µl adalah 1 pasien dengan persentase 16,7 % sedangkan nilai trombosit sebesar <100.000/µl sebanyak 89 pasien dengan persentase 78,8% dengan nilai P value kadar trombosit sebesar 0,003.
Kadar leukosit pada kelompok lama rawat inap ≤ 6hari kebanyakan kadar leukosit normal yakni sebanyak 24 pasien dengan persentase 30,8 %, sedangkan pasien yang mengalami leukopenia sebanyak 5 pasien dengan persentase 12.2 %. Hal ini sama dengan pasien pada kelompok lama rawat inap >6 hari yakni sebesar 54 orang dengan persentase 69,2%, sedangkan pasien yang mengalami leukopenia 36 pasien dengan persentase 87,8%. Dengan nilai P value pada kadar leukosit sebesar 0.025.
Sedangkan Kadar hematokrit pada kelompok lama rawat inap ≤ 6 hari kebanyakan kadar hematokritnya >35% yakni sebanyak 22 pasien dengan persentase 26,5%, sedangkan pasien yang mengalami hematokrit rendah sebanyak 7 pasien dengan persentase 19,4 %.
Namun persentase tertinggi pada kelompok lama rawat inap >6 hari dengan kadar hematokritnya >35%sebanyak 61 pasien dengan persentase 73,5%, sedangkan pasien yang memiliki hematokrit <35%
yakni sebesar 29 orang dengan persentase 80,6%. Dengan nilai P value pada kadar hematokrit sebesar 0.410.
67
Tabel.5.6 Kekuatan Hubungan Asosiasi Antara Masing-Masing Variabel Uji Bivariat.
Hubungan Antara variable
P value
OR CI (%)
Kadar Trombosit dengan lama rawat inap
0,003 0,054 0,006-0,484
Kadar Leukosit dengan lama rawat inap
0.025 0,313 0,109-0,895
Kadar Hematokrit dengan lama rawat inap
0,410 0.669 0,257-1,745
Sumber : Unit rekam Medik RSUD Benyamin Guluh Kab.Kolaka Berdasarkan tabel 5.6 diatas, pada kolom hubungan antara kadar trombosit dengan lama rawat inap nilai P 0,003 yang berarti Ho ditolak atau ada hubungan yang bermakna antara jumlah trombosit dengan lama rawat inap pasien DBD karena didapatkan nilai P < 0,05. Pada kolom hubungan antara jumlah leukosit dengan lama rawat inap nilai p 0,025 yang berarti ada hubungan bermakna antara jumlah leukosit dengan lama rawat inap pasien DBD . Sedangkan pada kolom hubungan antara jumlah hematokrit dengan lama rawat inap nilai p 0,410 yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah hemtokrit dengan lama rawat inap pasien DBD karena didapatkan nilai P > 0,05.
68
BAB VI PEMBAHASAN A. Analisis Univariat
1. Distribusi subjek berdasarkan karakteristik demografi a.Umur
DBD dapat diderita oleh semua golongan umur, walaupun saat ini lebih banyak pada anak-anak, tetapi dalam dekade terakhir ini DBD terlihat kecendrungan kenaikan proporsi pada kelompok dewasa, karena pada kelompok umur ini mempunyai morbilitas yang tinggi dan sejalan dengan perkembangan transportasi yang lancar, sehingga memungkinkan untuk tertularnya virus dengue lebih besar, dan juga karena adanya infeksi virus dengue jenis baru yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang sebelumnya belum pernah ada pada suatu daerah.18,19
Berdasarkan hasil penelitian data diketahui bahwa kelompok umur dominan yang mengalami DBD adalah anak-anak (6-18 tahun) sebanyak 89 orang dengan persentase 74,8% kemudian balita (≤ 5 tahun) sebanyak 25 orang dengan persentase 21% dan usia dewasa 5 orang dengan persentase 4,2%. Di Indonesia penderita DBD terbanyak pada golongan anak berumur 5-11 tahun, proporsi penderita yang berumur lebih dari 15 tahun meningkat sejak tahun 1984. Kelompok umur akan mempengaruhi peluang terjadinya penyakit DBD.
Hal ini kemungkinan disebabkan karena pada anak yang lebih muda, endotel pembuluh darah kapiler lebih rentan terjadi pelepasan sitokin sehingga terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Hal ini dapat pula disebabkan pada pasien
69
dengan usia anak-anak dan remaja lebih sering melakukan aktifitas di luar rumah seperti berkumpul dengan teman-teman atau bermain di saat sore hari yang sesuai dengan waktu menghisap darah nyamuk Aedes aegypty.21
Sedangkan penelitian di Makassar tahun 2011 di RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo memperlihatkan kelompok umur terbanyak pada usia 15 sampai 24 tahun (45,3%). Hasil penelitian Yenni Risniati, Lukman Hakim Taringan, Emiliana Tjitra di Depok, Jawa Barat tahun 2009 bahwa proporsi penderita terbanyak pada kelompok umur > 8 tahun.20
b. Jenis Kelamin
Pada penelitian ini didapatkan jumlah penderita laki-laki lebih banyak 68 orang atau 57,1 % dibandingkan perempuan 51 orang atau 42,9%. Hasil yang sama diperoleh pada penelitian di Seluruh Indonesia pada tahun 2009 dimana pasien DBD berjenis kelamin laki-laki sebanyak 53,78%.9 Namun penelitian di Singapura tahun 2009 menunjukkan hal yang sebaliknya. Angka pasien perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki yaitu 2.094 pasien (50,4%).16 Prevalensi laki-laki yang lebih tinggi ini mungkin disebabkan oleh karena aktifitas laki-laki yang lebih sering dilakukan di luar rumah dibandingkan dengan perempuan yang lebih banyak memiliki aktifitas di dalam rumah. Hal ini juga dikaitkan dengan umur pasien terbanyak pada usia remaja yang lebih sering beraktifitas di luar.4
c. Asal Daerah
Berdasarkan distribusi tempat tinggal pasien DBD RSUD Benyamin Guluh Kolaka Tahun 2015, mayoritas pasien berdomisili di dalam kota Kolaka
70
yaitu 73 pasien (61,3%), yang tersebar di berbagai kelurahan seperti kelurahan laloeha, lamokato, watuliandu, Sabilambo, Lalombaa, Tahoa dan lain-lain. Hal ini mungkin disebabkan letak RSUD Benyamin Guluh Kolaka yang berada dalam wilayah Kolaka dan terletak di daerah pusat kota yang padat penduduk dan lingkungan yang memungkinkan nyamuk aedes aegypti dapat berkembang dengan baik . Hal ini juga didukung oleh fungsi RSUD Benyamin Guluh sebagai salah satu rumah sakit rujukan puskesmas di Kabupaten Kolaka.
Sedangkan yang berada di luar kota Kolaka hanya 46 pasien (38,7%) yang berasal dari daerah Dawi-dawi, Latambaga, Baula, Pomalaa, Unamendaa, Toari dan lain-lain.
2. Distribusi Subjek Berdasarkan Karakteristik Klinik a. Lama rawat inap
Lama rawat inap adalah istilah yang umum digunakan untuk mengukur durasi satu episode rawat inap. Lama rawat inap dinilai dengan mengekstraksi durasi tinggal di rumah sakit yang diukur dalam jam atau hari.19 Berdasarkan penelitian didapatkan lama rawat inap pasien DBD di RSUD Benyamin Guluh didapatkan rata rata adalah 7 hari dan rentang waktu lama perawatan terpendek 3 hari dan perawatan terlama 12 hari.
Dari penelitian sebelumnya di RSUD Tarakan DKI Jakarta (th. 2004) didapatkan rata-rata lama rawat inap pasien DBD di rumah sakit adalah 4 hari, dari rentang waktu lama perawatan terpendek 2 hari dan perawatan terlama adalah 10 hari. Demam berdarah dengue termasuk dalam 10 besar penyakit rawat inap di rumah sakit tahun 2010 dan menempati peringkat kedua.6
71
a. Suhu tubuh
Penyakit demam berdarah biasanya didahului oleh demam tinggi yang mendadak, terus menerus, berlangsung 2-7 hari. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa sebagian besar pasien mengalami demam >37,5 c sebanyak 76 pasien dengan persentase 63,9% .3 Demam terjadi karena Saat bakteri dan virus tersebut masuk kedalam tubuh, pirogen bekerja sebagai antigen, mempengaruhi sisitem imun. Sel darah putih diproduksi lebih banyak lagi untuk meningkatkan pertahanan tubuh melawan infeksi. Substansi ini juga mencetuskan hipotalamus untuk mencapai set point. Untuk mencapai set point baru yang lebih tinggi, tubuh memproduksi dan menghemat panas.
/dibutuhkan beberapa jam untuk mencapai set point baru dari suhu tubuh.
Selam periode ini, orang tersebut menggigil, gemetar dan merasa kedinginan, meskipun suhu tubuh meningkat. Fase menggigil berakhir ketika set point baru, suhu yang lebih tinggi, tercapai. Selama fase berikutnya,masa stabil, menggigil hilang dan pasien merasa hangat dan kering. Jika set pointbaru telah
“melampaui batas” atau pirogen telah dihilangkan (mis. Destruksi bakteri oleh antibiotik), terjadi fase ketiga episode febris. Set point hipotalamus turun, .menimbulkan respon pengeluaran panas.3.23
3. Distribusi Subjek Berdasarkan Karakteristik Laboratorium a. Jumlah Trombosit, Leukosit dan Hematokrit
Trombositopenia memiliki peran yang penting dalam pathogenesis infeksi dengue. Jumlah trombosit pada pasien infeksi dengue mengalami penurunan
72
pasda hari ke tiga sampai hari ke tujuh dan mencapai normal kembali pada hari kedelapan atau Sembilan.25
Jumlah trombosit yang paling banyak dialami dengan kadar <100.000/µl.
Hal ini disebabkan oleh sifat virus dengue yang menyebabkan supresi sumsum tulang , terjadi pemendekan masa hidup trombosit. Keadaan ini tentu sangat berbahaya mengingat rendahnya trombosit dapat menagkibatkan kemungkinan pendarahan semakin besar.
Pada infeksi dengan jumlah leukosit biasanya normal atau menurun dengan dominasi sel neutrofil. Terjadinya leucopenia pada infeksi dengue disebabkan karena adanya penekanan sumsum tulangakibat dari proses infeksi virus secara langsung ataupun karena mekanisme tidak langsung melalui proses sitokin-sitokin proinflamasi yang menekan sumsum tulang.
Peningkatan nilai hematokrit atau hemokonsentrasi selalu dijumpai pada DBD, merupakan indikator peka yang akan mencetus terjadinya perembesan plasma. Pada umumnya penurunan trombosit mendahului peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencerminkan peningkatan perembesan kapiler dan perembesan plasma.25
d. Analisis Bivariat
1. Hubungan antara variabel laboratorium dengan lama rawat inap
Diagnosis penyakit DBD dan jumlah perjalanan penyakit karena harus dilakukan secara tepat dan akurat. Pada demam berdarah dengue (DBD), pemeriksaan laboratorium menunjukkan trombositopenia dan hemokonsentrasi.
Jumlah trombosit dan kadar hematokrit sering digunakan sebagai indicator
73
berat atau tidaknya penyakit DBD. Jumlah trombosit itu sendiri merupakan merupakan salah satu indikasi untuk menegakkan diagnosis DBD, yaitu trombositopenia. Oleh karena itu, pemeriksaan darah merupakan hal mutlak dilakukan.4
Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai jumlah trombosit kurang dari 100.000/µl, biasanya ditemukan antara hari sakit ketiga sampai hari ketujuh.
Pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai terbukti bahwa dalam batas normal atau menurun. Peningkatan hematokrit (Hct) atau hemokonsentrasi yang selau dijumpai pada DBD merupakan indicator yang peka akan terjadinya perembesan plasma, sehingga dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala. Pada DBD, jumlah sel darah putih mungkin bervariasi pada awal penyakit, berkisar dari leucopenia sampai leukositosis ringan.25
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya trombositopenia pada penderita DBD yaitu adanya pelepasan sitokin ke dalam sirkulasi selama fase awal demam akut dari infeksi dengue. Sitokin tersebut antara lain tumour necrosis factor (TNF), interleukin (IL-2, IL-6, IL-8) dan interferon (IFN).
Kadar sitokin tersebut berhubungan dengan derajat berat DBD. Waktu terjadinya supresi sumsum tulang juga berhubungan dengan peningkatan kadar sitokin dalam darah.26
Trombositopenia pada DBD antara lain disebabkan oleh adanya destruksi trombosit dalam system retikuloendotelial, pemendekan waktu paruh trombosit, adanya depresi sumsum tulang, perubahan patologis pada system megakariosit, peningkatan pemakaian factor-faktor pembekuan dan trombosit
74
dan koagulasi intravascular. Hemokonsentrasi antara lain disebabkan oleh kebocoran plasma, kurangnya asupan cairan dan kehilangan cairan akibat demam.25
Sebanyak 95% pasien DBD mengalami trombositopenia (trombosit dibawah 100.000/µl) dari semua pasien yang mengalami trombositopenia 24 orang dengan lama rawat inap ≤ 6 hari dan 89 orang dengan lama rawat inap >
6 hari. Hubungan trombositopenia dengan lama rawat inap memanjang atau >6 hari pada penelitian ini bermakna (p = 0,003). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Simon Sumanto didapatkan hasil ada hubungan bermakna antara jumlah trombosit dan lama rawat inap. Sedangkan berdasarkan Studi yang dilakukan oleh Nikodemus Siregar didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang sangat lemah (tidak bermakna) antara jumlah trombosit dengan lama rawat inap.
22
Perbedaan hasil ini dapat dikarenakan perbedaan jumlah subjek, pengkategorian variabel-variabel yang diuji, dan metode yang digunakan. Perbedaan-perbedaan ini dapat memberikan kesimpulan yang berbeda dari masing-masing penelitian.
Saat kebocoran plasma berupa rentan waktu yaitu hari ketiga sampai ketujuh. Hematokrit yang tinggi dihubungkan dengan kebocoran plasma yang berperan penting pada pathogenesis terjadinya syok. Kadar hematokrit pada pasien DBD mengalami peningkatan.27
Hal ini bisa disebabkan pada pengambilan sampel yang dimulai pada hari pertama, padahal belum tentu pada hari pertama merupakan puncak kebocoran plasma, sehingga kadar hematokrit yang diperiksa belum bisa dilihat apakah
75
mengalami peningkatan 20%. Karena untuk mengetahui kadar hematokrit mengalami peningkatan harus difollow up selama dirawat di Rumah Sakit.
Hematokrit merupakan indikasi pada pasien DBD untuk menjalani rawat inap. Peningkatan hematokrit mengambarkan hemokonsentrasi dan merupakan indikator yang peka akan terjadinya perembesan plasma.
1.11
Pada penelitian ini didapatkan persentase pasien dengan nilai hematokrit > 35% sebesar 83 orang atau 69,7%, lebih banyak dibandingkan nilai hematokrit < 35% yaitu sebesar 36 orang atau 30,3%. Hal ini menunjukkan secara tidak langsung bahwa pasien DBD yg menjalani rawat inap sebagian besar pada awal rawat inap masih memiliki nilai hematokrit yang normal. Tidak terjadinya peningkatan hematokrit semata-mata disebabkan peningkatan hematokrit dibandingkan dengan laboratorium sebelumnya biasanya terjadi mulai hari ke tiga.
Hasil uji analisis pada penelitian ini yaitu tidak terdapat pengaruh bermakna antara nilai hematokrit dan lama rawat inap (p= 0,410). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hasri Nopianto 2012 Hasil uji analisis pada penelitian ini yaitu tidak terdapat pengaruh bermakna antara nilai hematokrit dan lama rawat inap (p= 0,697).29
Pada DBD jumlah sel darah putih mungkin bervariasi pada awitan penyakit, berkisaran dari leukopenia sampai normal, tetapi penurunan sel darah putih total karena penekanan pada jumlah neutrofil secara nyata selalu terlihat mendekati akhir fase demam. Terjadinya leukopenia pada infeksi dengue disebabkan karena adanya penekanan sumsum tulang akibat dari proses infeksi
76
virus secara langsung ataupun karena mekanisme tidak langsung melalui proses sitokin-sitokin proinflamasi yang menekan sumsum tulang.
Sitokin atau mediator adalah semua produk sel yang meliputi produk dari monosit, limfosit atau sel yang lain. Sitokin memegang peranan dalam terjadinya kebocoran vaskuler, karena dapat mengaktifasi endotel. Nama produknya bermacam-macam yaitu interleukin, limfokin, monokin, TNF, Kemokin adalah sitokin yang berperan dalam kemotaksis sel-sel leukosit (limfosit, monosit dan neutrofil) ke tempat infeksi atau kerusakan jaringan.
Sitokin terutama diproduksi oleh monosit/makrofag dan sel-sel lain seperti sel endotel, trombosit, neutrofil, sel T, keratinosit dan fibroblast sebagi respon terhadap proses infeksi atau kerusakan fisik.
Berpindahnya sel fagosit dari vaskuler ke jaringan akan menyebabkan permeabilitas dinding pembuluh darah meningkat sehingga cairan vaskuler yang keluar semakin banyak. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya syok , dalam penelitian ini tidak dilakukan pengamatan terhadap mediator atau sel fagosit seperti monosit, makrofag, dan sel PMN (neutrofil). Pengamatan dilakukan terhadap jumlah leukosit.25
Keadaan pasien DBD selama menjalani lama rawat inap juga dipantau melalui hasil pemeriksaan laboratorium leukosit. Hitung leukosit ini cukup penting untuk diperhitungkan dalam menentukan prognosis pada fase-fase awal infeksi. Leukopenia merupakan pertanda bahwa dalam 24 jam kedepan demam akan turun dan penderita akan memasuki fase kritis.25,26
Dari hasil penelitian didapatkan jumlah leukosit <4.000 atau leukopenia
77
pada kelompok lama rawat inap ≤6 hari sebanyak 5 pasien atau 12,2%
sedangkan pada kelompok >6 hari sebanyak 36 pasien atau 87,8%. Sedangkan pasien dengan jumlah leukosit >4.000/mm sebanya 24 pasien dengan persentase 30.8% pada kelompok dengan lama rawat inap ≤ 6 hari dan yang terbanyak 54 orang pasien dengan persentase 69,2% pada kelompok dengan lama rawat inap > 6 hari. Mengingat bahwa pada penelitian ini pengambilan sampel dimulai pada hari pertama sedangkan penghitungan leukosit bergantung pada awitan perjalanan penyakit. Leukopenia biasa muncul pada fase hari ke tiga dan kembali normal pada fase penyembuhan. Hubungan jumlah leukosit dengan lama rawat inap pada penelitian ini terdapat hubungan yang bermakna (p= 0,025). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hasri Nopianto dari Universitas Diponegoro Semarang tahun 2012 pada penelitian tersebut didapatkan hasil yaitu terdapat pengaruh bermakna antara jumlah leukosit dan lama rawat inap (p= 0,003).29
69