BAB III PEMBAHSAN
A. Analisis Konsep Pendekatan Behavior
Berdasarkan paparan data dan temuan yang peneliti peroleh setelah melakukan penelitian dan pengumpulan data-data yang diperlukan sesuai dengan rumusan masalah yang peneliti angkat, setelah mengadakan pengolahan data dengan menjadikan MTs At-Tahzib sebagai tempat penelitian, maka data-data yang peneliti temukan akan di bahas pada bab ini.
Menurut Gerungang yang di kutip pada buku rmaja dan problmatika mnybutkan keluarga merupakan kelompok social yang pertama tempat individu belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk social yang dapat berinteraksi dengan kelompoknya dan merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan dasar biologis bagi para anggotanya, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, atau pengembangan keturunan.50
Perceraian dalam keluarga merupakan peralihan besar dan penyesuaian yang berat bagi anak, orang tua maupun anggota keluarga yang lainnya.Terutama bagi anak yang sudah beranjak dewasa.
Perceraian adalah berpisahnya pasangan suami istri atau berakhirnya perkawinan karena tidak tercapainya kata kesepakatan mengenai masalah hidup. Perceraian dilakukan karena tidak ada lagi jalan lain yang ditempuh
50Seri Helmi Hayati, Remaja Dan Problematikanya,(Bandung: PT. Beranda, 2013), Hlm.41
59
untuk menyelamatkan perkawinan mereka. Dalam hal ini dilihat sebagai akhir dari ketidakstabilan perkawinan dimana pasangan suami istri kemudian hidup berpisah dan secara resmi diakui oleh hukum yang berlaku.Perceraian dalam sebuah pernikahan tidak lepas dari pengaruhnya tehadap anak.Perceraian tidak hanya berdampak pada pasangan suami dan istri namun berdampak juga pada anak. Bukan hanya hak asuh yang akan menjadi permasalahan namun factor psikilogis anak juga harus dipertimbangkan. Banyak masalah yang akan dihadapi anak pasca perceraian.51
Banyak factor yang menyebabkan terjadinya pertikaian dalam keluarga yang berakhir perceraian.Factor-factor ini antaralain, persoalan ekonomi dan faktor komunikasi.52
Dalam kasus perceraian anak juga akan mengalami dilemma dalam memilih antara ayah atau ibunya, dan tak jarang anak-anak yang orang tuanya mengalami perceraian memilih tinggal dengan neneknya.
Berdasarkan penelitian dan temuan dilapangan peneliti menemukan beberapa factor pemicu perceraian sebagai berikut:
1. Faktor Ekonomi
Uang memang tidak bisa membeli kebahagiaan namun bagaimanapun di zaman ini uang termasuk kebutuhan pokok untuk memenuhi kebutuhan hidup.Oleh karena itu, factor ekonomi masih menjadi penyebab paling dominan terjadinya perceraian pasangan suami istri di
51Indriani Rahayu, Dampak Psikologis Perceraian Orang Tua Terhadap Anak, Diambil pada tanggal 23 Juni 2019.
52Save M. Dagun, Psikologi Keluarga (Jakarta: PT Rineka Cipta 2002). Hlm. 116
masyarakat. Perbedaan pendapatan suami dan istri juga menjadi konflik misalnya penghasilan suami lebih rendah dibanding penghasilan sang istri.
Seperti hasil wawancara dan observasi yang peneliti peroleh dengan beberapa siswa, siswa mengatakan salah satu factor orang tuanya berpisah atau bercerai adalah rendahnya ekonomi suami atau rendahnya penghasilan sang ayah yang tak mampu memenuhi semua kebutuhan yang dibutuhkan di keluarga. Disamping itu juga rendahnya tingkat pendidikan menjadi penghambat untuk mencari pekerjaan yang lebih layak. Jika kehidupan sua,I istri tidak dewasa, maka akan timbul pertengkaran. Terkadang istri juga terlalu banyak menuntut hal-hal di luar kebutuhan pokok seperti makan dan minum.53
Behavior merupakan salah satu pendekatan layanan bimbingan dan konseling yang berakar pada berbagai teori belajar.Penerapan prinsip- prinsip belajar pada pengubahan tingkah laku kearah cara-cara yang lebih adaptif.Berfokus pada modifikasi tingkah laku menjadi ciri yang sangat menonjol dalam teknik behavior.Teknik behavior masih relevan untuk diterapkan. Behavior merupakan aspek gerakan memodifikasi tingkah laku pada taraf yang masih bias didefinisikan secara operasional, diamati dan diukur. Manusia memiliki potensi dan negative yang bias terbentuk karena factor lingkungan social budaya. Aliran ini mencoba untuk mengilmiahkan semua perilaku manusia, yang memunculkan paradigma bahwa semua
53Sofyan S. Willis, Konseling Keluarga (Family Counseling), (Bandung: Alfabet, 2015) Hlm. 15-16
perilaku manusia harus diamati, sehingga dapat dilakukan penilaian secara objektif.54
Dari hasil wawancara peneliti dapat menganalisis tingkah laku anak korban perceraian seperti, malas belajar, suka membolos.
a. Malas Belajar
Malas murupakan suatu perilaku individu yang ditunjukkan dengan cara tidak ingin melakukan sesuatu. Factor-faktor penyebab malas belajar ada dua yaitu factor intinsik dan ekstrinsik, dimana factor intinsik merupakan factor malas yang ada di dalam diri individu sedangkan factor ekstrinsik merupakan factor-faktor yang hadir diluar individu.
Kurangnya minat belajar atau malas belajar anak bisa disebabkan oleh kurangnya kasih sayang orang tua atau kurangnya perhatian dari orang tua.
b. Suka Membolos
Perilaku membolos merupakan perilaku yang dikenal dengan istilah truancy yang berarti pelajar yang pergi ke sekolah dengan berseragam tetapi mereka tidak sampai kesekolah.Perilaku membolos sekolah umumnya ditemukan pada pelajar mulai dari tingkat sekolah menengah pertama.
54Hartono, Psikologi Konseling (Jakarta: Kencana Prenada Media Group 2012), Hlm. 117
Perilaku membolos anak disebabkan karena menurunnya motivasi belajar dan kenakan dari anak itu sendiri dan pola asuh orang tua yang tidak disiplin.
Pada dasarnya semua manusia atau semua anak bisa diatur akan tetapi kembali lagi bagaimana pola asuh orang tuanya, disini peneliti mendapatkan temuan para siswa menjadi malas,nakal dan suka membolos karena kurangnya perhatian dari orang tua. Karena setelah perceraian orang tuanya ada yang tinggal bersama nenek,kakak bahkan ada yang tinggal di panti asuhan. Mereka memang mendapkan perlakuan yang baik dan mendapatkan kasih sayang namun tidak lengkap.Pada saat ini peneliti menerapkan sikap-sikap atau perilaku-perilaku yang baik kepada siswa seperti disiplin atas waktu, dan memberikan motivasi- motivasi agar mereka tidak merasa sendiri dan tidak merasa diri mereka rendah karena tidak memiliki orang tua. Hasil temuan yang peneliti temukan dilapangan siswa banyak yang datang terlambat, tidak masuk kelas tepat waktu, tidak rapi dalam berseragam, permasalahan orang tua anak yang menjadi korban karena anak belum siap menerima kenyataan jika orang tuanya harus berpisah lalu anak akan melakukan sesuatu untuk menarik perhatian orang tuanya kembali atau perhatian orang disekitarnya.
2. Faktor Komunikasi
Dalam rumah tangga, komunikasi sangat penting dan sangat dibutuhkan antara suami dan istri. Sekecil apapun itu masalah harus
memberitahu satu sama lain. Jika tidak, akan memicu terjadinya perceraian.
Karena dengan berkomunikasi membuat rasa saling percaya menjadi lebih tinggi, saling mengerti, tidak ada kebohongan, dan tidak ada hal yang disembunyikan. Namun sebaliknyajika dalam rumah tangga gagal berkomunikasi, maka akan sering terjadi pertengkaran karena tidak saling percaya, tidak saling mengerti, banyaknya rahasia yang disembunyikan satu sama lain. Hal ini akan berujung pada perceraian jika kedua pihak kurang atau gagal dalam berkomunikasi.55
Menurut pengakuan beberapa siswa orang tuanya bercerai karena salah satu orang tuanya pergi merantau untuk memenuhi kebutuhan hidup, bukan dalam waktu sebentar namun bertahun-tahun sehingga menimbulakn konflik yang berujung perceraian.
Banyak sekali dampak buruk pada perkembangan remaja atau anak meskipun dalam beberapa kasus perceraian dianggap jalan alternative terbaik dari pada anak harus tinggal didalam keluarga yang kehidupan pernikahannya kurang baik. Dampak negative yang terjadi pada remaja yang mengaami perceraian seperti jarang pulang kerumah, jarang mengerjakan kewajiban seperti shalat lima waktu, menjadi lebih keras, suka membolos, malas belajar.56 Kurangnya perhatian orang tua membuat nenek dan anggota keluarga lainnya ikut campur dalam kehidupan yang dialami oleh remaja, mereka akan lebih cenderung memilih dan mencari seseorang yang bisa membuat mereka merasa lebih nyaman. Sosok perhatian orang tua
55http://www.Buzzle.com/articles/divorce on children. Htm. Di ambil tanggal 23 Juni 2019
56Junaidi, Bimbingan Perkawinan, Hlm. 171
sangatlah penting bagi perkembagan remaja, disebabkan masa remaja diatakan masih labil, kondisi jiwa yang masih penuh dengan rasa penasaran dan ingin coba-coba. Masa remaja merupakan masa-masa yang sangat penting karena apa yang terjadi di masa remaja mereka memiliki dampak langsung dan jangka panjang dalam kehidupan individu.57
Adapun beberapa bentuk dampak dari perceraian orang tua terhadap perilaku remaja adalah:
a. Merasa Tidak Nyaman
Bagi anak keluarga sangatlah penting, keluarga sebagai tempat untuk berlindung, memperoleh kasih sayang. Karena peran keluarga sangatlah penting untuk perkembangan anak pada masa-masa yang mendatang baik secara psikologi atau secara fisik, tanpa keluarga anak akan merasa sendiri, tidak ada tempat untuk berlindung karena pada masa ini anak juga harus beradaptasi dengan kehidupan yang baru, kadangkala kehidupan baru membuat anak sulit ntuk beradaptasi sehingga membuat anak merasa tidak nyaman.
b. Merasa di Tolak Orang Tuanya
Masa perceraian menjadi masa yang kritis untuk anak, terutama menyangkut hubungan dengan orang tua yang tidak tinggal bersama.Berbagai perasaan dirasakan oleh anak-anak, akibat dari perceraian anak merasa tidak di inginkan kehadirannya karena orang tua sibuk dengan kehidupan masing-masing.Miskinnya hubyngan anak
57Fransiska Nanik, dalam www. Dampak perceraian orang tua, 23 Juni 2019
dengan orang tua merupakan kondisi khusus yang menyebabkan anak depresi sehingga terbawa sampai tumbuh kembang remaja bahkan sampai dewasa, ini sangat beralasan karena dalam diri anak muncul perasaan tidak dicintai dan tidak diharapkan.
c. Merasa Sedih dan Kesepian
Anak yang mengalami perceraian lebih cenderung mengingat konflik yang terjadi kepada orang tuanya. Mereka juga nampak kecewa karena tumbuh dengan keluarga yang tidak utuh, perasaan marah dan kecewa pada orang tua merupakan hal yang wajar, ini merupakan proses dari apa yang sesungguhnya ada di hati anak.
Menurut Dadang anak remaja yang dibesarkan dalam keluarga yang mengalami disfungsi atau tidaak harmonis, maka resiko untuk remaja mengalami gangguan kepribadian menjadi kepribadian anti social dan perperilaku menyimpang lebih besar dibandingkan dengan remaja yang dibesarkan didalam keluarga yang utuh dan lengkap.58
Adapun mengenai konsep pendekatan behavior yang di terapkan di MTs. At-Tahzib sebagai berikut:
1. Assessment
Masalah yang dihadapi siswa adalah masalah bahwa mereka tidak disiplin dalam kegiatan sehari-hari.Dimulai dari datang terlambat, membolos, ketidakdisiplinan yang ditunjukkan lagi seperti sering mengeluarkan seragam dan tidak shalat dzuhur.
58Sri Helmi Hayati, Remaja dan Problematikanya, Hlm. 127-128
Setelah dilakukan konseling, terdapat temuan bahwa siswa seperti itu karena jenuh, latar belakang siswa yang orang tua nya bercerai, sehingga siswa hanya di asuh oleh salah satu orang tuanya.Secara tidak langsung anak hanya ingin diperhatikan dan mendapatkan kasih saying yang utuh.
2. Goal Setting
Penyusunan tujuan konseling, agar konselor dan klien mengetahui proses yang di jalani berhasil atau tidak dan mulai mendiskusikan konsekuensi apa yang pantas diberikan ketika melakukan pelanggaran.
Mulai menyadarkan bahwa perilau-perilaku maladaptive tidak baik untuk hidupnya serta tetap berkoordinasi dengan orang tua dan menggali informasi lebih dalam.
3. Technique Implementation
Disni peneliti mencoba membuat anak merasa rileks terlebih dahulu, sebelum memulai untuk mencontohkan sikap-sikap teladan atau perilaku disiplin. Konsep ini di ibaratkan surge dan neraka, dimana jika berkelakuan baik maka akan masuk surge dan jika sebaliknya akan masuk neraka.
Untuk melihat siswa mengalami perubahan atau tidak peneliti memberikan form tablekebaikan untuk di isi setiap hari. Ketika siswa mengalami perubahan maka akan diberikan reward dan jika sebaliknya maka akan diberikan punishment. Adapun hukuman atau punishment yang diberikan berupa hafalan surat-surat al-qur‟an.
4. Evaluation-Termination
Pada tahap ini, konselor akan selalu me-review yang telah ditunjukkan konseli atau siswa. Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui seberapa pesat perubahan yang telah ditunjukkan.
B.Analisis Terapi Shalat Lima Waktu dalam Menangani Perilaku