BAB V
kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan dari perubahan Hutan Produksi dapat Dikonversi sekitar 1.298.260 ha. Selain perubahan peruntukan kawasan hutan juga terjadi perubahan fungsi kawasan hutan, dimana dalam 878/2014 tersebut terdapat penambahan Hutan Produksi sekitar 438,177 ha.
d. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 903/MENLHK/SETJEN/
PLA.2/12/2016, 07 Desember 2016, Tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 903/MENLHK/SETJEN/
PLA.2/12/2016, 07 Desember 2016, Tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau mempertimbang- kan surat Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Nomor S.1204/PKTL/
KUH/PLA.2/11/2016 tanggal 11 November 2016 atas hasil penelaahan terhadap peta lampiran SK 878/2014, dimana terdapat pengurangan Kawasan Hutan seluas 92.701 hektar dari 5.499.693 total kawasan hutan di Provinsi Riau. Dimana pengurangan adalah:
i. Pengurangan seluas 65.125 hektar karena perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan bukan kawasan hutan sesuai dengan SK MenLHK Nomor 314.MenLHK/Setjen/PLA.2/4/2016 tanggal 20 April 2016, sebagaimana telah diubah dengan SK MenLHK Nomor 393/MenLHK/
SETJEN/PLA.2/2016 tanggal 23 Mei 2016.
ii. Pengurangan seluas 25.731 hektar karena telah dilepaskan oleh Menteri Kehutanan Nomor 878/2014
iii. Pengurangan seluas 13.735 hektar karena pengguna batas administrasi antara Provinsi Riau dan Jambi. Pengurangan 3.761 hektar karena pengguna batas administarasi antara Provinsi Riau dengan Sumatera Barat.
iv. Penambahan 15.665 hektar karena penggunaan Peta Rupabumi Indonesia 1:50 tahun 2016 dengan penyesuaian base pantai, sungai dan danau pada peta Kawasan Hutan Provinsi Riau Tabel 5. Kawasan Hutan Provinsi Riau
2. Apakah hasil kajian dan rekomendasi Tim Terpadu mutlak diterima oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, terutama perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan?
Dapat dimaknai bahwa Pansus Ranperda RTRWP Riau memaksa KLHK harus setuju menerima hasil kajian dan rekomendasi Tim Terpadu, maka pertanyaannya apakah hasil kajian dan rekomendasi Tim Terpadu secara hukum mutlak diterima oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan?
Berdasarkan PP Nomor 10/2010 Tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan tidak secara tegas disebutkan Menteri Kehutanan harus menerima keseluruhan atau menolak sebagian dari rekomendasi Tim Terpadu.
TGHK-173/Kpts- II/1986,
"termasuk Provinsi Kepulauan Riau"
TGHK-173/Kpts- II/1986, "setelah di keluarkan Provinsi Kepulauan Riau"
7651/Menhut-
VII/2011 878/Menhut-
II/2014 903/Menlhk/20
16 %
(ha) (ha) (ha) (ha) (ha) (ha)
Hutan Lindung 397,150 271,841.00 213,113.00 234,015.00 233,910.00 2.60%
KSA/KPA 451,240 438,835.00 617,209.00 633,420.00 630,753.00 7.02%
Hutan Produksi Terbatas (HPT) 1,971,553 2,663,960.00 1,541,288.00 1,031,600.00 1,017,318.00 11.32%
Hutan Produksi Tetap (HP) 1,866,132 1,336,907.00 1,893,714.00 2,331,891.00 2,339,578.00 26.04%
Hutan Produksi yang dapat di Konversi 4,770,085 4,154,280.00 2,856,020.00 1,268,767.00 1,185,433.00 13.19%
Kawasan hutan Propinsi Riau 9,456,160 8,865,823.00 7,121,344.00 5,499,693.00 5,406,992.00 60.18%
Perairan 119,000.67
Bukan Kawasan Hutan di Propinsi Riau - 119,000.67 1,863,479.67 3,485,130.67 3,577,831.67 39.82%
Luas Wilayah Propinsi Riau 9,456,160 8,984,823.67 8,984,823.67 8,984,823.67 8,984,823.67 100.00%
Luas (ha) berdasarkan dokument SK 173/1986, Timdu 2012, SK 7651/2011, SK 878/2014 dan SK 903/2016 Fungsi Kawasan Hutan
Pasal 31 ayat (5) PP Nomor 10/2010 ‘Tim Terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyam- paikan hasil penelitian dan rekomendasi terhadap perubahan peruntukan kawasan hutan kepada Ment- eri”. Namun berdasarkan PP Nomor 104/2015 Pasal 31 ayat (5) disebutkan “Menteri berdasarkan hasil penelitian dan rekomendasi tim terpadu sebagaimana pada ayat (4) menerbitkan keputusan Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan untuk sebagian atau seluruh Kawasan Hutan yang diusulkan”.
Jika berpedoman pada PP 10/2010 dan PP 104/2015, maka tidak ada keharusan Menteri Kehutanan harus menerima keselurahan hasil penelitian dan rekomendasi terhadap perubahan peruntukan kawasan hutan, bahkan jelas pada PP 104/2015 disebutkan dapat menerbitkan keputusan Perubahan Peruntukan Kawasan Htan untuk sebagian atau seluruh Kawasan Hutan yang diusulkan.
Lantas, apakah ketika hasil kajian dan rekomendasi Tim Terpadu tidak sepenuhnya diakomodir oleh Menteri Kehutanan dalam perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan, maka pembahasan dan persetujuan Perda RTRWP tetap menunggu keputusan Menteri KLHK untuk merubah kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan sisa areal hasil kajian dan rekomendasi Tim Terpadu?
Mengutip Pasal 32 PP Nomor 10/2010, “Keputusan Menteri tentang perubahan peruntukan kawasan hutan untuk wilayah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (7) diintegrasikan oleh gu- bernur dalam revisi rencana tata ruang wilayah provinsi yang dilakukan untuk ditetapkan dalam pera- turan daerah provinsi”. Sama halnya pada Pasal 33 PP Nomor 104/2015, “Keputusan Menteri tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan untuk wilayah provinsi sebagaiman dimaksud dalam Pasal 31 ayat (5) dan ayat (7) diintegrasikan oleh gubernur dalam revisi rencana tata ruang wilayah provinsi”.
Sehingga tidak ada alasan bagi Pansus Ranperda Riau harus menunggu sisa rekomendasi Tim Terpadu yang tidak diakomodir oleh Menteri Kehutanan pada tahun 2014 untuk menuntaskan status kawasan hutan. Artinya kawasan hutan yang tidak diakomodir oleh Menteri Kehutanan 2014 menjadi bukan kawasan hutan maka statusnya tetap kawasan hutan. Pihak Pansus tetap dapat mem-proses Ranperda RTRWP ini dengan menggunakan SK Kawasan Hutan yang terakhir dikeluarkan oleh KLHK yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan SK 673 Tentang perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan.
3. Rekomendasi Tim Terpadu dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 673/Menhut-II/2014 Dalam penyesuaian pemanfaatan ruang dalam revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Riau, Gubernur Riau HM Rusli Zainal (kini mantan) pada 2010 mengusulkan perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan seluas 3.530.696 hektar. Kemudian Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan pada tahun 2010 membentuk Tim Terpadu melakukan penelitian dan pada Juli 2012 Tim Ter- padu telah memberikan rekomendasi perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan lebih kurang 2.736.137 hektar.
Namun, Kementerian Kehutanan di hadapan Gubernur Riau, Bupati/Walikota se Provinsi Riau dan Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional pada 5 Desember 2012 menyetujui Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan menjadi Bukan Kawasan Hutan hanya seluas 1.638.249 hektar.
Tabel 6. Rekomendasi Perubahan Kawasan Hutan dan Penunjukan Baru Kawasan Hutan di Provinsi Riau Berdasarkan Kajian Tim Terpadu Juli 2012
Luas (ha) berdasarkan Laporan Timdu 2012
Pada 08 Agustus 2014, Menteri Kehutanan telah menetapkan Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan Provinsi Riau berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 673/
Menhut-II/2014, Tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan seluas 1.638.249 hektar, Perubahan Fungsi Kawasan Hutan seluas 717.543 hektar dan penunjukan Bukan Ka- wasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan seluas 11.552 hektar di Provinsi Riau.
Perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan terdiri dari perubahan Hutan Pro- duksi Terbatas seluas 167.881 hektar, Hutan Produksi 80.437 hektar dan Hutan Produksi dapat Dikon- versi 1.389.993 hektar.
Sepertinya dijelaskan diatas, bahwa masalah besar yang dihadapi Pansus terkait Ranperda RTRWP Riau adalah terkait dengan tidak diakomodirnya rekomendasi dari Tim Terpadu seluas 2,7 juta hektar, semen- tara berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014 dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 903/MENLHK/SETJEN/PLA.2/12/2016, 07 Desember 2016, Tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau hanya mengakomodir perubahan peruntu- kan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan sekitar 1,7 juta hektar.
4. Rekomendasi Tim Terpadu dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 673/Menhut-II/2014 berpo- tensi Masalah Hukum Dengan Indikasi Pemutihan
Kajian Tim Terpadu terhadap usulan perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan salah satunya adalah areal perkebunan besar swasta yang mendapat Izin Usaha Perkebunan (IUP) dari pemer- intah daerah berdasarkan Perda Nomor 10 Tahun 1994 tentang RTRW Provinsi Riau atau berdasarkan RTRW Kabupaten/Kota.
Beberapa perkebunan tersebut telah mendapatkan Hak Guna Usaha atau sertifikat dari BPN, meskipun tidak melalui prosedur pelepasan kawasan hutan. Sebagian besar areal perkebunan tersebut berada di dalam kawasan HPK/PL, namun ada beberapa lokus usulan perubahan kawasan hutan di dalam areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK).
Tentunya dengan alasan ini memberikan ruang bagi perkebunan sawit yang terlanjur mengembangkan kebun sawit dalam kawasan hutan, meskipun tidak melalui prosedur pelepasan kawasan hutan dapat diakomodir dalam perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan.
Tim Terpadu sepertinya memberikan rekomendasi perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan dengan menghilangkan unsur pelanggaran atau melakukan pemutihan atas pelanggaran yang terjadi dalam kawasan hutan, misalnya memberikan rekomendasi terhadap kebun yang memiliki Hak Guna Usaha (HGU) tanpa melalui prosedur pelepasan kawasan hutan, pertimbangan Tim Terpadu ada-
lah; karena lokasi ijin HGU berada di kawasan HPK/PL atau merupakan kawasan perkebunan dalam RTRWP, banyak institusi publik yang terlibat dan sudah melibatkan pemangku kehutanan di daerah.
Padahal bagian lain Tim Terpadu menyebutkan Hasil penelitian Tim Terpadu ini tidak dimaksudkan menghilangkan unsur pelanggaran atau melakukan pemutihan atas pelanggaran yang terjadi dalam kawasan hutan. Namun menjadi ambigu ketika hasil dan kajian Tim Terpadu merekomendasikan perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan. Berikut beberapa contoh usulan perubahan peruntukan Hutan Produksi Terbatas yang direkomendasi Tim Terpadu menjadi Areal Penggunaan Lain dan hasil temuan Eyes on the Forest 2016:
1. HPT. Tesso Nillo direkomendasi menjadi Areal Penggunaan Lain seluas 32.168 ha karena merupa- kan areal pemukiman tua dan lahan garapan yang berada di Desa Lubuk Kembang Bunga, Bagan Mentimun, Sungai Jambu, Pesikayan, Batu Rijal Hulu, Situgal, Lubuk Kabun, Logas Tanah Darat, Rambahan, Mendosabar, Gunung Sahilan, Penghidupan, Sungai Pagar, Pantai Raja, Lubuk Sakat, Lubuk Siam, Bancah Kabu, Pematang Kubang, Sotol, Rantau Taras, Singawek, dan Desa Mentulik, serta Desa-desa pada areal Transmigrasi; secara yuridis formal pada sebahagian areal tersebut mer- upakan areal konsesi IUPHHK-HT PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), PT. Rimba Seraya Utama (RSU), dan PT. Nusa Wana Raya (NWR); secara biofisik tersebut merupakan areal yang tidak berhutan dengan kelas skor pada umumnya <125.
Temuan EoF adalah; tidak ditemukan adanya pemukiman tua dan lahan garapan masyarakat. EoF menemukan Pabrik Kelapa Sawit PT Agro Abadi yang mulai operasi 2012 dan tanaman sawit yang berumur sekitar 10 tahun. Berdasarkan BPN Riau 2016 telah memiliki HGU seluas 968 hektar. Se- lanjutnya kebun sawit oleh PT Agro Abadi tumpeng tindih dengan konsesi IUPHHK-HT PT Rimba Seraya Utama lebih kurang 4.829 hektar. Padahal izin IUPHHK-HT PT Rimba Seraya Utama masih aktif hingga sekarang.
Peta 1. Photo 1 dan 2 ditemukan Pabrik Kelapa Sawit PT Agro Abadi yang mulai operasi 2012 dan tanaman sawit yang berumur sekitar 10 tahun. Padahal sebelum keluarnya SK 673/Menhut-II/2014, 8 Agustus 2014,
lokasi photo 1 dan 2 ini masih merupakan Hutan Produksi Terbatas. Namun berdasarkan SK 878/Men- hut-II/2014, 29 September 2014, lokasi photo 1 dan 2 sudah menjadi Areal Penggunaan Lain dan berdasar-
kan BPN Riau 2016 telah memiliki HGU seluas 968 hektar. Photo 3-8 menunjukan kebun sawit oleh PT Agro Abadi di konsesi IUPHHK-HT PT Rimba Seraya Utama lebih kurang 4.829 hektar, namun berdasar- kan SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014, areal pada photo 3-8 sudah menjadi Areal Penggunaan
Lain.
2. HPT. Sungai Mengkikit direkomendasi menjadi Areal Penggunaan Lain seluas 7.810 ha karena merupakan areal permukiman tua dan lahan garapan yang berada di Desa Meskom, Delik, Parit Tiong, Kampung Tengah, Wonosari Barat, Kelapa Sari, Pedekik, Bangkingan, Pangkalan Batang, Kamppung Parit, Pelimau, Senderek, Sebauk, Simpang Belut, Simpang Baru, dan Desa Simpang Ayam; secara yuridis formal areal tersebut tidak merupakan areal konsesi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu; secara biofisik merupakan areal yang tidak berhutan dengan kelas skor pada umumnya di bawah 125; Pada areal yang direkomendasi terdapat areal perkebunan yang telah mendapat Hak Guna Usaha (HGU) dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan bekerjasama den- gan masyarakat dengan sistem Pola KKPA.
Temuan EoF adalah, tidak ditemukan adanya pemukiman tua dan lahan garapan masyarakat. EoF menemukan 1 Pabarik Kelapa Sawit yang sudah mulai beroperasi 2013 dan kebun kelapa sawit PT Meskom Agro Sarimas yang berumur sekitar 13 tahun. Padahal sebelum keluarnya SK 673/Men- hut-II/2014, 8 Agustus 2014, masih merupakan Hutan Produksi Terbatas. Namun berdasarkan SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014 sudah menjadi Areal Penggunaan Lain dan berdasarkan BPN Riau 2016 telah memiliki HGU seluas 3.868 hektar.
Peta 2. Photo 1, 2 dan 3 ditemukan kebun kelapa sawit PT Meskom Agro Sarimas yang berumur sekitar 13 tahun. Padahal sebelum keluarnya SK 673/Menhut-II/2014, 8 Agustus 2014, lokasi photo 1, 2 dan 3 ini
masih merupakan Hutan Produksi Terbatas. Namun berdasarkan SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014, lokasi photo 1 dan 2 sudah menjadi Areal Penggunaan Lain dan berdasarkan BPN Riau 2016 telah memiliki HGU seluas 3.868 hektar. Photo 4 ditemukan 1 PKS yang telah beroperasi sejak 2013. Photo 6, 7
dan 8 menunjukan pengembangan kebun sawit oleh PT Meskom diluar HGU
3. HPT. Mahato Kanan direkomendasi menjadi Areal Penggunaan Lain seluas 23.741 ha karena merupakan areal permukiman dan lahan garapan terdiri dari 13 buah Dusun berpenduduk sebanyak 26.000 jiwa yang berada di Desa Kuala Mahato; secara yuridis formal areal yang direkomendasi ti- dak merupakan areal konsesi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu; secara biofisik areal yang direkomendasi merupakan areal yang tidak berhutan dengan kelas skor pada umumnya <125.
Temuan EoF adalah, tidak ditemukan adanya areal pemukiman tua dan lahan garapan masyarakat.
EoF menemukan kebun sawit PT Torusganda telah berumur sekitar 13 tahun. Diperkirakan luasn- ya mencapai 22,389 hektar. Padahal sebelum keluarnya SK 673/Menhut-II/2014, 8 Agustus 2014, lokasi areal kebun ini masih merupakan Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Produksi. Namun berdasarkan SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014 sudah menjadi Areal Penggunaan Lain.
Peta 3. Photo 1 – 8 menunjukan kebun sawit PT Torusganda telah berumur sekitar 13 tahun. Diperkirakan luasnya 22,389 hektar. Padahal sebelum keluarnya SK 673/Menhut-II/2014, 8 Agustus 2014, lokasi photo 1-8 ini masih merupakan Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Produksi. Namun berdasarkan SK 878/Men-
hut-II/2014, 29 September 2014, lokasi photo 1-8 sudah menjadi Areal Penggunaan Lain.
5. Temuan Jikalahari dan Eyes on the Forest pada hasil kajian dan rekomendasi Tim Terpadu dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 673/Menhut-II/2014 berpotensi Masalah Hukum Dengan Indikasi Pemutihan
Pada tahun 2016 dan 2017 Eyes on the Forest dan Jikalhari telah melakukan investigasi lapangan terh- adap hasil kajian dan rekomendasi Tim Terpadu dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 673/Men- hut-II/2014, terutama pada perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan.
Seperti diketahui pada rentang waktu setelah Menteri Kehutanan menetapkan Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan Provinsi Riau berdasarkan Keputusan Menteri Ke- hutanan Nomor 673/Menhut-II/2014, tanggal 8 Agustus 2014 dengan keluarnya Surat Keputusan Men- teri Kehutanan Nomor 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014, Tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau, Gubernur Riau Anas Maamun (kini mantan) pada 25 September 2014, tertangkap tangan oleh KPK atas dugaan menerima suap dalam kasus perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan.
Tabel 7. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 673/Menhut-II/2014, Tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan seluas 1.638.249 hektar, Perubahan Fungsi Kawasan Hutan seluas 717.543 hektar dan penunjukan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan seluas 11.552 hektar di Provinsi Riau
Luas (ha) berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan SK Nomor 673/2014
Sangat menarik dikaji lebih mendalam, ketika 4 hari menjelang Menteri Kehutanan menetapkan ka- wasan hutan di Riau, Gubernur Riau Anas Maamun tertangkap tangan oleh KPK atas dugaan mener- ima suap dari pengusaha dan perusahaan sawit karena mengajukan perubahan peruntukan kawasan hutan.
Menurut pernyataan dalam persidangan kasus ini, uang tersebut digunakan untuk melobi Kementerian Kehutanan agar bersedia menerima usulan perusahaan dan pengusaha sawit agar arealnya menjadi bukan kawasan hutan. Namun langkah mantan Gubernur Riau ini tidak berkesampaian ke Menteri Kehutanan dan lebih dulu diendus KPK.
Dan berselang 4 hari setelah penangkapan ini Menteri Kehutanan mengeluarkan Surat Keputusan Tentang Kawasan Hutan Provinsi Riau, 29 September 2014. Dalam kasus korupsi kehutanan mantan Gubernur Riau ini telah dijatuhi hukuman 7 tahun penjara, karena terbukti menerima suap dari pengu- saha sawit untuk tujuan perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan di Riau.
Adanya kasus suap yang melibatkan mantan Gubernur Riau Anas Maamun yang terbukti menerima uang dalam upaya melobi pihak Kementerian Kehutanan dalam upaya perubahan peruntukan kawasan hutan pada September 2014, menimbulkan banyak pertanyaan.
Apakah perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan sekitar 1,6 juta ha terind- ikasi dilakukan dengan cara yang serupa dengan kasus mantan Gubernur Riau? Apakah perubahan pe- runtukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan hanya mengakomodir kepentingan perusahan dan pengusaha sawit saja? Apakah Pemerintah Provinsi Riau sampai sekarang belum menyelesaikan RTRWP karena masih banyak perusahaan sawit dan pengusaha sawit yang mendesak minta dilegal- kan?
Tim Eyes on the Forest (EoF) dan Jikalahari melakukan kajian dan pemantauan lapangan untuk mem- peroleh data dan informasi otentik apakah pada areal perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan telah dikuasai oleh perusahaan atau cukong sawit sejak lama?
Hal ini untuk menjawab pertanyaan perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan hanya terkesan melegalkan perusahaan dan pemodal sawit yang sudah menduduki kawasan sejak lama. Adakah dari proses ini mengindikasikan terjadinya korupsi dan praktik pencucian uang dalam perubahan peruntukan kawasan hutan di Riau?
Hal pertama yang dilakukan oleh tim EoF dan Jikalahari adalah melakukan analisa peta perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan huan seluas 1,6 juta hektar sesuai SK Menhut 673/
Menhut-II/2014. Selanjutnya, peta ditumpangtindihkan (overlay) dengan peta Kawasan Hutan sesuai SK Menhut 878/Menhut-II/2014. Hal ini untuk memastikan apakah areal perubahan peruntukan men-
Penunjukan Kawasan Baru Menjadi
KSA/KPA, HL, HPT atau HP
Menjadi HPK
Menjadi KSA/KPA,
HL, HPT atau HP
KSA/KPA 2,186.00 - 5,796.00 - HL 17,636.00 - 5.00 - HPT 447,636.00 34,342.00 4,846.00 167,881 HP 11,493.00 - 905.00 80,437
HPK 204,250.00 - 1,389,931
683,201.00
34,342.00 11,552.00 1,638,249.00 Tipologi awal
Rekomendasi Perubahan Kawasan Hutan Perubahan Fungsi
Perubahan Peruntukan
Jumlah 717,543.00
jadi bukan kawasan hutan tidak termasuk lagi dalam kawasan hutan.
Selanjutnya pada areal 1,6 juta hektar tersebut atau areal yang tidak lagi termasuk kawasan hutan berdasarkan SK Menhut 878/Menhut-II/2014 ditumpangsusun dengan peta analisis tutupan lahan yang dianalisis oleh WWF Indonesia tahun 2014. Pada peta tutupan lahan telah menggambarkan tutupan lahan telah ditanami sawit, akasia dan lainnya.
Kemudian dilakukan analisis sejarah tutupan hutan melalui citra Landsat, jika sejarah tutupan hutan menunjukan pola yang teratur diindikasikan dilakukan oleh perusahaan atau pemodal. Terakhir, dilaku- kan pengecekan lapangan untuk membuktikan apakah pada areal yang termasuk perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan hutan telah ditanami sawit, identifikasi kepemilikan, luas, umur tana- man, dan informasi lainnya.
Hasil data lapangan diverifikasi dengan data pelepasan kawasan hutan hutan di Riau, memastikan apa- kah perusahaan sawit yang teridentifikasi termasuk 140 perusahaan sawit di Riau yang telah memper- oleh pelepasan kawasan hutan hingga tahun 2015. Jika perusahaan yang teridentifikasi tidak termasuk dalam perusahaan yang telah memperoleh pelepasan kawasan hingga tahun 2015, dapat dipastikan bahwa perusahaan dan pemodal sawit tersebut sudah menduduki kawasan tersebut sejak lama atau mengembang kebun sawit tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Tim EoF dan Jikalahari telah mengidentifikasi sekitar 55 perusahan dan pemodal atau berdasarkan analisis citra, wawancara, & pengamatan di lapangan mencapai luas 136.304 hektar. Kebun sawit tersebut merupakan hasil kajian dan rekomendasi tim terpadu yang kemudian diakomodir pada Kepu- tusan Menteri Kehutanan Nomor 673/Menhut-II/2014, Tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan seluas 1.638.249 hektar, Perubahan Fungsi Kawasan Hutan seluas 717.543 hektar dan penunjukan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan seluas 11.552 hektar di Provinsi Riau.
Dari 55 perusahaan dan pemodal yang teridenfikasi tersebut, berdasarkan data HGU BPN 2016 ter- dapat 27 perusahaan telah memiliki HGU dan sekitar 28 perusahaan belum memiliki HGU. Total areal yang teridenfikasi sekitar 136.304 hektar.
Dari total 136.304 hektar kebun sawit yang teridentifikasi, berdasarkan SK Nomor 173/Kpts-II/1986
& 7651/Menhut-VII/KUH/2011 Tentang Kawasan Hutan Riau, terdapat 101.925 hektar berada da- lam kawasan hutan, antara lain HPT 22.164 hektar, HP 25.844 hektar, HPK 53.881 dan HL 36 hektar.
Setelah terbitnya SK 673/2014 dan SK 878/2014 dari 55 perusahaan yang teridentifikasi masih berada dalam kawasan hutan sekitar 19.308 hektar. Sebagian besar umur tanaman kelapa sawit pada 55 peru- sahaan yang teridentifikasi lebih dari 10 tahun dan bahkan telah mencapai 25 tahun.
Tabel 8. Temuan Eyes on the Forest dan Jikalahari terhadap hasil kajian dan rekomendasi Tim Terpa- du yang diakomodir di SK 673/2014 dan SK 878/2014
Dari temuan diatas, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan harus berhati-hati untuk menyetu- jui perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan. Karena ada indikasi perubah- an kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan sebagaimana SK Nomor 673/2014 berpotensi mas- alah hukum dengan indikasi pemutihan.
Luas (ha) berdasarkan analisis citra, wawancara,
&
HGU APL HPT HP HPK HL APL HP HPT HPK HL
1 Agro Abadi Panca Eka 968 968 968 12
2 PT Meskom Agro Sarimas Sarimas 3,868 3,325 542 3,861 7 13
3 PT Torusganda 22,390 - 9,867 12,522 22,390 12
4 PT Riau Agung Karya Abadi 1,013 - 1,013 1,013 11
5 PT Peputra Supra Jaya Peputra Masterindo 10,670 - 4,701 5,969 6,276 3,824 173 397 25
6 PT Arindo Tri Sejahtera First Resources 3,641 493 99 3,050 3,641 24
7 PT Damara Abadi 200 200 200 20
8 PT Jalur Pusaka Sakti Kumala 500 38 462 500 13
9 PT Kampar Palma Utama Panca Eka 500 500 500 10
10 PT Perdana Inti Sawit Perkasa First Resources 3,390 3,390 3,390 9
11 PT Sawit Unggul Prima Plantation 600 600 600 15
12 PT Wasundari Indah 965 965 233 732 10
13 PT Yutani Suadiri 300 300 300 13
14 PT Masuba Citra Mandiri Bumitama Gunajaya Agro 1,702 - 339 1,362 1,702 13
15 PT Kinabalu 772 - 772 772 17
16 PT Percohu Permai 798 - 5 28 765 770 28 16
17 PT Pesawoan Raya 580 - 580 573 7 10
18 PT Sinar Reksa Kencana 689 - 689 689 6
19 PT Bumi Sawit Perkasa 10,643 - 3 6,665 3,976 3,873 3,771 3,000 10
20 PT Sinar Siak Dian Permai Wilmar 1,061 - 1,061 1,061 20
21 PT Surya Agrolika Reksa Adimulya 1,724 428 1,296 1,296 428 20
22 Koperasi Air Kehidupan Aek Natio 439 - 439 439 12
23 PT Wanasari Nusantara/KUD Tupan Tri Bhakti 2,368 - 2,060 308 2,368 25
24 PT Tri Bhakti Sarimas/KUD Prima Sehati Sarimas 5,022 - 5,022 5,022 18
25 PT Ramajaya Pramukti Golden Agri-Resources 2,098 2,098 2,098 22
26 Koperasi Dubalang Jaya Mandiri 246 7 239 246 12
27 PT. Surya Intisari Raya First Resources 206 183 22 183 22 6
28 PT. Kaliagung Perkasa 741 220 521 278 463 20
29 KUD Bumi Asih 737 12 205 521 673 64 18
30 PT. Ciliandra Perkasa First Resources 6,759 3,860 3,249 1,835 1,209 430 36 5,470 1,206 47 36 24 31 PT. Surya Intisari Raya 2 First Resources 1,147 628 659.00 301 32 155 1,115 32 5
32 PT. Indrawan Perkasa 9 9 5 4 8
33 PT. Gunung Mas Raya Indofood 625 625 27 402 196 327 298 23
34 KUD Sakato Jaya Lestari 523 523 417 106 13
35 PT. Sari Lembah Subur - Tampoi Astra 874 104 210 560 665 210 11
36 PT. Johan Sentosa Darmex 7,122 5,764 5,696 16 1,193 217 7,122 22
37 Ucok Pane 180 180 64 117 8
38 S. Pane 316 316 299 16 14
39 PT. Agro Sarimas Indonesia Sarimas 932 932 182 750 17
40 PT. Sari Lembah Subur - Mak Teduh Astra 686 4 682 255 431 8
41 PT. Perkebunan Nasional V Sei Lala PTPN 921 921 921 572 349 16
42 PT. Sumber Sawit Sejahtera 1,948 3,876 4 1,944 1,948 5
43 PT. Sugih Indah Sejati Wira 633 633 23 610 633 23
44 PT. Bintang Riau Sejahtera Borneo Pasific 2,162 2,162 18 2,144 1,535 18 610 8
45 PT. Berlian Mitra Inti 765 765 744 21 20
46 PT. Kosta Palmira 613 247 22 344 592 22 7
47 PT. Budi Murni Panca Jaya 533 533 28 505 533 25
48 PT. Perkebunan Nasional V Sei Parit PTPN 2,748 2,748 1,676 1,072 1,929 819 18
49 PT. Perkebunan Nasional III Sei Meranti PTPN 1,244 1,244 1,244 20
50 PT. Langgam Inti Hibrindo Provident Agro 8,511 8,511 6,333 2,178 7,525 985 20
51 PT. Murini Wood Indah Industries First Resources 7,835 7,835 6,041 6 1,788 7,770 6 58 22
52 PT. Serikat Putera 13,174 13,174 11,659 41 1,474 12,994 41 139 20
53 PT. Perkebunan Nasional V Sei Rokan PTPN 7,979 7,979 7,903 76 7,970 9 20
54 PT. Astra Agro Lestari Astra 3,586 3,586 3,255 61 270 3,522 61 2 22
55 KUD Sawit Jaya 4,402 3,614 788 4,402 18
136,304
81,589 53,133 22,164 25,844 53,881 36 135,749 10,642 320 8,310 36 Umur sawit
(thn)
Total
NO PERUSAHAAN / KOPERASI / PEMODAL GROUP / MITRA
Luas (ha) KAWASAN BERDASARKAN 173/Kpts-II/1986 &
7651/Menhut-VII/KUH/2011 Fungsi Kawasan Hutan 878/Menhut-II/2014