52
53
Praktik lari ikut atau paru dheko dilakukan oleh perempuan dan laki-laki yang sudah memiliki hubungan khusus, seperti pacaran. Keduanya, sudah merencanakan waktu untukpihakperempuan mendatangi rumah laki-laki tersebut yang sudah dalam keadaan hamil atau belum.
Dalam hal ini, Islam melarang seluruh aktivitas perbuatan yang menjerumuskan hambanya ke arah perzinahan, termasuk aktivitas yang ada dalam kegiatan pacaran. Apabila Islam mengharamkan sesuatu, maka ditutupnya segala macam jalan yang akan membawa dan mendatangkan perbuatan haram tersebut serta mengharamkan pula cara apa saja serta seluruh pendahuluannya yang mungkin dapat membawa kepada perbuatan haram itu. Allah mengharamkan perzinahan dan jalannya perzinahan itu dimulai dari pergaulan bebas, dari saling pandang memandang yang disertai dengan perasaan syahwat, dari berkhalwat (menyepi dan bersendirian yang jauh dari keramaian dan bahkan tidak disertai mahromnya), maka jalan-jalan tersebut yang mengantarkan kepada perzinahan yang dilarang dan jangan didekati. 89
Berkahwat merupakan yang diharamkan oleh Islam karena menyendiri atau menyepi seorang laki-laki dan perempuan yang bukan istrinya dan bukan salah satu kerabatnya yang haram untuk dinikahi selamanya. 90
2. Berencana melakukan lari ikut atau paru dheko
Dalam proses paru dheko atau lari ikut, tentunya laki-laki dan perempuan yang memiliki keinginan untuk menikah, namun tidak mendapatkan restu dari keluarga perempuan, keduanya bertemu di satu tempat dan waktu yang sudah direncanakan, dalam hal ini Islam menamai dengan istilah Ikhtilath yakni berkumpulnya seorang laki-laki dengan perempuan yang bukan mahromnya dalam bentuk kebersamaan yang menumbuhkan keraguan dan rawan terjadinya perzinahan.
91
Dalam praktik lari ikut juga terjadi khalwat atau berduaan dengan perempuan yang bukan mahromnya.Perbuatan tersebut dalam Islam sangat dilarang.
Sebagaimana dalam hadis Nabi Sallaullahu ‘ Alaihiwasallam:
Artinya: “Barang siapa yang berimana kepada Allah dan beriman kepada hari akhir, maka janganlah sekali-kali dia bersendirian (menyepi) dengan seorang perempuan yag tidak disertai mahromnya, karena yang menjadi ketiganya adalah setan.” (HR Ahmad)
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra Ia berkata; Aku pernah mendengar Nabi berpidato: “Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita, kecuali ia bersama muhrimnya. Dan janganlah seorang wanita bepergian kecuali ia bersama muahromnya. Tiba-tiba ada seorang laki-laki bangkit berdiri dan berkata,
89Abu Mujadidul Islam dan Lailatus Sa’adah, Op cit, hlm 97-98
90Yusuf al-Qardawi, Haram dan Halal Dalam Islam, Terj. Abu Sa’id al-Falahi dan Aunur Rafiq Shaleh, (Jakarta: Rabbani Press, 2000), hlm 167
91Abu Mujadidul Islam dan Lailatus Sa’adah, Op cit, hlm 98
54
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya istriku bepergian untuk menunaikan ibadah haji, sedangkan aku terkena kewajiban untuk mengikuti peperangan ini. Maka beliau bersabda, “Berangkatlah untuk berhaji bersama istrimu” (HR Bukhori dan Muslim).
Manusia yang berakal dan mempunyai dasar agama serta harga diri yang tinggi, apabila dia seorang mukmin yang bertakwa, mereka tidak akan pernah mau menjatuhkan dirinya ke dalam perbuatan yang mengakibatkan kehinaan dan kenistaan. Mereka menjauhi perbuatan-perbuatan yang mendatangkan kemurkaan Allah dan Rasul-Nya, mereka bertolak belakang dengan ajakan dan rayuan setan yang selalu mengajak dan menggoda manusia untuk selalu bersendirian. Setan adalah musuh bebuyutan bagi kita semua, ia selalu mengajak dan menjerumuskan ke dalam kesesatan dan kenistaan serta murka Allah.
Dalam berkhalwat, setan memegang peranan penting untuk membuka jalan kemurkaan Allah. Setan menjadi orang yang kedua bagi orang yang sendirian dan setan menjadi pihak ketiga bagi orang yang berduaan, maka janganlah seorang laki- laki berduaan dengan seorang perempuan yang bukan mahromnya dan juga sebaliknya, karena yang menjadi teman ketiganya adalah setan92.
3. Tinggal di rumah laki-laki
Dalam Islam, Allah SWT melarang hubungan laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom sebelum terjadinya pernikahan, apalagi sampai menetap di rumah laki-laki.Islam meletakkan pondasi penting dan sangat kokoh untuk menjaga hubungan antar sesama, terutama lawan jenis, karena jika pondasi ini rusak, maka akan terjadi dan muncul kerusakan-kerusakan selanjutnya di tatanan masyarakat, seperti aborsi, anak dibuang, pemerkosaan, pembunuhan, penyebaran HIV/AIDS, dan sebagainya. Oleh karena itu, Allah meletakkan aturan larangan berhubungan antar lawan jenis tanpa ada hubungan yang sah atau yang disebut zina. 93
Terjadinya paru dheko atau lari ikut apabila seorang perempuan mendatangi rumah laki-laki tanpa didampingi mahromnya dan memilih menetap selama dua atau tiga hari. Tindakan ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam, dimana seorang perempuan yang mendatangi rumah laki-laki tanpa izin keluarga.
Manusia diciptakan oleh Allah swt dengan anugerah akal, yang menjadi tolak ukur atas perbuatan yang akan dilakukan. Halal haram menjadi patokan seorang muslim sebagai hamba yang taat untuk melakukan setiap perbuatan. Karena Islam memiliki standar tertentu untuk menilai suatu yang buruk dan baik, yakni halal haram. Karena apabila, Islam melarang suatu perbuatan tersebut, maka sudah jelas terdapat keburukan pada perbuatan tersebut sedangkan jika Islam menghalalkan suatu perbuatan sudah pasti terdapat kebaikan.
4. Tidak diketahui oleh keluarga
92Abu Mujadidul Islam dan Lailatus Sa’adah, Op cit, hlm 101
93Amar Abdullah bin Syakir, Tinggal serumah tanpa Hubungan sah suami-istri, dalam http://www.hisbah.net/tinggal-serumah-tanpa-hubungan-sah-suami-istri, diakses tanggal 22 April 2022, Pukul 12.26.
55
Praktik pelaksaan lari ikut atau paru dheko di masyarakat Kelurahan Mautapaga biasanya tidak diketahui oleh keluarga atau dilakukan secara diam-diam.
Praktik paru dheko adalah salah satu bentuk pernikahan yang tidak memenuhi syarat dari peminangan menurut Hukum Islam. Salah satunya adalah melanggar aturan etika peminangan atau khitbah, seorang perempuan atau laki-laki yang bukan mahrom dilarang berkhalwat atau berduaankarena dikhawatirkan akan terjadi pelanggaran syariat Islam, yakni melakukan perbuatan nista dan sia-sia.94
Praktik paru dheko atau lari ikut, dimana laki-laki dan perempuan berinteraksi di luar kepentingan syara’ yang menimbulkan khalwat yang dilarang dalam Islam. Dalam kondisi dimana laki-laki dan perempuan menepi tidak menutup kemungkinan akan terjadinya zina. Dan Allah melarang keras perbuatan tersebut, mendekatinya saja tidak boleh apalagi melakukannya. Sebagaimana Firman Allah95
َس َء ٖٓ
ا َس َو ًة َش ِح َٰ
ف َناَك ۥ ُهَّنِإ ۖ ٰٖٓى َنِِّزلٱ ۟اوُبَرْقَت َلََو ًليِب
Artinya: "Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk”
Menurut Buya Hamka, zina adalah segala persetubuhan yang tidak disahkan dengan nikah.96 Islam adalah agam syamil wa kamil, sempurna dan menyeluruh.
Islam menutup suatu yang menjadi pintu masuk yang mengantarkan seorang hamba kepada kejelekan dan kebinasaan. Sehingga Allah swt melarang semua perbuatan yang menjadi perantara/wasilah yang mengantarkan seorang hamba menuju perbuatan tersebut (zina).
Dalam hal ini, pernikahan yang tidak diketahui oleh pihak keluarga adalah salah satu bentuk pernikahan yang melanggar kesopanan. Tradisi paru dheko atau lari ikut di masyarakat Kelurahan Mautapaga yang tanpa diketahui oleh pihak keluarga merupakan salah satu aib yang harus ditutupi oleh pihak keluarga dan dianggap memalukan.
B. Analisis terhadap alasan atau faktor penyebab masyarakat melakukan paru dheko (lari ikut)
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di Kelurahan Mautapaga, ada beberapa faktor dan penyebab masyarakat melakukan paru dheko atau lari ikut:
1. Keterbatasan ekonomi
94Tihani dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat; Kajiah Fiqih Nikah Lengkap, (Jakarta: Rajawali Press, 2009), hlm 25
95QS Al-Isra [17]: 32
96Abdul Malik Abdul Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar, Juz 15 (Singapura: Pustaka Nasional PTE LTD, 1983), hlm 4047
56
Tingginya belis wanita saat dilamar, menjadi beban tersendiri bagi seorang laki-laki yang memiliki keinginan menikah namun sulit dengan keadaan ekonominya. Karena pelaksaan lari ikut atau paru dheko dilakukan oleh mereka yang memiliki faktor ekonomi menengah ke bawah, karena praktik ini dilakukan guna untuk menghindari beban yang harus ditanggung laki-laki saat hendak menikah. Jika masyarakat melakukan lari ikut atau paru dheko karena keterbatasan ekonomi, maka hal demikian paru dheko atau kari ikut hanya menjadi sebuah solusi atau cara cepat untuk melangsungkan pernikahan, yang kemudian menjadi sebuah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Kelurahan Mautapaga secara berulang sampai saat ini.
Proses peminangan pada umumnya yang dilakukan oleh masyarakat Kelurahan Mautapaga terlalu sulit dan banyak menghabiskan banyak biaya yang kemudian masyarakat mencari jalan cepat atau cara yang lebih memudahkannya, yakni melakukan lari ikut atau paru dheko.
Menurut Ash-Shidiqiey di dalam bukunya Falsafah Hukum Islam memberi batasan urf, dinamakan ‘adah atau kebiasaan-kebiasaan yang telah menjadi dan praktik kehidupan masyarakat. Urf dapt disadarkan sebagai sumber istinbath ketika tidak terdapat bahasannya dalam atau sumber hukum utama, yakni al-qur’an dan hadis dan tidak bertentangan dengan keduanya. Dalam hal ini, urf dibagi menjadi dua:
a. Al-Urf Fasid
Yaitu adat yang berlaku di suatu tempat meskipun merata pelaksanaannya, namun bertentagan dengan agama, Undang-undang negara dan sopan santun.
b. Al-Urf Shahih
Yaitu adat yang berulang-ulang dilakukan, diterima oleh banyak orang, tidak bertentangan dengan agama, sopan santun dan budaya yang luhur. Dibagi menjadi dua, yakni;
1) Al-Urf ‘am, adalah kebiasaan yang telah umum berlaku dimana-mana, hampir diseluruh penjuru dunia tanpa memandang negara, bangsa dan agama.
2) Al-Urf khas, adalah kebiasaan yang dilakukan oleh sekelompok orang di tempat tertentu atau pada waktu tertentu, tidak berlaku di semua tempat dan di sembarang waktu.97
Keadaan ekonomi masyarakat Kelurahan Mautapaga yang di dominasi dengan para nelayan, karena menetap tidak juah dari lokasi pantai membuat sebagian masyarakat tersebut terbebani dengan adanya biaya adat yang harus ditanggung sebelum melangsungkan pernikahan.
Dengan demikian, jika masyarakat Kelurahan Mauatapaga melakukan lari ikut (paru dheko) karena faktor ekonomi, maka hal demikian hanya menunjukkan bahwasanya tradisi tersebut hanya menjadi sebuah solusi cepat bagi laki-laki dan
97Amir Syarifudin, Ushul Fiqih, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm 367-368. Dan Muhamad Abu Zahrah, Ushul Fiqih, terj. Fuad Falahuddin dkk (Jakarta: Firdaus, 2003), hlm 418
57
perempuan untuk melangsungkan pernikahan. Yang akan terus menjadi sebuat tradisi yang dilakukan oleh masyarakat secara berulang sampai sekarang.
2. Hubungan yang tidak direstui
Allah swt telah memerintahkan manusia untuk melangsungkan pernikahan dengan jalan yang Allah ridhoi. Sebagaimana Firman Allah swt:
ْوُر َّك َذَت ْم ُكَّلَع َ
ل ِنْي َج ْوَز اَن ْق َلَخ ٍءْي َ ش ِلُك ْنِمَو َن
Artinya: “Dan segala sesuatu itu, Kami (Allah) jadikan berpasang-pasangan, agar kamu berpikir.98
Dalam Islam, memerintahkan umatnya untuk menikah dengan ajaran agama dan kepercayaan masing-masing yang bertujuan agar terciptanya kehidupan rumah tangga yang sakinnah, mawaddah warahmah yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dalam Kompilasi Hukum Islam merumuskan bahwasanya tujuan pernikahan adalah untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinnah, mawaddah, warahmah:
yaitu rumah tangga yang tentram, penuh kasih sayang serta bahagia lahir dan batin.
Akan tetapi untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih serius, tentunya ada serangkaian aturan yang harus diikuti. Selanjutnya setelah menetukan pasangan, langkah selanjutnya adalah menyampaikan keinginan menikah dengan persetujuan orang tua perempuan, melalui proses peminangan.
Peminangan adalah kegiatan upaya ke arah terjadinya hubungan perjodohan antara pria dan wanita atau seorang laki-laki yang meminta kepada seorang perempuan untuk menjadi istrinya, dengan cara yang umum berlaku di tengah masyarakat.99
Namun yang berlaku di masyarakat Kelurahan Mautapaga, pasangan laki-laki dan perempuan yang hendak melakukan lari ikut (paru dheko) biasanya dalam keadaan hamil dan tidak adanya persetujuan dari pihak keluarga perempuan sebagaimana tuntunan ajaran islam dalam hal meminang sehingga terjadilah praktik lari ikut (paru dheko).
3. Hamil di luar nikah
Dalam Undang-undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974, tidak diatur dalam bab atau pasal yang membolehkan atau melarang pernikahan wanita hamil. Dalam pasal 6 dan 7 dijelaskan syarat-syarat perkawinan, yakni persetujuan antara laki-laki dan perempuan, mendapat izin dari kedua orang tua, serta berusia 19 tahun bagi laki- laki dan peremupuan.100
Islam, membatasi hubungan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom. Sehingga, Islam memiliki aturan berinteraksi yang diperbolehkan atara
98 QS az-Zariyat [51]: 49
99 Ibid, hlm 73-74
100 Undang-undang perkawinan No 16 Tahun 2019 Pasal 7
58
laki-laki dan perempuan, misal dalam pendidikan, muamalah dan dalam bidang kesehatan. Kondisi ini, dimana laki-laki dan perempuan berinteraksi untuk menyelesaikan uzur keduanya.
Namun jika pintu permulaan dimulainya zina sudah diabaikan oleh pemuda pemudi, misal seperti pacaran, berkhalwat¸saling pandang memandang dengan tatapan yang dipenuhi syahwat dan lainnya, maka sudah tentu laki-laki dan perempuan akan menerobos batasan syara’ sudah di tetapkan Allah swt. Sehingga pada fakta masyarakat sekarang, benyak terjadi kasus pemerkosaan, pembunuhan, berzina dan tindakan buruk lainnya.
Seperti praktik lari ikut (paru dheko) pada masyarakat Kelurahan Mautapaga yang pada umumnya terjadinya hamil di luar nikah sebagai sebab adanya praktik lari ikut (paru dheko).
C. Analisis konsep Fiqih Munakahat dalam Islam terhadap tradisi paru dheko (lari ikut) pada masyarakat Kelurahan Mautapaga
Pernikahan merupakan ikatan yang suci dan sah, dalam al-qur’an dikenal dengan istilah mithaqan ghalizan, yaitu ikatan yang kokoh. Ikatan pernikahan mengandung nilai-nilai ubudiyah sebagaimana disyariatkan oleh agama, dengan maksud dan tujuan yang luhur101. Suatu pernikahan dimaksudkan untuk mewujudkan keluarga, selain sebagai tuntutan fitrah manusia, juga merupakan langkah awal membina rumah tangga dan merupakan ikatan yang berdasarkan nilai-nilai ketuhanan, untuk membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah. Disampng itu, pernikahan merupakan salah satu asas pokok hidup yang utama dalam pergaulan masyarakat. Hukum Islam memerintahkan seseorang menikah sesuai dengan kepercayaan dan agama masing-masing.102
Dalam Islam, hikmah dari menikah adalah agar terbinanya rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan rahmah. sebagaimana yang disebutkan oleh Sayyid Sabiq, bahwa hikmah pernikahan adalah:
1. Sesungguhnya naluri seks merupakan naluri yang paling kuat, yang selamanya menuntut adanya jalan keluar. Bilaman jalan keluar tidak dapat memuaskannya, maka banyaklah manusia yang mengalami goncang dan kacau saat menerobos jalan yang jahat. Allah SWT berfirman:
َلَع َجَو اَهْي َ
لِا ا ْٖٓوُنُك ْسَتِِّل اًجا َوْزَا ْمُك ِسُفْنَا ْنِِّم ْمُكَل َقَلَخ ْنَا ٖٓ هِتٰيٰا ْنِمَو ًة َّد َو َّم ْم ُكَنْيَب
َن ْوُر َّك َفَتَّي ٍمْو َقِِّل ٍتٰيٰ َلَ َكِلٰذ ْيِف َّنِاۗ ًةَمْحَرَّو
Artinya: Diantara tanda kekuasaannya ialah diciptakan bagi kamu pasangan dari dirimu sendiri agar kamu hidup tenang bersamanya dan cinta kasih
101Mahmud Syaltut, Islam Aqidah wa Syariah,, (Kairo: Dar al-Syuruq, 2007), hlm 141
102Undang-undang RI No 1Tahun 1974 tentang Perkawinan dan KHI (Jakarta: Grahamedia Press, 2014), hlm 2
59
sesama kamu. Sungguh, yang demikian itu merupakan tanda kekuasaan- Nya, bagi kaum yang berfikir”.103
2. Kawin adalah jalan terbaik untuk membuat anak menjadi mulia, memperbanyak keturunan, melestarikan hidup manusia serta memelihara nasab yang oleh Islam sangat diperhatikan sekali
3. Naluri kebapaan dan keibuan akan tumbuh saling melengkapi dalam suasana hidup dengan anak-anak dan akan tumbuh pula perasaan-perasaan ramah, cinta dan sayang yang merupakan sifat-sifat yang menyempurnakan kemanusiaan seseorang
4. Menyadari tanggung jawab beristri dan menanggung anak-anak menimbulkan sikap rajin dan sungguh-sungguh dalam memperkuat bakat dan pembawaan seseorang 5. Pembagian tugas, dimana yang satu mengurus dan mengatur rumah tangga
sedangkan yang lainnya bekerja di luar, sesyai dengan batas antara suami dan isteri dalam menangani tugas-tugasnya
6. Dengan perkawinan dapat membuahkan diantaranya tali perkawinan, memperteguh kelanggengan rasa cinta antar kekeluargaan dan memperkuat hubungan kemasyarakatan yang memang oleh Islam yang direstui, ditopang dan ditunjang.
Karena masyarakat yang saling menunjang lagi saling menyayangi akan merupakan masyarakat yang kuat lagi bahagia.104
Dalam Kompilasi Hukum Islam juga juga merumuskan tujuan sebuah pernikahan, yakni untuk terwujudnya sebuah rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah, yakni rumah tangga penuh cinta, kasih sayang dan bahagia. Akan tetapi untuk melaksanakan sebuah pernikahan yang sudah diajarkan oleh Agma, tentunya harus memenuhi standar yang ditetapkan oleh agama, yakni melalui pinangan/khitbah.
Peminangan berasal dari kata pinang yang berasal dari kata kerja meminang.
Sinonim meminang adalah melamar yang dalam bahasa arab disebut khitbah. Sedangkan secara etimologi meminang dapat diartikan sebagai meminta wanita untuk dijadikan istri , baik bagi diri sendiri atau orang lain.105 Sedangakn menurut terminologi, peminangan adalah kegiatan upaya ke arah terjadinya hubungan perjodohan antara pria dan wanita atau seorang laki-laki yang meminta kepada seorang perempuan untuk menjadi istrinya, dengan cara yang umum berlaku di tengah masyarakat.106
Sebagaimana yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 13:
1. Pinangan belum menimbulkan akibat hukum dan para pihak bebas memutuskan hubungan peminangan.
2. Kebebasan memutuskan hubungan peminangan dilakukan dengan tata cara yang baik sesuai dengan tutunan agar kebiasaan setempat, sehingga tetap terbina dan saling menghargai.
103Qs ar –Rum [30]: 21
104Ibid, hlm 18-19
105Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Baahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, edisi ke 3, Cet 3, 2005), hlm 875
106Ibid, hlm 73-74
60
Para Ahli Fiqih mengatakan bahwasanya, diperbolehkan bagi orang yang akan meminang perempuan dan optimis dan bisa diterima oleh perempuan itu untuk melihat hal-hal yang telah umum untuk dilihat darinya, dengan catatan tidak boleh berdua-duaan saja dan dengan pertimbangan jika aman dari fitnah.Sebagaimana Nabi bersabda;
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Umar, telah menceritakan kepada kami Hisyam, yakni anak Sulaiman, al-Makhzumy dari Ibnu Jurayi dengan rantai sanda yang sama tetapi tidak disebutkan. “Jaanganlah seorang laki- laki bersama seorang perempuan, melainkan (hendaklah) besertanya (ada) mahromnya.”107
Akan tetapi yang berlaku biasanya di masyarakat Kelurahan Mautapaga tidak seperti yang diatur oleh Hukum Islam. Secara garis besar, pernikahan yang dilakukan oleh masyarakat Kelurahan Mautapag tidak sesuai dengan Hukum Islam, yakni melalui paru dheko atau lari ikut. Dalam pelaksanaan praktik pernikahan tersebut, dimana seorang perempuan yang mendatangi rumah laki-laki secara diam-diam dan menginap selama dua atau tiga hari tanpa diketahui oleh keluarganya.
Islam adalah agama yang mengakui keberadaan adat di suatu wilayah tertentu, dengan alasan adat tersebut tidak bertentangan dengan dua sumber hukum islam, yakni al-qur’an dan hadis.
107 Shahih Muslim, Kitab Haji, No Hadis 3253
61 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai lari ikut (paru dheko), da[pat disimpulkan bahwa:
Paru dheko atau lari ikut adalah pelarian seorang gadis ke rumah laki-laki dan menginap selama dua atau tiga hari tanpa sepengetahuan orang tuanya di rumah laki- laki tersebut. Ada beberapa tahapan praktik yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang melakukan lari ikut atau parudheko. yakni;
1. Memiliki hubungan khusus/ pacaran
2. Berencana melakukan lari ikut atau paru dheko 3. Tinggal di rumah laki-laki
4. Tidak diketahui oleh keluarga
Sedangkan menurut, Tokoh Adat masyarakat Kelurahan Mautapaga ada beberapa tahapan praktik lari ikut (paru dheko), yakni sebagai berikut;
1. Setelah mengetahui perempuan dan laki-laki melakukan lari ikut, maka keluarga dari pihak perempuan malapor kepada kepala dusun setempat.
2. Selanjutnya, kepala dusun mendatangi rumah dari keluarga laki-laki dengan utusan dari keluarga perempuan sebanyak 2 sampai 4 orang.
3. Pengambilan putusan antara kedua belah pihak
Ada beberapa faktor terjadinya praktik lari ikut seperti tidak direstui keluarga, keterbatasan ekonomi dan hamil di luar nikah. Penjelasan sebagaimana yang didapatkan dari hasil penelitian, yakni;
1. Keterbatasan ekonomi
2. Hubungan yang tidak direstui 3. Akibat hamil di luar nikah
Dalam Konsep Fiqih Munakahat, praktik paru dheko atau lari ikut pada masyarakat Suku Ende bertentangan dengan ajaran Islam. Di praktek Kelurahan Mautapaga, dimana terjadinya perzinahan antara laki-laki dan perempuan sebelum terjadinya pernikahan. Karena praktik tersebut terjadi pertemuan antara perempuan dan laki-laki yang bukan mahrom, sehingga terjadilah khalwat. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Nabi SAW:
ٍمَر ْح َم و ُذَاهَعَمَوَّلَِإ ٍةَأَرْماِب لُجَر َّنَوُلْخَي َلَ
Artinya: “Janganlah seorang laki-laki itu berkhalwat (menyendiri) dengan seorang wanita kecuali ada mahram yang menyertai wanita tersebut.” (HR. Bukhari &
Muslim)
62
Sebagaimana yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam mendefinisikan tentang konsep peminangan bahwa peminangan adalah upaya ke arah terjadinya perjodohan antara seorang laki-laki dan perempuan. Selanjutnya dalam pasal 11 menerangkan bahwa peminangan dapat dilakukan oleh orang yang berkehendak mencari pasangan jodoh, tetapi dilakukan dengan perantara yang dapat dipercaya.
Namun dalam masyarakat Adat Suku Ende, adat tersebut merupakan tradisi turun menurun yang dilakukan oleh setiap generasi karena tetap memenuhi rukun dan syarat pernikahan dalam Islam. Namun praktik tersebut melanggar etika peminangan atau khitbah, karena dalam Islam seorang laki-laki dan perempuan dilarang berduaann karena dikhawatirkan terjadinya pelanggaran syariat karena menimbulkan perbuatan yang sia-sia dan nista.
B. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan diatas, maka peneliti menyajikan beberapa saran sebagai berikut:
1. Kepada seluruh pemerintah setempat, Tokoh Agama, Tokoh Adat, lebih menciptakan rutinitas positif kepada masyarakat Kelurahan Mautapaga.
2. Kepada masyarakat setempat, mengadakan pengajian rutinitas ibu-ibu dan kajian para remaja masjid (REMAS) di tiap kamis sore di masjid Raudatul Jannah Mautapaga.
3. Untuk pihak Akademisi, lebih mempelajari lagi mengenai pernikahan adat yang ada setiap daerah masing-masing.
4. Kepada peneliti, menjadi bahan masukkan dan perbaikan untuk penulisan selanjutnya