• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TUGAS KHUSUS

4.1. Analisis Struktur Gedung BPKP Denpasar Menggunakan ETABS

4.1.3. Beban Desain

Sistem pembebanan yang diaplikasikan pada struktur gedung adalah sistem pembebanan umum sesuai dengan Peraturan Beban Minimum Untuk Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lain (SNI 1727-2013).Sistem pembebanan terdiri dari:

1. Beban Mati 2. Beban Hidup 3. Beban Lingkungan 4. Beban Gempa

Tabel 4.1. Beban Desain

Beban Desain

Beban Struktur Beban Mati Beban Hidup

Beton bertulang

24

kN/m2 Tangga 1,31

kN/m2 Asrama 2,40

kN/m2 Baja Profil 78,5

kN/m2 Atap 0,78

kN/m2 Perpustakaan 2,87

kN/m2 Dinding pasangan

bata

2,5

kN/m2 Ruang penyimpanan 7,18 kN/m2 Beban Kaca 5 mm

dan frame

1,53 kN/m2

Ruang kelas dan ruang makan

4,79 kN/m2 Roof atap genting 0,5

kN/m2 Tangga 4,79

kN/m2

Beban dinding Area tanki air 8,9

kN/m2

Sumber : Dokument PT Brantas Abipraya 4.1.3.4. Beban Gempa

Wilayah gempa dari bangunan ini adalah berdasarkan peta zona gempa indonesia di bawah ini. Untuk perencanaan dan konstruksi komponen struktur beton bertulang dari suatu struktur, yang mana gaya rencana gempa telah ditentukan berdasarkan disipasi energi di dalam daerah nonlinier dari respon struktur tersebut. Dalam hal ini beban rencana lateral dasar akibat gerakan gempa untuk review struktur ini diambil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk rumah dan gedung SNI 1726-2019. Berdasarkan parameter respons percepatan perioda

68 pendek (SDS) dan perioda 1 detik (SD1), bangunan Gedung apartemen termasuk dalam Kriteria Desain Seismik (KDS) D, sehingga sistem penahan gaya gempa yang diijinkan adalah Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK).

Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) ini digunakan karena berdasarkan sitem lainnya SRPMK merupakan system yang lengkap dikarenakan telah memperhitungkan beban gaya gempa pada bangunan.

Berdasarkan peta pada google earth, apartemen yang terletak di Denpasar pada kordinat latitude -8.616667°dan longitude 115.21667°.

1. Menentukan Kategori Resiko Struktur Bangunan (I-IV) dan faktor keutamaan (Ie)

Untuk berbagai kategori risiko struktur bangunan gedung dan non gedung sesuai pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan Ie.

Tabel 4.2. Kategori Risiko Bangunan Gedung dan Non Gedung Untuk Beban Gempa

Jenis Pemanfaatan Kategori Risiko

Gedung dan nongedung yang dikategorikan sebagai fasilitas yang penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:

- Bangunan bangunan monumental - Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan - Rumah ibadah

- Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat - Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans dan

kantor polisi, serta garasi kendaraan darurat - Tempat perlindungan terhadap gempa bumi,

trsunami, angin badai dan tempat perlindungan darurat lainnya

- Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi pusat operasi dan fasilitas lainnya untuk tanggap darurat - Struktur tambahan (termasuk menara

telekomunikasi, tangki penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau struktur pendukung air atau material atau peralatan pemadam kebakaran) yang diisyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan darurat

IV

Sumber : SNI 1726-2019

69 2. Menentukan faktor keutamaan gempa Ie

Nilai faktor keutamaan gempa didapatkan berdasarkan kategori risiko bangunan seperti pada Tabel 4.2.

Tabel 4.3. Faktor Keutamaan Gempa

Kategori Risiko Faktor Keutamaan Gempa Ie

I atau II 1

III 1,25

IV 1,5

Gedung Sekolah yang direncanakan termasuk katagori risiko IV, dan untuk factor keutamaan Gedung (le) 1,50.

3. Menentukan Parameter percepatan gempa (SS dan S1)

Berdasarkan dari Peta dengan koordinat lintang -8.616667 dan bujur 115.21667 parameter percepatan yang digunakan adalah percepatan batuan dasar pada perioda pendek (Ss) dan percepataan batuan dasar pada perioda 1 detik (S1), dimana parameter Ss yaitu 0,9594 g dan parameter S1 yaitu 0,3951 g.

Gambar 4.1. Peta MCER (Ss)

70 Gambar 4.2. Peta MCER (S1)

4. Menentukan Kelas Situs

Perbedaan kondisi tanah pada daerah lokasi proyek menentukan kriteria-kriteria dalam desain seismik. Perbedaan tersebut dikelompokkan dalam beberapa kelas situs tanah.

Tabel 4.4. Parameter Kelas Situs

Berdasarkan laporan analisis struktur gedung BPKP denpasar yang telah direncanakan dijelaskan bahwa tanah pada lokasi proyek dikategorikan sebagai tanah sedang (SD).

5. Menentukan koefisien-koefisien situs dan parameter-parameter respons spectral percepatan gempa maksimum yang dipertimbangkan resikotertarget (MCER).

Dalam penentuan respons spektral percepatan gempa MCER di

71 permukaan tanah, diperlukan suatu faktor amplifikasi seismik pada perioda 0,2 detik dan perioda 1 detik. Faktor amplifikasi meliputi faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran perioda pendek (Fa) dan faktor amplifikasi terkait percepatan yang mewakili getaran perioda detik (Fv). Parameter spektrum respons percepatan pada perioda pendek (SMS) dan perioda satu detik (SM1) yang disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs.

Tabel 4.5. Koefisien Situs, Fa

Tabel 4.6. Koefisien Situs, Fv

Maka untuk SS = 0,9594 g dan S1 = 0,3951 g, diperoleh nilai Fa dan Fv pada aplikasi desain spektral PU sebagai berikut:

Fa = 1,1 Fv = 1,9

Menghitung nilai SMS dan SM1 meggunakan rumus empiris:

SMS = Fa x SS = 1,1 x 0,9594 = 1,071 SM1 = Fv x S1

= 1,9 x 0,3951 = 0,751

Didapat nilai SMS, SM1, langkah selanjutnya mencari harga SDS, SD1 menggunakan rumus empiris:

SDS = 2

3SMS

72

= 2

31,071

= 0,714 SD1 = 2

3SM1

= 2

30,751

= 0,500

6. Menentukan Spektrum Respons Desain

Bila spektrum respons desain diperlukan oleh tata cara ini dan prosedur gerak tanah dari spesifik-situs tidak digunakan, maka kurva spektrum respons desain harus dikembangkan dengan mengacu pada gambar 4.29 dan mengikuti ketentuan di bawah ini:

T0 = 0,2SM1SD1

= 0,20,7140,500

= 0,140 detik T01 = SD1

SDS

= 0,500

0,714

= 0,701 detik

Gambar 2.3. Spektrum Respon Desain

a. Untuk perioda yang lebih kecil dari T0, spektrum respons

0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0

0 5 10 15 20

Percepatan Respon Spektra Sa (g)

Periode T (detik)

Spektrum Respon Desain

73 percepatan desain, Sa harus diambil dari persamaan:

Sa = SDS (0,4 + 0,6 1

T0)

=

0,714 (0,4+ 0,6 1

0,140)

=

0,286

b. Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan T0dan lebih kecil dari atau sama dengan Ts, spektrum respons percepatan desain, Sa, sama dengan SDS.

Sa = SD1

T

=

0,500

0,80

=

0,626

Untuk perioda lebih besar dari Ts, spektrum respons percepatan desain, Sa, diambil berdasarkan persamaan:

Tabel 4.7. Percepatan Respon Spektra Sa

Periode (T) Percepatan Respon Spektra Sa (g)

0,00000 0,286

0,140 0,714

0,20 0,714

0,30 0,714

0,40 0,714

0,50 0,714

0,60 0,714

0,70 0,714

0,701 0,714

0,80 0,626

7. Menentukan Kategori desain seismik (A-D)

Tabel 4.8. Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respons Percepatan pada Periode Pendek

Tabel 4.9. Kategori Desaian Seismik Berdasarkan Parameter Respons Percepatan pada Periode 1 detik

74 Maka, SDS= 0.714 (SDS > 0,5) =>Kategori Resiko Tipe D

SD1= 0.500 (SD1 > 0,2) =>Kategori Resiko Tipe D 4.1.3.5. Kombinasi Pembebanan

Untuk mendapatkan respon struktur yang maksimum, semua kondisi pembebanan dikombinasikan dengan suatu pola kombinasi seperti yang direkomendasikan pada peraturan perencanaan. Terdapat dua grup kombinasi pembebanan yang ditinjau, yaitu kombinasi pembebanan kondisi SLS (service limit state) dan kondisi ULS (ultimate limit state). Kombinasi ULS digunakan untuk perencanaan elemen struktur, dimana perencanaannya menggunakan metoda LRFD (beban terfaktor/ultimate). Adapun kombinasi SLS dengan faktor kuat lebih digunakan untuk pengecekan daya dukung pondasi, dimana perhitungannya dilakukan berdasarkan metoda tegangan kerja.

Kondisi Ultimate Limit State (ULS) berdasarkan SNI 1727-2013 1. 1.4 (D + SIDL)

2. 1.2 (D + SIDL) + 1.6 LL + 0.5 (LR or R) 3. 1.2 (D + SIDL) + 1.6 (LR or R) + 1 LL 4. 1.2 (D + SIDL) + 1 W + 1 LL + 0.5 (LR or R)

5. (1.2 + 0.2 SDS) (DL + SIDL) + 1 LL ± 1ρ QE ± 0.3ρ QE 6. 0.9 (DL + SIDL) + 1 W

7. (0.9 - 0.2 SDS) (DL + SIDL) ± 1ρ QE ± 0.3ρ QE Keterangan:

DL = Beban mati, termasuk LL = Beban hidup

LR = Beban hidup pada atap R = Beban hujan

W = Wind

QE = Beban gempa, arah X dan Y

75 4.1.3.6. Analisis Design Struktur Bangunan

Struktur bangunan yang direncanakan menggunakan software ETABS dengan mempertimbangkan gaya gempa dalam perhitungannya. Pemodelan struktur dilakukan secara Frame and Shell Element, yang berarti elemen balok dan kolom serta plate lantai dimodelkan secara utuh untuk mendapatkan analisis struktur yang lebih akurat dan sesuai dengan kondisi aslinya. Sesuai dengan Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung (SNI 1726-2019) dimana struktur termasuk dalam kategori desain seismik D, analisis dan desain dilakukan dengan sistem struktur yang sesuai dengan konfigurasi dari masing-masing bangunan.

Gambar 4.3. Design Struktur Bangunan Menggunakan ETABS

Model struktur pada ETABS berdasarkan denah dan dimensi perencanaan balok dan kolom pada gedung BPKP Denpasar yang terdapat pada lampiran diatas dibuat berdasarkan dimensi struktur bangunan yang ada pada laporan analisis struktur bangunan denpasar. Selanjutnya menginput data beban sepeerti beban angin, beban hujan, beban mati, beban hidup, beban gempa maupun beban kombinasi. Setelah beban diinput beban tersebut dimasukkan pada plat lantai sesuai dengan fungsi bangunannya. Kemudian setelah beban semua masuk kedalam struktur akan dilakukan proses running terhadap struktur bangunan tersebut. Proses running tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah struktur bangunan aman dan tidak mengalami overstress.

76 Gambar 4.4. Hasil Running ETABS

Berdasarkan hasil running ETABS tegangan yang bekerja pada setiap balok dan kolomnya menunjukkan ditemui adanya beberapa struktur balok dan kolom yang mengalami overstress. Hal tersebut terjadi karena beban yang ditompang oleh kolom dan balok melebihi kapasitas desain struktur. Hal tersebut dapat mengakibatkan kerusakan atau kegagalan pada struktur bangunan, dalam hali ini perlu dilakukan pemantauan yang teratur terhadap kondisi struktur untuk mendeteksi adanya tanda-tanda kerusakan material yang mengarah pada overstress. Akan tetapi tidak semua struktur bangunan mengalami overstress hal ini bisa terjadi karena meminimalkan pemakaian pada besi dan mutu beton yang digunakan pada saat konstruksi.

Gambar 4.5. Pada kolom 50x50cm overstress

77 Gambar 4.6. Pada Balok 30x60 overstress

Gambar 4.7. Pada kolom 30x30 overstress

Berdasarkan hasil analisa dengan memperhitungkan sesuai data dari dokumen Laporan Perencanaan Struktur bangunan Denpasar diatas didapatkan beberapa struktur bangunan yang mengalami overstress yaitu pada kolom 50x50cm yang berfungsi menompang asrama dan ruang kelas, serta pada balok ukuran 30x60cm yang berfungsi menompang asrama dan ruang kelas, dan pada kolom 30x30cm sebagai area lift. Overstress dan overdeflection dapat muncul pada struktur bangunan karena berbagai faktor, seperti:

• Beban yang bekerja pada kolom dan balok terlalu besar.

• Dimensi penampang kolom dan balok yang terlalu kecil.

• Kekuatan material yang digunakan untuk membuat kolom dan balok terlalu rendah.

• Meminimalkan pemakaian pada besi dan mutu beton yang digunakan pada saat konstruksi

Jika kolom mengalami overstress, maka kolom tersebut dapat mengalami kegagalan lentur atau kegagalan tekan, sedangkan jika elemen struktur mengalami overdeflection, maka elemen struktur tersebut dapat mengalami kegagalan akibat

78 perubahan bentuk yang berlebihan. Jika kolom mengalami overstress dan overdeflection, maka perlu dilakukan tinjauan ulang terkait dimensi pada struktur bangunan dan beban yang ada. Oleh karena itu dimensi balok dan kolom di desain ulang berdasarkan SNI 2847:2019.

Gambar 4.8. Denah Balok Struktur Bangunan Denpasar 1. Balok

Perhitungan balok dimulai dengan menghitung tinggi balok, yaitu:

a. Menerus satu sisi 1) Balok X B1

h = 7200

18,5

= 389,19 mm (Dimensi minimum) = 600 mm (Dimensi yang dipakai)

Jika dimensi yang dipakai > dimensi minimum maka memenuhi syarat, 600 mm > 389,19 mm (OK)

2) Balok Y B2 h = 4700

18,5

= 254,05 mm (Dimensi minimum) = 500 mm (Dimensi yang dipakai)

Jika dimensi yang dipakai > dimensi minimum maka memenuhi syarat, 500 mm > 254,05 mm (OK)

b. Menerus dua sisi 1) Balok X B1

79

h = 7200

21

= 342,86 mm (Dimensi minimum)

= 600 mm (Dimensi yang dipakai)

Jika dimensi yang dipakai > dimensi minimum maka memenuhi syarat, 600 mm > 342,86 mm (OK)

2) Balok Y B2

h = 6700

21

= 319,05 mm (Dimensi minimum)

= 500 mm (Dimensi yang dipakai)

Jika dimensi yang dipakai > dimensi minimum maka memenuhi syarat, 500 mm > 319,05 mm (OK)

Selanjutnya untuk mengetahui lebar (b) balok diberlakukan interval lebar balok sebagai berikut:

c. Balok X B1 1) Menerus Satu Sisi

b = 1

2h = 1

2600

= 300 mm (Dimensi minimum)

=

400 mm (Dimensi yang dipakai)

Jika dimensi yang dipakai > dimensi minimum maka memenuhi syarat.

400 mm > 300 mm (OK) 2) Menerus Dua Sisi

b = 1

2h = 1

2500

= 250 mm (Dimensi minimum)

=

300 mm (Dimensi yang dipakai)

Jika dimensi yang dipakai > dimensi minimum maka memenuhi syarat.

300 mm > 250 mm (OK)

Tabel 4.10. Rekapitulasi Dimensi Balok

80

Dimensi Balok Tipe

300 × 600 Balok X B1

300 × 500 Balok Y B2

Sumber : Data hasil perhitungan

Berdasarkan perhitungan diatas didapatkan hasil dari dimensi balok yaitu balok pada bentang X yaitu 300 x 600 mm dan balok pada bentang Y yaitu 300 x 500.

Perhitungan ini dilakukan karena adanya overstress pada dimensi yang telah direncanakan.

2. Kolom

Menurut peraturan pembebanan Indonesia untuk bangunan gedung (PPIUG1983) pada tabel berikut:

Tabel 4.11. Berat Sendiri Bahan Bangunan dan Komponen Gedung Bahan Bangunan

Baja 7.850 kg/m3

Batu alam 2.600 kg/m3

Batu belah, batu bulat, batu gunung (berat tumpuk) 1.500 kg/m3

Batu karang (berat tumpuk) 700 kg/m3

Batu pecah 1.450 kg/m3

Besi tuang 7.250 kg/m3

Beton (1) 2.200 kg/m3

Beton bertulang (2) 2.400 kg/m3

Kayu (Kelas I) (3) 1.000 kg/m3

Kerikil, koral (kering udara sampai lembab, tanpa diayak) 1.650 kg/m3

Pasangan bata merah 1.700 kg/m3

Pasangan batu belah, batu bulat, batu gunung 2.200 kg/m3

Pasangan batu cetak 2.200 kg/m3

Pasangan batu karang 1.450 kg/m3

Pasir (kering udara sampai lembab) 1.600 kg/m3

Pasir (jenuh air) 1.800 kg/m3

Pasir kerikil, koral (kering udara sampai lembab) 1.850 kg/m3 Tanah, lempung, dan lanau (kering udara sampai lembab) 1.700 kg/m3

Tanah, lemoung, dan lanau (basah 2.000 kg/m3

Timah hitam (timbel 11.400 kg/m3

Komponen Gedung Adukan, per cm tebal:

Dari semen 21 kg/m2

Dari kapur, semen, merah, atau tras 17 kg/m2

Sumber: Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1983

Berdasarkan SNI 1727: 2020, terdapat beberapa beban yaitu:

1. Dead Load (DL)

DL = DL atap + DL lantai

DL = 20389,41 + 26183,61 kg/m3

81 = 46573,02 kg

2. Beban hidup (LL)

LL = Beban Atap + Beban Lantai = 2907 + 5814

= 8721 3. Beban kombinasi (pu)

pu = 1,4 (DL+SiDL) = 1,4 (46573,02+8721) = 65382,82 kg

= 653828 N

pu = 1,2 (DL+SiDL) + 1,6LL +0,5 LR

= 1,2 (46573,02 + 8721) + 1,6(8721) + 0,5 (20) = 70006,02 Kg

= 700060 N Asumsi kolom persegi :

B = √93341,31

B = 306

Berdasarkan perhitungan preliminary dimensi minimum yang dapat digunakan pada balok yaitu 300 mm × 600 mm. Sedangkan dimensi yang dipakai pada ETABS yaitu 300 mm × 600 mm maka telah memenuhi dan sesuai dengan preliminary akan tetapi mengalami overstress yang kemungkinan terjadi karena jumlah tulangannya yang kurang dan perlu ditambahkan. Pada perhitungan preliminary kolom didapatkan dimensi minimum yang dapat digunakan yaitu 300 mm × 300 mm. Sedangkan dimensi yang dipakai pada ETABS yaitu 500 mm × 500 mm dimana dimensi tersebut telah memenuhi akan tetapi kolom masih mengalami overstress yang kemungkinan terjadi karena jumlah tulangannya yang perlu ditambahkan.

4.2. Analisis Resiko Kecelakaan Kerja Menggunakan Metode Bowtie

Dokumen terkait