BAB V. PEMBAHASAN
A. Bentuk-bentuk Implementasi Budaya Religius dalam Membentuk
b. Bentuk-bentuk Implementasi Budaya Religius dalam membentuk karakter disiplin siswa di SMP Negeri 2 Tenggarang Bondowoso.
2. Wawancara
Teknik pengumpul data yang digunakan dalam penelitian adalah wawancara. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewe) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interview) yang diberikan jawaban atas pertanyaan itu.
Wawancara adalah proses percakapan dengan maksud untuk mengonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, motivasi, perasaan, dan sebagainya yang dilakukan dua pihak yaitu pewawancara
(interviewe) yang mengajukan pertanyaan dengan orang yang diwawancarai (interviewe). Wawancara adalah metode pengumpulan data yang amat populer, karena itu banyak digunakan diberbagai penelitian.92
Teknik ini digunakan dalam penelitian ini, karena dengan teknik ini peneliti dapat menanyakan secara langsung dan mendalam terkait Bentuk- bentuk implementasi budaya religius dalam membentuk karakter religius peserta didik di SMP Negeri 2 Tenggrang dan Bentuk-bentuk implementasi budaya religius dalam membentuk karakter disiplin peserta didik di SMP Negeri 2 Tenggrang.
Adapun data yang diperoleh pada penelitian ini didasakan pada fokus penelitian:
a. Bentuk-bentuk Implementasi Budaya Religius dalam membentuk karakter Religius siswa di SMP Negeri 2 Tenggarang Bondowoso.
b. Bentuk-bentuk Implementasi Budaya Religius dalam membentuk karakter disiplin siswa di SMP Negeri 2 Tenggarang Bondowoso.
Langkah-langkah dalam penggunaan wawancara untuk mengumpulkan data dalam penelitian kualitatif yaitu:
a. Menetapkan kepada siapa wawancara itu akan dilakukan
b. Menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan pembicaraan
c. Mengawali atau membuka alur wawancara
d. Mengkonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya
92Burhan Bungin, Metodologi penelitian kualitatif. (Jakarta: Rajawali Pers, 2010 ), 155
e. Menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan
f. Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh.93 Mengacu pada hal itu peneliti melakukan wawancara sesuai dengan rumusan masalah.
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data. Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik berupa dokumen tertulis, gambar, maupun elektronik.94
Teknik ini digunakan dalam penelitian ini karena dengan teknik ini peneliti akan memperoleh dokumen-dokumen yang berkaitan dengan Bentuk-bentuk implementasi budaya religius dalam membentuk karakter religius peserta didik di SMP Negeri 2 Tenggrang dan Bentuk-bentuk implementasi budaya religius dalam membentuk karakter disiplin peserta didik di SMP Negeri 2 Tenggrang.
Adapun data yang diperoleh pada penelitian ini didasakan pada fokus penelitian:
a. Bentuk-bentuk Implementasi Budaya Religius dalam membentuk karakter Religius siswa di SMP Negeri 2 Tenggarang Bondowoso.
b. Bentuk-bentuk Implementasi Budaya Religius dalam membentuk karakter disiplin siswa di SMP Negeri 2 Tenggarang Bondowoso.
93Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2007), 76.
94Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), 221
G. Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola memilihmana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.95
Analisis data merupakan bagian paling penting dalam penelitian ilmiah, analisis data dapat berguna untuk memecahkan masalah penelitian.
analisis data kualitatif yang digunakan dalam penelitan tesis ini berupa analisis kualitatif model interaktif Miles dan Huberman. Analisis ini dapat dilakukan melalui alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan seperti yang tergambarkan dalam bagan berikut
Gambar 3.1
Komponen-Komponen Analisis Data: Model Interaktif96
95Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kulitatif, dan R&D (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), 335
96Matthew B. Miles dan Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber tentang Metode-Metode Baru (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 1992), 20.
Kondemsasi Data
1. Pengumpulan Data
Pada tahap ini peneliti melakukan proses pengumpulan data dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang telah ditentukan sejak awal (wawancara, observasi dan dokumentasi). Dalam pengumpulan data ini, peneliti berupaya mengumpulkan data dengan berpatokan pada fokus penelitian yang telah ditentukan di atas melalui wawancara, observasi dan dokumentasi sampai data yang diinginkan oleh peneliti dapat terkuak secara transparan dan terbuka.
2. Reduksi Data
Kondensasi data adalah proses menyeleksi, memfokuskan, meyederhanakan, mengabstraksi, dan mengubah catatan lapangan, transkip wawancara, dokumen, dan materi temuan empirik lainnya.
Kondensasi (pengembunan) data berarti mengubah data yang sebelumnya menguap menjadi lebih padat. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dengan kondensasi proses analisis data dalam penelitian kualitatif tentu akan lebih mengakomodir data secara menyeluruh tanpa harus mengurangi temuan lapangan yang diperoleh selalma penelitian (proses penjaringan data) berlangsung.97
Dalam tahap ini peneliti menganalisis data tentang budaya religius dalam membentuk karakter religius dan disiplin peserta didik di SMP Negeri 2 Tenggarang Bondowoso. Pada tahap ini, data yang diperoleh peneliti dari lapangan ditulis dengan terperinci dan sistematis setiap
97Http:/analisi-data-penelitian-kualitatif-kacamatapustaka.com diakses 24 Mei 2019
melakukan pengumpulan data. Sehingga peneliti dapat memilih dan memilah data – data yang berhubungan dan relevan dengan fokus penelitian. Hal ini dilakukan peneliti bertujuan untuk memudahkan tahap proses analisis data selanjutnya.
3. Display Data
Data yang telah direduksi disajikan dalam bentuk uraian kalimat.
Penyajian data sebagai sekumpulan informasi yang tersusun, sehingga memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Melalui penyajian data dapat dipahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan.98
Pada tahap ini peneliti menyajikan data dalam bentuk uraian singkat, tabel, bagan, dan sejenisnya yang berhubungan langsung dengan fokus penelitian yaitu Bentuk-bentuk implementasi budaya religius dalam membentuk karakter religius dan disiplin peserta didik di SMP Negeri 2 Tenggarang Bondowoso.
4. Verifikasi (conclusion drawing/verification)
Verifikasi data merupakan kegiatan untuk menarik makna dari data yang ditampilkan. Pada tahap ini peneliti berusaha mencari makna dari data yang telah direduksi dan tergali ataupun terkumpul dengan jalan membandingkan, mencari pola, tema, hubungan persamaan, mengelompokkan dan memeriksa hasil yang diperoleh dalam penelitian.99 Penarikan kesimpulan merupakan langkah terakhir yang dilakukan dalam
98Miles dan Huberman, Analisis..., 17.
99Miles dan Huberman, Analisis..., 19.
menganalisis data sebuah penelitian. Dalam penarikan kesimpulan, peneliti menyimpulkan berdasarkan data-data yang diperoleh dari lapangan yang tentunya sesuai dengan fakta-fakta dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dilapangan.
H. Keabsahan Data
Mengecek keabsahan data merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel, maka dalam hal ini peneliti melakukan perpanjangan pengamatan, meningkatkan kehadiran peneliti di lapanagan, meningkatkan ketekunan, dan ketelitian, observasi secara mendalam, dan triangulasi dengan hasil teknik-teknik pengumpulan data.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik triangulasi sumber dan metode.
Menurut Sugiyono uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji kredibilitas, transferabilitas, defendabilitas, konfirmabilitas.100 Adapun yang digunakan dalam pengecekan keabsahan data penelitian ini adalah menggunakan uji kredibilitas dan dependabilitas.
1. Kredibilitas yang digunakan meliputi peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi (teknik, sumber), serta diskusi dengan teman sejawat.
2. Dependabilitas, kriteria ini digunakan untuk menjaga kehati-hatian terjadinya kemungkinan kesalahan dalam menyimpulkan dan menginterpretasikan data sehingga data dapat dipertanggungjawabkan
100Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed Methods) (Bandung: Alfabeta, 2014), 364.
secara ilmiah. Kemungkinan kesalahan tersebut banyak disebabkan oleh manusia terutama peneliti sebagai instrumen kunci. Oleh karena itu auditor diperlukan dalam penelitian ini, yang bertindak sebagai auditor peneliti adalah Dr. H. Ubaidillah, M.Ag dan Dr. H. Muis Thobroni, MM selaku pembimbing tesis.
I. Tahapan-tahapan Penelitian
Tahapan-tahapan penelitian merupakan gambaran / deskripsi mengenai keseluruhan perencanaan, penafsiran data, dan penulisan laporan penelitian.
Dalam penelitian ini peneliti melakukan beberapa tahapan, yaitu; tahap pra lapangan, tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis data, dan tahap pelaporan.
1. Tahap Pra-lapangan, Tahap pra-lapangan terdiri dari enam kegiatan yaitu:
menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjajaki dan menilai lapangan, memilih dan memanfaatkan informan, dan menyiapkan perlengkapan penelitian.
2. Tahap Pekerjaan Lapangan, Tahap pekerjaan lapangan terdiri dari tiga bagian, yaitu; memahami latar penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan, berperan serta sambil mengumpulkan data.
3. Tahap Analisis Tahapan alisis artinya mengungkap, mendeskripsikan, menguraikan, dan menginterpretasi data-data yang diperoleh dari lapangan.
4. Tahap Pelaporan, Tahap pelaporan merupakan pembuatan laporan yang dilakukan setelah peneliti mendapatkan data dari lapangan. Kemudian data tersebut diungkap, dideskripsikan, diuraikan, di interpretasi dan dilaporkan sebagaimana mestinya.
A. Paparan Data
Implementasi budaya Religius dalam membentuk karakter peserta didik adalah langkah yang sangat tepat untuk secara terus menerus ditanamkan dan dibiasakan pada diri peserta didik. Penanaman dan pembiasaan melalui budaya religius menjadi salah satu penentu suksesnya pendidikan karakter. Baik itu karakter religius maupun karakter kedisiplinan.
Implementasi budaya religius dalam membentuk karakter peserta didik di SMP Negeri 2 Tenggarang Bondowoso dilakukan meliputi dua karakter, yaitu karakter religius dan karakter kedisiplinan. Berikut adalah paparan data yang berkaitan dengan implementasi budaya religius dalam membentuk karakter peserta didik di SMP Negeri 2 Tenggarang Bondowoso:
1. Bentuk-bentuk Implementasi Budaya Religius dalam membentuk karakter Religius peserta didik di SMP Negeri 2 Tenggarang Bondowoso.
Budaya religius dalam membentuk karakter religius peserta didik di budaya religius dalam membentuk karakter peserta didik di SMP Negeri 2 Tenggarang Bondowoso, diimplementasikan melalui budaya 4 S (Senyum, Sapa, Salam, dan Sopan Santun).
a. Senyum
Senyum adalah salah satu bagian dari 4 S. Senyum merupakan salah satu bentuk yang mencerminkan terbangunnya suatu keakraban
dan kebahagiaan. Orang yang tersenyum mengindikasikan adanya kegembiraan bagi dirinya maupun bagi orang lain. Terkait dengan Budaya senyum, berikut adalah keterangan Bapak Muchsin, selaku kepala Sekolah SMP Negeri 2 Tenggarang
“sebenarnya di sekolah ini untuk menunjang terbentuknya karakter siswa itu pembiasaan, kami menerapkan 4 S dan 5 S itu adalah Senyum, Sapa, Salam, Sopan, dan Santun. Ini kami biasakan kepada anak didik kami… dengan pembiasaan 4 S ini tentunya kami berharap ini menjadi karakter dalam kehidupan sehari-hari di sekolah atau di luar sekolah… salah satu 4 S itu yaitu senyum…
senyum ini termasuk bagian penting untuk dibudayakan termasuk di sekolah ini. Karena senyum itu kan adalah ibadah”.101
Senyum merupakan bagian penting sebagai perwujudan awal terbentuknya keakraban. Di mana peserta didik bisa saling senyum, Di samping senyum itu termasuk salah satu ibadah juga sebagai indikator kebahgiaan dan kegembiraan. Terkait dengan budaya senyum. Hal serupa juga disampaikan oleh Bapak Ridho Kurniawan, Selaku Wakil kepala sekolah bidang kesiswaan, berikut adalah keterangannya.
“kalau berbicara soal budaya religius di sekolah ini tentu saya harus memulai dari pembiasaan-pembiasaan dasar yang ada di sini. Di sini ada budaya namanya 4 S. sapa, senyum, salam, sopan, santun … tapi di sini akan menjelaskan tentang senyum karena ditanya terlebih dahulu berkaitan dengan senyum. Kita semua sepakat kalau menunjukan muka ceria itu adalah baik termasuk senyum. Bahkan ada yg mengatakan bahwa senyum itu adalah ibadah dan itu pulalah yang menjadi dasar kita membudayakan ini dan juga di situ kita bisa melihat keakraban seseorang.102
Sebagai salah satu tanda kelembutan hati seseorang adalah senyum. Senyum merupakan nilai-nilai dan anjuran agama, maka
101 Muchsin, Wawancara, Bondowoso 29 Oktober 2018
102 Ridho Kurniawan, Wawancara, Bondowoso 29 Oktober 2018
senyum merupakan dasar awal menuju terbentuknya karakter religius.
Budaya senyum diterapkan di sekolah telah mempu membangun nilai- nilai keberagamaan yang baik. Karena pada hakikatnya senyum itu adalah sedekah. Mengenai hal ini, berikut adalah keterangan dari Bapak Khusairi selaku guru PAI.
“mengawali budaya religius yang ada di sekolah ini diantaranya adalah 4 S. nah… 4 S itu antara lain adalah senyum … menurut hadits kan senyum itu adalah sedekah dan sedekah itu kan termasuk ibadah … itulah yang mendorong kami untuk membudayakan senyum di dalam kelas, di luar kelas, ataupun di masyarkat dan jugalah yang saya tanamkan pada anak didik kami”.103
Senada dengan Khusairi, Zaenal Abidin guru PAI dan BTQ SMP Negeri 2 Tenggarang, menyatakan:
“Diimplementasikannya senyum sebagai salah satu budaya di SMP Negeri 2 Tenggarang adalah untuk menciptkan suasana sekolah yang lebih nyaman dan tentunya setiap siswa apabila ketemu temen atau gurunya tidak menunjukkan wajah yang tidak ceria… itu berlaku di luar maupun di dalam sekolah”.104 Menurut Zaenal Abidin, diimplementasikannya senyum adalah sebagai salah bentuk untuk terciptanya susasana yang nyaman, senyum itu dibiasakan bukan hanya di dalam tapi juga di luar sekolah.
Melengkap pernyataan di atas, Istibsyaroh Mufiansyah Guru PAI SMP Negeri 2 Tenggarang mengungkapan. Bahwa
“pada dasarnya menbarkan senyum itu penting untuk menunjukkan wajah yang ceria dan kondisi yang enak, karena itu maka budaya senyum ini dilakukan secara konsisten, hitung- hitung juga sebagai ibadah”.105
103 Khusairi, Wawancara, Bondowoso 1 Nopember 2018
104 Zaenal Abidin, Wawancara, Bondowoso 3 Oktober 2018
105 Istibsyaroh Mufiansyah, Wawancara, Bondowoso 2 Nopember 2018
Berdasarkan beberapa keterangan di atas, maka dapat diambil satu kesimpulan peenting bahwa senyum merupakan bagian dari 5 S yang dibudayakan di SMP Negeri 2 Tenggarang Bondowoso telah memberikan manfaat dan pengaruh yang sangat besar bagi terbentuknya karakter religius peserta didik. Pentingnya senyum adalah sebagai simbol dan cerminan suatu kebahagiaan, senyum bukan saja sebagai symbol kebahgiaan bagi dirinya sendiri tapi juga dapat memberikan rasa nyaman bagi orang lain. Di samping itu juga, senyum adalah sedekah dan sedekah adalah ibadah. Karena itulah maka budaya ini adalah bagian penting terbentuknya karakter religius.
b. Sapa
Sapa atau menyapa menunjukkan suatu terjalinnya suatu keakraban.
Karena itu maka sapa merupakan budaya yang harus hadir dalam dunia pendidikan. Termasuk membudaya sapa/menyapa di lembaga-lembaga pendidikan termasuk di SMP Negeri 2 Tenggarang Bondowoso. Sapa atau menyapa adalah bagian pembiasaan yang dibudayakan di SMP Negeri 2 Tenggarang Bondowoso. Terkiat dengan hal ini. Berikut adalah hasil wawancara peneliti dengan Bapak Muchsin, selaku kepala Sekolah SMP Negeri 2 Tenggarang
“budaya sapa yang diterapkan di sekolah sebagai upaya untuk membangun keakraban murid sama murid, murid dengan guru, guru dengan dan seterusnya. Dan ini saya kira perlu
dibudayakan dilanjutkan… karena ini positif… dengan saling sapa kita bisa akrab bisa berkomunikasi secara hangat …”.106 Menyapa adalah tanda bahwa orang tersebut memiliki cara komunikasi yang baik. Sapa/menyapa adalah cara membangun keakraban dan dan kehangatan. Di mana keakraban dan kehangatan akan dapat membangun terwujudnya silaturrahim. Terkait dengan hal ini, berikut adalah keterang dari Bapak Khusairi selaku guru PAI.
“tadi terkait 4 S itu senyum… sekarang S yang kedua adalah sapa. Sapa ini kami budayakan tentunya untuk membangun kehangatan, keakraban. Menyapa itu kan menandakan bahwa itu akrab, baik, dan tentunya memiliki cara mengenal orang lain dengan hangat. Jadi sapa itu memang kelihatannya ini sangat dasar tapi itu penting. Jadi anak-anak dibiasakan menyapa ketika bertemu guru atau temennya”.107
Memperkuat pernyataan di atas, Zaenal Abidin Guru PAI dan BTQ SMP Negeri 2 Tenggarang mengemukakan bahwa:
“sapa adalah bagian penting pembiasaan yang dilakukan di sekolah ini. Upaya ini dilakukan agar siswa terbiasa membangun komunikasi lebih mudah sehingga terbangun keakraban satu sama lain. Terutama akrab pada temannya walaupun bukan teman kelas”.108
Menurut Zaenal Abidin, pembiasaan budaya sapa itu sebagai upaya membangun komunikasi secara baik dan membangun keakraban satu sama lain. Dengan demikian senyum itu akan menjadi karakter.
Mengamini pernyataan Zaenal Abidin, Istibsyaroh Mufiansyah guru PAI dan BTQ SMP Negeri 2 Tenggarang menerangkan:
106 Muchsin, Wawancara, Bondowoso 29 Oktober 2018
107 Khusairi, Wawancara, Bondowoso 1 Nopember 2018
108 Zaenal Abidin, Wawancara, Bondowoso 3 Oktober 2018
“menyapa orang itu baik, dan harus dibiasakan sejak dini. Jika dibiasakan sejak dini dan akan menjadi kebiasaan sehingga berkounikasi dengan orang itu tidak canggung dan terlihat akrab.
Jika akrab kan dia bisa membangun hubungan yang baik bisa saling tegur sapa”.109
Berangkat dari beberapa paparan di atas, maka dapat diambil satu pemahaman bahwa sapa/menyapa merupakan salah satu budaya yang diterapkan di SMP Negeri 2 Tenggarang Bondowoso yang tujuannya adalah membangun kehangatan dan keakraban antar sesama, membangun komunikasi yang baik. Dengan budaya ini maka peserta diberikan pembiasaan dasar bagaimana cara membangun keakraban dan kehangatan antar sesama yang hal ini merupakan nilai-nilai Religius.
c. Salam
Salam ini amat sangat penting untuk dibudayakan, karena salam ini adalah do’a. menyebarkan salam adalah hal yang sangat baik untuk kemudian dijadiakan kebiasaan dalam kehidupan sehari-sehari, baik di masyarakat maupun di sekolah termasuk di SMP Negeri 2 Tenggarang Bondowoso. Terkait dengan salam yang dibudayakan di SMP Negeri Tenggarang Bondowoso, berikut adalah kutipan wawancara bersama Bapak Muchsin, kepala Sekolah SMP Negeri 2 Tenggarang
“salam ini kan bagian penting dalam budaya 4 S di sini, salam ini adalah salah satu cara kita mendo’akan keselamatan orang laian, karena itu dalam 4 S selalu saya tekankan kepada anak- anak untuk mengucapkan salam misakan mau masuk kelas dan juga apabila bertemu dengan guru. Memang kesannya ini mudah tapi manfaatnya luar biasa bagi yang memberi salam ataaupun
109 Istibsyaroh Mufiansyah, Wawancara, Bondowoso 2 Nopember 2018
yang menjawab salam, jadi disitu kita dapat membentuk karakter anak-anak”.110
Salam adalah bagian penting dari ajaran agama yang perlu untuk terus dibudayakan karena mengucapkan salam pada hakikatnya adalah saling mendo’akan anatara yang memberi salam dan yang menjawab salam. Pada dasarnya salam juga merupakan indikasi akan terjalinnya keharmonisan. Senada dengan Kepala sekolah, Bapak Ridho Kurniawan Selaku waka kesiswaan mengemukakan bahwa:
“budaya 4 S yang kita budayakan dan kita laksanakan sedikit demi sedikit dapat merubah karakter siswa, karena yang biasanya misalnya enggan mengucapkan salam sekarang selalu mengucapkan salam kepada temannya kepada gurunya, dengan ini kita di sini bisa setahap demi setahap karakter siswa mulai ada perubahan”.111
Dalam hal ini bapak Khusairi, Selaku Guru PAI dan BTQ, juga mengungkapkan.
“salam yang dibudayakan di SMP ini bertujuan tiada lain salah satunya adalah bagaimana anak-anak bisa saling mendo’akan satu sama lain. Dalam Islam mengucapkan salam itu sangat baik dan bahkan diperintahkan untuk menyebarkan salam. Selain itu manfaatnya juga mengindikasikan keharmonisan …”.112
Salam sebagai do’a sangat dianjurkan dalam Islam, bukan saja mengucapkan salam tapi juga menyebarkan salam kepada sesama.
Membiasakan mengucapakan salam adalah bagian dari upaya membentuk karkter religius. Hal serupa juga diungkapkan oleh Zaenal
110 Muchsin, Wawancara, Bondowoso 29 Oktober 2018
111 Ridho Kurniawan, Wawancara, Bondowoso 29 Oktober 2018
112 Khusairi, Wawancara, Bondowoso 1 Nopember 2018
Abidin guru PAI dan BTQ SMP Negeri 2 Tenggarang, menyatakan bahwa
“budaya salam itu di sini dilaksanakan secara konsisten apabila bertemu dengan guru ataupun sesama siswanya. Tujuannya tentu bagaimana peserta didik terbiasa mengucapkan salam kepada siapapun yang mereka temui. Salam juga termasuk ajaran islam yang sangat dianjurkan sehingga dibudayakannya salam itu baik untuk membentuk karakter religius mereka… dan ini memberikan dampak baik pada perkembangan mereka”.113 Menurut Zaenal Abidin budaya salam yang diimplementasikan di SMP Negeri 2 Tenggarang memberikan dampak positif kepada terbentuknya karakter religius. Terkait dengan ini, Istibsyaroh Mufiansyah guru PAI dan BTQ SMP Negeri 2 Tenggarang mengungkapakan, bahwa:
“salam pada hakikatnya adalah anjuran yang manfaatnya kepada terbentuknya karakter religius peserta didik sangat terasa, dan itu terlihat ketika anak-anak bertemu dan mengucapkan salam di situ terlihat sekali mereka seolah-olah saling mendo’akan.
Salam ini sangat baik dampaknya”.114
Dilaksanakannya dan diistiqomahkannya budaya mengucapkan salam di SMP Negeri 2 Tenggarang Bondowoso memberikan perubahan penting terhadap terbentuknya Karakter peserta didik. Di mana yang sebelumnya jarang memberikan salam sudah mulai terlihat memberi salam apabila bertemu dengan guru dan sesama siswa.
Hal ini sesuai dengan hasil observasi peneliti, “yaitu setiap ada siswa yang bertemu guru dia memberi salam kemudian salaman dengan mencium tangan gurunya, demikian juga ketika bertemu sesama siswanya dia memberi salam, ketika masuk kelas, ketika mau sholat di Mushalla pas ketemu siswa yang lain dia memberi
113 Zaenal Abidin, Wawancara, Bondowoso 3 Oktober 2018
114 Istibsyaroh Mufiansyah, Wawancara, Bondowoso 2 Nopember 2018
salam. Mengucapkan salam di SMP N 2 Tenggarang Bondowoso benar-benar telah menjadi budaya”115 Berdasarkan beberapa keterangan di atas maka dapat diambil suatu pemahaman bahwa salam merupakan ajaran Islam yang secara terus menerus perlu dan bahkan harus dibudayakan. Mengucapkan dan menyebarkan salam pada hakikatnya adalah saling mendo’akan satu sama lain, di samping itu juga salam merupakan indicator terbangunnya hubungan yang harmonis. Salam adalah do’a bagi yang mengucapkan maupun yang menjawab salam. Budaya salam yang dimplementasikan di SMP N 2 Tenggarang telah memberikan perubahan penting terhadap terbentunya Karakter peserta didik kea rah yang lebih religius.
d. Sopan dan santun
Sopan santun adalah dua kata yang menarik dalam pergaulan setiap manusia, karena pada hakikatnya kecenderungan manusia adalah lemah lembut. Sopan sering dikonotasikan pada perilaku yang baik sedangkan santun diidentikkan dengan ucapan yang lemah lembut. Oleh sebab itu, maka sopan santun adalah bagian penting yang harus dibudayakan baik dalm berperilaku maupun bertutur kata. Sopan santun yang dibudayakan di SMP N 2 Tenggaran, sebagai upaya untuk membentuk karkter peserta didik yang lebih religius, dengan bagitu peserta didik dapat berperilaku dengan baik dan bertutur kata dan sapa dengan lemah lembut. Terkait dengan budaya sopan santun, berikut
115 Observasi 26 Oktober 2018