BAB V PEMBAHASAN
B. Berpikir Kreatif pada Kelompok Eksperimen
Kelompok eksperimen (kelas B1) yang menerima perlakuan strategi
pembelajaran berbasis proyek terbukti mengalami perubahan rata-rata kemampuan berpikir kreatif yang signifikan. Perbedaan rata-rata kemampuan berpikir kreatif kelompok kontrol (kelas B1) dan kelompok eksperimen (kelas B2) pada pertemuan akhir (posttest) membuktikan bahwa teori yang dinyatakan sebelumnya adalah benar.
Sternberg & Lubart (1995) berpendapat bahwa kemampuan berpikir kreatif di sekolah dilakukan dengan menghargai dan membebaskan anak untuk bereksplorasi dengan pikiran dan lingkungannya.
Kelancaran dalam kemampuan berpikir kreatif akan terwujud jika disediakan variasi media yang dapat menstimulasi anak menuangkan daya pikirnya.
Ketersediaan alat dan bahan yang bervariatif diduga dapat membawa pengaruh positif pada kemampuan berpikir kreatif anak (Amabile dalam Sternberg, 1995). lingkungan yang ideal untuk memupuk kemampuan berpikir kreatif
merupakan suatu keadaan yang bebas dari tekanan suatu standar. Kedua teori ini membuktikan bahwa, tidak perlu ada tolok ukur yang ketat mengenai interpretasi dan kuantitas bahan yang digunakan anak. Misalnya ketika diberikan sebuah bentuk kerucut beberapa anak menganggap adalah kerucut tersebut atap, beberapa yang lain menganggap kerucut adalah sebuah tenda, dan ada pula yang mengaggap kerucut tersebut sebagai sebuah topi. Anak dibebaskan memanfaatkan dan mendefinisikan alat dan bahan yang tersedia sesuai imajinasinya. Tumardi (2015) menambahkan
62
bahwa, kegiatan belajar akan menjadi bermakna jika isi pengalaman belajar sesuai dengan lingkungan pebelajar.
Penyediaan alat dan bahan bervariatif serta lingkungan yang mendukung menjadikan aspek aspek dalam creative thinking dapat berkembang dengan baik.
Pelaksanaan kegiatan pembelajaran di kelas eksperimen (Kelas B1) dikemas dengan strategi pembelajaran berbasis proyek dengan pendekatan student centered. Guru, dalam strategi pembelajaran berbasis proyek bertindak sebagai fasilitator yang memfasilitasi terjadinya transformasi pengetahuan anak. Knowles (dalam Tumardi &
Sopingi, 2013) mengemukakan bahwa, kegiatan belajar sebenarnya merupakan proses ego dari pebelajar (anak), sehingga pembelajaran harus mengupayakan peningkatan dalam nalar, pengetahuan, keterampilan serta sikap.
Pendekatan student-centered yang diterapkan pada kelompok eksperimen menjadikan anak dapat berpartisipasi aktif sehingga mampu menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan. Segala alat dan bahan yang ada dihadapan anak tidak dibatasi penggunaannya dan tidak diberikan aturan ketat mengenai produk apa yang wajib dibuat. Anak secara bebas menciptakan atau memodifikasi alat dan bahan yang ada sesuai keinginan dan imajinasinya. Melalui perlakuan ini, terciptalah berbagai variasi produk yang berhasil diciptakan kelompok eksperimen (kelas B1).
Keberhasilan kelompok eksperimen (kelas B1) dalam menciptakan proyek yang unik menjadikan skor kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol.
Sutama, dkk (2018) menambahkan, pemberian kesempatan untuk bereksplorasi dan mengamati langsung berguna untuk menumbuhkan rasa ingin tahu dan kreativitas anak.
63
Gambar 5.5 Hasil Proyek Kelompok Eksperimen (Kelas B1)
Ketika diberikan tugas proyek menciptakan rumah, terdapat anak yang menciptakan rumah dengan dipenuhi salju, anak yang lain menyatakan bahwa hari ini menciptakan proyek rumah hantu. Apa yang dinyatakan beberapa anak tersebut adalah benar, sesuai imajinasi dan daya kreatif dalam pikiran mereka. Aktivitas ini sejalan dengan pendapat Guilford (dalam Lubart, 2016) dan Munandar (1987) bahwa kreativitas adalah kemampuan berpikir divergent (kecakapan dalam menghasilkan pemikiran berbeda, menciptakan banyak ide dari berbagai kategori, bereksplorasi dalam arah dan ragam ruang pikir).
Gambar 5.6 Antusiasme Kelompok Eksperimen (Kelas B1)
Strategi pembelajaran berbasis proyek menjadikan anak lebih antusias ketika diberikan tugas proyek. Sehingga memudahkan tercapainya tujuan pembelajaran dan transformasi pengetahuan. David (2017) menambahkan, pengetahuan diperoleh dari kombinasi pemahaman dan transformasi pengalaman. Pembelajaran berbasis proyek dengan pendekatan student centered berorientasi pada refleksi pengalaman untuk diterapkan pada situasi pembelajaran yang menyenangkan dan tidak mengekang.
64
Kondisi yang menekan, membatasi disinyalir menyebabkan rasa takut yang berakibat pada kurangnya produktivitas serta menurunnya ekspresi kreatif.
Berdasarkan hasil posttest, diketahui bahwa sebagian besar anak pada kelompok eksperimen memiliki kemampuan berpikir kreatif yang baik. Hal ini dibuktikan dengan beberapa karya anak, yaitu membentuk kerucut menjadi bentuk tenda, mengkombinasikan cup dan kerucut menjadi bentuk rumah serta produk lain yang menurut anak memiliki makna tersendiri untuk proyek yang dibuat. Ketika pembelajaran berlangsung, sebagian besar anak dapat memanfaatkan dengan baik alat dan bahan yang disediakan. Keberagaman bahan dalam menciptakan proyek
membuktikan bahwa aspek fleksibilitas dalam kelompok eksperimen berkembang dengan baik.
Gambar 5.7 Kreasi Proyek Oleh Kelompok Eksperimen
Hasil analisis data ini sekaligus mengakui apa yang dikemukakan Dewey mengenai learning by doing dimana sekolah dan ruang kelas sejatinya adalah perwakilan dari situasi kehidupan nyata yang memungkinkan anak untuk
berpartisipasi dalam kegiatan belajar dan bertukar informasi. Belajar paling efektif, menarik, bermakna dan bernilai jika anak mendapat pengalaman langsung dalam situasi asli (Dewey dalam (Tumardi, 2015)).
C. Pengaruh Strategi Pembelajaran Berbasis Proyek Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Anak Usia 5-6 Tahun
Pembelajaran berbasis proyek terbukti berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kreatif. Hal ini dibuktikan dari kelancaran anak dalam menggunakan bahan
65
dan menceritakan karya, fleksibilitas anak dalam menggunakan berbagai alat dan bahan, keberhasilan anak menciptakan suatu produk baru serta keberhasilan anak dalam mengembangkan bahan bahan yang disediakan.
29.00%
18.00%
27.00%
26.00%
Persentase Aspek
Kemampuan Berpikir Kreatif
Kelancaran Keluwesan
Keaslian Elaborasi
Gambar 5.8 Presentasi Masing-masing Aspek Kemampuan Berpikir Kreatif
Berdasarkan keempat aspek yang terkandung dalam kemampuan berpikir kreatif. Aspek kelancaran (fluency) memiliki presentase paling tinggi sebesar 29%, disusul aspek keaslian (originality) sebesar 27 %, kemudian elaborasi (elaboration) 26% dan yang terakhir adalah aspek keluwesan (flexibility) sebesar 18%. Terlihat bahwa kelompok eksperimen dapat dengan lancar mengungkapkan ide kreatif dalam proyek yang sedang dibuat. Pernyataan ini dibuktikan dengan proyek bertemakan rumah yang mampu mereka lengkapi dengan berbagai komponen seperti: kandang, taman, kolam, tenda, dan komponen lain yang memiliki keterkaitan. Munandar (1987) menambahkan, salah satu ciri keterampilan berpikir lancar (fluency) adalah kemampuan dalam mencetuskan banyak ide.
Gambar 5.9 Kreasi Proyek Oleh Kelompok Eksperimen
66
Posisi kedua setelah aspek kelancaran adalah aspek keaslian. Melalui topik yang dihadirkan, sebagian besar anak diketahui mampu menciptakan berbagai ide unik. Mengambil tema lingkungan dengan proyek membuat maket rumah, sebagian besar anak mampu menciptakan karya yang bervariatif. Kemampuan ini ditemukan ketika anak menceritakan hasil proyek di akhir kegiatan. Beberapa anak mampu mendefinisikan rumah bukan sekedar tempat tinggal, ada yang menciptakan rumah hantu, anak lain menciptakan rumah yang halamannya dipenuhi salju warna warni ada pula yang menciptakan halaman rumah dilengkapi dengan tenda dan kandang ular. Keaslian merupakan kemampuan anak dalam menciptakan sesuatu yang unik (Torrance dalam Kim, 2017). Berpikir kreatif sama halnya dengan berpikir divergent.
Berpikir kreatif atau berpikir divergen adalah kemampuan menemukan banyak kemungkinan jawaban di mana penekanannya ketepat gunaan dan keragaman jawaban (Munandar, 1987).
Elaborasi pada kelompok eksperimen sebagai kelompok yang menerima perlakuan terjadi saat anak mampu mengembangkan suatu bahan menjadi bentuk baru yang indah. Ciri khas dari aspek elaborasi adalah keterampilan dalam
memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau menambahkan suatu objek.
Misalnya ketika anak merubah cup kue menyerupai bentuk kandang ular dengan menambahkan plastisin berwarna gelap yang diletakkan di tengahnya. Penambahan detail yang dilakukan pada cup mampu menciptakan pemahaman dan apresiasi yang lebih baik dari bentuk cup asli. Detail tambahan ini mengubah ide lama menjadi baru yang membuat cup memiliki kebermaknaan lebih besar.
Gambar 5.10 Kemampuan Elaborasi Kelompok Eksperimen
67
Keluwesan dalam berpikir kreatif dicirikan dengan kemampuan memikirkan macam macam solusi yang berbeda ketika anak menghadapi suatu masalah. Saat pertemuan terakhir, diketahui bahwa seorang anak ingin menggunakan kertas lipat untuk membuat bagian dasar kolam pada proyeknya. Kemudian pada saat tersebut sang anak tidak dapat menemukannya, anak kemudian memakai bahan yang lain untuk membuat kolam ikan tersebut. Selain itu, ditemukan juga anak yang
menggunakan cuttonbud bahkan jari mereka untuk melukis ketika mendapati bahwa kuas kuas yang tersedia dipakai oleh teman yang lain. Saat inilah aspek fleksibilitas dalam berpikir kreatif anak muncul. Tindakan beberapa anak tersebut
menggambarkan perkembangan kemampuan fleksibilitas mereka dalam memanfaatkan alat yang lain sebagai solusi dari permasalahan yang terjadi.
Gambar 5.11 Kegiatan Mewarnai Oleh Kelompok Eksperimen
Faktor lingkungan menjadi faktor utama yang mempengaruhi kemampuan berpikir kreatif. Kegiatan pembelajaran yang diciptakan dengan nyaman, tidak mengekang serta secara penuh memfasilitasi kemampuan berpikir kreatif anak memudahkan anak mengekspresikan ide kreatif yang ada dalam imajinasi mereka.
Kebebasan berekspresi yang dilakukan terbukti dapat menstimulasi berbagai pengalaman anak.
Anak secara lancar dapat menuangkan pengalaman mereka melalui berbagai alat dan bahan yang disediakan. Faktor lain yang menyebabkan strategi pembelajaran berbasis proyek berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kreatif adalah
serangkaian langkah kerja pembelajaran berbasis proyek yang disinyalir membantu anak berimajinasi terhadap dunia nyata. Meskipun kelompok kontrol (kelas B2) dan kelompok eksperimen (kelas B1) diberikan materi dan waktu yang sama, namun
68
kedua kelompok diberikan perlakuan berbeda. Kelas B1 selaku kelompok eksperimen diberikan pembelajaran berbasis proyek, sedangkan pada kelompok kontrol (kelas B2) pembelajaran dilaksanakan dengan strategi pembelajaran konvensional dimana pendidik lebih banyak mengambil peran dalam kegiatan pembelajaran. Perlakuan tersebut menjadikan skor kemampuan berpikir kreatif kelompok kontrol (kelas B2) lebih rendah dibandingkan kelompok eksperimen (kelas B1)
Pendidik pada kelompok eksperimen memberikan kesempatan anak untuk memanfaatkan dan bereksplorasi dengan alat dan bahan yang disediakan serta menghadirkan topik bahasan dalam pembelajaran dengan menampilkan beberapa video yang relevan. Melalui beberapa cara ini, memori anak dapat mengulas kembali pengetahuan didapatkan. Secara lancar anak sudah bisa membayangkan proyek apa yang akan dibuat melalu berbagai alat dan bahan yang disediakan.
Berdasarkan beberapa uraian yang telah peneliti paparkan, dapat disimpulkan bahwa H0 yang menyatakan “tidak terdapat pengaruh positif strategi pembelajaran berbasis proyek terhadap kemampuan berpikir kreatif anak usia 5-6 tahun” ditolak dan menerima H1 yang menyatakan “terdapat pengaruh positif strategi pembelajaran berbasis proyek terhadap kemampuan berpikir kreatif anak usia 5-6 tahun”.
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembelajaran berbasis proyek terbukti berpengaruh terhadap
kemampuan berpikir kreatif anak usia 5-6 tahun. Kemampuan berpikir kreatif diwujudkan pada hasil karya kelompok eksperimen yang mampu memenuhi indikator berpikir kreatif anak usia 5-6 tahun. Penerapan strategi pembelajaran berbasis proyek dengan memberikan situasi nyaman dan kesempatan untuk bereksplorasi memberikan pengaruh terhadap kemampuan berpikir kreatif anak usia 5-6 tahun. Pernyataan ini didukung dengan skor kemampuan berpikir kreatif pertemuan awal kelompok eksperimen (Kelas B1) yang memiliki perbedaan signifikan dengan kemampuan berpikir kreatif pada pertemuan akhir.
Berbanding terbalik dengan kelompok eksperimen. Penerapan strategi pembelajaran konvensional belum mampu mengembangkan kemampuan berpikir kreatif kelompok kontrol (Kelas B2). Baik kelompok kontrol (Kelas B2) maupun kelompok eksperimen (Kelas B1) diberikan waktu dan sarana yang sama. Namun, alat dan bahan pada kelompok kontrol dibagi sama rata dengan guru sebagai sumber belajar. Pengadaan alat dan bahan yang
bervariatif tanpa diimbangi dengan kondisi yang mendukung belum dapat menstimulus kemampuan berpikir kreatif anak usia 5-6 tahun. Hal ini
mengakibatkan skor kemampuan berpikir kreatif kelompok kontrol cenderung tetap dari pertemuan awal sampai pertemuan akhir.
Hasil uji hipotesis kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol digunakan sebagai acuan untuk menentukan hipotesis. Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima dengan nilai sig = 0,00<0,05.
Artinya, terdapat pengaruh strategi pembelajaran berbasis proyek terhadap kemampuan berpikir kreatif anak usia 5-6 tahun.
B. Saran
Kegiatan pembelajaran dengan strategi pembelajaran berbasis proyek yang diterapkan untuk anak usia 5-6 tahun terbukti berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kreatif anak. Adapun saran yang peneliti
rekomendasikan antara lain.
1. Bagi guru, disarankan untuk lebih memperhatikan aspek psikologis anak ketika melakukan suatu tindakan dalam kegiatan pembelajaran.
Lebih lanjut, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan guru di TK An-Nur dalam menerapkan strategi pembelajaran yang dapat menunjang kemampuan berpikir kreatif.
2. Bagi sekolah, pemenuhan sarana dan prasarana perlu dipertimbangkan pihak sekolah termasuk dengan memperbanyak alat dan bahan yang memacu perkembangan kemampuan berpikir kreatif.
3. Bagi peneliti lain yang berkeinginan mengkaji tentang pembelajaran berbasis proyek, diharapkan dapat meneliti kemampuan atau aspek perkembangan yang lain dari adanya penerapan strategi pembelajaran berbasis proyek.
DAFTAR RUJUKAN
Aini, W. N. (2013). Teacher Student Interaction in a Project Based Learning Classroom. Indonesia University of Education, (1972), 196–205. (online), https://media.neliti.com/media/publications/192358-EN-teacher-student- interaction-in-a-project.pdf
Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Aris Priyanto. (2014). Jurnal Ilmiah Guru “COPE”, No. 01/Tahun XVIII/Mei 2014.
Pengembangan Kreativitas Pada Anak Usia Dini Melalui Aktivitas Bermain, (01). (online), https://journal.uny.ac.id/index.php/cope/article/view/2913 Ariyana, Y. M., Pudjiastuti, A., Reisky, B., & Zamroni. (2019). Buku Pegangan
Pembelajaran Berorientasi pada Keterampilan Berfikir Tingkat Tinggi. In Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hak. Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hak.
B. Hurlock, E. (1980). Psikologi Perkembangan (5th ed.; R. Max Sijabar, Ed.).
Cahyono, T. (2018). Statistika Terapan dan Indikator Kesehatan. Yogyakarta: CV Budi Utama. (online), https://books.google.co.id/books
Creswell, J. W. (2014). Research Design. In V. K. Editorial (Ed.), SAGE. London.
Dahlan, S. M. (2011). Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan (3rd ed), Ciracas:
Salemba Medika. (online), https://books.google.co.id/books
David, Y. K. A. & K. J. (2017). Experiential Learning Theory as a Guide for Experiential Educators in Higher Education. ELTHE: A Journal For Engaged Educators, 1, 7–44. (online),
https://learningfromexperience.com/downloads/research-library/experiential-
learning-theory-guide-for-higher-education-educators.pdf
Delavari, N., & Delgoshaei, Y. (2012). Applying multiple-intelligence approach to education and analyzing its impact on cognitive development of pre-school children. 4th International Conference of Cognitive Science (ICCS 2011), 361–
366. (online), https://pdf.sciencedirectassets.com/277811/1-s2.0- S1877042812X00028/1-s2.0-S1877042812000559/main.pdf Dewey, J. (1976). Experience and Education (19th ed.). (online),
https://openlibrary.org/works/OL111355W/Experience_and_education Fajri, N., & Wahyuni, D. (2016). Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek
Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa. Jurnal Biologi dan Pembelajaran Biologi, 1. (online), http://e-
journal.hamzanwadi.ac.id/index.php/cob/article/view/1142/pdf_6
Fatmawati, J. (2018). Telaah kreativitas. Universitas Airlangga, (October), 0–21.
(online), https://www.researchgate.net/publication/328217424
Fitri, H., Dasna, I. W., & Suharjo, S. (2018). Pengaruh Model Project Based Learning (PjBL) Terhadap Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Ditinjau dari Motivasi Berprestasi Siswa Kelas IV Sekolah Dasar. Briliant: Jurnal Riset Dan
Konseptual, 3(2), 201. https://doi.org/10.28926/briliant.v3i2.187
Gerhana, M. T. C., M, M., & Pramudya, I. (2017). The Effectiveness of Project Based Learning in Trigonometry The Effectiveness of Project Based Learning in Trigonometry. International Conference on Mathematics and Science Education (ICMScE). (online), https://www.researchgate.net/publication/320228328
Global Innovation Index. (2019). Global Innovation Index. (online), GlobalInnovationIndex.org
Gold Standard PBL: Essential Project Design Elements. (n.d.). (online), Buck Of Institute website: https://www.pblworks.org/what-is-pbl/gold-standard-project- design
Hardika, H., Nur Aisyah, E., & Gunawan, I. (2018). Facilitative Learning to Improve Student Learning Creativity. 269(CoEMA), 186–189.
https://scholar.google.co.id/citations?user=SLWV13AAAAAJ&hl=en Helmawati. (2019). Pembelajaran dan Penilaian Berbasis HOTS. Bandung: PT
Remaja Rosdarkarya.
Honeck, E. (2016). Inspiring Creativity in Teachers to Impact Students. Torrance Journal for Applied Creativity, 1, 33–38. https://doi.org/10.1016/B978-0-12- 375038-9.00223-5
Juliandi. (2014). Metodologi Penelitian Bisnis. (online), https://books.google.co.id Karakoç, M. (2016). The Significance Of Critical Thinking Ability In Terms Of
Education. International Journal of Humanities and Social Science, 6(7), 81–84.
(online), http://www.ijhssnet.com/journals/Vol_6_No_7_July_2016/10.pdf Kim, K. H. (2017). The Torrance Tests of Creative Thinking - Figural or Verbal :
Which One Should We Use ? 4(2), 302–321. https://doi.org/10.1515/ctra-2017- 0015
Lestari, F. D. (2018). Pengaruh Model Pembelajaran Project Based Learning Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas Iv. (online),
http://journal.student.uny.ac.id/ojs/index.php/pgsd/article/download/11019/1056 5
Lubart, T. I. (2016). Creativity And Convergent Thinking: Reflections, Connections And Practical Considerations. Journal of Psychology and Pedagogics, (No 4 (2016), 7–15. https://doi.org/https://doi.org/10.22363/2313-1683-2016-4-7-15 Mardhiyana, D., & Sejati, E. O. W. (2016). Mengembangkan Kemampuan Berpikir
Kreatif dan Rasa Ingin Tahu Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah.
PRISMA, Prosiding Seminar Nasional Matematika, 672–688. (online), https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/article/view/21686
Masganti. (2016). Pengembangan Kreativitas Anak Usia Dini (1st editio). (online),
http://repository.uinsu.ac.id/2095/1/Buku Pengembangan Kreativitas Ok.Pdf Mulyati, S., Junaedi, I., & YL, S. (2018). PROSIDING : Seminar Nasional “
Pembelajaran Matematika. (online),
https://fkip.unissula.ac.id/download/prosiding_seminar_matematika_2016.pdf
Munandar, U. (1987). Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Berbakat (2nd ed.). Jakarta: PT Gramedia.
Murniarti, E. (2017). Penerapan Metode Project Based Learning. 3(2), 369–380.
(online), http://ap.fip.um.ac.id/wp-content/uploads/2016/03/28-Erni- Murniarti.pdf
Nadiem Sebut Kompetensi Menghafal Tak Lagi Dibutuhkan. (2019). CNN Indonesia.
(online), Nadiem Sebut Kompetensi Menghafal Tak Lagi Dibutuhkan
Novitasari, K. (2018a). Pembelajaran Berbasis Proyek Untuk Menanamkan Karakter Tanggung Jawab Pada Anak Kelompok B Di Tk Nasima Kota Semarang. PG PAUD Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas PGRI Yogyakarta, Indonesia. (online), http://repository.upy.ac.id/1828/1/khikmah.pdf
Pearlman, B., & Thomas, J. W. (2000). Home Project-Based Learning 21st Century Learning: A Review Of Research On Project-Based Learning. (online),
http://www.bie.org/research/study/review_of_project_based_learning_2000 Pramono, P., & Nur Aisyah, E. (2018). Development Of Early Childhood Physical
Activity Game Model. 244(Ecpe), 160–163. (online),
http://scholar.google.co.id/citations?user=SLWV13AAAAAJ&hl
Rachman, U. A. (2018). Jurnal Ilmiah Pendidikan Prasekolah dan Sekolah Awal Parenting program is an educational. Scientific Journal of Preschool and Early School Education, III(2), 141–154. (online),
http://journal.umpo.ac.id/index.php/indria/article/view/1064/pdf
Roekel, D. Van. (2010). Preparing 21st Century Students for A Global Society (An
educator’s Guide to the “Four Cs”). (online),
http://www.nea.org/assets/docs/A-Guide-to-Four-Cs.Pdf
Semiawan, R. C., Putrawan, M., & TH, S. I. (1991). Dimensi Kreatif dalam Filsafat Ilmu. Bandung: PT Remaja Rosdarkarya.
Sternberg, R., & Lubart, T. I. (1995). Defying The Crowd Ultivating Creativity. New York: The Free Press.
Sugiyono. (2007). Statistika Untuk Penelitian (E. Mulyatiningsih, Ed.). Bandung: CV Alfabeta.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Pendidikan (25th ed.). Bandung: Alfabeta.
Sukardi, M., & Astuti, W. (2013b). Kajian Perkembangan Kognitif Anak (1st ed.).
MALANG: FIP Universitas Negeri Malang.
Sukmadinata, N. S. (2004). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdarkarya.
Supardi. (2015). Peran Berpikir Kreatif Dalam Proses Pembelajaran Matematika.
2(3), 248–262. (online),
https://journal.lppmunindra.ac.id/index.php/Formatif/article/download/107/103 Sutama, I. W., & Mumtahanah, A. I. (2017). Science Learning in Early Childhood
Education. 118, 393–398. (online), https://scholar.google.com/citations?
user=LJaXEE8AAAAJ&hl
Sutama, I. W., Tegariyani Putri Santoso, S., Gonadi, L., & Wuri Astuti, W. (2018).
Improving Questioning Skill through Application of the Scientific Approach to Children 3-4 Years Old. 244(Ecpe), 80–84. (online),
https://scholar.google.com/citations?user=LJaXEE8AAAAJ&hl
Syahrum, & Salim. (2012). Metodologi Penelitian Kuantitatif.pdf (p. 184). p. 184.
Tumardi. (2015). Strategi Pembelajaran. Malang: Fakultas Ilmu Pemdidikan Universitas Negeri Malang.
Tumardi, & Sopingi. (2013). Belajar dan Pembelajaran. Malang: FIP Universitas Negeri Malang.
Wena, M. (2010). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara.
LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Keterangan Melakukan Penelitian
Lampiran 2
Rancangan Program Pembelajaran Harian (RPPH)
RPPH Pretest Kelompok Eksperimen (Kelas B1)
RPPH Pretest Kelompok Kontrol (Kelas B2)
RPPH Treatment Project Based Learning Kelompok Eksperimen (Kelas B1)
RPPH Posttest Kelompok Kontrol (Kelas B2)
Posttest Project Based Learning Kelompok Eksperimen (Kelas B1)
Lampiran 3
Data Penilaian Kemampuan Berpikir Kreatif
Penilaian Kemampuan Berpikir Kreatif Pretest Kelompok Eksperimen
Penilaian Kemampuan Berpikir Kreatif Pretest Kelompok Kontrol (Kelas B2)
Penilaian Kemampuan Berpikir Kreatif Posttest Kelompok Kontrol (Kelas B2)
Penilaian Kemampuan Berpikir Kreatif Posttest Kelompok Eksperimen (Kelas B1)
Lampiran 4
Dokumentasi Kegiatan
Pretest Kelompok Eksperimen (Kelas B1)
Setting Kelas Alat dan bahan yang digunakan saat Pretest
Guru memantau pekerjaan anak
SOP Penutup, berdoa sebelum pulang
Guru memantau pekerjaan anak
Recalling dan Reward Proyek Kelompok Eksperimen (Kelas B1) Saat Pretest
Pretest Kelompok Kontrol (Kelas B2)
SOP pembukaan, berkumpul dan bernyanyi bersama di depan kelas
Guru membagikan alat dan bahan
Proses pengerjaan produk oleh kelompok kontrol (Kelas B2) Proyek Kelompok Kontrol (Kelas B2) Saat Pretest
Treatment di Kelompok Eksperimen (Kelas B1)
Apersepsi oleh peneliti di kelas B1
Proses pengerjaan proyek
Proses pengerjaan proyek
Alat dan bahan ketika Treatment PjBl Anak mengerjakan proyek
Anak mengerjakan proyek Anak mengerjakan proyek
Display Proyek Hasil Kreasi Kelompok Eksperimen (Kelas B1)
Posttest Kelompok Eksprimen (Kelas B1)
Proses pengerjaan proyek
Peneliti memantau aktivitas anak
Proses pengerjaan proyek
Display Proyek Hasil Kreasi Kelompok Eksperimen
Posttest Kelompok Kontrol (Kelas B2)
Apersepsi oleh peneliti
Penjelasan Topik oleh Guru kelas
Proses pengerjaan tugas
Display Produk oleh kelompok Kontrol (Kelas B2)
Lampiran 5
Surat Validator Instrumen
Lampiran 6
Uji Validasi Ahli Instrumen
Lampiran 7
Hasil Uji Validitas Instrumen
Hasil Uji Validitas Pretest
Correlations
Fluency_1 Fluency_2 Flexibility Originality Elaboration Jumlah Fluency_1 Pearson
Correlation 1 .537** .507** .453* .469** .791**
Sig. (1-tailed) .000 .001 .004 .003 .000
N 39 39 39 39 39 39
Fluency_2 Pearson
Correlation .537** 1 .439 .276* .383 .750**
Sig. (1-tailed) .000 .005 .089 .016 .000
N 39 39 39 39 39 39
Flexibility Pearson
Correlation .507** .439 1 .381** .410** .755**
Sig. (1-tailed) .001 .005 .017 .009 .000
N 39 39 39 39 39 39
Originality Pearson
Correlation .453* .276* .381** 1 .345** .650**
Sig. (1-tailed) .004 .089 .017 .031 .000
N 39 39 39 39 39 39
Elaboration Pearson
Correlation .469** .383 .410** .345** 1 .709**
Sig. (1-tailed) .003 .016 .009 .031 .000
N 39 39 39 39 39 39
Jumlah Pearson
Correlation .791** .750** .755** .650** .708** 1
Sig. (1-tailed) .000 .000 .000 .000 .000
N 39 39 39 39 39 39
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).
Hasil Uji Validitas Posttest