نوُقَّ ت ت١٧٩
3.6 Teknik Analisis Data
4.1.1 Dasar Pertimbangan Hakim
Dasar hakim dalam menjatuhkan putusan pengadilan perludidasarkan kepada teori dan hasil penelitian yang saling berkaitan sehingga didapatkan hasil penelitian yang maksimal dan seimbangdalam tataran teori dan praktek. Salah satu usaha untuk mencapai kepastian hukum kehakiman, di mana hakim merupakan aparat penegak hukum melalui putusannya dapat menjadi tolak ukur tercapainya suatu kepastian hukum.
Pokok kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-undang Dasar 1945 Bab IX Pasal 24 dan Pasal 25 serta di dalam Undang-undang Nomor 48 tahun 2009.
Undang-undang Dasar 1945 menjamin adanya sesuatu kekuasaan kehakiman yang bebas. Hal ini tegas dicantumkandalam Pasal 24 terutama dalam penjelasan Pasal 24 ayat 1 dan penjelasan Pasal 1 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009, yaitu kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan
50 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, (cet V;Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2004), h.142
39
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilanberdasarkan pancasila dan Undang- undang Negara Republik Indonesia tahun 1945 demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.51 Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka dalam ketentuan ini mengandung pengertian bahwa kekuasaan kehakiman bebas dari segala campur tangan pihak kekuasaan ekstra yudisial, kecuali hal-hal sebagaimana disebut dalam Undang-undang Dasar 1945. Kebebasan dalam melaksanakan wewenang yudisial bersifat tidak mutlak karena tugas hakim alah menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, sehingga putusannya mencerminkan rasa keadilan rakyat Indonesia. Kemudian Pasal 24 ayat (2) menegaskan bahwa: kekuasan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usahanegara, dan oleh sebuah mahkamah konstitusi.52
Kebebasan hakim perlu pula dipaparkan posisi hakim yang tidak memihak (impartial jugde) Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009. Istilah tidak memihak di sini haruslah tidak harfiah, karena dalam menjatuhkan putusannya hakim harus memihak yang benar. Dalam hal ini tidak diartikan tidak berat sebelah dalam pertimbangan danpenilaiannya. Lebih tapatnya perumusan UU No. 48 Tahun 2009 Pasal 5 ayat (1): “Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda- bedakan orang”.53
Seorang hakim diwajibkan untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan tidak memihak. Hakim dalam memberi suatu keadilan harusmenelaah terlebih dahulu
51 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, (cet V;Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2004), h.142
52 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, (Jakarta:Rineka Cipta,1996),h.94
53 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, (Jakarta:Rineka Cipta,1996),h.95
tentang kebenaran peristiwa yang diajukan kepadanya kemudian memberi penilaian terhadap peristiwa tersebut dan menghubungkannya dengan hukum yang berlaku.
Setelah itu hakim baru dapat menjatuhkan putusan terhadap peristiwa tersebut.
Seorang hakim dianggap tahu akan hukumnya sehingga tidak boleh menolak memeriksa dan mengadili suatu peristiwa yang diajukan kepadanya. Hal ini diatur dalam Pasal 16 ayat (1) UU No. 35 Tahun 1999 jo. UU No. 48 Tahun 2009 yaitu:
pengadilan tidak bolehmenolak untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajibuntuk memeriksa dan mengadilinya.
Seorang hakim dalam menemukan hukumnya diperbolehkan untukbercermin pada yurisprudensil dan pendapat para ahli hukum terkenal (doktrin). Hakim dalam memberikan putusan tidak hanya berdasarkan pada nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, hal inidijelaskan dalam Pasal 28 ayat (1) UU No. 40 tahun 2009 yaitu: “Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat”.54
Sesuai dengan Putusan Nomor.221/Pid.B/2016/PN.Pre tentang pembunuhan berencana ada beberapa pertimbangan-pertimbangan hakim yang diberikan dalam keringanan penjatuhan hukuman dari tuntutan yang diberikan oleh penuntut umum akibat adanya sebuah perselingkuhan sebagaimana dalam putusan tersebut :
Menimbang, bahwa sebelum Majelis Hakim menjatuhkan pidana, maka perlu pula dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan bagi diri terdakwa:
54 Republik Indonesia, UU. RI. No. 40 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 28 ayat (1).
41
Hal-Hal yang memberatkan:
- Bahwa akibat dari perbuatan terdakwa mengakibatkan korban Abbas Als.
Lebba’e meninggal dunia;
- Bahwa perbuatan terdakwa telah mengakibatkan duka yang mendalam untuk keluarga korban Abbas Als. Lebba’e;
- Bahwa perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat;55 Hal-Hal yang meringankan :
- Bahwa terdakwa bersikap sopan dan berterus terang pada persidangan;
- Bahwa terdakwa merasa malu karena perbuatan korban Abbas Als. Lebba’e berselingkuh dengan istri terdakwa;
- Bahwa terdakwa belum pernah dihukum;
Menimbang, bahwa mengenai pemidaaan (strafmaacht) dalam hal ini Majelis Hakim setelah mempertimbangan fakta-fakta dipersidangan serta hal-hal yang memberatkan maupun hal-hal yang meringankan dan kadar dari kesalahan dari terdakwa tersebut, maka terhadap tuntutan Penuntut Umum yang telah menuntut terdakwa dengan tuntutan pidana penjara selama 10 (sepuluh) tahun, dalam hal ini Majelis Hakim tidak sependapat dengan Penuntut Umum, oleh karena berdasarkan pertimbangan dari fakta-fakta hukum dipersidangan terungkap alasan terdakwa membunuh korban Abbas Als. Lebba’e, adalah oleh karena korban Abbas Als.
Lebba’e menjalin hubungan kasih dengan saksi Asmawiyah Als. Enceng yang notabene masih istri sah dari terdakwa, sehingga terdakwa merasa emosi dan merasa malu, apalagi orang 1 (satu) kampung mengetahui perihal hubungan kasih antara korban Abbas Als. Lebba’e dengan saksi Asmawiyah Als. Enceng, sehingga berdasarkan hal
55 Putusan Pengadilan Negeri Parepare Nomor.221/Pid.B/2016/PN.Pre. h. 28
tersebut dihubungkan dengan tujuan dari pemidanaan bukanlah untuk memberikan nestapa bagi pelaku tindak pidana melainkan bersifat preventif, edukatif dan korektif, maka hukuman yang paling tepat dijatuhkan kepada terdakwa menurut Majelis Hakim adalah sebagaimana yang tercantum dalam amar putusan dibawah ini;
Menimbang, bahwa untuk mempermudah pelaksanaan hukuman terhadap putusan yang telah dijatuhkan dan selama pemeriksaan tidak diketemukan alasan- alasan yang dapat mengalihkan atau membebaskan Terdakwa dari tahanan maka terhadap terdakwa supaya tetap dalam Rumah tahanan;
Menimbang, bahwa terhadap barang bukti berupa 1 (satu) buah celana jeans warna biru, 1 (satu) buah ikat pinggang warna hitam, 1 (satu) buah celana dalam pria warna abu-abu, 1 (satu) buah baju kaos warna coklat, 1 (satu) buah jaket warna merah dan 1 (satu) unit sepeda motor Honda Blade warna hitam orange Nomor Polisi DP 3902 CH, oleh karena barang bukti telah disita secara sah56 menurut hukum dan berdasarkan penetapan penyitaan Pengadilan Negeri Parepare nomor 176/Pen.Pid/2016/PN. Parepare disita dari, maka sesuai dengan pasal 46 ayat (1) dan (2) Jo Pasal 194 ayat (1) KUHAP barang bukti tersebut harus dikembalikan kepada terdakwa, sedangkan barang bukti berupa sebilah badik panjang kira-kira 23 cm ujungnya runcing gagangnya terbuat dari kayu beserta sarung yang terbuat dari kayu warna kuning, oleh karena barang bukti tersebut berdasarkan fakta hukum dipersidangan merupakan alat yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidana, maka barang bukti tersebut dirusak sehingga tidak dapat dipergunakan lagi;
Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana, maka berdasarkan ketentuan Pasal 197 Ayat (1) huruf I dan Pasal 222 Ayat
56 Putusan Pengadilan Negeri Parepare Nomor.221/Pid.B/2016/PN.Pre. h. 29
43
(1) KUHAP, terdakwa harus dibebani pula untuk membayar biaya perkara yang besarnya tercantum dalam amar putusan ini; Memperhatikan, Pasal 340 KUHPidana dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan;57
M E N G A D I L I :
1. Menyatakan Terdakwa MUHLIS LATIF Alias MUHLIS Bin ABD.LATIF terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana “ MELAKUKAN PEMBUNUHAN
BERENCANA”;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara 7 (tujuh) tahun ;
3. Menetapkan masa penangkapan dan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4. Memerintahkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan;
5. Memerintahkan barang bukti berupa :
- 1 (satu) buah celana jeans warna biru.
- 1 (satu) buah ikat pinggang warna hitam.
- 1 (satu) buah celana dalam pria warna abu-abu.
- 1 (satu) buah baju kaos warna coklat.
- 1 (satu) buah jaket warna merah.58
57 Putusan Pengadilan Negeri Parepare Nomor.221/Pid.B/2016/PN.Pre. h. 30
58 Putusan Pengadilan Negeri Parepare Nomor.221/Pid.B/2016/PN.Pre. h. 30
Maka dari beberapa pertimbangan majelis hakim tersebut terdakwa yang awalnya dituntut 10 tahun penjara oleh penuntut umum, akhirnya di jatuhu pidana oleh majelis hakim selama 7 tahun penjara dengan pertimbangan-pertimbangan diatas.
Dalam hukum pidana ada juga yang dikenal sebagai Restorative Justice dan Retributive Justice, Perbedaan antara Restorative Justice dan Retributive Justice memang merupakan topik yang tidak biasa. Ini tidak umum karena istilah di atas tidak sering digunakan dan, oleh karena itu, tidak akrab bagi banyak dari kita. Orang- orang di bidang hukum mungkin berkenalan dengan makna setiap istilah. Namun, bagi kita yang tidak begitu mengenalnya, istilah-istilah tersebut mewakili semacam dilema.59 Seperti yang disampaikan olehHakim Pengadilan Negeri Parepare;
“KUHP kita belum mengenal restorative dan retributive justice, retributive justice itu semacam pengganti, seperti kita membayar denda itu dianggap pengganti, sedangkan restorative itu mengembalikan oleh keadaan semula”60 Dalam penjatutan hukuman, hakim tidak semenah-menah dalam memberikan sebuah hukuman atau mempertimbangkan hukuman terhadap terdakwa, sebagaimana pertimbangan-pertimbangan diatas yang salah satu hal yang meringankan pelaku karena sang istri terdakwa berselingkuh dengan korban, yang dimana itu menjadi alasan terdakwa melakukan pembunuhan berencana.
Bermain api di belakang pasangan sah tak diajarkan dalam agama manapun.
Selingkuh tak hanya melukai hati pasangan, tetapi juga akan menimbulkan badai
59 https://id.mort-sure.com/blog/difference-between-restorative-justice-and-retributive- justice/, 29 Oktober 2020, 21:25
60 Andrik Dewantara, Hakim Pengadilan Negeri Parepare, wawancara oleh penulis di Pengadilan Negeri Parepare, 06 Oktober 2020.
45
prahara pernikahan hingga murka Tuhan.
Dalam agama islam, tindakan perselingkuhan sangatlah dilaknat dalam sebuah pernikahan. Sebagaimana disebutkan dalam surah Al-Isra ayat 32 :
ٗلَي ب س ء ا س و ٗة ش حَٰ ف نا ك ۥ هَّن إ َٰى ن ِّزلٱ ْاو ب ر ق ت لا و ٣٢
Terjemahnya :
"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk" (QS. Al-Isra : 32)61
Dalam penjatuhan hukuman kepada terdakwa tentulah di perlukan sebuah pembuktian, Pembuktian merupakan penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum oleh hakim yang memeriksa suatu perkara guna memberikan kepastian tentang kebenaran peristiwa yang dikemukakan. Di dalam hukum acara pidana pembuktian merupakan titik sentral di dalam pemeriksaan perkara di pengadilan. Hal ini karena melalui tahapan pembuktian inilah terjadi suatu proses, cara dan perbuatan membuktikan untuk menunjukkan benar salahnya terdakwa terhadap suatu perkara pidana di dalam sidang pengadilan
.
62Pembuktian sangat penting untuk mengetahui benar atau tidaknya terdakwa melakukan tindak pidana yang didakwakan. Untuk mengetahui ada atau tidaknya tindak pidana maka harus dilakukan pembuktian sebagaimana yang diatur dalam hukum pidana formil atau hukum acara pidana. Menurut M. Yahya Harahap, pembuktian merupakan sebuah ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan oleh Undang-undang dan yang boleh
61 Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, h. 285
62 http://repository.unpas.ac.id/5159/5/9.%20BAB%20II.pdf di akses tgl.06/03/2021
dipergunakan hakim dalam membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa.63
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembuktian adalah sebuah metode atau penyajian alat-alat bukti yang dilakukan di depan persidangan untuk membuktikan dan meyakinkan hakim terhadap kebenaran perbuatan pidana seorang terdakwa agar dapat dijatuhi hukuman terhadapnya.
Pembuktian di Indonesia diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada bagian ke-empat, pada bab ini menjelaskan bahwa seorang hakim tidak dapat memutuskan suatu perkara tanpa sekurang-kurangnya dua alat bukti ditambah satu keyakinan hakim, hal ini untuk meyakini bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya
.
Untuk menunjang keyakinan hakim tersebut sebagaimana yang dijelaskan diatas maka diperlukan alat-alat bukti yang dapat dihadirkan dalam persidangan, hal ini penting selain karena syarat untuk memutuskan sebuah perkara tidak terpenuhi, juga menghindari kesalahan hakim untuk memutuskan terdakwa. Beberapa bentuk- bentuk alat bukti yang dihadirkan dalam persidangan juga telah diatur dalam KUHAP pada Pasal 184 ayat (1) yaitu :
(1) Alat bukti yang sah ialah ; a. Keterangan saksi;
b. Keterangan ahli c. Surat;
d. Petunjuk;
63 Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemariksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali) Edisi Kedua, (Jakarta; Sinar Grafika, 2009), h. 273.
47
e. Keterangan terdakwa;64
Pada metode pembuktian dan pengajuan alat bukti pidana ini berlaku untuk seluruh bentuk dan jenis tindak pidana yang dilakukan oleh seorang pelaku pidana, demikian juga seperti misalnya dalam tindak pidana pembunuhan berencana tidak terdapat perbedaan di dalam metode pembuktian dan pengajuan alat bukti dalam perkara pidana menurut hukum positif di Indonesia.
Pembuktian menurut istilah bahasa Arab berasal dari kata "al-bayyinah" yang artinya suatu yang menjelaskan. Bayyinah dalam istilah fuqaha, sama dengan syahadah / kesaksian, tetapi Ibnu Al Qayyim memaknai Bayyinah dengan segala yang dapat menjelaskan perkara.65 Dalam arti luas pembuktian adalah memperkuat kesimpulan dengan syarat-syarat bukti yang sah, sedangkan secara arti terbatas pembuktian itu hanya diperlukan apabila yang dikemukakan oleh penggugat itu dibantah oleh tergugat.66
Lebih lanjut, Hasbie Ash-Shidqie menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan membuktikan sesuatu ialah memberikan keterangan dan dalil hingga dapat meyakinkan dan yang dimaksud dengan yakin adalah sesuatu yang diakui adanya, berdasarkan kepada penyelidikan atau dalil dan sesuatu yang sudah diyakinkan adanya serta tidak bisa lenyap, kecuali dengan datangnya keyakinan lain.67
Dalam Hukum Islam, keyakinan hakim memiliki beberapa tingkatan.
Tingkatan keyakinan hakim tersebut adalah sebagai berikut:
64 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, (Jakarta:Rineka Cipta,1996)
65 Teungku M. Hasbie Ash-Shiddieqie, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta; Bulan Bintang, 1970), h.129
66 http://digilib.uinsby.ac.id/10733/5/bab%202.pdf diakses tgl.06/03/2021
67 Teungku M. Hasbie Ash-Shiddieqie, Peradilan dan Hukum Acara Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), h.129
1. Yaqiin. Yaitu si hakim benar-benar yakin (terbukti 100%).
2. Zhaan. Sangkaan yang kuat, yaitu lebih condong untuk membenarkan adanya pembuktian (terbukti 75-99%).
3. Syubhat. Yaitu Ragu-ragu (terbukti 50%).
4. Waham. Yaitu Tidak yakin, (terbukti < 50%), pembuktiannya lemah.68 Suatu pembuktian diharapkan dapat memberikan keyakinan hakim pada tingkat yang meyakinkan (terbukti 100%) dan dihindarkan pemberian putusan apabila terdapat kondisi syubhat atau yang lebih rendah. Hal ini dikarenakan dalam pengambilan keputusan berdasarkan kondisi syubhat, dapat memungkinkan adanya penyelewengan. Pembuktian merupakan salah satu tahapan yang menjadi prioritas yang harus dipenuhi dalam penyelesaian suatu sengketa. Seperti halnya tiga tingkatan kebutuhan yang harus dilindungi dalam penegakan syariat Islam untuk kemaslahatan umat manusia
.
69Dalam proses pembuktian suatu perkara jinayat, diperlukan adanya alat bukti yang dijadikan sebagai pendukung untuk mengungkapkan dan meyakinkan hakim dalam memutuskan suatu perkara, dalam hal ini Hasbi Ash-Shiddieqie menyebutkan ada enam macam alat bukti dalam hukum Islam diantaranya;70
1. Iqrar (Pengakuan),
68 Teungku M. Hasbie Ash-Shiddieqie, Peradilan dan Hukum Acara Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1970), h.133
69 Teungku M. Hasbie Ash-Shiddieqie, Peradilan dan Hukum Acara Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1970), h.130
70 Teungku M. Hasbie Ash-Shiddieqie, Peradilan dan Hukum Acara Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1970), h.136
49
2. Syahadah (Kesaksian),
3. Qasamah (Sumpah) Qasamah tidak diberlakukan dalam kasus pidana selain pembunuhan mulai dari mutilasi organ tubuh dan perusakan harta benda, 4. Nukul (Menolak Sumpah),
5. Keyakinan Hakim.
Pembuktian dalam suatu perkara pidana sangatlah penting dan pada kasus pembunuhan berencana ini, teori pembuktian sangat berperan aktif dalam penjatuhan hukuman kepada terdakwa.
Adapun apabila ditinjau menggunakan teori pemidanaan yaitu teori absolute atau pembalasan dimana teori ini juga dikenal dengan teori mutlak ataupun teori imbalan dan teori ini lahir pada akhir abad ke-18. Menurut teori-teori absolut ini, setiap kejahatan harus diikuti dengan pidana — tidak boleh tidak — tanpa tawar- menawar. Seseorang mendapat pidana karena telah melakukan kejahatan. Maka, pemberian pidana disini ditujukan sebagai bentuk pembalasan terhadap orang yang telah melakukan kejahatan.
Jadi, dalam teori ini pidana dapat disimpulkan sebagai bentuk pembalasan yang diberikan oleh negara yang bertujuan menderitakan penjahat akibat perbuatannya. Tujuan pemidanaan sebagai pembalasan pada umumnya dapat menimbulkan rasa puas bagi orang, yang dengan jalan menjatuhkan pidana yang setimpal dengan perbuatan yang telah dilakukan.71
Maka jika dilihat dari kasus diatas penulis mempunyai pendapat bahwa pengurangan hukuman yang diberikan oleh hakim kepada terdakwa yang dimana
71 Djoko Prakoso, Hukum Penitensier di Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1988), h. 47.
awalnya dituntut oleh penuntut umum 10 tahun penjara dan akhirnya hanya dijatuhi hukuman 7 tahun penjara di pengadilan negeri parepare karena adanya hal-hal yang meringankan terdakwa yang salah satunya adalah si korban berselingkuh dengan istri sah terdakwa itu merupakanhak bagi narapidana pada kasus ini yang memang harus diberikan bila narapidana pada kasus ini telah memenuhi syarat, karena suatu hak akan diberikan bila syarat atau kewajiban telah dipenuhi, masyarakat berpandangan bahwa pengurangan hukuman yang diberikan terdakwa di pengadilan negeri Parepare sangatlah mudah, namun menurut hasil penelitian pengurangan hukuman kepada terdakwa diberikan bukan dengan secara cuma-cuma atau semudah pandangan masyarakat, karena pengurangan hukuman ini diberikan kepada narapidana pada kasus ini dengan syarat harus berkelakuan baik selama menjalani masa pidana atau dalam hukum pidana Islam, dan adanya hal-hal yang meringankan terdakwa, narapidana telah menyesal dan bertaubat, taubat menurut istilah para sufi adalah kembali kepadaketaatan dari perbuatan maksiat, kembali dari nafsu kepada haq (jalan kebenaran). Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surah al-Furqan ayat 70 dan 71, yang berbunyi:
ل م ع َٰ لِم ع و َٰ ن ما ء و َٰ ب تَ َٰن م َٰ َّلَِّإ حِل ص َٰا ٗٓ
َٰ لْوُأ ف َٰا ٗٓ
َِٰ ي س ََُّٰللَّٱ َُٰلِ د بُ ي َٰ كِئ ٓ
َٰ َٰ
مِِتِا
ََٰٰ ٓ
ت ن س ح ٓ ٓ
روُف غََُّٰللَّٱَٰ نا ك و َٰ
ميِحَّرَٰا ٗٓ
َٰا ٗٓ
٧٠
َٰ
َٰ
Terjemahnya:
kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh;
maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang.72
حِل صَٰ لِم ع وَٰ ب تََٰن م و
َُٰهَّنِإ فَٰا ٗٓ
َٰ ۥ
َٰبا ت مََِّٰللَّٱَٰ لِإَُٰبوُت ي
َٰا ٗٓ
٧١
َٰ
َٰ
Terjemahnya:
72 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 511
51
Dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar- benarnya.73
Dari firman Allah tersebut terlihat jelas bahwa seluruh perbuatan dosa yang telah dilakukan oleh hambanya, Allah pasti akan mengampuni dosanya kecuali bila dia menyekutukan Allah, mengenai remisi yang diberikan kepada pelaku tindak pidana ini di Pengadilan Negeri Parepare, pengurangan hukuman kepada terdakwa diberikan bila terdakwa telah berkelakuan baik atau telah bertaubat, dan juga telah menjalani masa pidananya selama 8 bulan, dimana dalam masa 8 bulan tersebut narapidana ini diberikan kesempatan untuk bertaubat atau untuk menyesali segala perbuatannya, jadi bila sudah berkelakuan baik maka ia sudah pantas diberikan haknya, dan adanya hal-hal yang dapat meringankan terdakwa yang menjadi pertimbangan-pertimbangan hakim di Pengadilan Negeri Parepare.
Pemaafan ataupun pengampunan dalam Islam khususnya dalamtindak pidana ini merupakan salah satu faktor pengurangan hukuman, baik diberikan oleh wali korban atau oleh penguasa negara.Disini terlihat jelas bahwa syarat pemberian remisi dalam hukum positif dan hukum pidana Islam memiliki kesamaan yaitu sama-sama mempunyai syarat bahwa pelaku tindak pidana pembunuhan berencana harus berkelakuan baik atau bertaubat terlebih dahulu baru mendapatkan pemaafan atau keringanan hukuman. Jadi pengurangan hukuman ini diberikan di pengadilan negeri Parepare untuk memenuhi hak-hak narapidana yang telah memenuhi syarat dan dalam hukum pidana Islam bisa dikatakan juga pengurangan hukumanmengandung mashlahah murshalah yaitu sesuatu yang dipandang baik oleh akal, sejalan dengan
73 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 511
tujuan syara’ dalam menetapkan hukum namun tidak ada petunjuk syara’ yang memperhitungkannya dan tidak adapulapetunjuk syara’ yang menolaknya.
Ketika vonis hakim berupa pidana yang dijatuhkan terhadap terdakwa, seorang hakim akan berharap semoga pidana yang dijatuhkan terhadap seorang terdakwa bermanfaat dan memberikan pelajaran baginya serta memberikan efek jera baik itu terhadap dirinya sendiri, akan tetapi juga terhadap masyarakat. Sehingga vonis berupa pidana yang dijatuhkan oleh hakim itu tidak hanya bertujuan sebagai pembalasan akibat terdakwa telah terbukti melakukan suatu tindak pidana tetapi juga harus bertujuan sebagai pelajaran bagi seorang terdakwa itu sendiri.
4.2 Implementasi konsep qishas dalam Putusan Nomor.221/Pid.B/2016/PN.Pre
Pembunuhan dalam bahasa Indonesia adalah proses perbuatan.
Sedangkan pengertian membunuh adalah mematikan, menghilankan nyawa. dalam bahasa Arab pembunuhan disebut لتقلأberasal dari kata -لتق yang artinya mematikan. menurut Abdul Qadir Audah memberi definisi pembunuhan adalah perbuatan seseorang yang menghilangkan yakni pembunuhan itu adalah menghilangkan nyawa manusia.74
Pembunuhan merupakan perbuatan keji dan biadab, serta melanggar nilai-nilai kemanusiaan yang paling mendasar. Pembunuhan bertentangan dengan hak asasi manusia. Akan tetapi, dalam hukum Islam ada pembunuhan yang diperbolehkan karena karena alasan hukum, yaitu pelaku yang harus dijatuhi hukuman kisas, pembunuhan yang dilakukan karena terpaksa pada saat pelaku membela diri, dan pembunuhan yang terjadi dalam peperangan. Jadi, pembunuhan yang tidak
74 Ahmad Wardi Musim, Hukum Pidana Islam,(Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 137