• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deposito Mudharabah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

D. Deposito Mudharabah

batasan yang jelas, baik batasan tentang proyek yang diperbolehkan, jangka waktu serta pihak pelaksana kerja, mudharibnya telah ditetapkan oleh shahibul maal. Bank syariah bertindak sebagai pihak yang mempertemukan shahibul maal dan mudharib. Bagi hasil yang akan dibagi antara shahibul maal dan mudharib berasal dari proyek khusus.

Bank syariah bertindak sebagai agen yang mempertemukan kedua pihak, dan akan memperoeh fee. Dalam laporan keuangan, mudharabah muqayyadah off balance sheet akan dicatat dalam catatan atas laporan keuangan.

Deposito merupakan salah satu dari produk perbankan yang dikeluarkan untuk menarik dana pihak ketiga dari masyarakat. Tujuan dari produk deposito itu sendiri adalah untuk mendapatkan modal dari pihak yang melaksanakan akad.

Seperti halnya pada tabungan, dalam deposito khususnya deposito syariah, nasabah deposanbertindak sebagai shahibul maal dan bank bertindak sebagai mudharib. Penerapan mudharabah dalam deposito dikarenakan kesesuaian yang telah ditetapkan diantara keduanya. Misalnya yang dikemukakan dalam akad mudharabahmensyaratkan adanya tenggang waktu antara penyetoran dan penarikan agar dana itu bisa diputarkan.

Tenggang waktu itu merupakan sifat deposito, bahkan dalam deposito terdapat pengaturan waktu, seperti 30 hari, 90 hari, dan seterusnya.

Deposito biasanya terkait dengan pembungaan uang pada bank-bank konvensional. Namun, di dalam bank syariah, yang di sebut dengan deposito itu tentu berbeda dengan yang di bank konvensional. Karena itu deposito tersebut disebut dengan deposito syariah. Artinya, deposito dilakukan berdasarkan konsep bagi hasil, bukan berdasarkan pembungaan yang mengandung riba. Bank syariah pun mempunyai produk yang dijamin 100%

aman dari riba. Sebab uang itu memang tidak ditanamkan dengan sistem bunga, melainkan sistem bagi hasil. Juga ada aturan bahwa bank syariah tidak dibenarkan menanamkan uang deposito pada institusi yang punya

produk haram, seperti pabrik minuman keras, narkoba, pabrik rokok atau produk-produk haram lainnya.

Dengan demikian, pemutaran uang deposito tersebut tidak sampai melewati wilayah yang diharamkan, tetapi hanya terbatas pada wilayah dunia usaha yang bersih dan halal. Apalagi disetiap bank syariah sudah bisa dipastikan ada dewan pengawas syariahnya, di mana dewan itu sendiri terdiri dari pakar yang paham dengan hukum perbankan syariah.

Dalam hal melakukan pengelolaan dana milik nasabah deposito, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa deposito yang dibenarkan adalah deposito yang berdasarkan prinsip mudharabah. Dalam hal ini bank syariah bertindak sebagai mudharib (pengelola dana), sedangkan nasabah bertindak sebagai shahibul maal (pemilik dana). Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank syariah dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah serta mengembangkannya, termasuk melakukan akad mudharabahdengan pihak ketiga.

Dengan demikian, bank syariah dalam kapasitasnya sebagai mudharib memiliki sifat sebagai seorang wali amanah (trustee), yakni harus berhati-hati atau bijaksana serta beritikad baik dan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang timbul akibat kesalahan atau kelalaiannya. Di samping itu, bank syariah juga bertindak sebagai kuasa dari usaha bisnis pemilik dana yang

diharapkan dapat memperoleh keuntungan seoptimal mungkin tanpa melanggar berbagai aturan syariah.

Dari hasil pengelolaan dana mudharabah, bank syariah akan membagi hasilkan kepada pemilik dana sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening. Dalam mengelola dana tersebut, bank tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang bukan disebabkan oleh kelalaiannya. Namun, apabila yang terjadi adalah mis management (salah urus), bank bertanggung jawab penuh atas kerugian tersebut.

Andri soemitra (2010; 77), menjelaskan bahwa:

“Deposito yang dilakukan pada perbankan syariah adalah deposito yang investasi dananya berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah penyimpan dan bank syariah dan/ atau unit usaha syariah”.

Prinsip syariah deposito ini diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 03/ DSN-MUI/ IV/ 2000 tentang deposito. Deposito ada dua jenis yaitu deposito yang tidak dibenarkan secara syariah, yaitu deposito yang berdasarkan perhitungan bunga. Dan deposito yang dibenarkan syariah, yaitu deposito yang berdasarkan prinsipmudharabah.

Ismail (2011) menjelaskan bahwa al-mudharabah adalah akad perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan kerjasama usaha.

Satu pihak akan menempatkan modal sebesar 100% yang disebut dengan shahibul maal, dan pihak lainnya sebagai pengelola usaha disebut dengan

mudharib. Bagi hasil dari usaha yang dikerjasamakan dihitung sesuai dengan nisbah yang telah disepakati antara pihak-pihak yang telah bekerja sama.

Secara muamalah, pemilik modal (shahibul maal) menyerahkan modalnya kepada pedagang/ pengusaha (mudharib) untuk digunakan dalam aktivitas perdagangan atau usaha. Keuntungan atas usaha perdagangan yang dilakukan oleh mudharib itu akan dibagi hasilkan dengan shahibul maal.

Pembagian hasil usaha ini berdasarkan kesepakatan yang telah dituangkan dalam akad.

Mudharib adalah entrepreneur, yang melakukan usaha untuk mendapatkan keuntungan atau hasil atas usaha yang dilakukan. Shahibul maalsebagai pemilik modal atau investor, perlu mendapat imbalan atas dana yang diinvestasikan. Sebaliknya, bila usaha yang dilakukan mudharib mendapat kerugian, maka kerugian ditanggung oleh shahibul maal, selama kerugian bukan karena penyimpangan atau kesalahan yang dilakukan oleh mudharib. Bila mudharib melakukan kesalahan dalam melaksanakan usaha, maka mudharib diwajibkan untuk mengganti dana yang diinvestasikan oleh shahibul maal.

Melihat pengertian deposito dan al-mudharabah di atas dapat disimpulkan bahwa deposito mudharabah hanya dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati. Deposito yang telah diperpanjang setelah jatuh tempo akan diperlakukan seperti deposito baru,

tetapi bila pada akad sudah dicantumkan perpanjangan otomatis maka tidak perlu dibuat akad baru.

Ismail (2011: 91) menjelaskan bahwa:

“Deposito mudharabah merupakan dana investasi yang ditempatkan oleh nasabah yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan penarikannya hanya dapat dilakukan dengan waktu tertentu, sesuai dengan akad perjanjian yang dilakukan antara bank dan investor”.

Deposito mudaharabah mudah diprediksi ketersediaan dananya karena terdapat jangka waktu dalam penempatannya, sifat deposito yaitu penarikannya hanya dilakukan dengan jangka waktunya, sehingga pada umumnya balas jasa yang berupa nisbah bagi hasil yang diberikan oleh bank untuk deposito lebih tinggi dibanding tabungan mudharabah.

Adiwarman (2009) menjelaskan bahwa dalam deposito mudharabah ada dua yakni:

a. Deposito mudharabah muthlaqah, dalam deposito ini pemilik dana tidak memberikan batasan atau persyaratan tertentu kepada bank syariah dalam mengelola investasinya, baik yang berkaitan dengan tempat, cara maupun tempat investasinya. Dengan kata lain, mempunyai hak dan kebebasan sepenuhnya dalam menginvestasikan dana mudharabah muthlaqah ini keberbagai sector bisnis yang diperkirakan akan memperoleh keuntungan. Dalam hal pencairan deposito mudharabah muthlaqah dengan membayar bagi hasil bulanan yang dilakukan sebelum tanggal jatuh tempo, bank syariah dapat mengenakan denda kepada nasabah yang bersangkutan 3% dari dominan bilyet deposito mudharabah muthlaqah. Klausul denda harus ditulis dalam akad dana akan dijelaskan kepada nasabah pada saat pembukaan deposito mudharabah muthlaqah semua jangka waktu 1 sampai 12 bulan untuk disepakati oleh nasabah dan bank. Dalam hal ini, bagi hasil yang menjadi hal nasabah dan belum dibayarkan harus dibayarkan.

b. Deposito mudharabah muqayyadah, bedanya dengan mudharabah muthlaqah yaitu dalam depositomuqayyadah pemilik dana memberikan batasan atau persyaratan tertentu kepada bank syariah dalam

mengelolah investasinya, baik yang berkaitan dengan tempat, cara maupun objek investasinya. Dengan kata lain, bank syariah tidak mempunyai hak dan kebebasan sepenuhnya dalam menginvestasikan dana mudharabah muqayyadah ini keberbagai sector bisnis yang diperkirakanakan memperoleh keuntungan.

Seperti firman Allah SWT dalam Q.S. Al-jumu’ah (62): 10 (2004):









Terjemahan: 

“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”.

Surah Al-Baqarah (2): 198 (2004):













 Terjemahan:

“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu bertolak dari arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy’arilharam, dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkannya kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat”.

Selain yang telah dijelaskan di atas, adapun beberapa manfaat mudharabah, yaitu:

1. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.

2. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/ hasil usaha bank sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.

3. Bank akan lebih selektif dan hati-hati mencari hasil usaha yang benar- benar halal, aman dan menguntungkan.

Terkait dengan penjelasan sebelumnya, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam konsep mudharabah, yaitu:

a. Unsur (rukun) Perjanjian Mudharabah

1) Ijab dan kabul. Pernyataan kehendak yang berupa ijab dan Kabul antara kedua belah pihak memiliki syarat-syarat yaitu, harus menunjukkan maksud untuk melakukan kegiatan mudharabah, harus bertemu artinya penawaran pihak pertama oleh pihak kedua, dan harus sesuai dengan maksud pihak pertama.

2) Adanya dua pihak (pihak penyedia dana dan pengusaha). Para pihak (shahibul maal dan mudharib) diisyaratkan cakap bertindak hokum secara syar’i, memiliki walayah tawkil wawakalah (memiliki

kewenangan mewakilkan/ memberi kuasa dan menerima pemberian kuasa).

3) Adanya modal (mal).

4) Adanya usaha.

5) Adanya keuntungan. Mengenai keuntungan diisyaratkan bahwa keuntungan tidak boleh dihitung berdasarkan persentase dari jumlah modal yang diinvestasikan. Kemudian keuntungan untuk setiap pihak tidak ditentukan dalam jumlah nominal. Nisbah pembagian ditentukan dengan persentase.

b. Pengelolaan Usaha Mudharib

Mudharib merencanakan dan mengatur usahanya mulai dari pembelian barang, penyimpanan, pemasaran, dan penjualan. Kontrak menjelaskan secara detail bagaimana mengatur mudharabah. Mudharib harus yakin bahwa gambaran yang benar tentang barang dalam mengaplikasikan pembiayaan. Mudharib secara personal bertanggung jawab untuk setiap kerugian ketika bank tidak mau menanggung kerugian dan kesalahan tersebut. Dia harus menjaga barang-barang tersebut dan membelanjakannya secara tepat. Pendek kata, mudharib harus melengkapi batasan-batasan kontrak secara detail dalam kaitannya dengan pengaturan usaha sebagaimana batasan-batasan yang secara umum didiktekan oleh bank. Penjelasan tersebut secara umum dipraktikkan oleh perbankan syariah.

c. Sifat-sifat Deposito Mudharabah

1) Deposito mudharabah adalah investasi melalui simpanan pihak ketiga yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu (jatuh tempo) dengan mendapatkan imbalan bagi hasil.

2) Imbalan dibagi dalam bentuk berbagi pendapatan (revenue sharing), atas penggunaan dana itu secara syariah dengan rasio pendapatan misalnya 60 : 40, yaitu 60% bagi deposan dan 40% bagi bank.

3) Jangka waktu deposito mudharabah berkisar antara 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan.

d. Sistem perhitungan bagi hasil 1) Dari sudut pandang nasabah

a) Mudharabah muqayyadahoff balance sheet.

b) Mudharabah muqayyadahon balance sheet.

c) Mudharabah muthlaqah.

2) Dari sudut pandang bank

a) Perhitungan saldo akhir bulan.

b) Perhitungan saldo rata-rata harian.

e. Faktor penentu bagi hasil 1) Pendapatan bank.

2) Nisbah bagi hasil antara nasabah dan bank.

3) Nominal deposito nasabah.

4) Rata-rata deposito untuk jangka waktu yang sama pada bank.

Dokumen terkait