BAB III PEMBAHASAN
A. Dinamika Komunikasi IPMW Mataram Dalam Konflik
Dalam kehidupan berorganisasi tentu tidak terlepas dari yang namanya dinamika. Dinamika yang dimaksud adalah sesuatu yang mengandung arti tenaga kekuatan, selalu bergerak, berkembang dan dapat menyesuaikan diri secara memadai terhadap keadaan. Dinamika juga berarti adanya interaksi dan interdependensi antara anggota kelompok dengan kelompok secara keseluruhan. Keadaan ini dapat terjadi karena selama ada kelompok, semangat kelompok terus-menerus ada dalam kelompok itu, oleh karena itu kelompok tersebut bersifat dinamis, artinya setiap saat kelompok yang bersangkutan dapat berubah baik yang mengarah pada kemajuan maupun mengerah pada kemunduran kelompok atau organisasi.
Dinamika Komunikasi adalah apa, seperti apa, dan bagaimana komunikasi yang terjadi antara dua orang atau lebih terjadi. Detail-detail penting baik verbal maupun non verbal.
situasi, emosi, dan hal-hal lain yang memberikan pengaruh dalam terjadinnya sebuah komunikasi. Dinamika tersebut bisa berupa hambatan atau malah mendukung kualitas dari sebuh komunikasi.
Dinamika komunikasi dalam penanganan manajemen konflik internal yang terjadi di Ikatan Pelajar Mahasiswa Wawo Mataram dapat dibagi menjadi dua poin diantaranya sebagai berikut :
1. Harmonis
Harmonis merupakan kesesuaian, keselarasan, serta perdamaian baik dalam kehidupan berbangsan dan bernegara maupun dalam berorganisasi. Dalam pandangan ilmu sosial istilah harmoni diartikan juga sebagai pola yaitu usaha untuk mempertemukan berbagai pertentangan dalam masyarakat.
64
Harmoni menjadi faktor paling penting di dalam kehidupan masyarakat majemuk.
Ikatan Pelajar Mahasiswa Wawo Mataram walaupun sejak pertama berdirinya sampai dengan sekarang dihadapkan dengan konflik, tentu dibalik itu terdapat keharmonisan dalam Internal IPMW Mataram. Hasil pengamatan dan wawancara peneliti terkait dinamika yang terjadi di IPMW Mataram, dari hasil wawancara dengan Nazril Ilham selaku ketua Umum IPMW Mataram Periode 2021-202 Keharmonisan dalam tubuh IPMW Mataram dapat dilihat dari aktivitas seperti kegiatan keagamaan dan olahraga diantaranya sebagai berikut :
a. Kegiatan keagamaan
Kegitan keagamaan ialah program dari bidang Agama yang dilakukan satu kali dalam seminggu setiap malam Jum’at.
Setiap minggu agenda keagamaan terdapat tema yang berbeda- beda, yang susun secara sistematis untuk meningkatkan kualitas-kualitas spiritual keagamaan kader. Dalam mempelajari Ilmu agama tentu konsep dari bidang agama menentukan satu orang anggota yang mengisi kajian.
Kemudian dari pada itu agenda keagamaan tidak hanya sampai pada kajian islam saja, akan tetapi kegiatan yang praktis juga seperti yasinan, belajar membaca Al-Quran.
Secara fenomena yang terjadi dalam kehidupan mahasiswa Wawo khususnya persoalan agama atau ilmu agama tidak merupakan ilmu yang urgen bahkan dalam pandangan mayoritas mahasiswa wawo agama adalah sebuah keyakinan yang tidak perlu di perdebadatkan. Hal tersebut argumentasi dari salah seorang anggota IPMW Mataram dalam diskusinya di BTN BHP Labu Api yang peneliti juga ikut bergabung.
Maka dari itu dipandang dalam lanskap yang lebih luas adalah Indonesia berada pada konflik yang tiada henti-henti karena memperdebatkan persolan agama. Inilah yang menjadi argemantasi dari Mahasiswa Wawo Mataram bahwa persoalan agama adalah sebuah kebebasan individu yang tidak bisa dipaksa.
65 b. Kegiatan olahraga
Begitupun kegiatan olahraga dalam pandangan IPMW Mataram melahirkan keharmonisan dalam internal organisasi karena mengedepankan kerjasama serta kekompakan, demi mempertahankan eksistensi organisasi dalam pandangan eksternal. Keharmonisan dalam organisasi hadir dari semangat persatuan, walaupun terdapat perbedaan pendapat, persepsi maupun argumentasi.
Makna perdamaian dapat dibagi menjadi dua yakni, Perdamaian negatif dan Perdamaian positif. Perdamaian negatif adalah tidak adanya kekerasan langsung, seperti perang. Dalam prespektif ini perdamaian tercipta ketika adanya perjanjian perdamaian. Sedangkan perdamaian positif adalah terciptanya keadilan sosial (social justice). Atau ketika kekerasan secara struktural dan kultural sudah bisa dihilangkan. Perdamaian positif bisa dicapai ketika adanya penghapusan terhadap segala bentuk ketidaksetaraan dalam struktur sosial. Dengan demikian setiap individu mampu memperoleh akses dan hak yang sama terhadap kesejahteraan dan kehidupan yang lebih baik.
Meskipun tidak terjadi kekerasan secara langsung (perang) suatu masyarakat tidak bisa dikatakan damai ketika masih banyak orang yang menderita kelaparan. Sehingga dalam pengertian ini, perdamaian positif bertujuan untuk memperbaiki kualitas kehidupan individu dan masyarakat termasuk didalamnya pengembangan karakter seorang individu, kebebasan berpendapat, kesetaraan sosial, ekonomi, solidaritas dan partisipasi. Perdamaian positif memilki tiga tipologi, pertama, Perdamaian positif langsung, yaitu kebaikan yang ditunjukkan untuk semua kebutuhan dasar, kelangsungan hidup, kesejahteraan, kebebasan dan identitas. Kedua, Perdamaian positif struktural, yaitu mengganti penindasan dengan kebebasan dan eksploitasi dengan persamaan. Serta memperkuatnya dengan dialog bukan penetrasi, integrasi bukan
66
segmentasi, solidaritas bukan fragmentasi, dan partisipasi bukan marginalisasi. Ketiga, Perdamaian positif kultural, yaitu menggantikan legitimasi kekerasan dengan legitimasi perdamaian, baik dalam agama, hukum, ideologi, bahasa, seni dan budaya.81
Dari penjelasan makna harmonis atau perdamaian yang dipaparkan oleh para ahli diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa keharmonisan dalam berorganisasi merupakan bentuk atau eksperisi ketenagan dari anggota. Artinya harmonis merupakan suatu alasan manusia dalam mengekspresikan diri bahwa konflik tidak selamanya buruk.
2. Komplikasi
Konflik yang terjadi dalam organisasi bukan hanya pada satu masalah melainkan banyak, pada dasarnya memang konflik berakar pada satu masalah. Konflik jika tidak diselesaikan lebih awal maka akan melahirkan atau menyebabkan kemunculan konflik baru yang biasa dikenal dengan komplikasi. Sehingga komplikasi tersebut menyebabkan kevakuman dalam beroganisasi, baik itu organisasi besar seperti social, pergeakan sampai pada orgaanisasi paguyuban. Dinamika komunikasi yang terjadi dalam Ikatan Pelajar Mahasiswa Wawo Mataram yang sudah menjadi komplikasi diantaranya sebagai berikut :
a. Dominasi Forum.
Pada dasarnya bentuk komplikasi konflik ini khususnya persoalan dominasi berbicara bagaimana hegemoni yang dapat di definisikan sebagai dominasi kekuasaan dalam satu kelompok terhadap kelompok lainnya. Dalam hegemoni bekerja ada dua tahap yaitu tahap dominasi dan tahap direction atau pengarahan. Dominasi yang paling sering dilakukan adalah oleh alat-alat kekuasaan negara seperti sekolah, modal,
81Memaknai perdamaian bersama Johan Galtung” dalam https://artikula.id dimassigitcahyo memaknai-perdamaian-bersama-johan-galtung, diakses pada tanggal 15 Mei 2022.15.00
67
media dan lembaga-lembaga negara. 82 Ideologi yang disusupkan lewat alat-alat tadi bagi Gramsci merupakan kesadaran yang bertujuan agar ide-ide yang diinginkan Negara (dalam hal ini sistem kapitalisme) menjadi norma yang disepakati oleh masyarakat. Dominasi merupakan awal hegemoni, jika sudah melalui tahapan dominasi maka tahap berikutnya yaitu tinggal diarahkan dan tunduk pada kepemimpinan oleh kelas yang mendominasi. Siapa yang mencoba melawan hegemoni dianggap orang yang tidak ta,at terhadap moral serta dianggap tindak kebodohan di masyarakat bahkan adakalanya diredam dengan kekerasan.83
Dari paparan teorinya Gramsci diatas bisa dipahami bahwa dominasi akan mengarah pada pemahaman hegomoni/kekuasaan terhadap suatu kelompok dan bahkan dalam internal kelompok pun. Dan kelompok ini bisa dikaitkan dengan dominasi kepengurusan dalam yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu, baik itu terjadi dalam internal Ikatan Pelajar Mahasiswa Wawo Mataram, Seperti yang sudah dijalaskan di awal bahwa konflik pada dasarnya berangkat dari satu masalah yang berujung pada masalah besar. Maka dari itu dominasi forum merupakan sebuah masalah yang serius dalam berorganisasi yang dapat menimbulkan masalah-masalah lain.
Jika diamati pada internal organisasi-organisasi besar maupun kecil hari ini problem yang dominan terjadi adalah dominasi dalam forum karena lebih mengedepan ego antar pihak.
organisasi kecil seperti paguyuban memang anggotanya tidak semua memiliki kualitas tinggi seperti pergerakan serta tidak memiliki pedoman baku yang mengatur segala hal. Sehingga kemudian rancangan organisasi sesuai dengan pengalaman organisasi pergerakannya. dominasi forum dipahami sebagai dinamika organisasi sebagai bentuk kedewasaan berorganisasi, akan tetapi menjadi sebuah masalah besar bagi organisasi yang
82 Patria, Nezar dan Andi Arief, Antonio Gramsci Negara dan Hegemoni,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), hlm. 115.
83 Ibid, Hlm, 116-119.
68
anggotanya belum memahami konsep organisasi secara ideal.
Hal yang terjadi di internal Ikatan Pelajar Mahasiswa Wawo Mataram dalam mendominasi forum yang dilakukan oleh anggota yang dari desa Raba dan Kombo tanpa memandang psikologi anggota secara keseluruhan.
b. Dominasi kepengurusan
Bagi Gramsci, politik bukanlah sekedar cara untuk mencapai kekuasaan, melainkan lebih dari itu. Politik adalah bagaimana kita untuk mengakomodasikan semua kepentingan kelompok-kelompok dari masyarakat dalam sebuah aktivitas yang mempunyai sinegritas. Aktifitas politik tidak bisa dilakukan secara sepihak oleh sekelompok masyarakat, karena apabila kekuasaan tersebut telah diraih sementara dia tidak memiliki kepentingan maka tentu akan menimbulkan ekses antara kedua belah pihak. Ketika kekuasaan itu telah teraih oleh kelompok tertentu maka yang terjadi adalah bagaimana kekuasaan tersebut dapat dipertahankan selama mungkin.
Dominasi kepengurusan merupakan sebuah gerakan politik yang memang dirancang oleh pihak-pihak atau oknum tertentu khususnya didalam internal organisasi. Langkah utama yang lumrah terjadi memang memperlihatkan taring dalam forum atau dominasi forum guna untuk mendapatkan posisi dalam kepengurusan, setelah mendapat posisi demikian baru bisa melanggengkan kekuasaan. Dominasi kepengurusan dalam Ikatan Pelajar Mahasiswa Wawo Mataram selalu terjadi selama kurun waktu yang lama yang dilakukan oleh anggota yang berasal dari desa Raba dan Kombo sehingga membuat anggota yang dari desa lainnya merasa di marjinalkan hingga berujung pada konflik yang tak terselasaikan.
c. Beda konsep organisasi
Ideologi harus menjadi sebuah kesadaran kolektif.
Ideologi yang baik adalah ketika mampu mengakomodasikan kepentingan kelompok serta bisa untuk menarik kelompok lain kedalam kelompok kita. Ideologi memiliki sifat arbitrer
69
(berubah -ubah) sesuai dengan perkembangan pemikiran, baik disadarai atau tidak. Organisasi tentu memiliki ideologi tersendiri sebagai bentuk identitas organisasi yang harus dijalankan bahkan diyakini oleh indvidu kader atau anggota sebagai landasan dalam berfikir dimana dan kapanpun.
Berbeda dengan dengan organisasi paguyuban seperti yang disampaikan diatas bahwa persoalan ideologi hal yang kondisional. Maka dari itu paguyuban merupakan wadah perkumpulan mahasiswa heterogen, seperti mahasiswa kritis, akademisi, apatis, dan lain sebagainya. Hal yang terjadi Ikatan Pelajar Mahasiswa Wawo Mataram merupakan saling mempertahankan argumen, karena memiliki ideologi yang berbeda hingga berpengaruh pada konsep organisasi yang berbeda pula. Di Ikatan Pelajar Mahasiswa Wawo Mataram perbedaan konsep merupakan problem yang sulit diselesaikan karena perbedan konsep yang terjadi memang sampai pada saling adu fisik hingga sampai pada permusuhan antar desa.
d. Ego antar desa.
Dalam teori kepribadian yang dikemukakan Sigmund Freud, sistem kepribadian terdiri dari tiga; id, ego dan super ego. Ego merupakan sistem yang berfungsi untuk menyalurkan dorongan naluri (id) ke keadaan yang nyata.84 Dengan kata lain, ego merupakan ekspresi diri dihadapan realitas. Sifat dimana seseorang melihat dan mementingkan dirinya secara berlebihan daripada realitas di hadapannya disebut dengan egois. Ego, menurut Muthahari, sebenarnya terbagi menjadi beberapa jenis.85; Pertama sebagian orang sangat angkuh dan egois, mereka adalah orang yang menggambar dirinya sebagai pusat dan menempatkan orang lain di luar batas lingkarannya.
Kedua, ego keluarga dan kelompok, lingkaran yang dibuat oleh manusia jenis ini telah lebih luas lagi yang melibatkan anak, istri, saudara-saudara dan anggota kelompoknya. Ia boleh
84 Dr. Jalaluddin, Psikologi Agama. (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1996), hlm.54
85 Murtadha Muthahari, Filsafat Akhlak. (Jakarta : Pustaka Hidayah)
70
berbuat baik, tetapi hanya dalam batas lingkungan keluarga dan kelompoknya, tetapi prinsipnya tetap sama, bahwa apa yang ada di luar batas lingkungannya kalau perlu dikorbankan untuk merebut kepentingannya. Hal yang terjadi dalam lingkaran atau kelompok Ikatan Pelajar Mahasiswa Wawo Mataram merupakan Ego Antar Desa, dimana penyebab dari konflik internal ini adalah ego antara Desa Raba dan kombo dengan Desa Maria. Ego antar desa ini berangkat dari kultur dalam artian kultur-kultur dari desa Maria yang sudah masuk pada kehidupan perkotaan, sehingga perilaku-perilaku perkotaan demikian yang tidak disukai oleh desa lain khususnya desa Raba dan Kombo. Kemudian sikap selanjutnya adalah ketidak terimaannya desa Maria terhadap konsep organisasi seperti yang dijelaskan pada tahap ketiga diatas.
B. Resolusi komunikasi Dalam konflik Internal IPMW
Menurut Galtung, pendekatan dalam resolusi konflik antara lain merujuk kepada upaya deskripsi konflik. Hal ini memuat tiga unsur utama, yaitu pertama, Ketidaksesuaian di antara kepentingan, atau kontradiksi di antara kepentingan, atau suatu
“ketidakcocokan” di antara nilai-nilai sosial dan struktur sosial dalam masyarakat. Kedua, Perilaku negatif dalam bentuk persepsi serta prasangka negatif atau stereotip yang berkembang di antara pihak-pihak yang berkonflik. Ketiga, Perilaku kekerasan dan ancaman yang dimunculkan oleh pihak-pihak yang berkonflik.86
Selanjutnya terdapat beberapa cara resolusi konflik yang digunakan dalam proses penyelesaian konflik. Konflik dapat dicegah atau diatur jika pihak-pihak yang berkonflik dapat menemukan cara atau metode menegosiasikan perbedaan kepentingan dan menyepakati aturan main untuk mengatur konflik di antara mereka. Beberapa model yang dapat dipakai sebagai proses resolusi konflik, meliputi peacemaking, peacekeeping, dan peacebuilding. Ketiga rangakaian model resolusi konflik yang
86 Agus Supriyanto, Skala Karakter Toleransi: Konsep dan Operasiona Aspek Kedamaian, Menghargai Perbedaan dan Kesadaran Individu, Jurnal Ilmiah Counsellia, Vol. 7 No. 2, November 2017, hlm. 64
71
dikemukakan oleh Johan Galtung memiliki dimensi dan target serta tujuan masing-masing, namun serangakaian model tersebut akan bermuara pada tujuan akhir yang sama yaitu mewujudkan perdamaian jangka panjang dalam upaya menciptakan resolusi konflik. 87
Ada tiga model resolusi konflik yang dilakukan oleh Ikatan Pelajar Mahasiswa Wawo Mataram :
1. Peacemaking
Tahap awal yang harus dilakukan ketika konflik muncul adalah untuk sesegara mungkin menciptakan suatu perdamaian sebelum konflik semakin membesar. Perdamaian dapat diwujudkan dengan daya upaya negosiasi antara kelompok- kelompok yang memliki perbedaan kepentingan di dalamnya . Ada beberapa metode yang bisa diterapkan dalam mewujudkan suatu perdamaian, di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Coercive, di mana pemerintah memiliki hak untuk mengeluarkan kebijakan intervensi sebagai upaya untuk mengendalikan konflik yang terjadi dengan pemaksaan secara fisik (coercive capacity). Hal ini dapat berupa ancaman dan penjatuhan sanksi kepada pihak yang tengah berkonflik. Selain itu coercive juga perlu digunakan dalam tahap genting, terutama dalam hal menghentikan konflik terbuka yang sedang terjadi di masyarakat.
b. Litigasi, merupakan penyelesaian konflik dengan mengedepanakan jalur hukum dalam penyelesaiannya, namun di sini perlu dicermati bahwa pemilihan jalur litigasi untuk menyelesaikan konflik harus dipertimbangkan secara bijak karena memiliki beberapa kekurangan. Salah satunya adalah proses peradilan menyerap banyak waktu dalam jangka panjang.
c. Non-litigasi, merupakan model penyelesaian konflik yang berada di luar pengadilan. Penyelesaian konflik melalui lembaga non-peradilan semakin menarik karena lembaga peradilan tak mampu menjawab permasalahan yang
87 ibid., hlm. 67-70
72
semakin kompleks. Model non litigasi lebih sering digunakan dalam proses penyelesaian konflik di Indonesia karena dengan melihat berbagai pertimbangan.
Penyelesaian konflik dengan cara non litigasi dapat mengakomodasi segala macam kepentingan yang ada di masyarakat. Model non litigasi biasanya direpresentasikan dalam model negosiasi, mediasi maupun arbitrasi, di mana di dalamnya akan mendapatkan suatu kemenangan bersama (win-win solution).
Negosiasi merupakan langkah pertama yang diambil ketika keinginan berdamai muncul pada diri masyarakat yang berkonflik, karena di dalamnya terdapat berbagai unsur aktor- aktor yang di mana semua pihak berdiskusi secara terbuka untuk mencapai kesepakatan tanpa pihak-pihak yang memonopoli pembicaraan atau memaksakan kehendak.
Apabila dalam proses negosiasi masih belum juga menemukan suatu jalan keluar dalam mendamaikan kedua kelompok yang berkonflik, maka perlu kiranya untuk menggunakan cara lain, salah satunya adalah jalan mediasi. Mediasi merupakan sebuah proses di mana pihak-pihak yang bertikai dengan bantuan dari seorang mediator mengidentifikasi isu-isu yang dijadikan sengketa kemudian mecari rumusan-rumusan solusi dan mempertimbangkan alternatif dan upaya untuk mencari sebuah kesepakatan bersama sebagai penyelesaiannya.
Berangkat dari metode demikian, Ikatan Pelajar Mahasiswa Wawo Mataram untuk menyelesaikan konflik dalam bentuk mediasi. Mediasi dalam resolusi konflik yang digunakan dalam tahap ini adalah sebagai berikut :
a. Tahap Audiensi.
Ikatan Pelajar Mahasiswa Wawo Mataram dalam menyelesaikan konflik internal tahap yang digunakan adalah tahap mediasi. Karena dalam menyelesaikan konflik hal yang sangat perlu adalah seorang mediator.
Selain itu, juga perlu dicermati bahwa kecakapan mediator untuk membantu menyelesaiakan konflik harus
73
diperhatikan, karena mediator harus benar-benar tidak memihak dan mencari jalan keluar untuk kebaikan pihak- pihak yang bersengketa secara adil dan yang paling utama, seorang mediator harus benar menguasasi bidang yang menjadi masalah konflik. Hal ini yang menjadi mediator terhadap konflik IPMW Mataram adalah pengurus inti sendiri dan bimbing oleh Dewan Pengarah Organisasi.
Dalam menemukan kejelasan masalah, pengurus inti mengeluarkan undangan tertutup kepada jajaran pengurus untuk melakukan audiensi. Audiensi ini bertujuan mencarikan kejelasan informasi-informasi terkait konflik yang terjadi.
b. Rapat pengurus dan Dewan Penasehat Organisasi
Tahap selanjutnya setelah mendapatkan informasi lewat tahap Audiensi. Mediator diposisikan sebagai pihak pemberi saran atau menentukan sebuah proses mediasi untuk mengupayakan sebuah penyelesaian dengan adil.
Artinya pengurus inti sebagai mediator perlu mengadakan pertemuan atau rapat dalam membahas terkait resolusi yang digunakan dalam menyelesaikan konflik. Dalam rapat ini membutuhkan waktu yang lumayan lama, karena pada rapat ini mendiskusikan konsep-konsep resolusi konflik yang dibantu dengan dewan Pertimbangan organisasi.
Seperti yang disampaikan pada bab dua diawal setelah menemukan sumber masalah maka pengurus inti melakukan komunikasi dengan senior-senior desa yang berkonflik. Komunikasi yang digunakan pengurus dalam berkomunikasi dengan senior adalah menggunakan komunikasi non formal. Sehingga kemudian yang melanjutkan penanganan konflik dialihkan kepada senior perdesa untuk melakukan negosiasi dengan yang berkoflik.
74 c. Mendatangi kedua pihak
Tahap selanjutnya dalam menyelesaikan konflik internal Ikatan Pelajar Mahasiswa Wawo Mataram mendatangi anggota-anggota yang bermasalah. Hal ini tidak sembarang pengurus atau mediator yang mandatanginya, karena biasa terjadi akan membuat masalah makin besar jika mediator orang luar desa tersebut. Maka dari itu konsep yang disepakati pada saat rapat pengurus dan DPO langkah awal memang melakukan mediasi dengan cara mendatangi kedua pihak. akan tetapi mendatangi kedua pihak tidak menghadirkan dalam satu forum, dalam artian pengurus serta DPO perlu bagi tugas, konflik antara desa Maria dengan desa Raba dan Kombo misalnya, maka yang menjadi mediatornya atau mendatangi kedua pihak pengurus dari desa Maria menjadi mediator dari desa Maria, begitu juga sebaliknya. Langkah yang digunakan dalam berbegosiasi tersebut adalah mengajak nongkrong diluar, membuat forum perdesa, dan yang paling sadis dengan mengajak mabuk.
2. Peace keeping.
Setelah perjanjian pembuatan perdamaian terealisasi langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah bagaimana mengimplementasikan hal tersebut guna perdamaian tetap terjaga (peacekeeping). Peacekeeping sendiri memiliki arti sebagai proses penjagaan keamanan dengan pengakuan masing-masing pihak terhadap perjanjian dan berusaha untuk selalu menjaganya sebagai sebuah perisai dalam penyelesaian konflik yang bisa saja terjadi selanjutnya. Dalam artian, peacekeeping diartikan sebagai operasi keamanan yang melibatkan aparat keamanan dan militer dalam penyelesaian konflik. Hal ini perlu diterapkan guna meredam konflik dan menghindarkan penyebaran konflik terhadap kelompok lain.
Tahapan menjaga perdamaian merupakan tahap lanjutan dari perjanjian damai yang telah disepakati oleh pihak-pihak yang tengah berkonflik atau peacemaking. Hal ini yang dilakukan
75
oleh Ikatan Pelajar Mahasiswa Wawo Mataram setelah melewati tahap perjanjian perdamaian lewat mediator dari desa masing-masing, tentu Ikatan Pelajar Mahasiswa Wawo Mataram terdapat senior-senior yang diseganinya dalam setiap desa. Maka dari itu pengurus inti memanfaatkannya sebagai agen pengamat atau keamanan menjaga perdmaian ketika terjadi konflik secara fisik. Agen pengamat atau keamanan (senior) ini selalu mendampingi pihak-pihak yang berkonflik.
Menjaga perdamaian adalah sebuah kegiatan untuk memantau dan menegakkan kesepakatan, dan melegalkan kekerasan bila perlu. Caranya mencakup pengawasan terhadap dihormatinya kesepakatan oleh pihak-pihak yang pernah berkonflik dan dilaksanakannya kegiatan-kegiatan pengembangan diri yang disepakati.
3. Peace building
Tahap peacebuilding merupakan hal krusial setelah peacemaking dan peacekeeping. Berbagai tahap tersebut tidak dapat dipisahkan dari rangkaian resolusi konflik. Peacebuilding diartikan sebagai strategi atau upaya yang mencoba mengembalikan keadaan destruktif akibat kekerasan yang terjadi dalam konflik dengan cara membangun jembatan komunikasi yang baik antar pihak-pihak yang pernah terlibat konflik, dalam tataran yang lebih luas, peacebuilding dimaknai untuk membangun kembali landasan perdamaian dan menyediakan berbagai perangkat untuk membangun sesuatu yang lebih dari sekedar ketiadaan kekerasan. proses ini merupakan proses jangka panjang yang penelusuran dan penyelesaian akar konflik, mengubah asumsi-asumsi kontradiktif, serta memperkuat elemen yang dapat mengintegrasikan pihak-pihak yang bertikai dalam suatu formasi baru yang damai untuk mencapai perdamaian positif dan bertahan lama. Efek dari panjangnya waktu yang diperlukan biasanya dipengaruhi oleh target yang ingin dicapai oleh masyarakat maupun aggota yang bersangkutan. Hal tersebut menjadi penting karena pembangunan pasca konflik