• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Ekstraksi

28

 Neutral protamin Hagedorn (NPH) bertindak sedang. Variabilitas dalam penyerapan, dan perbedaan farmakokinetik yang permanen dapat berkontribusi pada respons glukosa labil, hipoglikemia nokturnal, dan hiperglikemia puasa.

 Glargine dan detemir adalah analog insulin manusia yang “tidak ada puncaknya” yang bekerja lama yang dapat menyebabkan hipoglikemia nokturnal kurang dari insulin NPH ketika diberikan pada waktu tidur.

f. Glucagon-like Peptide 1 (GLP-1) Agonists

 Exenatide (Byetta, Bydureon) meningkatkan sekresi insulin dan mengurangi produksi glukosa hati, meningkatkan rasa kenyang, memperlambat pengosongan lambung, dan menyebabkan penurunan berat badan.

 Liraglutide (Victoza) memiliki efek farmakologis dan efek samping yang mirip dengan exenatide. Waktu paruh yang lebih lama memungkinkan dosis sekali sehari (Dipiro, 2015).

29 adalah berbeda-beda, masing-masing farmakope mancantumkan 4-10 hari.

Namun pada umumnya 5 hari, setelah waktu tersebut keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan luar sel telah tercapai.

Pengocokan dilakukan agar cepat mendapat kesetimbangan antara bahan yang diekstraksi dalam bagian sebelah dalam sel dengan yang masuk ke dalam cairan.

Keadaan diam tanpa pengocokan selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif. Semakin besar perbandingan jamu terhadap cairan ekstraksi, akan semakin baik hasil yang diperoleh (Voight, 1994).

Maserasi bertujuan untuk menarik zat-zat berkhasiat yang tahan pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan. Secara teknologi maserasi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi dilakukan dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan atau kamar (Depkes RI, 2000).

Kerugiannya adalah pengerjaanya lama dan penyarian kurang sempurna. Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Depkes RI, 2000; Depkes RI, 1995).

2.6 Aloksan

Menurut Etuk (2010), aloksan merupakan metode yang ampuh untuk menginduksi diabetes mellitus. Aloksan terkenal sebagai agen diabetogenik yang digunakan untuk menginduksi diabetes Tipe I pada hewan percobaan (Viana et al, 2004). Aloksan adalah derivatif urea yang menyebabkan nekrosis selektif sel β pulau pankreas. Selain itu, sudah banyak digunakan untuk memproduksi diabetes

30 eksperimental pada binatang seperti kelinci, tikus, tikus, dan anjing tingkat keparahan penyakit yang berbeda dengan memvariasikan dosis Aloksan digunakan (Etuk, 2010 ; Iranloye et al, 2011). Aksi sitotoksik aloksan dimediasi terutama oleh generasi oksigen reaktif spesies (ROS). Aloksan dan produk reduksinya, asam dialuric, telah diketahui membentuk siklus redoks dengan pembentukan radikal superoksida, yang mengalami dismutasi menjadi hidrogen peroksida (H2O2) dan banyak lagi radikal hidroksil yang sangat reaktif dibentuk oleh reaksi Fenton. Selanjutnya, peningkatan besar-besaran dalam sitosolik konsentrasi kalsium pada akhirnya menyebabkan penghancuran cepat sel-sel beta pulau pankreas (Rohilla & Ali, 2012).

Mekanisme kerja aloksan pada hewan uji dapat dibagi menjadi 4 fase.

Fase pertama bermula setelah aloksan disuntikkan ke dalam rongga lambung tikus dan berlangsung sekitar 30 menit. Pada fase yang pertama ini terjadi respon hipoglikemik yang kecil dan sementara. Respon ini dipercayai terjadi karena adanya stimulasi sementara terhadap sekresi insulin dan hal ini dibuktikan dengan terjadinya peningkatan insulin dalam plasma. Fase kedua terjadi satu jam setelah aloksan diinjeksikan dan konsentrasi glukosa dalam darah mulai meningkat. Pada waktu yang sama juga terjadi penurunan konsentrasi insulin darah. Kondisi hiperglikemik ini hanya berlangsung sekitar 2-4 jam dan merupakan fase terjadinya kontak yang pertama antara sel β pankreas dengan aloksan.

Peningkatan konsentrasi glukosa yang terjadi pada fase ini dikarenakan terjadinya hambatan pada sekresi insulin oleh sel β pankreas. Pada fase ketiga, kondisi hipoglikemik dengan skala yang lebih parah kembali terjadi. Fase ini terjadi setelah 4-8 jam injeksi aloksan. Respon hipoglikemik yang parah ini terjadi

31 karena membran sel β pankreas pecah dan insulin melimpah dalam plasma. Sub organel seperti badan golgi, mitokondria, dan endoplasma retikulum kasar juga rusak dan kerusakan ini bersifat irreversibel. Fase keempat adalah fase terjadinya kondisi hiperglikemik yang permanen diakibatkan rusaknya sel β pankreas yang mensekresi insulin dan ini terjadi setelah 24-48 jam (Rohilla dan Ali, 2012).

Gambar.4 Struktur kimia aloksan (Yani, 2014)

2.7 Prinsip Kerja Glukometer Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah glukometer. Glukometer

ini akan secara otomatis hidup ketika strip dimasukkan dan akan mati ketika strip dicabut. Dengan menyentuhkan darah ke strip, reaksi dari wadah strip akan otomatis meyerap darah ke dalam stip melalui aksi kapiler. Ketika wadah terisi penuh oleh darah, alat akan mulai mengukur kadar glukosa darah, hasil pengukuran diperoleh selama 10 detik. Glukosa yang ada dalam darah akan bereaksi dengan glukosa oksidase dan kalium ferisianida yang ada pada strip dan dihasilkan kalium ferosianida. Kalium ferosianida yang dihasilkan sebanding dengan konsentrasi glukosa yang ada dalam sampel darah. Oksidasi kalium ferosianida akan menghasilkan muatan listrik yang akan diubah oleh glukometer untuk ditampilkan sebagai konsentrasi glukosa pada layar (Linghuat, 2008).

Sampel darah diambil dari ekor tikus dengan cara menusukkan jarum pada bagian ekor tikus, kemudian darah diteteskan pada glucose test strips dan dimasukkan dalam glukometer untuk dibaca kadar glukosanya (Putri, 2017).

32 BAB III. PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan selama 3 bulan (Juni 2019-Agustus 2019) di Laboratorium Farmakologi Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia (STIFI) Perintis Padang, Herbarium Universitas Andalas.

3.2 Alat Dan Bahan 3.2.1 Alat

Alat yang digunakan adalah botol reagen gelap, rotary evaporator, inkubator, timbangan analitik, timbangan hewan, kandang hewan, blender, tabung reaksi, rak tabung reaksi, pipet tetes, gelas ukur, alumunium foil, jarum suntik, plat tetes, kaca arloji, oven, krus porselen, desikator, penangas air, batang pengaduk, cawan penguap, lumpang, stamfer, kertas tisu, kapas, spatel, sudip, sonde, beaker glass, erlemeyer, pinset, alat digital Easy Touch® GCU , strip test glukosa darah.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan adalah buah okra (Abelmoschus esculentus (L.) Moench), ekstrak etanol buah mengkudu (Morinda citrifolia L), serbuk FGF, mencit putih jantan, etanol 70%, Natrium carboxy methyl cellulose (Na-CMC), Sukrosa, kloroform amoniak 0,05 N, kloroform, norit, , FeCl3, serbuk Mg, reagen Mayer, HCI, Aquadest Pro injeksi, aloksan monohidrat, aquadest dan makanan standar mencit.

3.2.3 Hewan Uji

Mencit putih jantan (Mus musculus) dengan berat badan 20 - 30 g dan berumur 2-3 bulan.

33 3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Pengambilan sampel

Pengambilan sampel buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) di peroleh dari daerah Pekanbaru, Riau (Rahmawati, 2019) dan buah okra (Abelmoschus esculentus (L.) Moench) diperoleh dari Balai Benih Induk Holtikultura, Lubuk Minturun, Padang. Sumatera Barat.

3.3.2 Identifikasi tumbuhan

Tanaman buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) dari penelitian Rahmawati (2019) dan tanaman okra (Abelmoschus esculentus (L.) Moench) diidentifikasi di Herbarium Universitas Andalas.

3.3.3 Pembuatan ekstrak etanol buah okra.

1. Pertama, buah yang digunakan buah (beserta bijinya) yang telah matang.

Buah dicuci bersih dengan air mengalir, dipotong kecil-kecil dan dikering anginkan di suatu tempat yang terlindungi dari sinar matahari langsung.

Buah yang telah kering dihaluskan dengan blender kemudian direndam dengan etanol 70% selama 96 jam dan diaduk sekali-kali tiap 6 jam.

2. Kedua, ekstrak disaring dan ampasnya direndam kembali dengan etanol 70%, kemudian direndam dan diaduk sekali-kali tiap 6 jam dan didiamkan selama 96 jam.

3. Ketiga, ekstrak disaring lagi dan ampasnya direndam kembali dengan etanol 70%, kemudian direndam dan diaduk sekali-kali tiap 6 jam dan didiamkan selama 96 jam.

4. Keempat, semua hasil maserat dikumpulkan dan kemudian diuapkan dengan menggunakan mesin penguap listrik (evaporator) sampai didapatkan ekstrak kental.

34 3.3.4 Pembuatan FGF dalam putih telur

Pada penelitian ini, FGF didapatkan dari hasil penelitian sebelumnya atas nama Surya Dharma, Dwisari Dillasamola, Grace Kristy, Friardi, Dedy Almasdy, Roslinda Rasyid (2019) dengan judul jurnal Sesamum Indicum and Linum Usitatissimum Extract on FGF and Pancreatic Histopatology White Male Mice 3.3.5 Evaluasi ekstrak etanol buah mengkudu dan ekstrak etanol buah okra 1. Organoleptis

Pengamatan dilakukan secara visual dengan mengamati bentuk, rasa, warna dan bau. Pengamatan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bentuk, bau, rasa, dan warna dari sediaan tersebut (BPOM RI, 2010).

2. Pemeriksaan rendemen ekstrak

Rendemen ekstrak dihitung dengan cara membandingkan berat ekstrak yang didapat dengan berat awal sampel.

% Rendemen 3. Uji fitokomia

Ekstrak kental buah mengkudu, ekstrak kental buah buah okra dimasukkan kedalam tabung reaksi, kemudian tambahkan 5 ml aquadest dan 5 ml kloroform, dibiarkan sampai terbentuk dua lapisan, lapisan air dan kloroform (Harborne, 1987). Beberapa uji yang dapat dilakukan terhadap ekstrak adalah sebagai berikut (Harborne, 1987):

a. Uji flavonoid (Metoda “Sianidin Test”)

Ambil lapisan air 1-2 tetes, teteskan pada plat tetes lalu tambahkan serbuk Mg dan HCl (p), terbentuknya warna merah menandakan adanya flavonoid.

35 b. Uji terpenoid dan steroid (Metoda “Simes”)

Diambil sedikit lapisan kloroform tambahkan norit kemudian disaring, tambahkan asam asetat anhidrat, tambahkan H2SO4 (p), terbentuknya warna biru ungu menandakan adanya steroid, sedangkan bila terbentuk warna merah menandakan adanya terpenoid.

c. Uji saponin

Diambil lapisan air, kocok kuat-kuat dalam tabung reaksi, terbentuknya busa yang permanen (± 15 menit) menunjukkan adanya saponin.

d. Uji fenolik

Diambil lapisan air 1-2 tetes, teteskan pada plat tetes lalu tambahkan pereaksi FeCl3, terbentuknya warna biru menunjukkan adanya fenolik.

e. Uji alkaloid (Metode “Culvenore – Fristgerald”)

Diambil sedikit lapisan kloroform tambahkan 10 ml kloroform amoniak 0,05 N, aduk perlahan tambahkan beberapa tetes H2SO4 2N kemudian dikocok perlahan, biarkan memisah. Lapisan asam ditambahkan beberapa tetes pereaksi Mayer, reaksi positif alkaloid ditandai dengan adanya kabut putih hingga gumpalan putih.

4. Pemeriksaan kadar abu

Timbang ekstrak sebanyak 2 gram, dimasukkan ke dalam krus porselen yang telah dipijarkan dan ditara, kemudian ekstrak diratakan. Pijarkan perlahan- lahan sampai terbentuk arang. Krus dimasukkan ke dalam furnes suhu 600oC selama 8 jam, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang berat abu, kadar abu ditentukan dalam persen terhadap berat sampel yang digunakan.

Kadar abu

36 Keterangan :

A = Berat krus kosong (g)

B = Berat krus ditambah ekstrak sebelum pengeringan (g) C = Berat krus ditambah ekstrak setelah pengeringan (g).

5. Penentuan susut pengeringan ekstrak

Krus porselen dan tutupnya dikeringkan di dalam oven pada suhu 105ºC selama 30 menit dan biarkan dingin, lalu ditimbang beratnya. Ekstrak dimasukkan ke dalam krus tersebut hingga beratnya 1 gram diluar berat krus dengan penutup yang telah diketahui sebelumnya. Dengan perlahan krus digoyangkan agar ekstrak merata dan dimasukkan kembali ke dalam oven, buka tutupnya dan biarkan tutup tetap berada di dalam oven. Krus yang berisi ekstrak dipanaskan dalam oven dengan suhu 105ºC hingga bobot tetap. Setelah itu krus dikeluarkan dan didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang. Lakukan pengulangan seperti cara di atas hingga diperoleh berat yang konstan (Depkes RI, 2008).

% Susut pengeringan =

Keterangan : A = berat krus kosong

B = berat krus + sampel sebelum dipanaskan C = berat krus + sampel setelah dipanaskan 3.3.6 Penyiapan hewan percobaan

Hewan percobaan yang digunakan dalam percobaan ini adalah mencit putih jantan dengan berat badan 20 - 30 g dan berumur 2-3 bulan. Jumlah mencit yang digunakan adalah 60 ekor, dibagi menjadi 6 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 10 ekor mencit. Satu minggu sebelum penelitian mencit

37 diaklimatisasi. Mencit yang digunakan adalah yang sehat dan selama aklimatisasi berat badannya tidak berubah lebih dari 10%.

3.4 Perencanaan Dosis

3.4.1 Penginduksi diabetes mellitus

Hewan percobaan (mencit) dibuat hiperglikemi dengan pemberian zat diabetogenik yaitu aloksan dengan dosis 150 mg/kg BB secara intra peritoneal dimana sebelum penginduksian, mencit dipuasakan selama 10-12 jam namun tetap diberikan minum (Dewi et al, 2016).

3.4.2 Dosis FGF

Dari penelitian yang sudah dilakukan dosis tepung putih telur pada mencit diabetes yang diinduksi aloksan adalah 800 mg/kg BB secara oral (Dewi et al., 2016).

3.4.3 Dosis ekstrak etanol buah mengkudu

Menurut Rahmawati (2019) dosis optimum ekstrak etanol buah mengkudu dalam menurunkan glukosa darah adalah 1000 mg/kg BB.

3.4.4 Dosis ekstrak etanol buah okra

Dosis sediaan uji ekstrak etanol buah okra (Abelmoshus esculentus (L.) Moench) yang digunakan yaitu 500 mg/kg BB (Jain et al, 2017), 700 mg/kg BB, dan 1000 mg/kg BB.Dengan menggunakan rumus Thomson :

=

Untuk mencari dosis tengah maka :

= dosis terendah x 1,414 1,414

2 500

11000

3

38

= 500 mg/kgBB x 1,414

=700 mg/kgBB

Sehingga didapatkan variasi dosis yang digunakan yaitu : Dosis I = 500 mg/kgBB

Dosis II = 700 mg/kgBB Dosis III = 1000 mg/kgBB 3.5 Pembuatan Sediaan Uji 3.5.1 Larutan Na.CMC 0,5 %

Serbuk Na-CMC ditimbang sebanyak 100 mg, lalu ditaburkan di atas air destilasi panas 2 ml (20 kalinya). Didalam lumpang dibiarkan mengembang selama 15 menit, kemudian digerus hingga menjadi massa yang homogen dan diencerkan dengan aquadest 20 ml.

3.5.2 Pembuatan suspensi FGF

FGF yang dibuat diambil dari tepung putih telur yang mengandung FGF 800 mg/kg BB dengan konsentrasi yang digunakan adalah 4%. Dengan menimbang 2 g putih telur kemudian timbang Na.CMC sebanyak 250 mg dan ditaburkan kedalam lumpang yang berisi air destilasi panas sebanyak 5 ml, tutup dan biarkan selama 15 menit hingga diperoleh masa yang transparan. Digerus lalu masukan tepung putih telur yang telah ditimbang tadi dicukupkan hingga 50 ml.

3.5.3 Pembuatan suspensi ekstrak etanol buah okra dan buah mengkudu Ekstrak etanol buah mengkudu dan ekstrak etanol buah okra masing- masing dibuat dalam konsentrasi 4%. Dengan cara menimbang masing-masing ekstrak sebanyak 2 gram kemudian timbang Na.CMC sebanyak 250 mg dan ditaburkan kedalam lumpang yang berisi air destilasi panas sebanyak 5 ml, tutup

39 dan biarkan selama 15 menit hingga diperoleh masa yang transparan. Digerus lalu masukan ekstrak yang telah ditimbang tadi dicukupkan hingga 50 ml.

3.6 Persiapan hewan percobaan

Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit putih jantan yang berumur 2-3 bulan dengan berat 20-30 g sebanyak 60 ekor. Hewan percobaan dibagi dalam 6 kelompok, yang terdiri dari masing-masing kelompok 10 ekor mencit. Sebelum digunakan semua mencit diaklimatisasi selama 7 hari untuk membiasakan hewan berada pada lingkungan percobaan. Makanan dan minuman diberikan secukupnya. Mencit yang digunakan adalah mencit yang sehat.

3.6.1 Penginduksian diabetes pada hewan percobaan

Hewan percobaan dibuat diabetes dengan pemberian zat diabetogenik yaitu aloksan dengan dosis 150 mg/kg BB secara intra peritoneal. Pertama-tama hewan coba dipuasakan selama 10-12 jam sebelum diinduksi aloksan. Setelah diinduksi aloksan hewan coba dipuasakan kembali 2-4 jam dan diberi larutan glukosa 15%. Pengukuran kadar glukosa darah mencit dilakukan kembali pada hari ke-7 setelah induksi aloksan untuk memastikan bahwa mencit mengalami hiperglikemia. Pada penelitian ini mencit dianggap diabetes adalah kadar glukosa darah puasa yang melebihi 126 mg/dL. Kemudian mencit setiap hari diberikan kombinasi FGF dengan ekstrak etanol buah mengkudu dan ekstrak etanol buah okra selama 3 minggu. Pengukuran kadar glukosa darah hewan percobaan diperiksa pada hari ke-7; 14; 21 selama diberi sediaan uji.

3.7 Prosedur Kerja

1. Hewan percobaan diaklimatisasi selama satu minggu sebelum percobaan.

2. Hewan percobaan dipuasakan selama 10-12 jam, setelah dipuasakan hewan percobaan ditimbang BB dan kadar glukosa darah awal. Semua hewan

40 percobaan diinduksi dengan aloksan 150 mg/kg BB secara intra peritoneal (kecuali untuk kontrol normal). Lalu puasakan kembali hewan percobaan selama 2-4 jam dan berikan larutan glukosa 15%. Pada hari ke-7 setelah penginduksian aloksan dilakukan pengecekan kadar glukosa darah seluruh hewan percobaan, yang dianggap hiperglikemia adalah kadar glukosa puasanya >126 mg/dl.

3. Hewan percobaan dibagi menjadi 6 kelompok setelah diinduksi dengan aloksan kecuali kelompok kontrol normal

a. Kelompok I adalah kelompok kontrol (normal): hanya diberi makanan mencit biasa dan suspensi Na CMC 0,5% secara peroral setiap hari selama 21 hari penelitian.

b. Kelompok II adalah kelompok kontrol (negatif): mencit putih diabetes yang diberi Na.CMC 0,5% secara peroral setiap hari selama 21 hari penelitian.

c. Kelompok III (Dosis I) : mencit putih diabetes yang diberi suspensi FGF 800 mg/kg BB + ekstrak etanol buah mengkudu 1000 mg/kg BB + ekstrak etanol buah okra 500 mg/kg BB secara peroral setiap hari selama 21 hari penelitian.

d. Kelompok IV (Dosis II) : mencit putih diabetes yang diberi suspensi FGF 800 mg/kg BB + ekstrak etanol buah mengkudu 1000 mg/kg BB + ekstrak etanol buah okra 700 mg/kg BB secara peroral setiap hari selama 21 hari penelitian.

e. Kelompok V (Dosis III) : mencit putih diabetes yang diberi suspensi FGF 800 mg/kg BB + ekstrak etanol buah mengkudu 1000 mg/kg BB + ekstrak

41 etanol buah okra 1000 mg/kg BB secara peroral setiap hari selama 21 hari penelitian.

f. Kelompok VI: mencit putih diabetes yang hanya diberikan suspensi FGF 800 mg/kg BB secara peroral setiap hari selama 21 hari penelitian.

4. Pengecekan kadar glukosa darah mencit putih setelah penginduksiaan aloksan dengan alat ukur kadar glukosa darah (Easy Touch®) terhadap seluruh kelompok.

5. Sediaan uji diberikan pada hari ke-1 selama 21 hari kedepan secara peroral dan pemeriksaan kadar glukosa darah dilakukan pada hari ke-7, 14, 21, (pemberian sediaan) serta penimbangan BB akhir hewan percobaan.

6. Pengorbanan hewan coba dilakukan setelah pengecekan kadar glukosa darah selesai. Pengorbanan hewan dilakukan dengan cara dibius terlebih dahulu dengan eter. Kemudian hewan dikorbankan dengan cara dislokasi leher.

3.8 Analisis Data

Data hasil pengukuran kadar glukosa darah diolah secara statistik memakai analisa variansi two way ANOVA dimana jika p< 0,05 menunjukan hasil yang signifikan dan di lanjutkan dengan uji Duncan untuk melihat apakah ada perbedaan diantara masing-masing kelompok perlakuan.

42 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka didapatkan hasil sebagai berikut:

1. Buah mengkudu dan buah okra yang diperoleh diidentifikasi di Herbarium Universitas Andalas, dari hasil identifikasi menyatakan bahwa sampel yang digunakan pada penelitian ini buah mengkudu merupakan spesies Morinda citrifolia L. dari famili Rubiaceae dan buah okra merupakan spesies Abelmoschus esculentus (L.) Moench dari famili Malvaceae (Lampiran 1, Gambar 7)

2. Serbuk Fibroblast growth factor (FGF) yang digunakan sebagai sampel didapatkan dari penelitian sebelumnya atas nama Surya Dharma, Dwisari Dillasamola, Grace Kristy, Friardi, Dedy Almasdy, Roslinda Rasyid (2019) dengan judul jurnal Sesamum Indicum and Linum Usitatissimum Extract on FGF and Pancreatic Histopatology White Male Mice (Lampiran 3, Gambar 9).

3. Ekstrak etanol buah mengkudu didapatkan dari penelitian sebelumnya atas nama Yulia Rahmawati (2019) dengan judul skripsi Efek Kombinasi Fibroblas Growth Factor Dengan Ekstrak Etanol Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Terhadap Kadar Glukosa Darah Mencit dengan rendemen 26,68%, kadar abu 0,81%, dengan bentuk ekstrak kental, berwarna kecoklatan, bau khas, rasa getir, serta hasil skrining fitokimia mengandung flavonoid, steroid, fenolik, dan saponin.

43 4. Hasil susut pengeringan ekstrak etanol buah mengkudu 8,24% (Lampiran 5,

Tabel 6).

5. Ekstrak etanol buah okra diperoleh dengan rendemen 7.86% (Lampiran 5, Tabel 2), kadar abu 6.02% (Lampiran 5, Tabel 5), susut pengeringan 4,51%

(Lampiran 5, Tabel 7), dengan bentuk ekstrak kental, berwarna hijau kehitaman, bau khas, rasa pahit (Lampiran 5, Tabel 3), serta hasil skrining fitokimia mengandung flavonoid, terpenoid, steroid, fenolik (Lampiran 5, Tabel 4).

6. Kadar glukosa darah (mg/dL) rata-rata kelompok I, II, III, IV, V dan VI pada saat sebelum induksi, setelah induksi, pada hari ke 7, 14, dan 21 (setelah pemberian sediaan uji) adalah: (Lampiran 5, Tabel 8 ).

a. Sebelum induksi : 83,7; 86,4; 85,3; 89,8; 85,4; 83,0 b. Setelah induksi : 96,4; 169,5; 169,3; 162,1; 158,2; 161,5 c. Pada hari ke-7 : 103,5; 150,33; 136,8; 129,2; 115,7; 148,8 d. Pada hari ke-14 : 101,7; 155,4; 117,1; 112,3; 98,4; 137,0 e. Pada hari ke-21 : 103,2; 148,8; 102,8; 96,8; 78,9; 126,6

7. Hasil penelitian ini menunjukkan persentase penurunan kadar glukosa darah rata-rata pada hari ke-7, 14, 21 pada kelompok III, IV, V, dan VI sebagai berikut : (Lampiran 5, Tabel 9).

a. Pada hari ke -7 : 9%; 14,06%; 23,04%; 1,02%

b. Pada hari ke-14 : 24,65%; 27,8%; 36,68%; 11,84%

c. Pada hari ke-21 : 30,91%; 34,95%; 46,98%; 14,92%

44 4.2 Pembahasan

Penelitian ini menguji pengaruh pemberian kombinasi FGF (Fibroblast Growth Factor) dengan ekstrak etanol buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) dan ekstrak etanol buah okra (Abelmoschus esculentus (L.) Moench), terhadap kadar glukosa darah mencit putih jantan yang diinduksi aloksan.

Penelitian ini menggunakan FGF dari penelitian Grace Kisty et al (2019) dan ekstrak etanol buah mengkudu yang diperoleh dari penelitian Rahmawati (2019) sebelumnya. Buah mengkudu diperoleh dari Pekanbaru, Riau dan buah okra diperoleh oleh peneliti dari Balai Benih Induk Holtikultura, Lubuk Minturun, Padang. Sumatera Barat yang diidentifikasi di Herbarium Universitas Andalas. Identifikasi bertujuan untuk memperoleh identitas sampel untuk menghindari kesalahan dalam pengumpulan bahan dan menghindari tercampurnya bahan dengan tanaman lain. Dari hasil identifikasi yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa sampel buah mengkudu termasuk spesies Morinda Citrifolia L. dari famili Rubiaceae dan sampel buah okra termasuk spesies Abelmoschus esculentus (L.) Moench dari famili Malvaceae (Lampiran 1, Gambar 7).

Ekstrak kental etanol buah mengkudu yang dilakukan oleh Rahmawati (2019) dengan berat 92,5 gram memperoleh rendemen 26,68 % yang secara teoritis dalam buku Farmakope Herbal Indonesia edisi 1 tahun 2008 rendemen ekstrak tidak kurang dari 10,9%, ini menunjukan mutu ekstrak etanol buah mengkudu baik sedangkan ekstrak kental buah okra dengan berat 40.86 gram memperoleh rendemen 7.86 % (Lampiran 5, Tabel 2) dan jika dibandingkan dengan hasil penelitian Putri (2017) dengan ekstrak kental buah okra 40 gram

45 memperoleh rendemen 8%. Perbedaan ini mungkin dihasilkan karena perbedaan sumber buah okra yang digunakan.

Ekstrak kental etanol yang diperoleh dikarakterisasi untuk melihat mutu dari ekstrak. Ekstrak kental etanol buah mengkudu yang dilakukan oleh Rahmawati (2019) adalah berwarna kecokelatan, rasa getir, dan bau khas, hasil pemeriksaan ekstrak etanol buah mengkudu sesuai dengan yang tercantum pada Farmakope Herbal Indonesia (Depkes RI, 2008). Mengkudu mempunyai bau khas yang akan semakin kuat seiring matangnya buah. Bau tersebut disebabkan kandungan asam butirat yang meningkat (McClatchey, 2002). Bau khas buah mengkudu tersebut sama ketika mengkudu dalam bentuk simplisia maupun ekstrak kental. Sedangkan ekstrak etanol buah okra memiliki warna hijau kehitaman, bentuk kental, bau khas dan rasa pahit (Lampiran 5, Tabel 3), hasil pemeriksaan ekstrak etanol buah okra yang didapat sesuai dengan yang telah diteliti oleh Cahyaningrum et al (2018) bahwa ekstrak etanol 96% buah okra berbentuk kental, warna hijau kehitaman, bau khas dan rasa pahit.

Berdasarkan hasil skrining fitokimia dapat diketahui golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat didalam ekstrak etanol buah mengkudu yang telah dilakukan oleh Rahmawati (2019) mengandung flavonoid, steroid, fenolik dan saponin yang jika dibandingkan dengan penelitian Sudewi dan Lolo (2016) bahwa ekstrak etanol 96% buah mengkudu juga mengandung flavonoid, steroid, saponin dan alkaloid. Sedangkan hasil skrining fitokimia ekstrak etanol buah okra yang didapat adalah flavonoid, terpenoid, steroid, dan fenolik (Lampiran 5, Tabel 4) dan serupa dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Reine et al (2018) yang juga menemukan flavonoid, sterol, dan terpen sebagai metabolit sekunder

Dokumen terkait