• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 TINJAUAN KASUS

3.5 Evaluasi

3.5 Evaluasi Keperawatan

Tanggal Diagnosa Keperawatan Catatan Perkembangan Paraf

01-01- 2020

01-01- 2020

Hambatan mobilitas di tempat tidur berhubungan dengan neuromuskular

Resiko ketidakefektifan perfusi jaringn serebral berhubungan dengan embolisme

- Klien rutin mengkonsumsi - Obat

A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan (1,2,3,4)

S : Klien mengatakan tangan kirinya bisa di angkat sedikit lalu jatuh lagi

O :

- Klien mampu menjelaskan kembali tentang pentingnya latihan gerak aktif dan pasif - Klien mau membantu

pergerakan ekstremitas sakit

dengan di sokong

ekstremitas yang sehat

- Klien mampu

mendemonstrasikan ulang latihan gerak aktif dan pasif - Aktifitas klien di bantu

keluarga seperti seka, BAB, BAK, berganti pakaian, duduk

- Klien mampu makan sendiri - Kekuatan otot

5 1 5 1

- Klien rutin melakukan therapi dengan ahli fisioterapi dan kooperatif saat di lakukan therapi mobilisasi

A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan

(3,4,5,6,7)

S : Klien mengatakan kepalanya sudah tidak mbliyur lagi

O :

- GCS 4-5-6

- Keadaan umum baik - Orientasi baik

Connie

Connie

Tanggal Diagnosa Keperawatan Catatan Perkembangan Paraf - Klien rutin mengkonsumsi

obat

A : Masalah teratasi P : Intervensi dihentikan 3.5.2 Evaluasi Keperawatan

Tabel 3.6 Evaluasi keperawatan pada Tn. T dengan diagnosa medis Cva Infark di RSUD Bangil

Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi Paraf

02-01- 2020

Hambatan mobilitas di tempat tidur berhubungan dengan neuromuscular

S : Klien mengatakan tangan kiri dan kaki kirinya bisa digerakkan O :

- Klien mampu menjelaskan kembali tentang pentingnya latihan gerak aktif dan pasif - Klien mau membantu

pergerakan ekstremitas sakit dengan di sokong ekstremitas yang sehat

- Klien mampu

mendemonstrasikan ulang latihan gerak aktif dan pasif - Klien mampu makan,

berganti pakaian sendiri - Kekuatan otot

5 3 5 2

- Klien rutin melakukan therapi dengan ahli fisioterapi dan kooperatif saat di lakukan therapi mobilisasi

A : Masalah belum teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan (3,4)

Connie

BAB 4 PEMBAHASAN

Padabab IV akan dilakukan pembahasan mengenai asuhan keperawatan pada pasien Tn. T dengan diagnosa medis Cva Infark di RSUD Bangil Pasuruan yang dilaksanakan mulai tanggal 30 Desember 2019 sampai 02 Januari 2020.

Melalui pendekatan studi kasus untuk mendapatkan kesenjangan antara teori dan praktek dilapangan. Pembahasan terhadap proses asuhan keperawatan ini dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.

4.1 Pengkajian

Penulis melakukan pengkajian pada Tn. T dengan melakukan anamnesa pada pasien dan keluarga, melakukan pemeriksaan fisik dan mendapatkan data dari pemeriksaan penunjang medis. Pembahasan akan dimulai dari :

4.1.1 Identitas

Data yang didapatkan Tn. T berusia 50 tahun, sudah menikah, berjenis kelamin laki-laki, pendidikan tidak sekolah, pekerjaan serabutan. American Heart Assosiation mengungkapkan bahwa serangan stroke lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa prevalensi kejadian stroke lebih banyak pada laki-laki (Goldstein, dkk., 2006). Resiko pria 1,25 lebih tinggi dari pada wanita, serangan stroke pada pria terjadi di usia lebih muda sedangkan wanita lebih berpotensi terserang stroke pada usia lanjut hingga kemungkinan meninggal karena penyakit itu lebih besar (Gofir, 2009).

53

4.1.2 Riwayat Kesehatan

4.1.2.1 Riwayat Kesehatan Sekarang

Pada riwayat kesehatan sekarang klien tidak terjadi kesenjangan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus, klien datang dengan keluhan kelumpuhan pada anggota gerak dan disertai kepala terasa mbliyur. Menurut Satyanegara (2012), adanya gangguan perdarahan darah ke otak dapat menimbulkan jejas atau cedera pada otak melalui empat mekanisme yaitu: adanya penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan atau penyumbatan lumen sehingga aliran darah dan suplainya kesebagian otak akan tidak adekuat, serta selanjutnya akan mengakibatkan perubahan - perubahan iskemik otak.

4.1.2.2 Riwayat Kesehatan Dahulu

Pada riwayat kesehatan dahulu klien terjadi kesenjangan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus, klien mengatakan sebelumnya tidak pernah mengalami suatu penyakit apapun seperti hipertensi atau diabetes mellitus dan klien mengatakan bahwa dirinya jarang berolahraga.

Menurut Dourman (2013) Seseorang dapat menderita stroke karena dalam kehidupan sehari-harinya memiliki perilaku yang dapat meningkatkan faktor resiko terjadinya stroke, yaitu gaya hidup yang tidak sehat seperti mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak dan kolesterol, kurang aktivitas fisik mampu meningkatkan resiko terkena penyakit stroke.

4.1.2.3 Riwayat Kesehatan Keluarga

Pada riwayat kesehatan keluarga klien terjadi kesenjangan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus, istri Tn. T mengatakan bahwa

sebelumnya tidak ada keluarga klien yang mengalami masalah kesehatan menurun, menahun, menular. Sedangkan pada tinjauan pustaka menurut Muttaqin (2008) adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus, atau adanya riwayat stroke pada generasi terdahulu.

4.1.3 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik didapatkan beberapa masalah yang bisa dipergunakan sebagai data dalam menegakkan diagnosa keperawatan yang aktual maupun resiko. Adapun pemeriksaan dilakukan berdasarkan persistem yaitu :

4.1.3.1 Sistem Pernafasan (Breathing)

Pada tinjauan pustaka didapatkan data adanya peningkatan produksi sputum, sesak nafas, serta penggunaan otot bantu pernafasan, dan peningkatan frekuensi pernafasan. Inspeksi dada terutama untuk melihat postur bentuk dan kesimetrisan. Pada palpasi biasanya kesimetrisan, ekspansi, dan taktil fremitus normal dan seimbang kanan dan kiri, perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah, terdapat suara nafas tambahan seperti ronkhi karena adanya peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma (Muttaqin, 2008).

Sedangkan pada tinjauan kasus didapatkan data pada inspeksi bentuk dada simetris, susunan ruas tulang belakang normal, tidak ada otot bantu nafas tambahan, tidak terpasang alat bantu nafas, tidak ada batuk dan produksi sputum, vocal fremitus klien simetris kanan dan kiri, perkusi thorax sonor, suara nafas klien vasikuler, tidak ada suara nafas tambahan.

Terdapat kesenjangan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus. Pada tinjauan kasus tidak ditemukan adanya batuk serta produksi sputum, tidak terpasang alat bantu pernafasan, suara nafas vesikuler hal ini disebabkan klien tidak mengalami penurunan kesadaran, fungsi pernafasan baik sehingga tidak ditemukan adanya akumulasi sekret dan tidak ditemukan masalah pada sistem pernafasan karena bila terjadi sumbatan pada daerah bronkus maka akan menyebabkan penekanan pada kelenjar getah bening, dan menimbulkan suara mengi, suara nafas akan melemah dan dada sesak (Meidania, 2015), sedangakan pada klien tidak ditemukan tanda-tanda tersebut.

4.1.3.2 Sistem Cardiovaskular (Blood)

Pada tinjauan pustaka didapatkan data adanya tidak ada sianosis, deteksi adanya tanda-tanda peningkatan tekanan darah, tidak ada pembesaran jantung serta deteksi adanya pelebaran nadi dan penurunan jumlah nadi, perkusi biasanya pekak, suara jantung S1 dan S2 reguler, gallop (-), mur-mur(-) (Muttaqin, 2008).

Sedangkan pada tinjauan kasus didapatkan data tidak ada sianosis pada klien, tidak terdapat nyeri dada, tidak ada peningktan tekanan darah, tidak ditemukan pembesaran jantung, tidak ada peningkatan atau penurunan jumlah nadi, tidak ada clubbing finger, JVP normal, perkusi jantung pekak dengan posisi jantung ics 2 dextra sinistra sampai ics 5 midclavikula sinistra, bunyi jantung S1 S2 reguler, tidak terdengar murmur atau gallop, irama jantung normal.

Tidak ada kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus karena sama-sama ditemukan tidak ada sianosis, perkusi jantung pekak, tidak ada peningkatan jumlah nadi karena klien tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi, tekanan darah klien dalam batas normal sehingga tidak ditemukan adanya masalah pada sistem kardiovaskuler. Menurut (Muttaqin, 2008) peningkatan tekanan darah berhubungan dengan adanya masalah pada sistem kardiovaskuler.

4.1.3.3 Sistem Persyarafan (Brain)

Pada tinjauan pustaka didapatkan data adanya sinkop, pusing, sakit kepala berat, kelemahan, kesemutan, kebas pada sisi tertekan seperti mati atau lumpuh. Di samping itu, diperlukan pemeriksaan GCS untuk menentukan tingkat kesadaran klien apakah compos mentis, apatis, delirium, somnolen, sopor, semi koma atau koma. Pada pemeriksaan syaraf kranial: Nervus I: perubahan ketajaman sensori pada pembau atau penciuman, Nervus II, III, IV, VI: perubahan ketajaman sensori pada penglihatan, Nervus V, X, XI: kehilangan fungsi nervus ini dapat menyebabkan penurunan gerakan mengunyah, dan kesulitan menelan, Nervus VII: terdapat kerusakan otot wajah, sehingga dapat mengakibatkan disfungsi bahasa dan komunikasi, Nervus VIII: tidak ditemukan adanya kerusakan pada sistem pendengaran, Nervus XI: adanya penurunan fungsi motorik dan muskuluskeletal, Nervus XII: perubahan ketajaman sensori pada pengecapan (Muttaqin, 2008).

Sedangkan pada tinjauan kasus didapatkan data kesadaran composmentis, CGS 4-5-6, orientasi baik, tidak terdapat kejang, tidak ada

nyeri kepala, klien mengatakan kepalanya terasa mbliyur, pupil isokor, reflek cahaya baik, istirahat tidur : siang 2 jam/hari, malam 8 jam/hari, Nervus I : tidak ada perubahan ketajaman sensori pada pembau atau penciuman, Nervus II, III, IV, VI : tidak ada perubahan ketajaman sensori pada penglihatan, Nervus V, X, XI : tidak ada penurunan gerakan mengunyah, dan kesulitan menelan pada klien, Nervus VII : tidak terdapat kerusakan otot wajah, sehingga klien tidak mengalami pelo atau kesulitan berbicara, Nervus VIII : tidak ditemukan adanya kerusakan pada sistem pendengaran, Nervus XI : adanya penurunan fungsi motorik dan muskuluskeletal pada tangan kiri dan kaki kiri, Nervus XII : tidak ditemukan perubahan ketajaman sensori pada pengecapan.

Tidak ada kesenjangan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus sama-sama ditemukan adanya perubahan fungsi pada Nervus XI adanya penurunan fungsi motorik dan muskuloskeletal dan disertai kepala terasa mbliyur karena kondisi ini dapat terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak tiba-tiba terganggu akibat gangguan aliran darah karena sumbatan dapat menyababkan serangkaian reaksi biokimia yang dapat merusak atau mematikan sel-sel saraf otak (Nabyl, 2012).

4.1.3.4 Sistem Perkemihan (Bladder)

Pada tinjauan pustaka didapatkan data adanya pengukuran volume output urine perlu dilakukan karena berkaitan dengan intake cairan. Pada penderita stroke ditemukan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urine dan anuria yang disebabkan karena kerusakan kontrol sfingter urin yang mengakibatkan ketidak mampuan untuk mengendalikan

kandung kemih, tidak terdapat nyeri tekan kandung kemih, tidak terdapat tanda-tanda kembung (Muttaqin, 2008).

Sedangkan pada tinjauan kasus di dapatkan data adanya bentuk alat kelamin normal, frekuensi berkemih 6-7x sehari, jumlah urine 1050cc/

24jam, warna kuning, tidak terpasang alat bantu kateter, tidak terdapat nyeri tekan pada kandung kemih.

Terdapat kesenjangan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus. Pada tinjauan kasus tidak ditemukan inkontinensia urine dan kerusakan kontrol sfingter urine karena hanya pada saraf Nervus XI pada klien yang mengalami penurunan fungsi sehingga tidak mengganggu fungsi pada saraf Nervus lainnya. Menurut (Pujianto, 2008), Cva dapat menyebabkan berbagai defisit neurologi, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat).

4.1.3.5 Sistem Pencernaan (Bowel)

Pada tinjauan pustaka didapatkan data adanya pengkajian tentang status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Pada klien dengan stroke, sangat potensial terjadi kekurangan pemenuhan kebutuhan nutrisi, hal ini karena terjadinya penurunan nafsu makan, mual dan muntah, kehilangan sensasi (rasa kecap pada lidah), dan adanya kesulitan menelan, ditemukan adanya massa feses karena pasien mengalami konstipasi akibat dari bed rest dan penurunan nafsu makan, terdengar suara thympani, tidak ada nyeri tekan, bising usus normalnya 5x/menit (Muttaqin, 2008).

Sedangkan pada tinjauan kasus didapatkan data klien tidak mengalami kesulitan makan, tidak ada penurunan nafsu makan, tidak ada mual dan muntah. Kebiasaan BAB 1x sehari dengan konsistensi padat, warna cokelat, bau khas, tempat yang digunakan adalah pampers, tidak ada massa feses, tidak ada nyeri tekan abdomen, bising usus 12x/menit.

Terdapat kesenjangan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus. Pada tinjauan kasus tidak ditemukan adanya kesulitan menelan, klien tidak mengalami konstipasi, tidak terjadi penurunan nafsu makan karena pada klien dengan stroke, sangat potensial terjadi kekurangan pemenuhan kebutuhan nutrisi, hal ini karena terjadinya penurunan nafsu makan, mual dan muntah, kehilangan sensasi dan adanya kesulitan menelan (Nuranif & Kusuma, 2015) sedangkan pada klien tidak ditemukan tanda-tanda tersebut.

4.1.3.6 Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (Bone)

Pada tinjauan pustaka didapatkan data adanya kelumpuhan badan dan atau anggota gerak, kemungkinan adanya kontraksi abnormal dan tremor, serta terdapat dekubitus akibat tirah baring lama, palpasi pada setiap ekstremitas dan rasakan kekuatan ototnya, CRT < 2 detik, turgor kulit cukup elastis (Muttaqin, 2008).

Sedangkan pada tinjauan kasus didapatkan data adanya kelumpuhan pada anggota gerak di tangan kiri dan kaki kiri, tidak ada tremor, tidak terdapat dekubitus, tida ada oedema, tidak terdapat dislokasi, tidak ada fraktur, kemampuan ADL parsial, klien bisa makan sendiri, BAK, BAB, berganti pakaian, duduk, seka dibantu keluarga. CRT <3

detik, akral hangat, kekuatan otot ekstremitas kanan atas dan bawah adalah 5, sedangkan kekuatan otot ekstremitas kiri atas 1 dan kiri bawah 0.

Pada tinjauan pustaka dan tinjauan kasus sama-sama ditemukan adanya kelumpuhan pada anggota gerak, karena klien mengalami penurunan perubahan fungsi pada saraf Nervus XI. Menurut (Ariani, 2012) otak sangat bergantung pada oksigen dan tidak mempunyai cadangan oksigen, bila terjadi hipoksia dapat menyebabkan kematian sel dan kerusakan permanen sehingga mengganggu fungsi saraf Nervus yang harus bekerja semestinya

4.1.3.7 Sistem Penginderaan

Pada tinjauan pustaka didapatkan data klien penderita stroke ditemukan adanya kerusakan penginderaan seperti pada penglihatan, gangguan indera pengecap, dan gangguan indera pembau (Muttaqin, 2008).

Sedangkan pada tinjauan kasus didapatkan data tidak ditemukan adanya kerusakan penginderaan seperti pada penglihatan, gangguan indera pengecap, dan gangguan indera pembau.

Terdapat kesenjangan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus. Pada tinjauan kasus tidak ditemukan adanya gangguan penglihatan, gangguan pengecapan, dan gangguan pembau karena tidak ditemukan adanya perubahan fungsi pada saraf Nervus I, II, III, IV, VI, V, X, XI.

Menurut (Wanhari, 2008) stroke ini ditandai dengan kelemahan atau

hemiparesis, nyeri kepala, mual muntah, pendangan kabur, dan disfagia, namun pada pasien tidak ditemukan tanda-tanda tersebut.

4.1.3.8 Sistem Endokrin

Pada tinjauan pustaka didapatkan data penderita stroke tidak ditemukan adanya pembesaran kelenjar endokrin (Muttaqin, 2008).

Sedangkan pada tinjauan kasus didapatkan data tidak ditemukan adanya pembesaran kelenjar edokrin pada klien.

Pada tinjauan pustaka dan tinjauan kasus sama-sama tidak ditemukan adanya pembesaran kelenjar endokrin karena kebanyakan pada kasus Cva organ yang di serang adalah pembuluh darah otak yang mengakibatkan perubahan fungsi pada beberapa atau sebagian saraf Nervus. Menurut (Junaidi, 2011) terhambatnya pembuluh darah otak menyebabkan gangguan fungsi otak yang akan memunculkan kematian sel saraf (neuron) karena otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan menjadi terganggu.

Analisa data pada tinjauan pustaka hanya menguraikan teori saja sedangkan pada tinjauan kasus disesuaikan dengan keluhan nyata yang dialami klien karena penulis menghadapi pasien secara langsung.

4.2 Diagnosa Keperawatan

Menurut Nurarif & Kusuma (2015), pada tinjauan pustaka ditemukan lima diagnosa keperawatan, yaitu :

4.2.1 Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah, gangguan oklusi, hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral.

4.2.2 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia sekunder akibat cedera serebrovaskuler.

4.2.3 Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan fungsi motorik otot – otot bicara akibat cedera cerebrovaskukar.

4.2.4 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakmampuan kekuatan dan ketahanan sekunder akibat paralisis parsial atau total.

4.2.5 Resiko jatuh berhubungan dengan keterbatasan mobilitas fisik

Pada tinjauan kasus hanya ditemukan dua diagnosa keperawatan yaitu Hambatan mobilitas di tempat tidur berhubungan dengan gangguan neuromuskular, dan Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan embolisme.

Pada diagnosa keperawatan ada kesenjangan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus. Pada tinjauan kasus dimunculkan diagnosa keperawatan Hambatan mobilitas di tempat tidur berhubungan dengan gangguan neuromoskular karena pada saat dikaji ditemukan data klien sedang bedrest, mengalami kelumpuhan pada anggota gerak, dan ADL klien dibantu oleh keluarga diatas tempat tidur. Dan dimunculkan pula diagnosa Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan embolisme karena ditemukan data klien mengatakan

kepalanya terasa mbliyur, serta ditemukan adanya gangguan pada saraf nervus XI yaitu penurunan fungsi musculoskeletal.

Diagnosa keperawatan yang tidak muncul pada klien antara lain : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia sekunder akibat cedera serebrovaskuler karena klien tidak mengalami masalah pada pemenuhan nutrisi dan tidak mengalami kesulitan menelan, mengunyah, Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan fungsi motorik otot – otot bicara akibat cedera serebrovaskular karena pada saraf Nervus VII klien tidak mengalami penurunan atau perubahan fungsi, Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakmampuan kekuatan dan ketahanan sekunder akibat paralisis parsial atau total karena klien menjalani bedrest di atas tempat tidur dan tidak dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik, Resiko jatuh berhubungan dengan keterbatasan mobilitas fisik karena pagar tempat tidur klien selalu terpasang dan ada keluarga yang menjaga klien serta perawat yang selalu mengobservasi klien.

Pada diagnosa keperawatan dimunculkan diagnosa baru sesuai kondisi klien yaitu Hambatan mobilitas di tempat tidur berhubungan dengan neuromuskular karena klien mengalami penurunan fungsi anggota gerak dan tida bisa melakukan aktivitas fisik seperti biasanya.

4.3 Intervensi Keperawatan

Pada perumusan perencanaan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus terjadi kesenjangan yang cukup berarti karena perencanaan pada tinjauan kasus disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi pasien.

Pada intervensi keperawatan dimunculkan diagnosa tambahan Hambatan mobilitas di tempat tidur berhubungan dengan gangguan neuromuscular yang pada tinjauan pustaka tidak ditemukan diagnosa ini karena pada tinjauan kasus disesuaikan dengan kebutuhan klien. Pada diagnosa ini dilakukan tindakan keperawatan Bina hubungan saling percaya, Jelaskan tentang pentingnya latihan gerak aktif dan pasif, Anjurkan klien membantu menyokong pergerakan ekstremitas yang sakit dengan yang sehat, Ajarkan klien latihan rentang gerak aktif dan pasif, Observasi kekuatan otot klien, Kolaborasi dengan ahli fisioterapi secara aktif.

Pada diagnosa Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan embolisme dilakukan tindakan keperawatan Posisikan klien terlentang, Observasi tingkat kesadaran klien, Observasi status neurologis klien, Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi obat.

4.4 Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan adalah perwujudan dari perencanaan yang telah disusun.

Pelaksanaan pada tinjauan pustaka belum dapat diwujudkan karena hanya membahas teori asuhan keperawatan. Sedangkan pada tinjauan kasus pelaksanaan telah disusun dan diwujudkan pada pasien dan ada pendokumentasian serta intervensi keperawatan.

Pada diagnosa keperawatan hambatan mobilitas di tempat tidur berhubungan dengan neuromuskular, semua perencanaan tindakan keperawatan telah dilakukan seperti membina hubungan saling percaya (mengucapkan salam dengan sopan, perkenalan diri, menanyakan nama dan memberitahukan tujuan pertemuan), menjelaskan pentingnya dan cara melakukan latihan gerak aktif dan

pasif untuk meminimalisir atrofi otot, menganjurkan klien membantu menyokong pergerakan ekstremitas yang sakit dengan yang sehat (meminta klien membantu pergerakan tangan kiri dan kaki kiri yang sakit dengan di sokong tangan kanan), mengajarkan klien latihan gerak rentang aktif dan pasif (menggerakkan tangan dan kaki yang sehat dengan cara di naik turunkan dengan posisi bedrest, membantu klien menggerakkan tangan dan kaki yang sakit dengan cara di naik turunkan dengan posisi bedrest), mengobservasi kemampuan klien dalam melakukan mobilitas (mengamati klien saat melakukan mobilisasi, sebagian besar aktifitas klien di bantu keluarga), mengobservasi kekuatan otot klien (adanya kelemahan otot pada tangan kiri dan kaki kiri). Sedangkan pada tindakan keperawatan berkolaborasi dengan ahli fisioterapi tidak terlaksana hal ini disebabkan karena tidak tersedia layanan fisioterapi di ruang krisan RSUD Bangil.

Tindakan fisioterapi pada klien dilaksanakan oleh perawat.

Pada diagnosa keperawatan resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan embolisme, semua perencanaan tindakan keperawatan telah dilakukan seperti memposisikan klien terlentang (bed klien didatarkan dan meminta klien untuk bedrest dengan posisi terlentang tanpa bantal), mengobservasi tingkat kesadaran klien (kesadaran klien composmentis, GCS 4-5- 6, keadaan umum baik, klien kooperatif), mengobservasi status neurologis klien (melakukan pemeriksaan pada 12 saraf nervus, ditermukan adanya penurunan fungsi pada saraf nervus XI), berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi obat.

Pada pelaksanaan tindakan keperawatan tidak ditemukan hambatan dikarenakan pasien dan keluarga kooperatif dengan perawat, sehingga rencana tindakan dapat dilakukan.

4.5 Evaluasi Keperawatan

Pada tinjauan pustaka evaluasi belum dapat dilaksanakan karena merupakan kasus semu sedangkan pada tinjauan kasus evaluasi dapat dilaksanakan karena dapat diketahui keadaan pasien dan masalahnya secara langsung.

Pada akhir evaluasi diagnosa keperawatan hambatan mobilitas di tempat tidur berhubungan dengan neuromuskular disimpulkan bahwa masalah keperawatan pasien teratasi sebagian karena sampai 3x24 jam klien mengalami peningkatan kekuatan otot pada esktremitas kanan atas 5 dan bawah 5, pada ekstremitas kiri atas 3 dan bawah 2. Sedangkan kekuatan otot pada ekstremitas yang mengalami penurunan fungsi hingga mencapai skor 5 membutuhkan waktu 5-7 hari dan tujuan yang ditetapkan oleh perawat yaitu peningakatan kekuatan otot klien. Hal ini sesuai dengan teori menurut Nurarif & Kusuma (2015), bahwa tujuan keperawatan dari diagnosa keperawatan hambatan mobilitas di tempat tidur berhubungan dengan neuromuskular yaitu peningkatan kekuatan otot klien.

Pada akhir evaluasi diagnosa keperawatan resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan embolisme pembuluh darah otak disimpulkan bahwa masalah keperawatan pasien teratasi karena sudah sesuai dengan tujuan yang ditetapkan oleh perawat yaitu tidak terjadi penurunan kesadaran, GCS 4-5-6, rasa mbliyur hilang. Hal ini sesuai dengan teori menurut Nurarif & Kusuma (2015), bahwa tujuan keperawatan dari diagnosa keperawatan resiko ketifakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan embolisme

Dokumen terkait