• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Toleransi

BAB II DESKRIPSI UMUM TENTANG TOLERANSI

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Toleransi

a) Adanya sifat bangsa yang religius.

b) Kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya.

9 Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi, (Jakarta: Royandi, 1985), h. 518

10 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali, 1982), h. 65

11 Zuhairi Misrawi, Al-Qur`an Kitab Toleransi; Inklusivisme, Pluralisme dan Multikulturalisme, (Jakarta: Fitrah, 2007), h. 181

12 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama; Tinjauan Kritis, (Depok: Gema Insani, 2006), h. 212-213

c) Adanya nilai-nilai luhur budaya yang telah berakar dalam masyarakat, misalnya gotong royong dan saling hormat menghormati.13

d) Memperkuat dasar-dasar kerukunan internal dan antar umat beragama, serta antar umat beragama dengan pemerintah.

e) Membangun harmoni sosial dan persatuan nasional dalam bentuk upaya mendorong dan mengarahkan seluruh umat untuk hidup rukun dalam bingkai teologi dan implementasi dakan menciptakan kebersamaan dan sikap toleransi.

f) Menciptakan suasana kehidupan beragama yang kondusif dalam rangka memantapkan pendalaman dan penghayatan agama serta pengamalan agama yang mendukung bagi pembinaan kerukunan hidup intern dan antar umat beragama.

g) Melakukan eksplorasi secara luas tentang pentingnya nilai- nilai kemanusiaan dari seluruh keyakinan plural umat manusia yang fungsinya dijadikan sebagai pedoman bersama dalam melaksanakan prinsip-prinsip berpolitik dan berinteraksi sosial satu sama lainnya dengan memperlihatkan adanya sikap keteladanan.

h) Melakukan pendalaman nilai-nilai spiritual yang implementatif bagi kemanusiaan yang mengarahkan kepada nilai-nilai ketuhanan, agar tidak terjadi penyimpangan- penyimpangan nilai-nilai sosial kemasyarakatan maupun sosial agama.

i) Menempatkan cinta dan kasih dalam kehidupan antar umat beragama dengan cara menghilangkan rasa saling curiga

13 Dini Fitriani, http://diarytoleransidini.blogspot.com/?m=1 (diakses pada 15 Agustus 2018)

terhadap pemeluk agama lain, sehingga akan tercipta suasana kerukunan yang manusiawi tanpa dipengaruhi oleh faktor- faktor tertentu.

j) Menyadari bahwa perbedaan adalah suatu realita dalam kehidupan bermasyarakat, oleh sebab itu hendaknya hal ini dijadikan mozaik yang dapat memperindah fenomena kehidupan beragama.14

2. Faktor Penghambat

a) Pendirian rumah ibadah; apabila dalam mendirikan rumah ibadah tidak melihat situasi dan kondisi umat beragama dalam kacamata stabilitas sosial dan budaya masyarakat setempat, maka akan tidak menutup kemungkinan menjadi biang dari pertengkaran atau munculnya permasalahan umat beragama.

b) Penyiaran agama; apabila penyiaran agama bersifat agitasi dan memaksakan kehendak bahwa agama sendirilah yang paling benar dan tidak mau memahami keberagaman agama lain, maka dapat memunculkan terjadinya permusuhan agama yang kemudian akan menghambat kerukunan antar umat beragama, karena disadari atau tidak kebutuhan akan penyiaran agama terkadang berbenturan dengan aturan kemasyarakatan.

c) Perkawinan beda agama; perkawinan beda agama disinyalir akan mengakibatkan hubungan yang tidak harmonis, terlebih pada anggota keluarga masing-masing pasangan berkaitan dengan perkawinan, warisan dan harta benda, dan yang paling

14 Rahmad Asri Pohan, Toleransi Inklusif, (Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2014),

h. 269

penting adalah keharmonisan yang tidak mampu bertahan lama di masing-masing keluarga.

d) Penodaan agama; melecehkan atau menodai doktrin suatu agama tertentu. Tindakan ini sering dilakukan baik perorangan atau kelompok. Meski dalam skala kecil, baru- baru ini penodaan agama banyak terjadi, baik dilakukan oleh umat agama sendiri maupun dilakukan oleh umat agama lain yang menjadi provokatornya.

e) Kegiatan aliran sempalan; suatu kegiatan yang menyinggung dari suatu ajaran yang sudah diyakini kebenarannya oleh agama tertentu. Hal ini terkadang sulit di antisipasi oleh masyarakat beragama sendiri. Pasalnya akan menjadikan rancu diantara menindak dan menghormati perbedaan keyakinan yang terjadi di dalam agama ataupun antar agama.

f) Berebut kekuasaan; saling berebut kekuasaan masing-masing agama untuk memperebutkan anggota atau jamaat dan umat, baik secara intern umat beragama maupun antar umat beragama untuk memperbanyak kekuasaan.

g) Beda penafsiran; masing-masing kelompok di kalangan antar umat beragama mempertahankan masalah-masalah yang prinsip. Misalnya dalam perbedaan penafsiran terhadap kitab suci dan ajaran-ajaran keagamaan lainnya dan saling mempertahankan pendapat masing-masing secara fanatik dan sekaligus menyalahkan yang lainnya.

h) Kurang kesadaran; masih kurangnya kesadaran di antara umat beragama dari kalangan tertentu menganggap bahwa agamanya yang paling benar, misalnya di kalangan umat

Islam yang dianggap lebih memahami agama dan masyarakat Kristen menganggap bahwa di kalangannya yang benar.15 i) Fanatisme dangkal, sikap kurang bersahabat antar umat

beragama.

j) Pengaburan nilai-nilai ajaran agama antara suatu agama dengan agama lainnya.16

Dari sekian faktor penghambat terjadinya toleransi, ada lagi satu faktor yang perlu diperhatikan. Yakni mengenai pandangan non- Muslim mengenai Islamophobia.17 Keadaan seperti ini justru di

“produk”, bukan sejak WTC roboh, juga bukan sejak perang Salib, tetapi karena Islam Islamophobia menjadi bisnis yang menguntungkan. Bila ada kejahatan yang pelakunya dicurigai Muslim, maka reportase, wawancara, analisis dan kronologis bersuasana Islamophobia menyedot penonton yang iklannya menghasilkan uang.

Virus Islamophobia sudah ada sejak zaman Rasulullah. Di Mekkah virus ini menjangkiti Musyrikin. Hijrah di Madinah, virus Islamophobia mempermainkan kabilah Aus dan Khazraj. Intrik yang ada dikembangkan sehingga kedua kabilah itu selalu bermusuhan lalu berperang. Yahudi menarik keuntungan karena permusuhan dan perang membutuhkan uang. Lalu Islam datang membawa keteguhan keyakinan, persaudaraan dan keadilan. Persaudaraan membuat Yahudi tak bisa mengadu domba. Keyakinan Iman dan Islam yang dibawa Rasulullah menggoyahkan keyakinan Yahudi.

15 Sudjangi, Profil Kerukunan Hidup Umat Beragama, (Badan Penelitian dan Pengembangan Agama; Proyek Peningkatan Kerukunan Hidup Umat Beragama), h. 117

16 Dini Fitriani, http://diarytoleransidini.blogspot.com/?m=1 (diakses pada 15 Agustus 2018)

17 Islamophobia adalah rasa takut dan benci terhadap Islam sekaligus kepada Muslim.

Dewasa ini, virus Islamophobia semakin meruyak. Kejahatan kebencian yang dilakukannya lebih brutal. Di tengah khalayak ramai, jilbab ditarik. Ada kontes menggambar Nabi Muhammad saw.

Ironisnya, Islamophobia tidak hanya menjangkiti masyarakat non- Muslim, ia juga menjangkiti kaum Muslimin. Di Turki, pernah berlangsung selama puluhan tahun larangan jilbab bagi mahasiswi atau pegawai pemerintah.

Belanda juga mengidap Islamophobia, mereka tahu Islam adalah kekuatan yang sulit digambarkan batas-batasnya. Mereka mengalami perang Paderi, perang Diponegoro, sampai Aceh yang sulit ditundukkan.18

Ustadz Adnin Armas menyebutkan, Islamophobia bisa jadi tidak hanya terjadi di Eropa dan Amerika, tetapi juga di Indonesia.

hal itu disampaikan dalam tabligh akbar bertema “Untuk Indonesia yang Lebih Beradab” di Masjid Pondok Indah, Jakarta Selatan.

“Indikasinya sudah muncul. Orang-orang yang ingin berkontribusi dan mencintai agama ini bisa dituduh konservatif,19 fundamentalis,20 radikal, anti kemajuan, anti Barat, anti NKRI, dan fitnah-fitnah serupa,” ucapnya, Kamis (30/4) malam.21

Di Indonesia, yang merupakan negara dengan mayoritas masyarakat pemeluk agama Islam, telah lama terjadi Islamophobia.

Keadaan tersebut bukan tanpa alas an, minimnya pengetahuan

18 Harri ash-Shiddiqie, https://www.republika.co.id. (diakses pada 15 Agustus 2018)

19 Konservatif diartikan sebagai 1. Kolot, 2. Bersikap mempertahankan keadaan, kebiasaan, dan tradisi yang berlaku. https://kbbi.web.id/konservatif.html (diakses pada 15 Agustus 2018)

20 Fundamentalis adalah penganut gerakan keagamaan yag bersifat kolot dan rekasioner yang selalu merasa perlu kembali ke ajaran agama yang asli seperti yang tersurat di dalam kitab suci. https://kbbi.web.id/fundamentalis.html (diakses pada 15 Agustus 2018)

21 Lihat selengkapnya di https://m.republika.co.id/amp/nnmsbg (diakses pada 15 Agustus 2018)

tentang Islam dan kurangnya iman membuat masyarakat apatis, takut, bahkan benci terhadap agama mereka sendiri. Islamophobia sebenarnya sudah muncul sejak zaman penjajahan Belanda. Namun, propagandanya saat ini semakin terstruktur, sistematis dan massif.

Salah satu isu yang menjadi propaganda adalah terorisme Islam.

Kemudian semakin mencuat setelah adanya bom Bali.22

Menurut peneliti, Islamophobia ini muncul karena kesalahpamahaman sebagian orang, terlebih umat non-Muslim yang menganggap bahwa Islam itu identik dengan kekerasan, terorisme dan disebarkan menggunakan pedang. Kesalahan pemikiran ini terjadi karena adanya segelintir pemeluk agama Islam yang bersikap keras dalam menanggapi perbedaan. Salah satunya yaitu adanya sikap diskriminatif terhadap orang yang berbeda keyakinannya.

Di Indonesia sendiri, sikap diskriminasi tergolong masih tinggi. Hal ini terjadi karena adanya kecenderungan manusia yang saling membeda-bedakan yang lainnya. Ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil karena karakteristik suku, ras, agama, kepercayaan, aliran politik dan kondisi fisik atau karakteristik lain, hal ini diduga merupakan dasar dari tindakan diskriminasi.

Dampak dari sikap diskriminasi yang ada dalam masyarakat yaitu antara lain tidak terciptanya rasa keadilan, tidak adanya rasa persatuan dan kesatuan antar sesama warga negara, adanya kesengjangan sosial, dan kerukunan antar warga negara sulit terwujud. Untuk itu, ada beberapa langkah atau cara untuk menghindari terjadinya diskriminasi di kalangan masyarakat. Di antaranya adalah:

22 Hidayatu Rahman, https://uad.ac.id/id/berita/islamophobia-di-negeri-mayoritas- muslim (diakses pada 15 Agustus 2018)

1. Tidak memandang orang dari segi materi, pangkat, dan jabatan.

2. Menghindari sikap saling merendahkan.

3. Tidak memandang status sosial.23

Untuk tercapainya kerukunan antar umat beragama, pemerintah Indonesia menggulirkan konsep Tri kerukunan umat beragama dalam upaya menciptakan kehidupan masyarakat antar umat beragama nan rukun. Kemajemukan bangsa Indonesia nan terdiri atas puluhan etnis, budaya, suku dan agama membutuhkan konsep yang memungkinkan terciptanya masyarakat damai nan rukun. Pemerintah menyadari resistensi konflik antar umat beragama.

Berbagai kebijakan pemerintah telah diterbitkan untuk memperbaiki keadaan. Berbagai rambu peraturan telah disahkan agar meminimalisir bentrokan-bentrokan kepentingan antar umat beragama.

Adanya konsep Tri kerukunan umat bergama ini bertujuan agar masyarakat Indonesia dapat hayati dalam kebersamaan, sekali pun banyak perbedaan. Konsep ini dirumuskan dengan teliti dan bijak agar tak terjadi pengekangan atau pengurangan hak-hak manusia dalam menjalankan kewajiban dari ajaran-ajaran agama yang diyakininya. Tri kerukunan ini meliputi tiga kerukunan, yaitu:

kerukunan intern umat beragama, kerukunan antar umat beragama, dan kerukunan antara umat beragama dan pemerintah.24

Dalam menciptakan kerukunan antar umat beragama dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

23 Rizqi Apriansyah, http://www.klikberita.co.id/opini/diskriminasi-dalam- masyarakat-ini-tips-menghindarinya.html (diakses pada 16 Agustus 2018)

24Jaja Sudarno, https://bengkulu.kemenag.go.id/artikel/42737-tri-kerukunan-umat- beragama (diakses pada 16 Agustus 2018)

1) Saling tenggang rasa menghargai dan toleransi antar umat beragama.

2) Tidak memaksakan seseorang untuk memeluk agama tertentu.

3) Melaksanakan ibadah sesuai dengan agamanya.

4) Memenuhi peraturan keagamaan, baik dalam agamanya maupun peraturan Negara atau Pemerintah.25

Dokumen terkait