• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PENUTUP

2) Fase aktif

Frekuensi dan lama kontraksi uterus umumnya meningkat (kontraksi adekuat 3 kali atau lebih dalam 10 menit dan berlangsung selama 40 detik atau lebih, serviks membuka dari 4 ke 10 cm, biasanya dengan kecepatan 1 cm atau lebih perjam hingga pembukaan lengkap (10 cm), terjadinya penurunan bagian terbawah janin, berlangsung selama 6 jam dan di bagi menjadi 3 fase yaitu :

a) Periode akselerasi. Berlangsung selama 2 jam pembukaan menjadi 4 cm.

b) Periode dilatasi maksimal, berlangsung selama 2 jam pembukaan berlangsung cepat dari 4 sampai 9 cm.

c) Periode deselerasi, berlangsung lambat dalam waktu 2 jam pembukaan 9 cm menjadi 10 cm atau lengkap.

Sifat kontraksi otot rahim (his) kala I menurut Manuaba (2010) adalah:

a) Kontraksi bersifat simetris.

b) Fundal dominan, artinya bagian fundus uteri sebagai pusat dan mempunyai kekuatan yang paling besar.

c) Involunter artinya tidak dapat diatur oleh parturien (ibu).

d) Intervalnya makin lama makin pendek.

e) Kekuatannya makin besar dan pada kala II diikuti dengan refleks mengejan.

f) Diikuti retraksi, artinya panjang otot rahim yang telah berkontraksi tidak akan kembali ke panjang semula.

g) Setiap kontraksi mulai dari miring yang terletak di sekitar insersi tuba, dengan arah penjalaran ke daerah serviks uteri

dengan kecepatan 2 cm per detik.

h) Kontraksi rahim menimbulkan rasa sakit pada pinggang, daerah perut, dan dapat menjalar ke arah paha.

(1) Perubahan fisiologis pada kala I menurut Rohani, dkk (2013) : (a)Tekanan darah.

(b) Suhu tubuh (c)Detak jantung.

(d) Pernapasan.

(e)Ginjal.

(f) Gastrointestinal.

(g) Hematologi.

(2) Perubahan psikologis kala I yang sering terjadi:

(a)Kecemasan dan ketakutan pada dosa-dosa atau kesalahan- kesalahan sendiri. Ketakutan tersebut berupa rasa takut jika bayi yang dilahirkan dalam keadaan cacat, serta takhayul lain.

(b) Timbul rasa tegang, takut, kesakitan, kecemasan dan konflik batin.

(c)Sering timbul rasa jengkel, tidak nyaman serta selalu kegerahan serta tidak sabar (kepala bayi sudah memasuki panggul dan timbulnya kontraksi pada rahim, sehingga sehingga bayi yang diharapkan, kini menjadi beban berat).

(d) Ketakutan menghadapi risiko dan kesulitan bahaya melahirkan bayi yang merupakan hambatan dalam proses persalinan.

(e)Kegelisahan dan ketakutan menjelang kelahiran bayi (takut mati, trauma kelahiran, perasaan bersalah, ketakutan).

(3) Tanda Gejala Kala I

(a) Penipisan/pendaftaran (effacement) dan pembukaan servik.

Menggunakan skor bioshop dimana skor bioshop diperoleh dari

pemeriksaan serviks yang bertujuan untuk mencerminkan kesesuaian antara pembukaan dan pendataran yang biasanya menandai permulaan persalinan yang diharapkan berhasil secara pervaginam/

spontan. Jika pembukaan 0 cm maka pendataran/ penipisan (effacement) 0-30%, pembukaan 1-2 cm (effacement) 40-50%, pembukaan 3-4 cm maka (effacement) 60-70%, pembukaan 5-6 cm (effacement) ≥80 %, pembukaan 7-8 cm (effacement) 85-90%, pembukaan 9-10 cm (effacement) 95-100%.

(b) Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan servik.

Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap dimana terjadi ± 3 kali atau lebih dalam 10 menit dan berlangsung selama 40 detik atau lebih pada fase aktif.

(c) Adanya rasa mules dan nyeri ringan pada bagian bawah, dan kencang kencang yang teratur tetapi terkadang belum memberikan pembukaan yang berarti.

(d) Cairan lendir bercampur darah (show) melalui vagina dengan terjadinya pengeluaran lendir dan darah yang lebih banyak karena robekan-robekan kecil pada serviks, terkadang ketuban sudah pecah dengan sendirinya, pada pemeriksaan dalam didapat perlunakan serviks (portio) (Mika, 2016).

b. Kala II

Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II pada primipara berlangsung selama 2 jam dan pada multipara 1 jam (Sari, P.E dan Rimandini, D.K, 2015).

Menurut Manuaba (2010) Gejala utama dari kala II :

1) Ibu merasa ingin meneran seiring dengan bertambahnya kontraksi.

Rasa ingin meneran disebabkan oleh tekanan kepala janin pada vagina dan rektum, kepala janin telah turun masuk rongga panggul ketuban pecah pada pembukaan mendeteksi lengkap, karena tertekannya fleksus frankenhauser, dan secara reflektoris

menimbulkan rasa untuk mengejan.

2) Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan/atau vaginanya. Tekanan di rektum dan vagina disebabkan oleh daya dorong uterus dan turunnya kepala ke dasar panggul.

3) Perineum menonjol yang disebabkan oleh penurunan kepala janin sebagai akibat dari kontraksi yang semakin sering.

4) Vulva-vagina dan sfingter ani membuka. Membukanya vulva-vagina dan sfingter ani terjadi akibat adanya tahanan kepala janin pada perineum.

5) His terkoordinir, kuat, cepat dan lebih lama kira-kira 3 menit sekali dengan interval minimal 40 detik

6) Portio sangat tipis bahkan sudah tidak teraba akibat kepala telah sepenuhnya membuka portio secara lengkap pada pembukaan 10 cm.

7) Menjelang akhir kala I ketuban pecah yang ditandai dengan pengeluaran cairan secara mendadak dan cairan ketuban mulai memisah dari dinding rahim.

Pada primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5-2 jam dan pada multipara rata-rata 0,5-1 jam (Mika, 2016).

(1) Perubahan Fisiologi kala II

Perubahan fisiologis pada kala II menurut Walyani, S.E dan Purwoastuti, E, (2016).

(a)Kontraksi Uterus

(b) Perubahan –perubahan Uterus (c)Perubahan pada serviks

(d) Perubahan pada Vagina dan Dasar Panggul (e)perubahan Sistem Reproduksi .

(f) Perubahan Tekanan Darah, dan suhu tubuh

(2) Perubahan psikologis ibu bersalin Kala II menurut Kuswanti dan Melina (2013), adalah sebagai berikut:

(a)Sering timbul rasa jengkel.

(b) Badan selalu kegerahan.

(c)Tidak sabaran

(d) Merasa takut, panik dan khawatir jika janinnya tidak segera keluar dan takut persalinannya lama.

c. KALA III

Menurut Walyani (2015), kala III adalah waktu dimulai dari setelah lahirnya bayi hingga pelepasan dan pengeluaran uri (plasenta). Setelah bayi lahir kontraksi rahim berhenti sebentar, uterus teraba keras dengan fundus uteri setinggi pusat dan berisi plasenta yang menjadi tebal 2 kali sebelumnya. Lamanya atau waktu seluruh proses kala III biasanya berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir. Dan pada pengeluaran plasenta biasanya di sertai dengan pengeluaran darah kira-kira 100-200 cc).

1) Metode pelepasan plasenta

Menurut Rohani (2013) ada dua metode untuk pelepasan plasenta, yaitu sebagai berikut:

a) Metode schultze

Metode yang lebih umum terjadi, plasenta terlepas dari satu titik dan merosot ke vagina melalui lubang dalam kantong amnion, permukaan fetal plasenta muncul pada vulva dengan selaput ketuban yang mengikuti di belakang seperti payung terbalik saat terkelupas dari dinding uterus.

Gambar 2.8 Pelepasan Plasenta Metode Schultze

Sumber: Rohani, 2013 b) Metode matthew duncan

Pada metode ini kemungkinan terjadinya bagian selaput ketuban yang tertinggal lebih besar karena selaput ketuban tidak

terkelupas semua. Metode ini adalah metode yang berkaitan dengan plasenta letak rendah di dalam uterus. Proses pelepasan berlangsung lebih lama dan darah yang hilang sangat banyak (karena hanya ada sedikit serat oblik dibagian bawah segmen).

Gambar 2.9 Pelepasan Plasenta Metode Duncan

Sumber: Rohani, 2013

2) Teknik memastikan pelepasan plasenta

Menurut Rohani (2013), untuk memastikan plasenta sudah lepas dapat dilakukan pemeriksaan dengan 3 teknik, yaitu:

a) Kustner

Dengan meletakkan tangan disertai tekanan diatas simfisis, tali pusat ditegangkan, maka bila tali pusat masuk berarti plasenta belum terlepas, apabila diam tau maju berarti plasenta sudah terlepas.

b) Klein

Sewaktu ada his, rahim didorong sedikit, bila tali pusat kembali berarti plasenta belum terlepas, tetapi bila plasenta diam atau turun berarti plasenta sudah lepas.

c) Strassman

Tegangkan tali pusat dan ketok pada fundus, bila tali pusat bergetar berarti plasenta belum terlepas, tetapi apabila plasenta tidak bergetar berarti sudah terlepas.

3) Tanda pelepasan plasenta

Menurut Aprilia (2011) tanda pelepasan plasenta adalah sebagai berikut:

a) Tali pusat bertambah panjang.

b) Perubahan ukuran dan bentuk uterus dari bentuk diskoid menjadi globuler dan keras.

c) Semburan darah secara tiba-tiba.

d) Fundus uteri naik ke atas, lebih tinggi sedikit diatas pusat.

4) Manajemen Aktif Kala III (Rohani dkk, 2011).

Tujuannya untuk mempersingkat kala III, mengurangi jumlah kehilangan darah, dan mengurangi kejadian retensio plasenta dengan pemberian suntikan oksitosin 1 menit pertama setelah bayi lahir, melakukan penegangan tali pusat terkendali dan masase fundus uteri 1) Perubahan Fisiologis Kala III

Pada kala III, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan perut akan terasa mules dan nyeri dikarenakan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal, dan kemudian terlepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun kebagian bawah uterus atau ke dalam vagina (Sari, P.E dan Rimandini, D.K, 2015).

a) Pemeriksaan vagina dan perineum

Untuk mengetahui apakah ada tidaknya robekan jalan lahir periksa daerah perineum, vagina dan vulva. Setelah bayi lahir, vagina akan mengalami perengangan, oleh kemungkinan odema dan lecet. Introitus vagina juga akan tampak terluka dan terbuka. Menurut Sari dan Rimandini (2015) laserasi dapat dikategorikan dalam :

(1) Derajat I : mukosa dan kulit perineum, tidak perlu dijahit (2) Derajat II : mukosa vagina, kulit dan jaringan perineum

(3) Derajat III : mukosa vagina, kulit, jaringan perineum dan sfingter ani

(4) Derajat IV : mukosa vagina, kulit, jaringan perineum dan sfingter ani yang meluas hingga ke rectum, rujuk segera.

berdasakan Permenkes Nomor 512 Tahun 2007 Pasal 15 tentang limpahan tugas dan wewenang bidan dalam penjahitan laserasi. Bidan mempunyi wewenang untuk melakukan penjahitan laserasi derajat I dan II. Adapun memperbaiki luka jalan lahir Tingkat III dan IV tidak diberikan kepada bidan dan bidan harus segera mencari bantuan dengan sistem rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang ada dokter spesialisnya dengan alasan kompetensi bidan dalam penjahitan otot sfingter ani dan otot rektum.

Gambar 2.10 Derajat Laserasi

Sumber : Sari dan Rimandini, 2015 2) Perubahan Psikologis Kala III

a) Ibu ingin melihat, menyentuh, dan memeluk bayinya.

b) Merasa gembira, lega, dan bangga akan dirinya juga merasa lelah.

c) Memusatkan diri dan kerap bertanya apakah vaginanya perlu dijahit.

d) Terkadang merasa risih karena bagian bawah yang basah karena adanya darah yang mengalir.

e) Menaruh perhatian terhadap plasenta (Sari dan Rimandini 2015).

d. Kala IV

Kala IV dimulai dari lahirnya seluruh maternal plasenta hingga pengawasan 2 jam postpartum. Kala IV dimaksudkan untuk melakukan observasi karena perdarahan postpartum paling sering terjadi pada 2 jam pertama (Manuaba, 2010). Observasi yang dilakukan meliputi tingkat kesadaran penderita, pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah berkisar antara 110/80 mmHg dan tidak boleh lebih dari 140/90 mmHg, nadi, 80-90 x/menit, suhu wanita pasca melahirkan tidak boleh meningkat lebih dari 0,5oC dan pernapasan 16-24 x/menit, kontraksi uterus harus teraba keras untuk

mencegah atonia uteri yang menyebabkan terjadinya perdarahan postpartum terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal bila jumlahnya 250cc dan tidak melebihi 400 sampai 500 cc jika perdarahan persalinan lebih dari 500cc disebut dengan perdarahan postpartum primer (Sarwono, 2014).

Dalam dokumen asuhan kebidanan komprehensif pada ny. f (Halaman 54-62)