• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketuban Pecah Dini a. Pengertian

Dalam dokumen asuhan kebidanan komprehensif pada ny. f (Halaman 74-79)

BAB VI PENUTUP

1) Perubahan Fisiologi

2.2.6 Ketuban Pecah Dini a. Pengertian

51. Mengevaluasi kehilangan darah.

52. Memeriksa tekanan darah, nadi, dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama satu jam pertama pascapersalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.

a) Memeriksa temperatur suhu tubuh sekali setiap jam selama dua jam pertama pascapersalinan.

Melakukan tindakan yang sesuai dengan temuan yang tidak normal

53. Menempatkan semua peralatan di dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Mencuci dan membilas pakaian setelah dekontaminasi.

54. Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke dalam tempat sampah yang sesuai.

55. Membersihkan ibu dengan menggunakan air disenfeksi tingkat tinggi . Membersihkan cairan ketuban, lendir dan darah. Membantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.

56. Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu ibu memberikan ASI. Menganjurkan keluarga untuk memberikan ibu minuman dan makanan yang diinginkan

57. Mendekontaminasi daerah yang digunakan dengan larutan klorin 0,5% dan membilas dengan air bersih

58. Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, membalikkan bagian dalam ke luar untuk merendamnya dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit

59. Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir 60. Melengkapi partograf (halaman depan dan belakang).

2.2.6 Ketuban Pecah Dini

Cairan ketuban juga membantu penipisan dan dilatasi cerviks.

c. Etiologi

Menurut Manuaba (2010) Ketuban Pecah Dini disebabkan oleh:

a) Usia karakteristik pada ibu

Usia untuk reproduksi optimal bagi seorang ibu adalah antara umur 20-35 tahun. Usia seseorang sedemikian besarnya akan mempengaruhi sistem reproduksi, karena organ-organ reproduksinya sudah mulai berkurang kemampuannya dan keelastisannya dalam menerima kehamilan.

b) Paritas

banyaknya anak yang dilahirkan oleh ibu dari anak pertama sampai dengan anak terakhir. Wanita yang telah melahirkan beberapa kali dan pernah mengalami KPD pada kehamilan sebelumnya serta jarak kelahiran yang terlampau dekat diyakini lebih beresiko akan mengalami KPD pada kehamilan berikutnya.

c) Anemia pada kehamilan

Salah satu anemia pada ibu hamil dapat meningkatkan risiko terjadinya ketuban pecah dini. Anemia merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya KPD. Pada ibu dengan anemia, kadar hemoglobin sebagai pembawa zat besi dalam darah berkurang, yang mengakibatkan rapuhnya beberapa daerah dari selaput ketuban, sehingga terjadi kebocoran pada daerah tersebut. Selaput ketuban akan memberikan respon terhadap inflamasi sehingga menjadi tipis dan mudah pecah.

d) Perilaku merokok

Rokok mengandung lebih dari 2.500 zat kimia yang teridentifikasi termasuk karbonmonoksida, amonia, aseton, sianida hidrogen, dan lain- lain. Merokok pada masa kehamilan dapat menyebabkan gangguan- gangguan seperti kehamilan ektopik, ketuban pecah dini, dan risiko lahir mati yang lebih tinggi.

e) Riwayat KPD

Pengalaman yang pernah dialami oleh ibu bersalin dengan kejadian KPD dapat berpengaruh besar pada ibu jika menghadapi kondisi kehamilan. Riwayat KPD sebelumnya berisiko 2-4 kali mengalami ketuban pecah dini kembali. Patogenesis terjadinya KPD secara singkat ialah akibat penurunan kandungan kolagen dalam membran sehingga memicu terjadinya ketuban pecah dini dan ketuban pecah preterm.

f) Tekanan intra uterm yang meninggi atau meningkat secara berlebihan.

Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya : (1) Trauma : berupa hubungan seksual karena pola seksual yang tidak

tepat akan berisiko 10 kali lebih besar mengalami KPD karena cairan sperma dapat memicu terjadinya persalinan dini jika dilakukan di waktu yang tidak tepat, pemeriksaan dalam, amniosintesis.

(2) Gemelli : kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban) relative kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah.

d. Tanda dan Gejala

Menurut Nugroho (2011) tanda dan gejala KPD sebagai berikut : a. Keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina.

b. Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, dengan ciri pucat dan bergaris warna merah.

c. Cairan akan terus diproduksi sampai kelahiran dan jika klien berdiri atau duduk kepala janin biasanya terasa “mengganjal” atau menyumbat kebocoran untuk sementara.

d. Keluarnya air ketuban secara spontan atau merembes dengan atau disertai dengan nyeri.

e. Komplikasi

Adapun pengaruh KPD terhadap ibu dan janin menurut (Sunarti, 2017) yaitu:

a. Prognosis Ibu

Komplikasi yang dapat disebabkan KPD pada ibu yaitu infeksi intrapartal/ dalam persalinan, infeksi puerperalis/ masa nifas, dry labour/ partus lama, perdarahan post partum, meningkatnya tindakan operatif obstetric (khususnya SC), morbiditas dan mortalitas maternal.

b. Prognosis Janin

Komplikasi yang dapat disebabkan KPD pada janin itu yaitu prematuritas (sindrom pernapasan, hipotermia, masalah pemberian makanan neonatal), perdarahan intraventrikular, ganggguan otak dan risiko cerebral palsy, hiperbilirubinemia, anemia, sepsis, prolaps funiculli/ penurunan tali pusat, hipoksia dan asfiksia sekunder pusat, prolaps uteri, persalinan lama, skor APGAR rendah, perdarahan intrakranial, pertumbuhan janin terhambat, morbiditas dan mortalitas perinatal (Marmi dkk, 2016).

f. Dasar Diagnosa Ketuban Pecah Dini

Menurut Manuaba (2010) KPD didiagnosis dengan cara :

a. Adanya keterangan terjadi pengeluaran cairan mendadak disertai bau yang khas.

b. Uji Ferning (uji pakis) juga disebut percabangan halus (arborization), pada kaca objek (slide) mikroskop yang disebabkan keberadaan natrium klorida dan protein dalam cairan amnion untuk menetapkan bahwa cairan yang keluar adalah cairan ketuban.

c. Uji kertas nitrazin positif Kertas ini akan berubah warna menjadi biru gelap jika kontak dengan bahan bersifat basa. Nilai Ph vagina normal adalah ≤ 4,5.

d. Pemeriksaan spekulum Untuk mengambil sampel cairan ketuban di forniks posterior dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan pemeriksaan bakteriologis,

e. Pemeriksaan USG untuk pemeriksaan oligohidramnion sangat membantu jika pemeriksaan sebelumnya tidak memberikan gambaran jelas pecah ketuban.

f. Penanganan

Menurut Saifuddin, (2013) Penanganan Ketuban Pecah Dini sebagai berikut :

a. Konservatif

1) Rawat dirumah sakit.

2) Berikan antibiotika (ampisilin 4x500 mg atau eritromisin bila tidak tahan ampisilin ) berikan metronidasol 2x500 mg selama 7 hari.

3) Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.

4) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif : beri dekametason, observasi tanda- tanda infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.

5) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), dekametason, lakukan induksi sesudah 24 jam.

6) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi.

7) Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memacu kematangan paru janin dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomeilin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.

b. Aktif

1) Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50 µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.

2) Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi, dan persalinan diakhiri

3) Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi.

Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.

4) Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.

Menurut Hudiyati Agustini (2014) yang dikutip dalam buku penyakit obstetrik dan ginekologi yaitu KPD Aterm ≥37 minggu dan tidak terdapat gawat janin maupun risiko lainnya dapat melakukan persalinan pervaginam.

Secara total KPD saat fase aktif dapat melakukan persalinan normal dibawah 12 jam dan tidak boleh lebih dari 24 jam, jika lebih dari 24 jam maka persalinan harus dilakukan dengan tindakan SC. Manuaba (2010) memberikan pilihan penatalaksanaan yang digunakan dengan catatan kondisi ibu stabil dan tidak ada tanda gawat janin sehingga penatalaksanaan perawatan persalinan yang digunakan sama seperti persalinan yang lain, dengan tambahan sebagai berikut :

a) Waktu KPD normal dianjurkan pada selang waktu 6 jam dan tidak boleh lebih dari 24 jam, tidak terlihat tanda bahaya pada ibu serta tidak terlihat tanda gawat janin maka dapat ditunggu dengan catatan observasi ketat b) Kaji suhu dan denyut nadi setiap 4 jam. Kenaikan suhu sering kali

didahului kondisi ibu yang menggigil.

c) Lakukan pemantauan DJJ setiap 1-2 jam. Pemantauan DJJ secara kontinu dilakukan untuk melihat tanda gawat janin seperti DJJ melemah atau makin cepat, atau ada akibat kompresi tali pusat

2.3 Konsep dasar Bayi Baru Lahir

Dalam dokumen asuhan kebidanan komprehensif pada ny. f (Halaman 74-79)