• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Hasil Pengolahan Data Dalam Penelitian

Dalam dokumen PERSETUJUAN PEMBIMBING (Halaman 61-75)

A. Hasil Penelitian

7. Gambaran Hasil Pengolahan Data Dalam Penelitian

44

saling harga-menghargai orang-orang di daerah Lompo Riaja ini masih tinggi.

Seperti halnya dalam suatu acara perkawinan ada saja orang-orang tertentu yang masih merupakan dambaan untuk hadir dalam acaranya, dengan harapan bahwa hadirnya orang-orang tersebut maka penilaiannya dari orang disekitarnya adalah tinggi dan lain-lain sebagainya

Kemudian yang terakhir adalah budaya ”Tudang Sipulung” yang merupakan pengungkapan ”Musyawarah” dalam menghadapi suatu permasalahan atau merencanakan suatu pembangunan di desa ini. Bahwa dengan melihat masih banyaknya nilai-nilai budaya yang masih memerlukan pengembangan dan pemeliharaan, maka pemerintah dengan masyarakat dalam hal ini dituntut untuk senantiasa melestarikannya baik melalui jalur formal maupun dengan melalui jalur-jalur non formal.

45

Tabel 4.6 Jumlah Informan Berdasarkan Tingkat Umur

Sumber data : Hasil penelitian/analisa data tahun 2014

Dari 9 informan masing-masing berumur sebagai berikut : Satu (1) informan yang berumur 11 sampai 13 tahun, tiga (3) informan yang berumur 14 sampai 16 tahun, Lima (5) informan yang berumur 17 sampai 19. Dari semua informan yang ada di atas, dapat diperinci berdasarkan tingkat pendidikan masing-masing sebagai berikut:

Tabel 4. 7 Jumlah Informan Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Pendidikan F %

1 2

SMP SMA

2 7

22,22 77,77 Jumlah 9 100

Sumber data : Hasil penelitian/analisa data tahun 2014

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat masing-masing tingkat pendidikan informan. Resonden yang masih duduk di Sekolah Menegah Pertama (SMP)

No. Umur F %

1 2 3 4

11 – 13 14 - 16 17 - 19

20 tahun ke atas

1 3 5 0

11,11 33,33 55,55

0

Jumlah 9 100

46

sebanyak 2 orang dan yang masih duduk di Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 7 orang.

Dengan melihat tingkat pendidikan dan umur Informan, mereka masih memiliki pemikiran yang masih mudah dipengaruhi. Informan dengan perincian hobi dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 4.8 Informan Berdasarkan Hobi

No. Hobi F %

1 2 3 4 5

Sepak Bola Menyanyi Menggambar Membaca Musik

2 2 1 1 3

22,22 22,22 11,11 11,11 33,33

Jumlah 9 100

Sumber Data : Hasil penelitian/analisa data tahun 2014

Dengan melihat tingkat hobi informan masing-masing di atas, maka perincian hobi informan yang beraneka ragam yaitu yang suka dengan sepak bola sebanyak 2 orang (22,22 ) Menyanyi sebanyak 2 orang (22,22), Menggambar sebanyak 1 orang (11,11), membaca 1 orang (11,11) dan mendengarkan musik sebanyak 3 orang (33,33), dengan melihat hobi Informan diketahui bahwa ternyata lebih banyak diantara mereka yang suka mendengarkan musik.

Untuk melakukan penilaian mengenai degradasi nilai sosial bahasa lontara Bugis pada Remaja Kelurahan Lompo Riaja Kecamatan Tana Riaja Kabupaten Barru dapat dinilai melalui pendapat informan sesuai dengan tabel dibawah ini:

47

Tabel 4.9 Pengakuan Informan Mengenai mata pelajaran muatan Lokal (bahasa daerah Bugis) di Sekolah

No. Informan F %

1 2 3 4

Sangat Suka Cukup Suka Kurang Suka

Tidak Suka

2 3 3 1

66,66 16,66 8,33 8,33

Jumlah 9 100

Sumber data : Hasil penelitian/analisa data tahun 2014

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan pada tabel di atas, dari 9 informan yang dilihat dalam penelitian ini ternyata 2 informan (22,22%) yang menyatakan sangat suka dengan pelajaran Muatan Lokal 3 informan (33,33%) menyatakan cukup suka serta 3 informan (33,33%) menyatakan kurang suka sedangkan 1 informan (11,11,%) yang menyatakan tidak suka dengan pelajaran Muatan Lokal karena guru yang tidak begitu profesional dalam mengajar dan bahasa yang kurang ia mengerti.

Sungguh sangat disayangkan bila orang asli Bugis tidak tahu bahkan mengerti bahasa Bugis, namun ada informan yang mengatakan suka dengan pelajaran Muatan Lokal karena mereka tertarik dengan bahasa Bugis, baginya bahsa Bugis sangat menarik untuk dipelajari karena tu mmerupaka warisan budaya dari nenek moyang. Informan yang kurang suka dengan pelajaran muatan Lokal (Bahasa Bugis) karena mereka hanya tahu sedikit tentang bahasa Bugis, mmereka biasanya mengerti apabila ada yang berbicara bahasa Bugis tapi sulit

48

baginya bila dai yang harus bicara Bugis, bisa jadi ini merupakan faktor ketidak biasaannya berbicara Bugis dengan keluarganya di rumah.

Sepertinya yang diungkapkan oleh Kasma bahwa

”Sebenarnya pelajaran Muatan Lokal itu cukup Bagus apalagi kalau pembahasannya tentang bahasa lontara Bugis, itung-itung sebagai orang Bugis kita mengerti, saya mengerti bila ada yang berbicara Bugis dengan saya atau saya mendengar orang yang berdialoog pake bahasa Bugis tapi saya sendiri tidak bisa bicara pake bahasa Bugis” (Wawancara, 16 Oktober 2014)

Sebenarnaya apa yang dialami oleh Kasma adalah tanatangan bagi Bahasa Bugis seperti ungkapan dalam pidato pengukuhan guru besar di Universitas Negeri Jakarta dengan judul “Kepunahan Bahasa Daerah karena Kehadiran Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris serta Upaya Penyelamatannya”, 22 Mei 2007, Arief Rachman memetakan kepunahan bahasa daerah di Indonesia sebagai berikut. Dari lebih 50 bahasa daerah di Kalimantan, satu di antaranya terancam punah. Di Sumatera, dari 13 bahasa daerah yang ada, dua di antaranya terancam punah dan satu lainnya sudah punah. Namun, di Jawa tidak ada bahasa daerah yang terancam punah. Adapun di Sulawesi dari 110 bahasa yang ada, 36 bahasa terancam punah dan 1 sudah punah, di Maluku dari 80 bahasa yang ada 22 terancam punah dan 11 sudah punah, di daerah Timor, Flores, Bima dan Sumba dari 50 bahasa yang ada, 8 bahasa terancam punah. Di daerah Papua dan Halmahera dari 271 bahasa, 56 bahasa terancam punah. Dikatakan lebih lanjut bahwa data yang diberikan oleh Frans Rumbrawer dari Universitas Cendrawasih pada tahun 2006 lebih mengejutkan lagi, yaitu pada kasus tanah Papua, 9 bahasa dinyatakan telah punah, 32 bahasa segera punah, dan 208 bahasa terancam punah (Berita Depkominfo, 22 Mei 2007).

49

Kenyataan di atas akan menjadikan kita prihatin apabila proses kepunahan bahasa daerah dikaitkan dengan ancaman kepunahan budaya daerah. Muhammad Jusuf Kalla menegaskan bahwa kelihatannya bahasa daerah tidak dapat dicegah kepunahannya walaupun diadakan kongres atau seminar bahasa daerah berkali- kali, tetapi terpikir jangan sampai budaya daerah atau etnik juga tidak terselamatkan. Di sinilah terletak dilemanya. Pada satu sisi bahasa daerah akan tetap mengikuti hukum alam, yaitu tidak dapat menghindar dari ancaman kepenuhan. Pada sisi lain, budaya luhur bangsa diharapkan masih dapat dilestarikan mengingat kegunaannya yang tidak tergantikan oleh sarana lain dalam pembinaan karakter bangsa.

Apa yang dialami oleh Kasma adalah hal biasa dialami seseorang, hal yang berbeda diungkapkan oleh Andi Haknan Amirawandi mengatakan bahwa

” Saya orang Bugis dan saya harus tahu dan mengerti tentang bahasa Bugis baik ucapan mau pun huruf Lontaranya, anak muda saat ini boleh-boleh saja modern tapi bukan berarti harus meninggalkan budayanya (bahasa daerah Bugis).(Wawancara, 16 Oktober 2014)

Tabel 4.10 Tingkat Penggunaan Bahasa Bugis oleh Remaja

Sumber data : Hasil penelitian/analisa data tahun 2014

Informan Di

Rumah Di sekolah Di Mall Di pasar

Remaja 50% 10% 10% 30%

50

Berdasarkan dari tabel di atas, ternyata remaja lebih sering menggunakan bahasa Bugis di Rumah, di Sekolah mereka jarang memakai bahasa Bugis karena tempat dan kondisinya yang tidak sesuai, selain dari itu informan mengatakan bahwa mereka malu menggunakan Bahasa Bugis.

ini diperkuat oleh pendapat Sri Reski wahyuni dia mengatakan bahwa

” yah bahasa Bugis memang harus kita lestarikan tapi kan banyak yang tidak mengerti bila kita berbicara Bugis pada orang yang bukan Bugis di Mall atau tempat umum lainnya”( wawancara, 16 Oktober 2014)

Dari hasil wawancara yang dilakukan, faktor yang menyebabkan terjadinya degradasi nilai sosial bahasa lontara Bugis yaitu ketidakbiasaan mereka dalam keluaga, Ayah dan Ibu sangat jarang menggunakan bahasa Bugis padahal seharusnya mereka yang mengajari anaknya, faktor dari teman sepermainan mereka yang bukan suku Bugis, media cetak dan media Elektronik yang kurang mendukung dan kurang rasa cinta terhadap daerah sendiri.

Remaja saat ini bukannya melestarikan bahasa Bugis dengan benar, tetapi malah ada yang merusak, mereka sebenarnya tidak bermaksud demikian, hanya saja ingin terkesan Gaul dan lucu terkadang mereka berbicara mencampur adukkan bahasa Indonesia dan bahasa Bugis, saat ini yang setia menggunakan bahasa Bugis biasa yang berusia lanjut.

Faktor lain yang menyebabkan terjadinya degradsi bahasa Bugis ialah daya dukung bahasa itu sendiri dan sikap masyarakat terhadapnya. Harus diakui bahwa bahasa Bugis tidak berkembang. Kosakatanya tertinggal. Untuk menggunakan bahasa ini dalam mempertuturkan hal-hal yang pelik seperti masalah pembangunan, ilmu pengetahuan, dan sebagainya perlu banyak ditopang

51

oleh unsur bahasa lain, terutama bahasa Indonesia. Sejauh ini belum ada usaha pemekaran kosakata bahasa Bugis yang dilakukan secara terencana dan melembaga.

Sebenarnya bahasa Bugis hendaknya memiliki kekayaan gramatikal yang spesifik. Namun, untuk menguasainya dengan baik penutur kerap terkendala oleh penguasaan sistem kaidah yang berhubungan dengan sistem tutur yang dimiliki bahasa itu. Dalam bahasa Bugis misalnya, dikenal adanya sistem tutur bicara congaa, bicara sanraa, dan bicara cukuk.

Kebutuhan berbahasa Indonesia sebagai pengantar dalam bidang pendidikan, mengharuskan anak-anak untuk dapat menguasai bahasa Indonesia dengan baik. Terlebih kemajuan teknologi informasi baik elektronik maupun media cetak yang semakin pesat saat ini menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantarnya. Sehingga, kebutuhan untuk berbahasa Indonesia sangat penting dan mendesak. Penggunaan bahasa daerah, kemudian, dianggap kurang penting karena seluruh sumber informasi dan ilmu pengetahuan disajikan dengan pengantar Bahasa Indonesia. Meskipun, ada juga pengetahuan yang dapat diperoleh dengan pengantar bahasa daerah. Itulah sebabnya mengapa bahasa daerah lebih diutamakan, dari hasil wawancara juga yang telah dilakukan di dapatkan bahwa remaja lebih mengerti diajak bicara pake pake Indonesia dibandingkan dengan bahasa Bugis.

b. Dampak Degradasi Nilai Sosial Bahasa Bugis Terhadap Remaja

Perubahan bagi bahasa yang hidup merupakan keniscayaan. Arah perubahan itu ada dua, yaitu bahasa itu mengalami penguatan yang berarti makin

52

berkembang menjadi banyak dialek. Arah yang lainnya ialah bahasa itu mengalami pelemahan yang berarti makin berkurang jumlah penuturnya sampai akhirnya punah, baik dengan maupun tanpa jejak.

Seperti yang diungkapkan oleh Hardianti bahwa

Saya bisa mengerti jika orang berbicara Bugis tapi saya sendiri tidak bisa berbicara Bugis karena tidak biasa jadi yah saya tidak bisa berbicara Bugis”(wawancara, 16 Oktober2014).

Generasi muda dan anak-anak khususnya di Kelurahan Lompo Riaja cenderung beralih ke bahasa Indonesia dan bahasa internasional lainnya, apa lagi sejak penetapan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama dalam kehidupan rumah tangga. Dalam kaitan ini, bahasa Indonesia dalam politik nasional dengan sengaja dikondisikan sebagai bahasa yang berprestise, yaitu bahasa ini ditanggapi sebagai aspek kebudayaan yang tinggi, sehingga orang terdorong untuk menggunakannya dengan sebaik-baiknya.

Dengan cara ini warga masyarakat mengidentifikasikan ketinggian derajat sosial mereka melalui penggunaan simbol-simbol atau bahasa prestise tersebut.

Akibatnya, masyarakat bersikap positif terhadap bahasa Indonesia sehingga pada gilirannya mereka bersikap negatif terhadap bahasa daerah. Lambat-laun bahasa daerah tidak diperlukan lagi sebagai lambang identitas budaya dan daerah atau etnik. Sebenarnya berbicara Bugis memiliki manfaat, dengan berrbicara Bugis sesama orang Bugis bisa mempererat hubungan dan meningkatkan rasa solidaritas, akan lebih nyamung berbicara dengan orang tua supaya terkesan menghargai karena biasanya ada remaja yang diajak berbicara bahasa Bugis dia malah menjawab dengan menggunakan bahasa Indonesia jadi di sini tidak terjadi

53

interaksi dengan baik.. Bisa dilhat dari tabel berikut yang menjelaskan tentang pendapat remaja saat berbicara dengan orang yang fasih.

Keadaan sepertin ini sudah berjalan cukup lama dan jika dibiarkan bukan idak mungkin bahsa Bigis akan punah karena tidak adanya dukungan dari masyarakatnya sendiri.Seperti yang diungkapkan oleh Andi Rivad bahwa

Saya orang Bugis tapi tidak tahu bahasa Bugis, yah karena saat ini sebagai remaja kami tidak melihat sesuatu yang menarik pada Bugis, tapi mungkin saja sebenarnya ada cuma kami tidak tahu”(Wawancara, 16 Oktober 2014).

Tabel 4.11 Pengakuan Informan Saat Berdialog Dengan Orang yang Fasih Bahasa Bugis

Informan frekunsi %

Sangat Nyambung Cukup Nyambung Kurang Nyambung

Tidak Nyambung

2 3 4 1

22,22 33,33 44,44 11,11 Jumlah

9 100

Sumber data : Hasil penelitian/analisa data tahun 2014

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa remaja Di Kelurahan Lompo Riaja kurang nyambug berbicara dengan orang yang lebih fasih berbicara Bugis, remaja yang sangat sangat nyambung sebanyak 2 respnden (22,22) mereka sangat nyambung karena di dalam keluarga mereka sendiri biasanya menggunakan

54

bahasa Bugis, 3 (33,33) dan 4 (44,44) orang informan yang mengaku tidak nyambung.

Dari uraian di atas menggambarkan bahwa bahasa Bugis memang harus dikembangkan jangan sampai punah. ini diperjelas oleh Akbar Mangindra yang mengatakan bahwa

“ Kita harus melestarikan bahasa bugis karena kita adalah penerus bangsa dengan cara tidak malu menggunakan bahasa bugis” (Wawancara,16 Oktober 2014)

Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional namun bukan berarti kita melupakan bahasa bugis, zaman pun boleh berubah namun kita juga tetap harus melestarikan bahsa bugis sebagai warisan nenek moyang. Bahasa Bugis dan bahasa Indonesia hharus dikembangkan. Segala sesuatu pasti memiliki dampak positif dan negatif, sama halnya dengan degradasi nilai sosial bahasa lontara Bugis pada remaja, namun peneliti melihat bahwa dampaknya cenderung ke hal negatif, diantara komunikasai sesama masyarakat Barru kurang lancar, remaja tidak mengenal budayanya sendiri, punahnya bahasa Bugis.

B . Pembahasan

Ada berbagai teori mengenai hubungan bahasa dan kebudayaan. Ada yang mengatakan bahasa itu merupakan bagian dari kebudayaan, tetapi ada pula yang mengatakan bahwa bahasa dan kebudayaan merupakan dua hal yang berbeda, namun memiliki hubungan ang sangat erat. Ada yang mengatakan bahwa bahasa sangat dipengaruhi oleh kebudayaan sehingga segala hal yang ada dalam kebudayaan akan tercermin dalam bahasa, sebaliknya ada pula yang mengatakan

55

bahasa sangat mempenngaruhi kebudayaan dan cara berpikir manusia atau masyarakat penuturnya.

Bahasa Bugis dan remaja bila dikaitkan memiliki hubungan yang saling mempengarauhi dimana remaja adala penutur dari bahasa Bugis itu sendiri, Bahasa Bugis merupakn identitas dari etnis atau pun suku Bugis berkembang atau puunahnya bahasa ini bergantung pada masyaraktnya terkhusus remaja karena remaja adalah generasi penerus dari sebuah Daerah atau pun Negara.

Saat ini telah terjadi degradasi bahasa lontar Bugis pada remaja kelurahan Lompo Riaja Kecamtan Tanete Riaja kabupaten Barru, dari hasil penelitian yang telah dilakukan banyak remaja yang tidak tahu berbicara Bugis, meski pun ada pelajaran Muatan Lokal yang pembahasannya mengenai bahasa Bugis, apa lagi saat ini kemajuan teknologi dan pendidikann membuat bahsa Bugis mengalami kemunduran.

Bahasa yang dipelajari di sekolah adalah bahasa-bahasa yang memiliki prospek tinggi kedepannya yang membuat masyarakat dapat berkomunikasi dengan negara manapun sehingga membuat bahasa bahasa daerah khususnya bahasa Bugis yang merupakan warisan dari nenek moyang semakin tak dipedulikan. Ini bisa dilihat banyaknya tempat kursus bahasa Asing dan bahasa Indonesia yang merupakan Nasioanl dan pengantar dalam semua aspek kegitan dalam berkomunikasi semakin membuat bahasa Bugis semakin tenggelam.

Ini merupakan sebuah perubahan yang tidak dikehendaki, Berlangsung diluar jangkuan pengawassan masyarakat dan dapat menyebbabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang tidak dikehendaki dan diharapkan oleh masyarakat.

56

Para Sosiolog pernah mengadakan klassifikasi antra masyarakat- masyarakat statis dan dinamis. Masyarakt yang statis adalah mmasyarakt yang dimaksudkan massyarakat yang sedikit sekali mengalaami perubahan dan masyarakat dinamis adalah masyarakat yang dimaksud masyarakat yang masyaraktnya mengalami perubahan yang sangat cepat.jadi masyarakat pada suatu masa dapat danngap sebagai masyarakat yang statis, pada masyarakt lainnya dianggap sebagi masyarakt yang dinamis.

Kingsley berpendapat bahwa perubahan sosial merupakan perubahan kebudayaan. Perubahan kebudayaan mencakup semua bagiannya yaitu: kesenian, ilmi pengetahuan, Teknolgi, filsafat dan seterusnya, bahkan perubahan-perubahan dalam bentuk serta atura-aturan oranisasi sosial.

Pada dewasa ini proses-proses pada perubahan-perubahan sosial dapat diketahui dari adanya ciri tertentu yaitu sebagai berikut:

1. Tidak adanya masyarakat yang berhenti perkembangannya karena setiap masyarakat mengalami perubahan yang terjadi secara lambat atau cepat

2. Perubahan yang terjadi pada lembaga kemsyarakatan tertentu akan diikuti dengan perubahan-perubahan pada lembaga sosial lainnya.

3. Perubahan tidak hanya dibatasi pada bidang kebendaan atau bidang siritual saja karena dianatara bidang lainnya memiliki kaitan timbal balik yang sangat kuat.

Sama halnya dengan ibu rumah tangga di kelurahan Lompo Riaja Kecamatan Barru mengalami perubahan dari segi bahasa Bugis. Perubahan ini adalah perubahan yang kearah buruk karena bahasa Bugis yang hampir kehilangan tempat di daerahnya sendiri. Berdasarkan dari observasi yang telah

57

dilakukan ternyata remaja di kelurahan Lompo Riaja yang memiliki pola pikir yang berkembang tidak mampu mempertahankan namun dipengaruhi oleh Pendidikan dan Teknologi.

Kesan bahwa bahasa daerah tidak berguna di luar kampung perlu dihilangkan segera dengan usaha meyakinkan bahwa bahasa itu bukan sekadar sarana komunikasi, melainkan juga identitas diri dan identitas itu sangat diperlukan dalam pergaulan nasional dan global. Begitu pula, kesan bahasa daerah menghalangi kemajuan dapat dihilangkan dengan menyosialisasikan bahwa orang-orang yang maju yang ada sekarang adalah orang-orang yang mempunyai karakter budaya dan sosial. Sebaliknya, orang-orang yang kehilangan identitas karakter, akan terombang-ambing di dalam ketidakmenetuan tatanan nilai globalisasi.

58 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Dalam dokumen PERSETUJUAN PEMBIMBING (Halaman 61-75)

Dokumen terkait