• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

A. Gambaran Umum

Kota Metropolitan Makassar merupakan Ibukota dari provinsi Sulawesi Selatan. Sebelumnya bernama Kotamadya Ujung Pandang. Kota ini tergolong salah satu kota terbesar di Indonesia dari aspek pembangunannya dan secara demografis dengan berbagai suku bangsa yang menetap di kota ini. Suku yang signifikan jumlahnya di Kota Makassar adalah suku Makassar, Bugis, Toraja, Mandar, Buton,Jawa dan Tionghoa. Kota Makassar bersuhu sekitar 22-33°Cini terletak antara 1190 24’17’38” bujur Timur dan 508’6’19” Lintang Selatan yang berbatasan sebelah utara dengan Kabupaten Maros, sebelah timur Kabupaten Maros, sebelah selatan Kabupaten Gowa dan sebelah barat adalah Selat Makassar.

Luas wilayah kota makassar tercatat 175,77 km persegi yang meliputi 14 kecamatan dan 143 kelurahan dengan jumlah penduduk sekitar 1.371.904 jiwa. Dan memiliki batas-batas wilayah administratif dari letak Kota Makassar, antara lain :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Pangkep - Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Maros - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Gowa

Secara geografis, letak kota Makassar berada di tengah diantara pulau pulau besar lain dari wilayah kepulauan nusantara sehingga menjadikan kota dengan sebutan “angin mammiri” ini menjadi pusat pergerakan spasial dari wilayah Barat ke bagian Timur maupun dari Utara ke Selatan Indonesia. Dengan posisi ini menyebabkan Kota Makassar memiliki daya tarik kuat bagi para imigran, baik dari Sulawesi Selatan itu sendiri maupun dari provinsi lain terutama dari kawasan Timur Indonesia untuk datang mencari tempat tinggal dan lapangan pekerjaan. Sebagaimana umumnya iklim di daerah khatulistiwa, maka Kota Makassar juga beriklim tropis.

Berdasarkan pencatatan stasiun Meteorologi Maritim Paotere Makassar, secara rata-rata kelembeben udara sekitar 79 persen, temperatur udara sekitar 25,1° - 29,1°, dan rata-rata kecepatan angin 4,2 knot.

Kota Makassar merupakan kota pesisir dengan topografi wilayah yang relatif datar dan ketinggian tanah berkisar antara 1 - 25 m, dengan kemiringan rata-rata 5 derajat kearah timur. Kedalaman perairan pantai Kota Makassar yang berada di sekitar Dermaga Soekarno-Hatta menunjukkan kedalaman yang bervariasi antara 9 hingga 17 meter. Secara umum di bagian utara cenderung menjadi lebih dalam, dengan garis kontur sejajar garis dermaga. Daerah laut yang terdalam terdapat pada jarak 650 m dari dermaga dengan kedalaman hingga mencapai 17 meter.

2. Dinas Pendapatan Daerah Kota Makassar

Sebelum terbentuknya Dinas Pendapatan Kotamadya Tingkat II Makassar, Dinas Pasar, Dinas Air Minum dan Dinas Penghasilan Daerah dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Walikotamadya Nomor 155/Kep/A/V/1973 Tanggal 24 mei 1973 terdiri dari beberapa Sub Dinas Pemeriksaan Kendaraan Tidak Bermotor dan Sub Dinas Administrasi.

Dengan adanya keputusan Walikotamadya Keputusan Daerah Tingkat II Ujung Pandang Nomor 74/S/Kep/A/V1977 Tanggal 1 April 1977 bersama dengan surat Edaran Mentri Dalam Negeri Nomor 3/12/43 Tanggal 9 September 1975 dan Instruktur Menteri Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan tanggal 25 Oktober 1975 Nomor Keu/3/22/33 tentang pembentukan Dinas Pendapatan Daerah Kotamadya Ujung Pandang telah disempurnakan dan ditetapkan perubahan namanya menjadi Dinas Penghasilan Daerah yang kemudian menjadi unit-unit yang menangani sumber-sumber keuangan daerah seperti Dinas Perpajakan, Dinas Pasar dan Sub Dinas Pelelangan Ikan dan semua Sub-sub Dinas dalam unit penghasilan daerah yang tergabung dalam unit penghasilan daerah dilebur dan dimsaukan pada unit kerja Dinas Pendapatan Daerah Kotamadya Ujung Pandang, seiring dengan adanya perubahan kotamadya Ujung Pandang menjadi Kota Makassar, secara otomatis nama Dinas Pendapatan Daerah Kotamadya Ujung Pandang berubah menjadi Dinas Pendapatan Kota Makassar.

3. Visi dan Misi DISPENDA Kota Makassar a. Visi Dinas Pendapatan Daerah Kota Makassar

Prima dalam Pelayanan dan Unggul dalam Pengelolaan Pendapatan Daerah

b. Misi Dinas Pendapatan Daerah kota Makassar 1) Menggali sumber-sumber PAD secara optimal;

2) Menyempurnakan sistem pengelolaan PAD;

3) Meningkatkan koordinasi dengan SKPD pengelola pelayanan;

4) Menyusun/merevisi kembali Peraturan Daerah tentang pajak dan retribusi;

5) Meningkatkan pengawasan pengelolahan pendapatan daerah;

6) Meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia;

7) Melakukan evaluasi secara berkala;

8) Menyediakan sarana dan prasarana yang memadai yang berbasis Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK); serta

9) Meningkatkan penyuluhan, pelayanan,dan pengawasan agar terbina kesadaran Wajib Pajak/Wajib Retribusi.

B. Struktur Organisasi DISPENDA Kota Makassar Gambar 4.1

Struktur Organisasi Dinas Pendapatan Daerah Kota Makassar

Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Makassar

KEPALA DINAS

SUBBAGIAN UMUM DAN KEPEGAWAIAN

SUBBAGIAN KEUANGAN

SUBBAGIAN PERLENGKAPAN

BIDANG III PAJAK REKLAME

DAN RETRIBUSI DAERAH

BIDANG IV KOORDINASI DAN PENGENDALIAN PPJ PAJAK PBB BAGIAN C PAJAK DAERAH DAN BAGI

HASIL BIDANG I

PAJAK HOTEL DAN HIBURAN

BIDANG II PAJAK RESTORAN DAN

PAJAK PARKIR

UPTD BPHTB UPTD PBB

SEKRETARIAT

C. Job Description Dispenda Kota Makassar 1. Kepala Dinas

Merencanakan, merumuskan, melaksanakan, mengembangkan, mengkoordinasi, dan mengendalikan tugas desentrasi, dekosentrasi, dan tugas pembantu di bidang pendapatan..

2. Sekretariat

Sekretariat Dinas dipimpin sekretaris dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Dinas. Sekretariat mempunyai tugas memberikan pelayanan administratif bagi seluruh satuan kerja di lingkungan Dinas Pendapatan Kota Makassar. Dalam melaksanakan tugas, Sekretariat menyelenggrakan fungsi :

a. Pengelolaan kesekretariatan.

b. Pelaksanaan urusan kepegawaian dinas.

c. Pelaksanaan urusan keuangan dan penyusunan neraca SKPD.

d. Pelaksanaan urusan perlengkapan.

e. Pelaksanaan urusan umum dan rumah tangga.

f. Pengkoordinasian perumusan program dan rencana kerja Dinas Pendapatan.

g. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh atasan.

3. Sub bagian Umum dan Kepegawaian

Sub bagian Umum dan Kepegawaian mempunyai tugas menyusun rencana kerja, melaksanakan tugas teknis ketatausahaan, mengelola administrasi kepegawaian serta melaksanakan urusan kerumahtanggaan

dinas. Dalam melaksanakan tugas, Sub bagian Umum dan Kepegawaian menyelenggarakan fungsi :

a. Melaksanakan penyusunan rencana dan program kerja Subbagian Umum dan Kepegawaian.

b. Mengatur pelaksanaan kegiatan sebagai urusan ketatausahaan meliputi surat-menyurat, kearsipan, surat perjalanan dinas, dan mendistribusikan surat sesuai bidang.

c. Melaksanakan urusan kerumahtanggaan dinas.

d. Melaksanakan usul kenaikan pangkat, mutasi dan pensiun.

e. Melaksanakan usul gaji berkala, usul tugas belajar dan izin belajar.

f. Menghimpun dan mengsosialisasikan peraturan perundang- undangan di bidang kepegawaian dalam lingkup dinas.

g. Menyiapkan bahan penyusunan standarisasi yang meliputi bidang kepegawaian pelayanan, , organisasi dan ketatalaksanaan.

h. Melakukan koordinasi dengan unit kerja lain yang berkaitan dengan bidang tugasnya.

i. Melakukan koordinasi pada Sekretariat Korpri Kota Makassar.

j. Melaksanakan tugas pembinaan terhadap anggota Korpri pada unit kerja masing-masing.

k. Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas.

l. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh atasan.

4. Sub bagian Keuangan

Sub bagian Keuangan mempunyai tugas menyusun rencana kerja dan melaksanakan tugas teknis keuangan. Dalam melaksanakan tugas Subbagian Keuangan menyelenggarakan fungsi :

a. Menyusun rencana dan program kerja Subbagian Keuangan.

b. Mengumpulkan dan menyusun Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah.

c. Mengumpulkan dan menyiapkan bahan penyusunan Rencana Kerja Anggaran (RKA) dan Dokumen Perencanaan Anggaran (DPA) dari masing-masing Bidang dan Sekretariat sebagai bahan konsultasi perencanaan ke Bappeda dan Kepala Dinas.

d. Menyusun realisasi perhitungan anggaran dan administrasi perbendaharaan dinas.

e. Mengumpulkan dan menyiapkan bahan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi dari masing-masing satuan kerja.

f. Menyusun laporan neraca SKPD dengan melakukan koordinasi dengan Subbagian Perlengkapan.

g. Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas.

h. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh atasan.

5. Sub bagian Perlengkapan

Sub bagian Perlengkapan mempunyai tugas menyusun rencana kerja, melaksanakan tugas teknis perlengkapan, membuat laporan serta mengevaluasi semua pengadaan dan pemanfaatan barang. Dalam

melaksanakan tugas, Subbagian Perlengkapan menyelenggarakan fungsi :

a. Menyusun rencana dan program kerja Dinas Pendapatan.

b. Menyusun Rencana Kebutuhan Barang Unit (RKBU) Dinas.

c. Membuat usulan Rencana Kerja Kebutuhan Barang Unit (RKBU) Sekretariat dan Bidang-bidang.

d. Membuat Daftar Kebutuhan Barang (RKB).

e. Membuat Rencana Tahunan Barang Unit (RTBU).

f. Menyusun kebutuhan biaya pemeliharaan untuk tahun anggaran dan bahan penyusunan APBD.

g. Menerima dan meneliti semua pengadaan barang pada Dinas Pendapatan.

h. Melakukan penyimpanan dokumen dan surat berharga lainnya tentang barang inventaris daerah.

i. Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas.

j. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh atasan.

6. Bidang I Pajak Hotel dan Hiburan

Bidang I Pajak Hotel dan Hiburan mempunyai tugas melaksanakan pelayanann administrasi, pendataan, penetapan, keberatan, penagihan, pembukuan, verifikasi dan pelaporan Pajak Hotel dan Pajak Hiburan. Dalam melaksanakan tugas, Bidang I Pajak Hotel dan Hiburan menyelenggarakan fungsi :

a. Melaksanakan penyusunan rencana kerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

b. Melaksanakan pelayanan pendaftaran, pendataan, penetapan, keberatan, Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah, penagihan, pembukuan, verifikasi dan pelaporan Pajak Hotel dan Pajak Hiburan.

c. Melaksanakan pembinaan sistem manajemen Pengelolaan Pajak.

d. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan.

e. Pengelolaan administrasi urusan tertentu.

7. Bidang II Pajak Restoran dan Parkir

Bidang II Pajak Restoran dan Parkir mempunyai tugas melaksanakan pelayanan administrasi, pendataan, penetapan, keberatan, penagihan, pembukuan, verifikasi dan pelaporan Pajak Restoran dan Parkir. Dalam melaksanakan tugas Bidang II Pajak Restoran dan Parkir menyelenggarakan fungsi :

a. Melaksanakan penyusunan rencana kerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

b. Melaksanakan pelayanan pendaftaran, pendataan, penetapan, keberatan, penerbitan surat ketetapan pajak daerah, penagihan, pembukuan, verifikasi dan pelaporan Pajak Restoran dan Pajak Parkir.

c. Melaksanakan pembinaan sistem manajemen Pengelolaan Pajak.

d. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan dalam pengelolaan administrasi tertentu.

8. Bidang III Pajak Reklame dan Retribusi Daerah

Bidang III Pajak Reklame dan Retrbusi Daerah mempunyai tugas melaksanakan pelayanan administrasi, pendataan, penetapan, keberatan, penagihan, pembukuan dan pelaporan Pajak Reklame dan Retrbusi Daerah. Dalam melaksanakan tugas, Bidang III Pajak Reklame dan Retrbusi Daerah menyelenggarakan fungsi :

a. Melaksanakan penyusunan rencana kerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

b. Melaksanakan pelayanan pendaftaran, pendataan, penetapan, keberatan, penertiban surat ketetapan pajak daerah, penagihan, pembukuan, verifikasi dan pelaporan Pajak Reklame dan Retribusi Daerah.

c. Melaksanakan pembinaan sistem manajemen Pengelolaan Pajak.

d. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan.

e. Pengelolaan administrasi urusan tertentu.

9. Bidang IV Koordinasi, Pengendalian Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan dan Pengelolaan Bantuan Galian Golongan C, Pajak Daerah dan Bagi Hasil

Bidang IV Koordinasi, Pengendalian Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan dan Pengelolaan Bantuan Galian Golongan C, Pajak Daerah dan Bagi Hasil mempunyai tugas melaksanakan tugas pokok mengendalikan, merenncanakan, merumuskanserta melakukan pengembangan evaluasi, pengendalian dan pelaporan serta audit pajak dan retribusi. Dalam melaksanakan tugas, Bidang IV Koordinasi, Pengendalian Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan dan Pengelolaan Bantuan Galian Golongan C, Pajak Daerah dan Bagi Hasil menyelenggarakan fungsi :

a. Melaksanakan penyusunan rencana kerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

b. Koordinasi dan pengendalian intensifikasi dan ekstensifikasi;

c. Mengkoordinasikan dan mengendalikan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak-pajak dan retribusi.

d. Koordinasi dan pengendalian bagi hasil dan pajak daerah lainnya.

e. Pengendalian, pelaporan dan verifkasi.

f. Melaksanakan koordinasi antara seksi yang berkaitan dengan bidang tugasnya.

g. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh atasan.

h. Pengelolaan administrasi urusan tertentu.

10. UPTD (Unit Pelaksana Teknisi Daerah) a. UPTD PBB

UPTD Pajak Bumi dan Bangunan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas kegiatan teknis dinas dalam menunjang kemampuan teknis, pelaksanaan teknis dan operasional dalam bidang pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan dalam daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 UPTD pajak Bumi dan Bangunan meyelenggarakan fungsi :

a. Menyusun dan melaksanakan rencana kerja dan anggaran dibidang pemungutan dan pendapatan Pajak Bumi dan bangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang telah ditetapkan.

b. Melaksanakan kegiatan administrasi pemungutan pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan.

c. Melaksanakan kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan.

d. Melaksanakan penyuluhan, penagihan dan membantu melaksanakan pendaftaran dan pendataan serta pemeriksaan objek dan subjekPajak Bumi dan Bangunan.

e. Melaksanakan pengadaan/penyediaan, pengaturan, penyimpanan, dan distribusi peralatan serta barang kebutuhan UPTD PBB.

f. Melakukan pengelolaan, pengawasan dan pengendalian penggunaan/pemakaian peralatan dan kendaraan yang berada dalam penguasaan UPTD PBB.

g. Melakukan koordinasi dengan instansi terkait.

b. UPTD BPHTB

UPTD Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas kegiatan teknis, pelaksanaan teknis dan operasional dalam bidang pemungutan pendapatan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dalam daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal 5 UPTD Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan menyelenggarakan fungsi :

a. Menyusun dan melaksanakan rencana kerja dan anggaran dibidang pemungutan pendapatan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sesuai ketentuan perundang- undangan yang telah ditetapkan.

b. Melaksanakan kegiatan administrasi pemungutan pendapatan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

c. Melaksanakan kegiatan intensifikasi pendapatan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

d. Melaksanakan penyuluhan, penagihan dan membantu melaksanakan pendaftaran dan pendataan serta pemeriksaan obyek dan subyek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

e. Melaksanakan pengadaan/penyediaan, pengaturan, penyimpanan dan distribusi peralatan serta barang kebutuhan UPTD BPHTB.

f. Melakukan pengelolaan, pengawasan dan pengendalian penggunaan/pemakaian peralatan dan kendaraan yang berada dalam penguasaan UPTD BPHTB.

g. Melakukan koordinasi dengan instansi yang terkait.

A. Gambaran Tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Menurut Undang-undang Nomor 28 tahun 2009, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan, sedangkan perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya atau dimlikinya hak atas tanah dan bangunan oleh orang pribadi atau badan.

Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan semula bernama pajak Bea Balik Nama (BBN) yang berdasarkan Staatsblad 1924 Nomor 291, dikenakan terhadap setaia perjanjian pemindahan hak atas harta tetap yang ada di wilayah Indonesia dan peralihan harta karena hibah wasiat yang ditinggalkan oleh orang-orang yang bertempat tinggal terakhir di Indonesia.

Pada tahun 1960 diberlakukan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, yang tidak lagi mengakui hak-hak kebendaan sebagaimana diatur dalam Ordonasi Balik Nama Staatsblad 1834 Nomor 27.

Sejalan dengan diberlakukannya Undang-Undang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Bea Balik Nama atas harta tetap berupa hak atas tanah tidak dipungut lagi. Terjadinya ketidakadilan mengingat peralihan harta gerak seperti kendaraan bermotor dikenakan Bea Balik Nama. Sebagai pengganti Bea Balik Nama atas harta tetap berupa hak atas tanah, diberlakukan lagi

pungutan pungutan pajak atas pihak yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan dengan nama Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) didasarkan pada Undang-Undang No. 21 tahun 1997 yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2000. Pada perkembangan berikutnya sejak 1 Januari 2011 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dialihkan pengelolaannya ke Pemerintah Daerah sehingga menjadi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) dengan Undang-Undang No. 28 tahun 2009. Sebelum resmi menjadi Pajak Daerah, hasil penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) merupakan penerimaan negara yang harus dibagi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi dan Kabupaten/Kota

Dinas Pendapatan Daerah Kota Makassar memungut pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan pada pertengahan tahun 2011 dan sekarang sudah berjalan 5 tahun lebih dan dikelolah bagian UPTD, yaitu UPTD BPHTB.

B. Pokok-pokok Aturan Tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Pokok-pokok aturan tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah aturan-aturan yang perlu dipahami dan dimengerti oleh Wajib Pajak dalam hal pelaksaanaan pembayaran pajak, khususnya Bea

Self Assesment yang artinya Wajib Pajak dapat menghitung, membayar, dan melaporkan Jumlah pajak yang terutang secara Langsung.

Pokok-pokok aturan ini mengenai hal-hal seperti:

1. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2012 tentang Perubahan Peraturan Kota Makassar yang mengacu pada Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2010 tentang Pajak Daerah.

2. Dengan nama Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dipungut pajak atas perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dengan tarif 5%

dari NJOP/ harga pasar / harga lelang.

3. Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan meliputi pemindahan hak karena:

a. Jual beli;

b. Hibah;

c. Tukar menukar;

d. Waris

e. Pemasukan dan Perseroan badan hukum dan lainnya;

f. Pemisahan hak yang menyebabkan pengalihan;

g. Lelang;

h. Pelaksanaan putusan hakim;

i. Penggabungan usaha;

j. Pelebaran usaha;

k. Pemekaran usaha;

l. Hadiah

m. Hak baru dan subsidi;

n. Pemberian hak baru;

o. Pemberian hak baru sebagai kelanjutan pelepasan hak;

p. Pemberian hak baru diluar pelepasan hak.

4. Dasar pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP).

5. Bila nilai perolehan objek pajak lebih rendah dari NJOP PBB maka yang dipakai sebagai perhitungan BPHTB adalah NJOP PBB, begitu juga bila NJOP PBB lebih rendah maka dari nilai perolehan objek pajak maka yang dipakai adalah nilai perolehan objek pajak .

6. Subjek pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan.

7. Wajib pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan.

C. Prosedur Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Prosedur Pengenaan Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah Suatu tata cara pelaksanaan atas aturan-aturan dan ketetapan-ketetapan dalam perhitungan Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) terutang, beserta saat dan tata cara Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang terutang.

Dalam hal perhitungan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) pemerintah telah menetapkan tarif yaitu sebesar 5% (Lima persen) pada setiap pengenaannya, termasuk juga wilayah kerja Kantor Dinas Pendapatan Kota Makassar. Perhitungan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) terutang berdasarkan Nilai Objek Pajak PBB Wajib Pajak teesebut yang dikurangi dari Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) lalu dikalikan tarif 5% (Lima persen ), pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dapat juga dikalikan 50% (Lima Puluh Persen) jika Nilai Jual Objek Pajak didapat melaui Waris / Hibah Wasiat Yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat keatas atau satu derajat kebawah dengan pemberia Wasiat / Hibah termasuk Suami / Istri.

Syarat pengurusan pembayaran Bea Perolahan Hak Atas Tanah dan Bagunan adalah:

1. Surat permohonan 2. Foto copy KTP 3. Foto copy surat tanah

4. Foto copy SPPT Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun berjalan

5. Foto copy pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan PBB (tidak ada tunggakan)

6. Mengisi blangko SSPD Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

7. Surat kuasa Wajib Pajak yang dikuasai

Syarat pengurusan Restitusi/Kompensasi pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) :

1. Surat permohonan 2. Foto copy KTP

3. Pembayaran asli Bea Perolehan Hak atas Tanah Bangunan (BPHTB) 4. Nomor rekening yang bersangkutan

5. Surat kuasa Wajib Pajak bagi yang dikuasai.

D. Prosedur Pembayaran BPHTB dari Wajib Pajak melalui Notaris/PPAT Gambar 5.1

Bagan Prosedur Pembayaran BPHTB Melalui Notaris/PPAT

Klien

Surat Permohonan dan Sertifikat Tanah dikirim ke BPN

Diterima, diperiksa, syarat-syarat antara lain : KTP, Sertifikat Tanah,Akta Nikah, dan Kartu Keluarga

PPAT

-Surat Permohonan dan Sertifikat Tanah diterima, kemudian di cek dan

dicocokkan dengan data di BPN -Dibuatkan surat pemberitahuan

ke PPAT

Diproses secara hukum Jual Beli tersebut dan ditambah SSB dan SSP

Setelah menerima bukti, PPAT membuat akta Jual Beli

menandatanganinya serta dibuatkan sertifikat

PPAT membayar BPHTB ke Bank atau Kantor pos dan Giro

Prosedur pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebagai salah satu syarat pembuatan Akta Peralihan Hak Atas Tanah :

1. Klien (penjual dan pembeli) datang kehadapan PPAT dalam rangka memberi kepastian hukum atas pemegang hak atas tanah.

2. Petugas PPAT menerima persyaratan yang dibutuhkan yaitu: Kartu Tanda Penduduk (KTP) kedua belah pihak (penjual dan pembeli), Sertifikat Tanah yang akan dijual belikan, akta nikah penjual bagi yang berstatus menikah, bukti Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terakhir dan kartu keluarga penjual, kemudian petugas PPAT memeriksa kelengkapan persyaratan tersebut. Apabila persyaratan belum lengkap maka petugas PPAT menyarankan untuk melengkapi dulu kepada klien.

Dari hasil kelengkapan persyaratan tersebut petugas PPAT membuat bukti penerimaan persyaratan dan diserahkan kepada klien, sedangkan petugas PPAT mengirimkan salah satu persyaratan yaitu sertifikat tanah bersama dengan surat permohonan pengecekan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk diperiksa apakah sertifikat tersebut sesuai dengan data yang ada di BPN.

3. Petugas BPN menerima sertifikat dan surat permohonan pengecekan kemudian surat permohonan diarsip, selanjutnya petugas BPN mencocokkan sertifikat dengan data yang ada di BPN, sertifikat sesuai atau tidak sesuai dengan data yang ada di BPN, kemudian Petugas BPN membuat Surat Pemberitahuan yang diserahkan ke petugas PPAT.

4. Petugas PPAT menerima surat pemberitahuan dan sertifikat dari petugas BPN, selanjutnya oleh petugas PPAT surat pemberitahuan dan sertifikat tersebut diarsip dan jika data yang ada di BPN dengan yang ada di sertifikat tidak sesuai maka petugas PPAT membuat surat pemberitahuan ke klien bahwa data di sertifikat tidak sesuai dengan data yang ada di BPN selanjutnya PPAT menolak permohonan klien untuk memberi kepastian hukum jual beli tanah tersebut, tetapi jika data yang ada di sertifikat sesuai maka petugas PPAT menerima permohonan klien dan kemudian memproses secara hukum jual-beli tersebut, yaitu petugas PPAT menambah dokumen baru guna melengkapi syarat pembuatan akta jual-beli yaitu perhitungan dan pembayaran Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (SSB) bagi pihak pembeli dan Surat Setoran Pajak (SSP) pajak final bagi pihak penjual.

5. SSB dan SSP dikirim ke klien untuk ditandatangani dan selanjutnya SSB dikirim ke PPAT dan ditandatangani PPAT, kemudian pegawai PPAT membayar BPHTB ke Bank atau Kantor Pos dan Giro.

6. Petugas PPAT menerima bukti pembayaran BPHTB dari Bank atau Kantor Pos dan Giro.

7. Selanjutnya setelah bukti pembayaran BPHTB diterima, petugas PPAT mengirim bukti tersebut ke klien untuk arsip dan petugas PPAT membuat Akta Jual Beli dan kemudian dihadapan PPAT ditandatangani kedua belah pihak dan PPAT itu sendiri.

Dokumen terkait