• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

H. Sistem Pemungutan Pajak Daerah

j. Perdesaan dan Perkotaan, dan

k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang perubahan atas UU Nomor 34 tahun 2004 tentang Pajak daerah dan Retribusi Daerah“Pajak daerah adalah iuran wajib yang dialihkan oleh orang pribadi dan badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraanpemerintahan daerah dan pembangunan daerah”.

H. Sistem pemungutan Pajak Daerah

dalam SPTPD maka akan ditagih menggunakan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD).

3. Semi Self Assessment Sistem

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan kewenangan menentukan berapa jumlah pajak yang terhutang berada pada kedua bela pihak (pemungutan pajak dan wajib pajak). Apabila pelaksanaan pemungutan pajak menggunakan sistem ini, maka di awal tahun pajak, wajib pajak diberi kewenangan melakukan kewajiban menghitung atau menafsirkan dan menentukan besar kecilnya pajak terhutang yang harus dibayar.

4. With Holding system

Sistem pemungutan pajak ini memberi kewenangan kepada pihak ketiga untuk menghitung dan menetepkan besar kecilnya jumlah pajak yang terhutang. Pihak ketiga tersebut akan yang akan menghitung jumlah pajak terhutang dan kemudian melakukan pemotongan atau pemungutan pajak.

Selain memungut pajak, Pemerintah daerah juga bisa memungut retribusi.

Adapun yang dimaksud retribusi menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah: retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pembayaran wajib dari penduduk kepada Negara karena jasa tertentu yang diberikan oleh Negara bagi penduduknya secara perorangan.

Seperti pajak, retribusi juga ditetapkan dengan peraturan daerah.

dokumen lain yang dipersamakan. Berdasarkan hal tersebut diatas maka seharusnya masyarakat menyadari bahwa tujuan pemungutan pajak dan retribusi adalah untuk pembangunan daerah dan untuk lebih menegakkan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan daerah, sebab kemungkinan pada dasarnya akan lebih menjamin ketahanan daerah khususnya ketahanan dibidang ekonomi.

Kesadaran yang tinggi dalam melakukan pembayaran pajak akan menjadikan pembangunan dapat lebih digiatkan lagi, sebaliknya apabila masyarakat menyadari maka penerimaan atau pemasukan uang akan berkurang, dengan sedirinya pembangunan kurang lancar. Demikian pula penerimaan pendapatan yang dikelola oleh pemerintah terutama pajak daerah seluruhnya untuk kepentingan daerah sendiri dan untuk melaksanakan pembangunan daerah.

I. Pengertian Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah bea yang dikenakan pada setiap pemindahan hak atau hibah wasiat atas harta tetap dan hak-hak kebendaan atas tanah yang pemindahan haknya dilakukan dengan akta.

Menurut peraturan Undang-undang bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah pajak yang dikenakan atas tanah dan bangunan, yang selanjutnya disebut dengan pajak, sedangkan pengertian Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan bangunan oleh orang pribadi atau badan. Yang termasuk Hak atas tanah adalah hak pengelolaan beserta

bangunan diatasnya sebagaimana dalam Undang-Undang No 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar pokok-pokok Agraria, Undang-Undang No 16 tentang Rumah Susun dan ketentuan peraturan Perundang-Undangan lainnya.

Dasar pengenaan atas bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dari nilai perolehan objek pajak dengan besaran tarif sebesar 5% dari nilai perolehan objek pajak. Pada awalnya, BPHTB dipungut oleh pemerintah pusat, tetapi sesuai dengan amanat Undang-Undang No 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), mulai 1 Januari 2011, BPHTB dialihkan menjadi pajak daerah yang dipungut oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.

J. Subjek dan Objek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Subjek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.

Pengertian Subjek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan menurut pasal 4 ayat (1) UU SPHTS adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan.

Subjek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan antara lain sebagai berikut :

1. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan azas perlakuan timbal balik.

2. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum.

3. Badan atau perwakilan orgnisasi internasional yang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain diluar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut.

4. Orang pribadi atau badan karena wakaf.

5. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah Objek pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah perbuatan (disengaja) atau peristiwa hukum yang mengakibatkan di perolehnya hak atas tanah dan bangunan oleh orang pribadi atau badan.

Objek perolehan hak atas dan atau bangunan meliputi pemindahan hak karena jual beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha dan hadiah. Adapun yang meliputi hak atas tanah yaitu :

a. Hak milik, yaitu hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang pribadi atau badan-badan hukum tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah..

b. Hak guna usaha (HGU), yaitu hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dalam jangka waktu sebagaimana yang ditentukan oleh perundang-undangan yang berlaku.

c. Hak guna bangunan (HGB), yaitu hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

d. Hak pakai, yaitu hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang didalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa- menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

e. Hak milik atas satuan rumah susun, yaitu hak milik atas satuan yang bersifat perseorangan dan terpisah.

f. Hak pengelolaan, yaitu hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara lain, berupa perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga.

Adapun objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB, yaitu :

a. Objek pajak yang diperoleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan

b. Objek pajak yang diperoleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum.

yang dimaksud dengan tanah dan atau bangunan yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum adalah tanah dan atau bangunan yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan baik Pemerintah Pusat maupun oleh pemerintah daerah dan kegiatan yang semata-mata tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, misalnya, tanah dan atau bangunan yang digunakan untuk instansi pemerintah, rumah sakit pemerintah, jalan umum.

c. Objek pajak yang diperoleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan keputusan menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut.

d. Objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama.

e. Objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan karena wakaf.

Yang dimaksud wakaf adalah perbuatan hukum orang pribadi atau badan yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa hak milik tanah dan atau bangunan dan melembagakannya untuk selama- lamanya untuk kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya tanpa imbalan apapun.

f. Objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.

K. Dasar Pemungutan dan Perhitungan BPHTB 1. Dasar Pemungutan BPHTB

Sistem pemungutan BPHTB pada prinsipnya menganut sistem “self assessment”, artinya wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung dan membayar sendiri pajak yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak. Pajak yang terutang dibayarkan ke Kas Negara melalui kantor pos atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh menteri keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Bea (SSB).

Dasar pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP), yaitu :

a. Jual beli adalah harga transaksi.

b. Tukar-menukar adalah nilai pasar.

c. Hibah adalah nilai pasar.

d. Hibah wasiat adalah nilai pasar.

e. Waris adalah nilai pasar.

f. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar.

g. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar.

h. Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai

i. Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar.

j. Pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar.

k. Penggabungan usaha adalah nilai pasar.

l. Peleburan usaha adalah nilai pasar.

m. Pemekaran usaha adalah nilai pasar.

n. Hadiah adalah nilai pasar.

o. Penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam risalah lelang.

Dalam hal NPOP tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) PBB pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan BPHTB yang dipakai adalah NJOPPBB.

Yang dimaksud dengan harga transaksi adalah harga yang terjadi dan telah disepakati oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Dalam hal NJOP PBB pada tahun terjadinya perolehan belum ditetapkan, besarnya NJOP PBB ditetapkan oleh menteri keuangan.

2. Besarnya Tarif BPHTB

a. Tarif BPHTB adalah sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak kena pajak.

b. Nilai Perolehan Objek Pajak tidak kena pajak ditetapkan sebesar Rp 60.000.000 yang sewaktu-waktu besarnya bisa dirubah oleh peraturan pemerintah. Sedangkan khusus untuk perolehan karena hak waris dalam satu

darah, sedarah atau keturunan garis lurus satu derajat keatas atau satu derajat kebawah dengan pemberian hibah termasuk istri atau suami NJOPTKP atau Nilai Jual Objek Pajak tidak kena pajak adalah sebesar Rp 300.000.000.

c. Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah nilai perolehan objek pajak dikurangi dengan nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak.

d. Besar pajak terutan BPHTB adalah didapat dengan cara meenglikan tarif pajak dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP).

3. Cara Perhitungan BPHTB

Besarnya BPHTB terhutang adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) dikalikan tarif 5%. Secara matematis adalah sebagai berikut :

BPHTB terutang = 5 % x (NJOP–NPOPTKP) NPOP Kena Pajak = NPOP–NPOPTKP

Adapun contoh kasus perhitungan pajak BPHTB

Pada tanggal 7 Januari 2012, Nyonya “R” membeli tanah dengan bangunan yang terletak di Kota ABC dengan harga Rp 90.000.000,-NJOP PBB tahun 2012 adalah Rp 100.000.000, sehingga besarnya NPOP adalah Rp 100.000.000 NPOPTKP, untuk perolehan hak selain karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus atau derajat keatas atau satu derajat kebawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami istri, untuk kabupaten ABC di tetapkan sebesar Rp 60.000.000. besarnya NPOPKP

maka perolehan hak tersebut terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

BPHTB = 5% x (Rp 100.000.000–Rp 60.000.000)

= 5% x (Rp 40.000.000)

= Rp 2.000.000

Dokumen terkait