• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implikasi Hukum Perkawinan di Bawah Tangan

BAB II PAPARAN DATA DAN TEMUAN

C. Implikasi Hukum Perkawinan di Bawah Tangan

Sampai saat ini praktik perkawinan di bawah tangan masih banyak terjadi, padahal dampak dari perkawinan di bawah tangan sangatlah besar

dan merugikan pihak perempuan serta tidak melindungi hak-hak perempuan dan juga hak anak. Secara sosial, pelaku praktik perkawinan di bawah tangan ternyata pada kasus yang berlaku di masyarakat cenderung sulit untuk bersosialisasi dengan tetangga karena biasanya dianggap sebagai istri tidak sah atau istri simpanan.47 Akan tetapi perkawinan di bawah tangan yang seperti itu tidak berlaku bagi warga Desa Nunggi Kecamatan Wera, bagi pelaku perkawinan di bawah tangan di Desa Nunggi sama sekali tidak memiliki kesulitan untuk bersosialisasi dengan masyarakat lain atau dengan tetangga, karena masyarakat sama sekali tidak menganggap bahwa pelaku perkawinan di bawah tangan itu sebagai istri simpanan atau lainnya.

Faktor yang melatarbelakangi para pelaku untuk melakukan praktik perkawinan di bawah tangan adalah karena hamil diluar nikah atau pergaulan bebas, dan karena faktor administrasi yang cukup repot menurut sebagian pelaku perkawinan di bawah tangan. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Ibu A sebagai pelaku perkawinan di bawah tangan di Desa Nunggi Kecamatan Wera, Wanita yang berusia 34 tahun ini berasal dari Dusun Woke Dana Desa Nunggi, beragama islam, Pendidikan terakhir sampai jenjang Sekolah Menengah Pertama, ia menjelaskan bahwa perkawinannya dengan Bapak A sudah memenuhi rukun dan syarat sesuai dengan ajaran agama islam, pasangan tersebut melakukan praktik perkawinan di bawah tangan karena pada saat itu Ibu A dan Bapak A sedang merantau di Kalimantan sehingga tidak mau repot untuk mengurus persyaratan

47 Asrorun Ni’am Sholeh, Fatwa-fatwa Masalah Pernikahan Dan Keluarga, (Jakarta:

Graha Pramuda, 2008), hlm. 151.

administrasi untuk melakukan pencatatan perkawinan. Dan akibat hukum dari perkawinan di bawah tangan yang dilakukan oleh Ibu A baru di rasakan setelah 6 tahun pernikahan dan memiliki anak, yaitu Ibu A tidak dapat memenuhi persyaratan admnistratif ketika ingin membuat kartu tanda penduduk yang baru dan tidak dapat menuntut Bapak A untuk memberikan nafkah terhadap anak ketika Bapak A memilih untuk menikah dengan perempuan lain. Akibat hukum yang dirasakan oleh anak dari ibu A dan bapak Aadalah anak tersebut tidak tercatat dalam Kartu Keluarga, dan tidak memiliki Akta kelahiran sehingga mempersulit untuk mendaftar ke sekolah formal. Selain itu, anak dari Ibu A pun tidak mendapatkan hak berupa nafkah dari ayahnya.48

Tidak jauh beda dengan Ibu YM, sebagai pelaku praktik perkawinan di bawah tangan, Ibu YM menjelaskan bahwa perkawinannya dengan Bapak MHA dilakukan tanpa melibatkan pihak Pegawai Pencatat Nikah karena pada saat melangsungkan perkawinan pasangan tersebut masih di bawah umur. Akibat dari perkawinan di bawah tangan sangat jelas dirasakan oleh Ibu YM dan anak yang dihasilkan dari perkawinan tersebut, yaitu Ibu YM sampai saat ini masih belum memiliki kartu kelurga sendiri dan status dalam Kartu Tanda Penduduk pun masih belum menikah, dan anak dari Ibu YM dan Bapak MHA sampai saat ini masih belum memiliki Akta Kelahiran, itu

48 Wawancara Ibu A, 08 Maret 2021.

semua dikarenakan tidak adanya buku nikah sebagai persyaratan administratif untuk membuat akta kelahiran anak dan kartu keluarga.49

Penulis juga melakukan wawancara dengan Ibu RS sebagai pelaku perkawinan di bawah tangan di Desa Nunggi Kecamatan Wera, ia menjelaskan bahwa perkawinannya dengan Bapak HR tidak dicatatkan di KUA, karena pasangan tersebut menikah tanpa seizin orang tua dari pihak Ibu RS. Akibat hukum dari perkawinan di bawah tangan yang di lakukan oleh Ibu RS dan anak yang dihasilkan dari perkawinan tersebut yaitu Ibu RS sampai saat ini masih belum memiliki kartu kelurga sendiri dan anak dari Ibu RS dan Bapak HR masih belum memiliki Akta Kelahiran karena tidak ada Buku Nikah sebagai persyaratan pembuatan Kartu Keluarga dan Akta Kelahiran.50

Penulis juga melakukan wawancara dengan Ibu EN sebagai pelaku perkawinan di bawah tangan di Desa Nunggi Kecamatan Wera, ia menjelaskan alasan tidak melakukan praktik perkawinan di bawah tangan dengan Bapak AH karena pada saat itu Bapak AH sedang dalam pendidikan militer dan masih dalam ikatan dinas sehingga tidak memungkinan untuk dilaksanakan pengajuan pernikahan dinas di Batalyon. Akibat dari pernikahan dibawah tangan dirasakan oleh Ibu EN dan anak yang dihasilkan dari perkawinan tersebut, yaitu Ibu EN tidak mendapatkan haknya sebagai istri seorang anggota TNI, tidak adanya kartu keluarga, dan anak yang

49 Wawancara Ibu YM, 16 Maret 2021.

50 Wawancara Ibu RS, 22 Maret 2021.

dihasilkan pun tidak mendapatkan haknya sebagai anak seorang anggota TNI yaitu berupa Tunjangan anak dan susahnya membuat akta kelahiran karena tidak adanya buku nikah sebagai persyaratan dalam membuat akta kelahiran anak.51

Penulis melakukan wawancara dengan Ibu NH, yaitu sebagai pelaku perkawinan di bawah tangan di Desa Nunggi Kecamatan Wera, ia menjelaskan alasan melakukan praktik perkawinan di bawah tangan dengan Bapak AS karena pada saat itu Bapak AS sudah memiliki istri dan masih berstatus sebagai anggota aktif TNI-AD, sehingga tidak memungkinkan untuk dilaksanakan pengajuan pernikahan dinas di Batalyon dan mencatatkan perkawinan tersebut di KUA.

Akibat dari pernikahan di bawah tangan dirasakan oleh Ibu NH dan anak yang dihasilkan dari perkawinan di bawah tangan tersebut, yaitu Ibu NH tidak mendapatkan haknya ketika masih menjadi istri seorang anggota TNI, tidak adanya kartu keluarga, dan anak yang dihasilkan pun tidak mendapatkan haknya sebagai anak seorang anggota TNI yaitu berupa Tunjangan anak dan susahnya membuat akta kelahiran karena tidak adanya buku nikah sebagai persyaratan dalam membuat akta kelahiran.52

Selanjutnya penulis melakukan wawancara dengan Ibu IC, ia memaparkan alasannya melakukan praktik perkawinan di bawah tangan dengan Bapak L yaitu karena Ibu IC dalam keadaan hamil diluar nikah dan

51 Wawancara Ibu EN, 01 April 2021.

52 Wawancara Ibu NH, 06 April 2021.

Bapak L masih memiliki istri sah dan belum bercerai baik secara agama maupun berdasarkan putusan pengadilan, sehingga tidak memungkinkan perkawinan tersebut untuk di catat.

Akibat dari pernikahan di bawah tangan sangat jelas dirasakan oleh Ibu IC yaitu tidak dapat memenuhi persyaratan admnistratif ketika ingin membuat Kartu Keluarga dan tidak dapat menuntut bapak L untuk memberikan nafkah terhadap anak ketika bapak L memilih untuk menikah dengan perempuan lain.

Akibat hukum yang dirasakan oleh anak dari Ibu IC dan Bapak L adalah anak tersebut tidak tercatat dalam Kartu Keluarga, dan tidak memiliki Akta kelahiran sehingga mempersulit untuk mendaftar ke sekolah formal.

Selain itu, anak dari Ibu IC pun tidak mendapatkan hak berupa nafkah dari ayahnya53.

Tokoh masyarakat sangat berpengaruh dalam meminimalisir tingginya angka perkawinan di bawah tangan di Desa Nunggi, Menurut Bapak Edi Kurniawan selaku sekretaris Desa Nunggi dan tokoh masyarakat, tentang perkawinan di bawah tangan di Desa Nunggi ini terjadi diakibatkan oleh beberapa faktor tertentu, yaitu salah satunya akibat dari pergaulan bebas54.

Terjadinya perkawinan di bawah tangan merupakan sebuah fenomena yang terjadi dalam kehidupan masyarakat dan tentu dengan

53 Wawancara Ibu IC, 06 April 2021.

54 Wawancara Bapak Edi Kurniawan, 02 April 2021.

alasan-alasan atau faktor penyebab yang berbeda-beda. Berdasarkan hasil wawancara yang telah penulis lakukan terhadap enam pasangan suami istri yang telah melakukan praktik perkawinan di bawah tangan di Desa Nunggi Kecamatan Wera Kabupaten Bima yang menjadi lokasi penelitian penulis, maka penulis memperoleh data sebagai berikut:

1. Faktor Kesadaran Masyarakat

Salah satu faktor yang menyebabkan meningkatnya angka perkawinan di bawah tangan di Desa Nunggi Kecamatan Wera Kabupaten Bima adalah karena kurangnya kesadaran hukum akan hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia. Dalam hal ini masyarakat Desa Nunggi Kecamatan Wera Kabupaten Bima melakukan praktik perkawinan di bawah tangan karena mereka menganggap bahwa nikah tidak perlu repot dan cukup dengan terpenuhinya rukun dan syarat perkawinan sehingga perkawinan dapat dianggap sah secara agama, padahal di Indonesia sudah diberlakukan Undang-undang yang mengatur tentang perkawinan yang didalamnya sudah tertera dengan jelas bahwa setiap perkawinan harus dicatatkan. Kesadaran hukum yang di maksud dalam hal ini adalah kesadaran akan nilai yang terkandung dalam diri manusia tentang hukum yang ada atau hukum yang diharapkan ada.55 Seperti yang disampaikan oleh Ibu A, berikut penuturannya:

nami ntoin indo ma bade atura, sura penti sah nggahi agama berarti ede ndei batu ulu” (kami juga dulu tidak terlalu paham aturan, yang penting sah menurut agama, berarti itu yang harus di dahului)

55 Zaenudin Ali, Sosiologi Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 49.

Sebagai warga negara yang taat akan hukum, masyarakat harus lebih memahami hukum dan aturan-aturan yang berlaku di Indonesia, sehingga dalam melakukan sesuatu hal akan difikirkan lebih dahulu terkait resiko yang akan dihadapi. Manfaat dengan adanya kesadaran hukum ini adalah bagian yang sangat penting dari perangkat kerja sistem sosial yang terjadi dikehidupan masyarakat yang bertujuan untuk mengintegrasikan kepentingan masyarakat agar tercipta suatu keadaan yang tertib.

2. Faktor Pendidikan

Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi setiap individu. Akan tetapi, tidak semua bisa merasakan pendidikan sampai ke jenjang yang lebih tinggi, sama halnya seperti sebagian masyarakat Desa Nunggi yang melakukan praktik perkawinan di bawah tangan. Mereka hanya sebatas lulusan Sekolah Menengah Pertama jadi untuk bertindak pun lebih mengikuti kehendak sendiri dan tuntutan orang tua. Atau dalam hal ini bisa dikatakan bahwa masih ada beberapa masyarakat yang melakukan praktik perkawinan di bawah tangan tanpa memikirkan resiko di kemudian hari. Seperti yang disampaikan oleh Ibu A, berikut penuturannya:

ncihi ncao nami indo ma sakola dese, ndadi kaina wati bade ao ra one na” (kami berdua juga bukan orang yang berpendidikan tinggi, jadi tidak tau banyak hal).

3. Faktor Pergaulan Bebas

Salah satu faktor yang menyebabkan meningkatnya angka perkawinan di bawah tangan di Desa Nunggi Kecamatan Wera Kabupaten Bima adalah karena pergaulan bebas. Istilah pergaulan bebas digunakan pada kondisi dimana manusia beda jenis yaitu laki-laki dan perempuan melakukan zina atau hubungan sex diluar pernikahan. Dalam perkembangan sex diluar nikah diadopsi dari budaya barat yang sangat bertentangan dengan budaya timur yang selalu berpegang pada pedoman agama.

4. Faktor Poligami Yang di Lakukan Secara Ilegal

Pada hakikatnya islam membolehkan seorang pria untuk memiliki istri lebih dari satu orang dengan syarat si suami harus berlaku adil terhadap istri-istrinya. Berdasarkan pernyataan tersebut yang menjadi alasan beberapa orang di Desa Nunggi untuk melakukan poligami Ilegal.

Akan tetapi sang istri tidak menyetujui karena khawatir sang suami tidak dapat berlaku adil dan lebih menyanyangi istri kedua. Oleh sebab itu terjadilah perkawinan di bawah tangan di Desa Nunggi dengan adanya faktor poligami yang dilakukan secara illegal. Hal tersebut disampaikan oleh Ibu IC yang pada saat itu menikah dengan Bapak L yang sebelumnya sudah memiliki istri, berikut penuturannya:

“ndaiku nika lia ba wati setuju kai ba wei ulu rahi ku di ma nika wali, pala indo loa kabune nami dua waur sama ne’e, dan pada saat ede rau nahu waur wara ma ndadi, dari pada naha iha laon de taho mpa ra tanggung jawab dengan cara nika lia” (saya menikah di bawah tangan karena istri pertama dari suami saya tidak

mengizinkan suami saya untuk menikah lagi, tapi mau bagaimana lagi kami berdua sudah saling suka, dan pada saat itu juga saya sedang hamil, daripada semakin mempersulit keadaan lebih baik bertanggung jawab dengan cara menikah di bawah tangan).56

Sama halnya dengan Ibu NH yang memutuskan untuk menikah di bawah tangan karena sang suami sudah beristri, berikut penuturannya:

”nahu nika lia ba rahiku wa’ur wara wei na ndenta ku labo mbuip ndadi na tantara, ba wa’ur sama ne’e ndadi kain nami dua pilih nika lia” (saya menikah di bawah tangan karena suami saya masih mempunyai istri dan pada saat itu juga suami saya masih menjadi tantara, karena sudah saling suka, kami berdua memutuskan untuk menikah di bawah tangan).57

5. Faktor Adminsitrasi

Hal yang haris dijalankan bagi setiap warga negara Indonesia yang akan melakukan perkawinan adalah dengan mendaftarkan pernikahan dan pencatatan perkawinan di Kantor Urusan Agama. Namun ada beberapa masyarakat yang tidak mau melakukannya karena dianggap terlalu menyulitkan.

Menurut penulis bahwasannya sebagaian masyarakat desa Nunggi tidak mau repot untuk mengurus dan melengkapi persyaratan administrasi karena mereka menganggap memerlukan biaya yang tidak sedikit. Hal tersebut disampaikan oleh Ibu A yang menikah di bawah tangan dengan Bapak A, berikut penuturannya:

“nahu nika lia kai ku ba gara-gara saat ede nami dua wunga karawi aka Kalimantan, de fiki ba nami dua sa’at ede re wara sa repo na kalo uru nika secara negara da Kalimantan” (saya menikah di

56 Wawancara Pelaku Praktik Perkawinan Di Bawah Tangan, 11 Maret 2021.

57 Wawancara Pelaku Praktik Perkawinan Di Bawah Tangan, 20 Maret 2021.

bawah tangan karena sa’at itu kami berdua sedang bekerja di Kalimantan, lalu kami berdua sama-sama berfikir bahwa untuk mengurus pernikahan secara negara di Kalimantan itu cukup repot).58

58 Wawancara Pelaku Praktik Perkawinan Di Bawah Tangan, 08 Maret 2021.

53

Dokumen terkait