BAB IV PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
Asia-Pasific Economic Coorperation (APEC) adalah forum kerjasama antar 21 Ekonomi di Kawasan Samudra Pasifik yang berdiri pada tahun 1989 di Canberra, Australia. APEC terbentuk atas Prakarsa dari Robert Hawke, Perdana Menteri Australia yang menjabat saat itu.
Pembentukan kerja sama regional di Kawasan Asia-Pasifik disebabkan oleh adanya faktor perubahan dalam konstelasi politik dunia, seperti munculnya berbagai kelompok regional trade. Mengutip dari History State, sejarah berdirinya APEC dimulai bersamaan dengan organisasi perdagangan multilateral yang juga mulai banyak muncul setelah era pasca perang dingin.
Pasca perang dingin, tatanan dunia baru ditandai dengan adanya globalisasi ekonomi dan pertumbuhan blok perdagangan regional. Sehingga terbentuklah Kerjasama antar Kawasan di dunia. Konsep Kawasan merupakan konstruksi dari negara yang memiliki power untuk memenuhi kepentingannya (Mc Daugall, 2014).
83
Gambar 4.1 Peta Kawasan Asia-Pasifik, meliputi Benua Asia, Benua Oceania dan Benua Amerika
Sumber: APEC.org
Kawasan APEC meliputi tiga Kawasan, yaitu Asia, Oceania dan Amerika:
➢ Kawasan Asia: Korea Selatan, Jepang, China-Taipei, Hong Kong, PRC, Thailand, Viet Nam, Malaysia, Singapura, Filipina, Brunei Darussalam, dan Indonesia.
➢ Kawasan Amerika: Kanada, USA, Mexico, Peru dan Chile.
➢ Kawasan Oceania: Papua New Guinea, Australia dan New Zealand.
APEC terbentuk sebagai regional organization untuk mempercepat hubungan Kerjasama antara negara di Kawasan Asia-Pasifik. APEC merupakan bentuk Kerjasama new regionalism, yaitu bloc free-trade yang berfokus untuk menyejahterahkan negara anggotanya di tengah kompetisi global. Selian itu terdapat 12 negara pembetuk APEC yang terdiri dari Australia, USA, Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Jepang, Canada, Korea Selatan, Malaysia, New Zealand, Singapura dan Thailand. Kemudian
84
pada tahun 1991, China, Hong Kong. Taipei bergabung, diikuti oleh Mexico dan Papua New Guinea pada tahun 1993, Chile pada tahun 1992.
Dilanjutkan oleh Peru, Rusia dan VietNam pada tahun 1998 yang melengkapi formasi APEC hingga saat ini.
Berdasarkan Kementerian Luar Negeri Indonesia (2021), Secara khusus, tujuan APEC adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan di Asia-Pasifik. Hal tersebut dilakukan untuk mendorong dan memfasilitasi perdagangan dan investasi yang lebih bebas dan terbuka di Kawasan dan juga meningkatkan Kerjasama dalam pengembangan kapasitas perekonomian anggota. Sehingga ditetapkan suatu target yaitu “The Bogor Goals” sebagai salah satu KTT APEC pada tahun 1994, di Bogor. Dengan komitmen “…with the industrialized economies achieveing the goal of free and open trade and investment no later than the year 2010 and developing economic no later than the year 2020.”
(…dengan ekonomi industri mencapai tujuan kebebasan dan keterbukaan perdagangan serta investasi paling lambat tahun 2010 dan perkembangan ekonomi paling lambat tahun 2020).
KTT pada tahun 2020, menghasilkan “APEC Putrajaya Vision 2040” melanjutkan dari The Bogor’s Goals 2020 yaitu mendorong pembangunan SDM yang berkualitas, mendorong pembangunan konektivitas, pemberdayaan UMKM dan perempuan dalam ekonomi digital. Serta, kedua mengenai “Kuala Lumpur Declaration” komitmen pemimpinan APEC dalam penanganan pandemi, pemulihan ekonomi
85
seperti pemanfaatan digital economics, dan mendorong sustainable development yang inklusif dan inovatif (Sekertariat Kabinet Republik Indonesia, 2020).
Sistem politik dan Kerjasama di Kawasan Asia-Pasifik ini berbeda dengan Kawasan Eropa Barat, hal tersebut dikarenakan karakteristik dari negara anggota APEC berbeda-beda, mulai dari sistem sosialis, demokratis bahkan kerajaan. Sehingga membuat Kerjasama antar negara di APEC begitu unik dan memiliki pertimbangan posisi yang menarik. Selain itu, APEC beroperasi atas dasar komitmen yang tidak mengikat dan dengan open dialogue. Keputusan yang dibuat dalam APEC dicapai melalui consensus dan komitmen yang dilakukan atas dasar sukarela. Sekertariat APEC yang berbasisis di Singapura dan juga merupakan penyedia koordinasi, dukungan teknis dan konsultasi manajemen informasi, komunikasi dan layanan penjangkauan publik. APEC juga merupakan suatu forum internasional dengan fokus perhatian pada permasalahan ekonomi di negara anggota bukan politik.
Pada tahun 2020, mitra APEC menyumbang lebih dari 2,9 Miliar atau setara dengan 38 persen dari total penduduk dunia, dengan total GDP mencapai 62 persen sebesar US$ 52 Triliun dari GDP Dunia, serta total perdagangan anggota APEC mencapai 48 persen dari total perdagangan dunia. Hal tersebut memberikan potensi keuntungan bagi setiap anggota APEC dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi bagi negaranya. Lima dari 10 negara memiliki kekuatan perekonomian terbesar di dunia ada di
86
APEC, yaitu USA, Jepang, China, Canada, dan Mexico (Sekertariat APEC, 2021).
Objek dalam penelitian ini menggunkaan negara berkembang yang termasuk kedalam middle-income countries dengan GNI mulai dari US$ 3.500 keatas dan Negara maju yang termasuk dalam high-income countries. Pengelompokan negara ini berdasarkan klasifikasi yang ditetapkan oleh World Bank, 2021. Pengelompokkan tersebut dimaksudkan bahwa negara tersebut memiliki struktur ekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang tidak jauh berbeda.
2. Gambaran Pertumbuhan Ekonomi di Negara APEC
Pada penelitian ini menggunakan data laju pertumbuhan ekonomi di negara APEC pada tahun 2015-2020 dari World Bank. Salah satu tolak ukur keberhasilan pembangunan dalam bidang ekonomi diperlukan evaluasi dan perencanaan dalam ekonomi makro yang biasanya dilihat dari pertumbuhan gross domestic bruto. Pertumbuhan ekonomi merupakan peningkatan dalam output barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara, yang didapatkan dari gross domestic product atas dasar harga kostan 2015. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu target ekonomi untuk mengukur takaran dan kesuksesan suatu negara dalam kurun waktu tertentu.
Selain itu, Pengukuran pertumbuhan ekonomi menggunakan satuan persen (%), berikut pertumbuhan ekonomi di negara APEC berdasarkan kelompok pendapatannya:
87
Gambar 4.2 Pertumbuhan Ekonomi di Negara Middle Income APEC
Sumber: World Bank, 2022 (data diolah)
Pada grafik diatas menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi di negara anggota APEC mengalami perubahan yang berfluktuasi pada setiap negaranya dari tahun 2015-2020. Pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi global berada pada negara Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Negara Middle-Income APEC yang memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi berada di Indonesia dengan rata-rata pertumbuhan selama periode 2015-2020 sebesar 3,9%. Pada tahun 2015 pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,88%, meningkat pada tahun 2016 sebesar 5,03%, tahun 2017 sebesar 5,07% dan puncaknya tertinggi pada tahun 2018 sebesar 5,17, sehingga tidak salah bahwa Indonesia pada tahun 2019 berhasil masuk kedalam negara upper-middle income. Namun menurun menjadi negara lower-middle income pada tahun 2020, hal tersebut dikarenakan pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada tahun 2020 terkontrkasi hingga sebesar -2,07%. Pertumbuhan ekonomi terendah berada di Mexico, dengan
88
rata-rata pertumbuhan dari 2015-2020 sebesar 0,3%. Pada tahun 2015 pertumbuhan ekonomi Mexico sebesar 3,29%, menurun sebesar 2,63%
tahun 2016, 2,11% pada tahun 2017, berhasil meningkat pada tahun 2018 sebesar 2,19%, namun menurun hingga sebesar -0,18% tahun 2019 dan diperparah lagi pada tahun 2020 sebesar -8,31%. Perekonomian yang mengalami peningkatan dari tahun-ketahun berada di negara Rusia, dari tahun 2015-2018 mengalami peningkatan sebesar -1,97% tahun 2015 hingga 2,81% pada tahun 2018. Pada tahun 2020, setiap negara mengalami kontraksi terhadap pertumbuhan ekonomi akibat pandmei Covid-19 yang melanda belahan dunia, tidak hanya di negara anggota APEC namun perekonomian global juga mengalami pertumbuhan yang minus.
Pertumbuhan terendah selama pandemic Covid-19 berada di negara Peru hingga sebesar -10,95%.
Gambar 4.3 Pertumbuhan Ekonomi di Negara High Income APEC
Sumber: World Bank, 2022 (data diolah)
89
Pada grafik diatas menunjukkan bahwa pertumbuhan tertinggi di negara high income hanya ada di negara New Zealand, dengan rata-rata petumbuhan ekonomi dari tahun 2015-2020 sebesar 2,56%, meskipun pertumbuhan ini lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi di negara middle income. Pertumbuhan ekonomi di New Zealand pada tahun 2015 sebesar 3,74%, meningkat pada thaun 2016 sebesar 3,77%, dan mengalami penurunan pada tahun 2017, 2018, 2019 sebesar 3,58%, 3,36% dan 2,19%
puncak penurunannya pada tahun 2020 hingga terkontraksi sebesar -1,25%.
Menurunnya pertumbuhan ekonomi di negara New Zealand tersebut tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan negara-negara anggota APEC lainnya, bahkan masih lebih rendah dari pada penurunan ekonomi global.
Pertumbuhan ekonomi terendah berada di negara Jepang, dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015-2020 sebesar -0,03%. Pertumbuhan ekonomi di negara Jepang mengalami stagnasi ekonomi, tahun 2015 pertumbuhan ekonomi di jepang sebesar 1,56%, menurun tahun 2016 sebesar 0,75%, pada tahun 2017 sebesar 1,68%, tahun 2018 sebesar 0,58%, 2019 sebesar -0,24%, serta -4,51 pada tahun 2020.
3. Gambaran Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dengan Pendidikan Tinggi di Negara APEC
Pendidikan merupakan salah satu human capital untuk mencapai pembangunan ekonomi yang sustainable. Pendidikan membuat sumber daya manusia menjadi lebih handal dan cepat mengerti serta siap dalam menghadi perubahan dan pembangunan di suatu negara. Terlebih
90
pendidikan tinggi memiliki pedidikan yang lebih terspesialisasi dan sangat kompetitif di labor market. Seberapa besar ketersedian tenaga kerja terdidik, bisa dilihat dalam tingkat partisipasi angkatan kerja yang telah menyelesaikan pendidikan tinggi. Selian itu, higher education merupakan salah satu hal penting untuk mencapai sustainable development pada tahun 2030. Berikut TPAK dengan pendidikan tinggi berdasarkan kelompok negaranya:
Gambar 4.4 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dengan Pendidikan Tinggi di Negara Middle Income APEC
Sumber: International Labour Organization, 2022 (data diolah)
Berdasarkan grafik diatas, tingkat pendidikan tinggi Angkatan kerja di negara anggota APEC terus mengalami perubahan pada setiap negara.
Tingkat partisipasi Angkatan kerja dengan tingkat pendidikan tinggi lebih banyak di negara Peru dan Indonesia dengan rata-rata dari tahun 2015-2020 sebesar 84,3% dan 84%. TPAK dengan Pendidikan Tinggi di negara Peru pada tahun 2015 sebesar 85,85%, tahun 2016 meningkat sebesar 86,01%, tahun 2018 menigkat hingga sebesar 87,19%, kemudian mengalami
91
penurunan pada tahun 2019 sebesar 85,82%, penurunan tertinggi pada tahun 2020 hingga mencapai 74,21%. Tidak hanyak di negara Peru yang mengalami penurunan, namun seluruh negara mengalami penurunan.
Kemudian TPAK dengan tingkat pendidikan tinggi yang rendah berada di negara Rusia. Pada tahu 2015 TPAK dengan Pendidikan tinggi sebesar 70,77% dan mengalami peningkatan sebeasar 71,33% tahun 2016.
Peningkatan tersebut tidak terus berlanjut, pada tahun 2017-2018 mengalami penurunan dari 66,94% dan 66,94%. Pada tahun 2020 TPAK dengan pendidikan tinggi di negara Rusia mengalami penurunan sebesar 66,73% dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 67,07%.
Gambar 4.5 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dengan Pendidikan Tinggi di Negara High Income APEC
Sumber: International Labour Organization, 2022 (data diolah)
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dengan Tingkat Pendidikan Tinggi lebih dominan berada di negara high-income APEC. TPAK dengan pendidikan tinggi yang tertinggi berada di negara Australia hingga sebesar
92
86% selama 6 tahun, diikuti oleh New Zealand hingga sebesar 84%. Di Australia, TPAK dengan pendidikan tinggi pada tahun 2015 sebesar 86,33%, penurunan tertinggi berada pada tahun 2016 sebesar 86,11%, sedangkan tahun 2020 penurunannya hanya sebesar 86,49% dari tahun sebelumnya 86,80%. TPAK dengan tingkat pendidikan tinggi persentase terendah berada di negara Korea Selatan. Pada tahun 2015 TPAK dengan pendidikan tinggi sebesar 71,94% dan tahun 2020 mencapai angka 71,36%. Rata-rata TPAK dengan pendidikan tinggi di negara Korea Selatan dari tahun 2015- 2020 sebesar 72%, kemudian disusul oleh USA sebesar 73% dan Canada sebesar 75%.
4. Gambaran Gross Fixed Capital Formation di Negara APEC
Gross Fixed Capital Formation didefinikan sebagai modal fisik, atau pengadaan, pembelian maupun pembuatan barang-barang modal baru yang berasal dari dalam deneri (domestic) dan barang baru atau bekas dari luar negeri (foreign). GFCF ini memiliki masa pakai yang cukup lama, satu tahun atau lebih. GFCF ini sangat penting bagi suatu negara untuk melaksanakan pembangunan, serta peran capital langsung dalam meningkatkan output produksi di suatu negara. Berikut GFCF di negara APEC berdasarkan kelompok pendapatannya:
93
Gambar 4.6 Pertumbuhan Gross Fixed Capital Formation di Negara Middle Income APEC
Sumber: World Bank, 2022 (data diolah)
Berdasarkan grafik diatas, pertumbhan GFCF di negara middle income APEC memiliki perubahan yang berfluktuasi. Pertumbuhan GFCF tertinggi berada di Indonesia dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 3,63% selama periode 2015-2020. Di Indonesia, pada tahun 2015 pertumbuhan GFCF sebesar 5,01%, menurun pada tahun 2016 sebesar 4,47%. Kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2017-2018 yaitu 6,15% - 6,68% terus mnengalami penurunan hingga pada tahun 2020 mencapai angka minus 4,96%. Menurunnya pertumbuhan GFCF pada tahun 2020 tidak hanya di Indonesia saja, melainkan hampir di seluruh negara anggota APEC.
Penurunan tertinggi berada di Mexico hingga sebesar -17,82%. Pertumbuhan GFCF terendah berada di Negara Peru dengan rata-rata pertumbuhan sebesar -3,16%. Peningkatan tertinggi GFCF berada pada tahun 2018 sebesar 4,67%
dan terendah pada tahun 2020 hingga sebesar -16,16%.
94
Gambar 4.7 Pertumbuhan Gross Fixed Capital Formation di Negara High Income APEC
Sumber: World Bank, 2022 (data diolah)
Pada grafik di atas menunjukkan pertumbuhan GFCF di negara High Income APEC yang memiliki perubahan yang befluktuasi pada setiap tahun. Pertumbuhan GFCF di negara high income APEC lebih lambat daripada di negara middle income APEC. Pertumbuhan GFCF tertinggi berada di negara Korea Selatan, dengan pertumbuhan mencapai angka 3,33% selama periode 2015-2020. Pertumbuhan GFCF di Korea selatan pada tahun 2015-2017 mengalami peningkatan dari 5,35%, 6,58% hingga peningkatan tertinggi berada pada tahun 2017 sebesar 9,78%, kemudian mengalami penurunan pada tahun 2018-2019 sebesar -2,20% hingga - 2,13%. Pertumbuhan GFCF di negara Korea Selatan sendiri pada tahun 2020 mengalami peningkatan berbeda dengan negara-negara anggota APEC lainnya yang cenderung mengalami penurunan, di Korea Selatan pertumbuhan GFCF pada tahun 2020 sebesar 2,61%. Pertumbuhan GFCF
95
terendah berada di negara Kanada dengan pertumbuhan rata-rata selama 6 tahun dari tahun 2015-2020 sebesar -1,15%. Penurunan pertumbuhan GFCF tertinggi berada pada tahun 2015 sebesar -5,21% dan tertinggi di Kanada sebesar 3,35% pada tahun 2017. Di negara high income APEC ini, pada tahun 2020 tidak mengalami pertumbuhan GFCF yang menurun sangat tinggi di bandingkan dengan negara di negara middle income. Hal tersebut dikarenakan negara middle income masih membutuhkan pertumbuhan modal untuk meningkatkan pembangunan dinegaranya.
5. Gambaran Economic Freedom Index di Negara APEC
Score dalam economic freedom index menyatakan bahwa semakin tinggi economic freedom index maka menandakan bahwa negara tersebut semakin bebas/free. Negara maju sewajarnya mendapatkan score economic freedom index yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara berkembang.
Berikut perbandingan economic freedom index di negara APEC:
Gambar 4.8 Economic Freedom Index di Negara Middle Income APEC
Sumber: Haritage Foundation, 2021 (data diolah)
96
Berdasarkan grafik di atas bahwa economic freedom bahwa di negara Indonesia dan Thailand setiap tahunnya mengalami peningkatan. Di Indonesia, pada tahun 2015 indeks kebebasan ekonomi sebesar 58,13 poin yang menyatakan bahwa Indonesia masih kebanyakan tidak bebas/mostly unfree namun terus mengalami peningkatan hingga pada tahun 2020 sebesar 67,20 poin dengan artian sudah cukup bebas/moderately free. Untuk economic freedom index tertinggi berada di Malaysia, Peru dan Mexico, terendah masih berada di negara Russia dengan rata-rata score sebesar 56,3 poin dalam artian perekonomian Russia masih kebanyakan tidak bebas/mostly unfree. Hanya di negara Malaysia yang mana perekonomiannya sebagian besarnya sudah bebas/mostly free dengan score rata-rata sebesar 73,2 poin.
Gambar 4.9 Economic Freedom Index di Negara High Income APEC
Sumber: Haritage Foundation, 2021 (data diolah)
Berbeda dengan negara berkembang yang termasuk kedalam negara middle income. Di negara maju yang termasuk kedalam kelompok high
97
income kebanyakan perekonomiannya sudah bebas/free seperti di New Zealand dan Australia. Sedangkan di Kanada, Jepang, Korea Selatan dan USA perekonomiannya sebagian besar sudah free/mostly free dengan rata- rata skor masing-masing 78 poin, 72 poin, 73 poin dan 76 poin.
B. Temuan Hasil Penelitian